• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALETRNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ALETRNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ALETRNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK

(E-COMMERCE)

Rochani Urip Salami dan Rahadi Wasi Bint oro

Fakult as Hukum Unsoed

Abst ract

In e-commer ce t r ansact ions i n cyber space i t i s possi bl e occur a di sput e as wel l as di sput e occur wi t hi n a l egal r el at i onshi p whi ch i s done convent ional l y. The mor e numer ous and wi del y di st r i but ed act i vi t ies of t r ade, t hen t he f r equency of occur r ence of di sput e be hi gh and i t means t her e'l l be a di sput e t hat must be solved. Di sput e r esol ut i on i t sel f basi cal l y qual i f yi ng t o di sput e r esol ut ion by peacef ul and di sput e r esol ut ion i n adver sar i al . Resol vi ng di sput es peacef ul l y i s bet t er known wi t h concensus. Whi l e t he di sput e r esol ut i on i n adver si al, bet t er known as r esol ut i on of di sput es by a t hi r d par t y who i s not i nvol ved i n t he di sput e. The f or m of peacef ul di sput e r esol ut ion i s negot i at ion, medi at ion and conci l i at ion, whi l e r esol ut i on f or m adver si al i s t hr ough t he cour t s or t he ar bi t r al i nst it ut ions. Di sput e r esol ut ion i n accor dance wi t h t he phi l osophy of t he incept i on of e-commer ce i s t hr ough negot i at ion, medi at ion, conci l i at i on and ar bit r at ion.

Keywor ds: e-commer ce, di sput e, di sput e r esol ut i on, al t er nat i ve di sput e r esol ut i on

Abst rak

Dalam melakukan t ransaksi e-commer ce di dunia maya dimungkinkan t erj adi sengket a sepert i halnya sengket a yang t erj adi dalam suat u hubungan hukum yang dilakukan secara konvensional. Semakin banyak dan luas kegiat an perdagangan, maka f rekuensi t erj adinya sengket a semakin t inggi, hal ini berart i akan banyak sengket a yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengket a sendiri pada dasarnya dapat dikualif ikasikan menj adi penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian sengket a secara adversarial. Penyelesaian sengket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musya-warah muf akat . Sement ara penyelesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a. Bent uk dari penyelesaian sengket a secara damai adalah negosiasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan bent uk penyelesaian secara adversial adalah melalui pengadilan at au lembaga arbit rase. Penyelesaian sengket a yang sesuai dengan f ilosof i lahirnya e-commer ce adalah melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun arbit rase.

Kat a Kunci: e-commer ce, sengket a, penyelesaian sengket a, alt ernat if penyelesaian sengket a

Pendahuluan

Keberadaan masyarakat inf ormasi dit an-dai dengan pemanf aat an int ernet yang cende-rung semakin meluas dalam berbagai akt ivit as kehidupan manusia. Hal ini t elah menempat kan inf ormasi sebagai komodit i ekonomi yang sangat pent ing dan mengunt ungkan. Teknologi inf orma-si mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat .1

1

Syamsiah Amal i, “ Pemanf aat an Int ernet pada Pel aj ar di Kot a Goront al o” , Jur nal Penel i t i an Komuni kasi danOpi -ni Publ i k, Menado: Bal ai Pengkaj ian dan Pengembangan Inf ormasi Wil ayah VIII, hl m. 17; Yet t i, “ Tel aah Mengenai Peranan Hukum Nasional Dal am Mengant i si pasi Kej ahat -an Cyber Cri me” , Jur nal Hukum Respubl i ka, Vol . 2 No. 4 Tahun 2003, Pekanbaru: Fakul t as Hukum Univer sit as Lancang Kuning, hl m. 167: Yourdan, “ Konvergensi

Tek-Salah sat u aspek akt if it as ekonomi yang menggunakan t eknologi inf ormasi adalah dalam hal bert ransaksi dengan menggunakan media in-t ernein-t yang dikenal dengan e-commer ce.

(2)

mer ce merupakan suat u t ransaksi perdagangan ant ara penj ual dan pembeli dengan mengguna-kan media int ernet . Perkembangan e-commer ce

t idak t erlepas dari laj u pert umbuhan int ernet , karena e-commer ce berj alan melalui j aringan int ernet . Pert umbuhan penggunaan int ernet t e-lah membuat int ernet menj adi sae-lah sat u media yang ef ekt if bagi perusahaan maupun perorang-an unt uk memperkenalkperorang-an dperorang-an menj ual barperorang-ang at au j asa kepada konsumen dari seluruh dunia.

E-commer ce merupakan suat u model bisnis mo-dern yang meniadakan t ransaksi sebagaimana dalam bisnis yang konvensional yang mewaj ib-kan kehadiran para pihak dan kert as-kert as se-bagai dokumen yang harus dilengkapi. Model bisnis ini lebih bersif at non-f ace dan non-si gn.

Terdapat suat u hubungan ant ara penj ual dengan pembeli dalam suat u e-commer ce. Hu-bungan hukum yang menimbulkan hak dan ke-waj iban pada dasarnya t elah diat ur dalam pera-t uran hukum disebupera-t hubungan hukum. Dalam hukum perdat a diat ur t ent ang hak dan kewaj ib-an orib-ang-orib-ang yib-ang mengadakib-an hubungib-an hu-kum yang meliput i perat uran yang bersif at t er-t ulis berupa peraer-t uran perundang-undangan dan yang bersif at t idak t ert ulis berupa hukum adat dan kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat .

Pelaksanaan hukum mat eriil perdat a t er-ut ama dalam hal ada pelanggaran dalam mela-kukan suat u hubungan hukum, maka diperlukan rangkaian perat uran hukum lain di samping hu-kum yang mengat ur hubungan huhu-kum t ersebut (hukum perdat a mat eriil). Perat uran hukum ini-lah yang disebut hukum f ormil at au Hukum Aca-ra Perdat a, dimana penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga peradilan. Namun dalam pelak-sanaanya lembaga peradilan j ust ru mendapat krit ikan, bahkan kecaman dari berbagai pihak oleh karena berbagai masalah kompleks yang membelit dunia peradilan di Indonesia, ant ara lain proses penyelesaian sengket a lambat , biaya beracara di pengadilan mahal, pengadilan di-anggap kurang responsif dalam penyelesaian perkara, sehingga put usan sering t idak mampu menyelesaikan masalah, sert a adanya penum-pukan perkara dit ingkat Mahkamah Agung yang t idak t erselesaikan.

Suat u penyakit kronis yang t elah lama ada di Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah penumpukan belasan ribu perkara kasasi. Perso-alan penumpukan perkara di Mahkamah Agung lebih banyak disebabkan oleh mekanisme proses peradilan di Indonesia, khususnya yang berkait

-an deng-an wewen-ang Mahkamah Agung.2

Demikian parahnya keadaan sist em pera-dilan di Indonesia j ust ru t ampak pada lembaga t ert inggi yudikat if kit a, dengan derasnya krit ik-an t aj am t erhadap lembaga ini, belum lagi per-adilan dibawahnya yang t idak luput dari cercaan j uga adanya st igma “ Maf ia Peradilan” . Charles Himawan menyat akan Mahkamah Agung adalah penj aga gawang ut ama unt uk menj amin adanya

supr emacy of l aw dan meniadakan supr emacy of per sonal i nt er est sepert i pernah diamat i oleh ahli f ilsaf at hukum HLA Hart . Pandangan MA sangat disegani baik dari Cour de Cassat ion Pe-rancis, Hoge Read Belanda, Ober st e Ger i cht shof

Aust ria, Supr eme Cour t Amerika Serikat , mau-pun Pr i vy Conci l Inggris. Pengusaha dari Negara-negara ini, t ermasuk para bankir-bankirnya su-dah biasa hidup dalam payung pandangan-pan-dangan hukum (l egal opini on Mahkamah Agung), karena hal ini merupakan krist alisasi kebudaya-an hukum negara berskebudaya-angkut kebudaya-an. Dalam rkebudaya-angkai- rangkai-an bisnis int ernasionalnya, t idak saj a memper-hat ikan dengan seksama pandangan hukum Mah-kamah Agung mereka sendiri, t et api j uga pan-dangan-pandangan hukum dari Mahkamah Agung negara-negara dimana mereka berusaha.3

Kapan perkara dapat t erselesaikan secara normat if dalam persidangan perdat a, t idak ada at uran hukum yang j elas, sehingga yang berit i-kad buruk akan semakin lama menikmat i sesua-t u hak kebendaan yang bukan miliknya, seba-liknya yang berit ikad baik akan semakin mende-rit a kerugian oleh karena suat u sist em yang t i-dak berj alan sebagaimana mest inya. Yahya Ha-rahap seorang hakim yang selama 39 t ahun ber-karier dari t ingkat Pengadilan Negeri sampai ha-kim Mahkamah Agung Republik Indonesia meng-gambarkan bagaimana lambat nya perkara mulai

2 Achmad Al i , 2002, Ket er pur ukan Hukum di Indonesi

a-Pe-nyebab dan Sol usi nya, Ghal i a Indonesi a, Jakart a, hl m. 4

3 Charl es Himawan, 2003, Hukum Sebagai Pangl i ma,

(3)

dari t ingkat pert ama sampai dengan kasasi di In-donesia yang membut uhkan wakt u sekit ar 5-12 t ahun.4

Asas sist em peradilan yang sederhana, ce-pat dan biaya ringan hanyalah suat u j argon saj a dalam peradilan perdat a. Hal ini disebabkan, dalam prakt iknya pelaksanaan asas sederhana, cepat dan biaya ringan t idak dapat dilaksana-kan, sekalipun sudah t erdapat surat edaran dari Mahkamah Agung SEMA No. 6 Tahun 1992 yang menekankan bahwa proses persidangan di t ing-kat I dan II selesai dalam wakt u 6 (enam) bulan.

Penyelesaian sengket a yang lambat dan rumit merugikan para pencari keadilan dalam segala aspek, t erlebih apabila hal ini menyang-kut dunia bisnis, maka akan mengakibat kan eko-nomi biaya t inggi, sert a dapat menguras pot ensi sert a sumber daya perusahaan. Pada gilirannya, hal ini berpengaruh pada j alinan hubungan yang t idak harmonis pada sesama kolega bisnis. Sement ara dalam dunia bisnis sangat diperlukan penyelesaian sengket a cepat , biaya murah, sert a i nf or mal pr ocedur e. Mengingat munculnya

e-commer ce dimaksudkan unt uk meniadakan ke-sulit an-keke-sulit ran dalam t ransaksi bisnis yang konvensional, maka model penyelesaian sengke-t a melalui lembaga peradilan sengke-t ensengke-t u saj a sengke-t idak d-iharapkan unt uk dilakukan, karena hanya akan membuang wakt u dan biaya saj a.5 Hal inilah yang kemudian mendorong t erbent uknya penga-t uran penyelesaian sengkepenga-t a bisnis yang lebih cepat dan kemudian pada t ahun 1999 disahkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbi-t rase dan AlArbi-t ernaArbi-t if Penyelesaian SengkeArbi-t a pada t anggal 12 Agust us 1999 yang membuka lebar kesempat an unt uk menyelesaiakan perkara-per-kara bisnis di luar pengadilan. Berdasarkan hal t ersebut di at as, maka penulis t ert arik unt uk membahas mengenai bagaimanakah penerapan alt ernat if penyelesaian sengket a dalam penye-lesaian sengket a t ransaksi elekt ronik?

4 M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acar a Per dat a,

Jakar-t a: Sinar Graf ika, hl m. 233.

5 Lihat j uga Purw ant o, “ Ef ent ivit as Penerapan Al t er nat ive

Disput e Resol ut ion (ADR) pada Penyel esaian Sengket a Bisnis Asur ansi di Indonesia” , Ri sal ah Hukum, Edi si No. 1, Juni 2005, Samarinda: FH Univer sit as Mul aw arman, hl m. 14.

Pembahasan

Konsep E-Commerce

Pemanf aat an sist em inf ormasi dalam sek-t or bisnis, akan membansek-t u dan meningkasek-t kan kinerj a.6 Hampir seluruh akt ivit as perkonomian di dunia menggunakan media int ernet . Salah sa-t u aspek aksa-t if isa-t as ekonomi sa-t ersebusa-t adalah da-lam hal bert ransaksi dengan menggunakan me-dia int ernet yang dikenal dengan e-commer ce.

Dalam rangka mengant isipasi perkembangan t eknologi dan pemanf aat annya, khususnya t ran-saksi perniagaan, pada t ahun 2008 dibent uk UU No. 11 Tahun 2008 t ent ang Inf ormasi dan Tran-saksi E-lekt ronik. Pemerint ah perlu mendukung pengembangan t eknologi inf ormasi melalui in-f rast rukt ur hukum dan pengat urannya, sehingga pemanf aat an t eknologi inf ormasi dilakukan se-cara aman unt uk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhat ikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Namun de-mikian pemerint ah j uga harus memperhat ikan penyelesaian sengket a yang diharapkan dalam dunia bisnis, sehingga perat uran yang ada harus dapat mengadopsi ket ent uan mengenai penye-lesaian sengket a alt ernat if , baik berupa arbit ra-se, negosiasi, mediasi maupun konsiliasi.7

Agar suat u perusahaan dapat bersaing pa-da era inf omasi saat ini, maka sebuah perusa-haan harus melakukan t ransf ormasi f ondasi in-t ernalnya secara sin-t rukin-t ural dengan mengem-bangkan st rat egi e-bi sni s.8 Kehadiran int ernet

6

Rini Handayani, “ Anal i si s Fakt or-f akt or yang Mempenga-ruhi Mi nat Pemanf aat an Sist em Inf ormasi dan Pengguna-an Si st em Inf or masi (St udi Empiri s Pada PerusahaPengguna-an Ma-nuf ukt ur di Bur sa Ef ek), Jur nal Akunt ansi dan Keuangan

Vol . 9 No. 2 November 2007, Jakar t a: FE Uni versit as Bu-di Luhur, hl m. 83

7 Mir si dik, “ Penet apan Kebij akan Penyel esai an Sengket a

dal am Rangka Opt imal i sasi Invest asi ” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 26 No. 2, Apr il 2008, Bandung: FH Unpar , hl m. 162.

8

(4)

yang walaupun masih merupakan indust ri baru yang dalam f ase pert umbuhan, yang masih t erus berubah, sert a penuh ket idakpast ian, t elah memperkokoh keyakinan akan pent ingnya pe-ranan t eknologi dalam pencapaian t uj uan f inan-sial perusahaan melalui modif ikasi dan ef isiensi proses bisnis, yait u dengan memanf aat kan e-commer ce. Keunt ungan dari e-commer ce adalah memberikan Kenyamanan bagi konsumen dalam bert ransaksi karena konsumen t idak harus ber-t emu secara f isik, sedangkan bagi penj ual, e-commer ce dapat memangkas biaya operasional.

E-commer ce ini pada dasarnya akan mela-hirkan suat u dokumen elekt ronik, yang memiliki beberapa unsur. Per t ama, merupakan inf ormasi elekt ronik; kedua, berbent uk analog, digit al, elekt romagnet ik, opt ikal, at au sej enisnya; ket i -ga, dapat dilihat , dit ampilkan, dan/ at au dide-ngar melalui komput er at au sist em e-lekt ronik;

keempat , t idak t erbat as pada t ulisan, suara, gambar, pet a, rancangan, f ot o at au sej enisnya, huruf , t anda, angka, kode akses, simbol at au perf orasi; dan kel i ma, memiliki makna at au art i at au dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Penyelesaian Sengket a secara Damai

Transaksi e-commer ce di dunia maya di-mungkinkan t erj adi sengket a sepert i halnya sengket a yang t erj adi dalam suat u hubungan hu-kum yang dilakukan secara konvensional. Sekin banyak dan luas kegiat an perdagangan, ma-ka f rekuensi t erj adinya sengket a semakin t inggi, hal ini berart i akan banyak sengket a yang harus diselesaikan. Sengket a ini dapat t erj adi karena adanya wanprest asi maupun perbuat an melawan hukum.9

Sengket a-sengket a t ersebut dapat disele-saikan melalui proses lit igasi maupun non lit i-gasi. Namun demikian, sebagaimana t elah dise-but kan sebelumnya, bahwa e-commer ce dilahirkan dengan maksud unt uk meniadadilahirkan hambat -an dalam model t r-ansaksi bisnis y-ang konvensio-nal berupa pert emuan langsung, sehingga

School Si mprug” , Jur nal Pi r ant i War t a, Vol 11 No. 3, A-gust us 2008, hl m. 406.

9 Rahadi Wasi Bint oro, “ Tunt ut an Hak Dal am Persidangan

Perkar a Perdat a” , Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 10 No. 2, mei 2010, Purwokert o: FH Unsoed, hl m. 156.

t asi oleh wakt u dan t empat , sert a diperlukan-nya kert as-kert as sebagai suat u dokumen. Model

e-commer ce dalam t ransaksi bisnis secara dapat dilakukan secara non f ace dan non si gn. Oleh karena it u, model penyelesaian sengket a yang t erlalu banyak memakan wakt u, biaya dan t erlalu banyak f ormalit asf ormalit as pada hakikat -nya merupakan suat u model penyelesaian seng-ket a yang t idak diharapkan dalam e-commer ce.

Sebaliknya e-commer ce j ust ru mengharapkan penyelesaian sengket a yang lebih cepat , murah dan t idak t erlalu banyak f ormalit as-f ormalit as.

Penyelesaian sengket a sendiri pada dasar-nya dapat dikualif ikasikan menj adi penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian seng-ket a secara adversarial. Penyelesaian sengseng-ket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musyawarah muf akat . Sement ara penye-lesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a. Dalam pe-nyelesaian sengket a secara damai t idak ada pihak yang mengambil keput usan bagi penyele-saian sengket a. Ket erlibat an pihak ket iga dalam penyelesaian sengket a secara damai adalah da-lam rangka mengusahakan agar para pihak yang bersengket a dapat sepakat unt uk menyelesaian sengket a mereka. Bent uk dari penyelesaian sengket a secara damai adalah negosiasi, media-si dan konmedia-siliamedia-si. Negomedia-siamedia-si adalah penyelesaian sengket a secara damai dimana para pihak ber-hadapan langsung t anpa ada keikut -sert aan dari pihak ket iga. Sement ara mediasi dan konsiliasi adalah penyelesaian sengket a secara damai dimana ada t urut campur pihak ket iga. Perbe-daan ant ara konsiliasi dan mediasi t erlet ak pada akt if t idaknya pihak ket iga dalam mengusaha-kan para pihak unt uk menyelesaimengusaha-kan sengket a. Penyelesaian sengket a secara damai, apabila di-lihat dari sif at nya, maka penyelesaian ini me-rupakan hal yang ideal mengingat keadilan mun-cul dari para pihak.

(5)

pi-hak dalam upaya menemukan kesepakat an yang adil dan memuaskan bagi keduanya. Dalam pro-ses mediasi, seorang mediat or hanya berperan sebagai f asilit at or saj a. Mediat or t idak mempu-nyai kewenangan unt uk membuat suat u kepu-t usan yang mengikakepu-t para pihak. Seorang media-t or akan membanmedia-t u para pihak yang berseng-ket a unt uk mengident if ikasi persoalan-persoalan yang menj adi pokok sengket a, memf asilit asi komunikasi di ant ara kedua belah pihak.

Bent uk Alt ernat if Penyelesaian Sengket a (APS) lainnya adalah negosiasi yang pada dasar-nya dilakukan pada saat proses persidangan. Hal ini dikarenakan, dalam proses persidangan blaku prinsip hakim bersif at pasif , dimana t er-kandung art i bahwa para pihak dapat meng-akhiri sengket a kapan pun dan hakim t idak bo-leh mengahalang-halanginya. Negosiasi sendiri suat u proses di mana para pihak berupaya unt uk menyelesaikan sengket a yang t imbul secara in-f ormal, dengan at au t anpa pihak lain mewakili-nya.10

Sengket a e-commer ce yang cenderung t erj adi berkait an dengan masalah harga, kuali-t as barang dan j angka wakkuali-t u pengiriman. Pro-duk yang menj adi obyek sengket a, apabila j um-lahnya (harga maupun kuant it as) relat if kecil, maka para pihak cenderung t idak memerlukan bant uan pihak ket iga unt uk penyelesaiannya. Hal ini waj ar, mengingat biaya yang harus di-keluarkan unt uk membayar j asa pihak ket iga akan lebih besar daripada obyek sengket a. Da-lam hal sengket a yang nilainya relat if kecil (dari segi harga maupun kuant it as), proses negosiasi dilakukan secara langsung ant ara penj ual dan pembeli, baik melalui pert emuan secara f isik

(f ace t o f ace), apabila domisili keduanya saling berdekat an maupun melalui surat -menyurat (e-mai l ), j ika kedua pihak berj auhan.

Mekanisme Penyelesaian sengket a melalui konsiliasi (conci l i at ion) j uga merupakan suat u proses penyelesaian sengket a yang melibat kan pihak ket iga yang net ral dan t idak memihak. Se-pert i j uga pada t ugas seorang mediat or, t ugas

10 Lihat j uga M Husni, “ Ar bit r ase Sebagai Al t ernat if

Penye-l esaian Sengket a Bi sni s di Luar PengadiPenye-l an” , Jur nal E-qual i t y, Vol . 13 No. 1, Februar i 2008, Medan: Fakul t as Hukum USU, hl m. 11-12.

dari konsiliat or hanyalah sebagai f asilit at or un-t uk melakukan komunikasi di anun-t ara para pihak sehingga pada akhirnya solusi akan dihasilkan o-leh para pihak it u sendiri. Dalam proses konsi-liasi, pihak ket iga yang akan membant u, t elah membawa usulan penyelesaian, sehingga berpe-ran lebih akt if dalam mengarahkan para pihak unt uk sampai pada kesimpulan penyelesaian sengket a yang dapat disepakat i para pihak. Dalam melakukan proses konsiliasi, seorang kon-siliat or harus mampu menget ahui sit uasi dan kondisi kasus t ersebut , menget ahui apa yang menj adi keinginan para pihak yang bersengket a sert a menget ahui kebut uhan para pihak agar sengket a dapat diselesaikan secara cepat .

Perlu dit egaskan disini, bahwa penyele-saian sengket a secara damai menyarat kan ada-nya kesukarelaan dari pihak-pihak yang berseng-ket a. Tanpa adanya kesukarelaan diant ara para pihak, t idak mungkin penyelesaian sengket a se-cara damai berj alan.

Lembaga Arbit rase Di Indonesia

Sengket a yang t imbul dalam kehidupan manusia ini perlu unt uk diselesaikan. Masalah-nya, siapa yang dapat menyelesaikan sengket a t ersebut ? Cara yang paling mudah dan sederha-na adalah para pihak yang bersengket a menye-lesaikan sendiri sengket a t ersebut . Penyelesaian sengket a secara adversarial diselesaikan melalui suat u lembaga penyelesaian sengket a. Ada dua bent uk lembaga penyelesaian sengket a. Per t

a-ma, pengadilan merupakan lembaga yang

diben-t uk oleh negara undiben-t uk menyelesaikan sengkediben-t a;

kedua, arbit rase yang pada dasarnya lembaga ini dibent uk oleh lembaga non negara at au swast a unt uk menyelesaiakan sengket a secara cepat .

Penyelesaian melelui arbit rase menghasil-kan put usan. Hukum di Indonesia yang mengat ur t ent ang arbit rase adalah UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a. Terdapat sej umlah kelebihan namun j uga kekurangan dari penggunaan arbit rase se-bagai lembaga penyelesaian sengket a.

(6)

Proses penyelesaian sengket apun dapat diraha-siakan dimana selain para pihak yang berseng-ket a dan para arbit er t idak boleh diikut i oleh pi-hak ket iga. Penyelesaian sengket a melalui arbi-t rase adalah penyelesaian yang j auh dari inarbi-t er-vensi pemerint ah dan menghasilkan put usan a-khir yang t idak dapat dibanding meskipun dapat dilakukan upaya hukum berupa pembat alan at au pelaksanaan put usan arbit rase dit olak. Oleh ka-renanya kerap penyelesaian sengket a melalui arbit rase dianggap lebih cepat dibandingkan de-ngan penyelesaian sengket a melalui pengadilan yang berj enj ang.

Keunt ungan lain adalah put usan yang di-buat bersif at net ral dan dilakukan oleh orang yang t ahu permasalahan. Dalam arbit rase, para arbit er t idak harus mereka yang menyan-dang gelar sarj ana hukum. Para arbit er dapat berasal dari mereka yang ahli di suat u bidang t ert ent u, sepert i konst ruksi, perasuaransian, perbankan dan pasar modal.

Sement ara kekurangan dari digunakannya penyelesaian sengket a melalui arbit rase dian-t aranya adalah mahal. Hal ini disebabkan, para pihak yang bersengket a harus membiayai ber-bagai keperluan, mulai dari honor arbit er yang menyelesaikan sengket a hingga biaya sewa ru-angan, biaya kesekret ariat an dan biaya f ax dan t elepon. Selain it u, arbit rase yang bersif at per-manen t idak dapat dit emukan secara mudah. Arbit rase yang bersif at permanen hanya ada dikot a-kot a besar. Ini berbeda dengan pengadil-an dimpengadil-ana di set iap Kabupat en dpengadil-an Kot a di In-donesia akan t erdapat pengadilan yang berwe-nang unt uk menyelesaikan sengket a.

Proses maupun prosedur arbit rase t idak-lah mudah. Oleh karenanya hanya masyarakat pada st rat if ikasi sosial t ert ent u yang dapat memanf aat kan. Arbit rase t idak umum dimemanf aat -kan oleh pelaku usaha yang kurang t erdidik a-t aupun kelas bawah. Di Indonesia penyelesaian melalui arbit rase hanya bisa dilakukan pada sengket a yang bersif at dagang (commer ci al di sput e). Hal ini dit egaskan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 yang menent ukan bahwa sengket a yang dapat diselesaikan melalui arbit rase hanya sengket a dibidang perdagangan. Penyelesaian sengket a dengan menggunakan j

a-sa pihak ket iga pada daa-sarnya harus memper-hat ikan prinsip kesukarelaan, imparsialit as, ke-percayaan dan rasionalit as.

Sebelum dibahas t ent ang klausula arbit ra-se, maka ada baiknya diperhat ikan ket ent uan UU No. 30 Tahun 1999 yang relevan unt uk dij a-dikan ruj ukan. Per t ama adalah Pasal 1 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999, yang menent ukan:

Perj anj ian arbit rase adalah suat u kese-pakat an berupa klausula abit rase yang t ercant um dalam perj anj ian t ert ulis yang dibuat para pihak sebelum t imbul sengket a, at au suat u perj anj ian arbit ra-se t erra-sendiri yang dibuat para pihak ra- se-t elah se-t imbul sengkese-t a.

Kedua, Pasal 9 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 menent ukan bahwa:

Dalam hal para pihak memilih penyele-saian sengket a melelui arbit rase set elah sengket a t erj adi, perset uj uan mengenai hal t ersebut harus dibuat dalam suat u perj anj ian t ert ulis yang dit anda-t angani oleh para pihak.

Berdasarkan kedua pasal t ersebut diat as maka ada dua j enis perj anj ian abit rase. Per t ama per-j anper-j ian arbit rase berupa klausula arbit rase da-lam suat u perj anj ian; dan kedua adalah perj an-j ian arbit rase yang dibuat secara t ersendiri dan t erpisah dari perj anj ian yang dibuat oleh para pihak sebelum t erj adinya sengket a. Dalam ke-dua j enis perj anj ian arbit rase t ersebut , maka disyarat kan unt uk sahnya suat u perj anj ian arbi-t rase harus dipenuhi syaraarbi-t , yaiarbi-t u arbi-t elah disepa-kat i oleh para pihak yang membuat perj anj ian at au para pihak yang t erlibat dalam sengket a dan kesepakat an harus dilakukan secara t ert ulis oleh para pihak yang bersengket a.

Arbit rase t idak dapat memeriksa dan me-mut uskan sengket a t anpa didasari adanya per-j anper-j ian arbit rase yang dibuat secara t ert ulis. Hal ini mengingat elemen pent ing yang diat ur dalam Undang-undang Arbit ase adalah perj an-j ian arbit rase, baik sebelum maupun set elah t erj adinya sengket a, harus dibuat dalam bent uk t ert ulis.

(7)

hukum acara unt uk pelaksanaan arbit rase, t at a cara penunj ukan arbit er dan pihak yang berwe-nang unt uk menunj uk arbit rase (apabila perlu), j umlah dari arbit er, hukum yang berlaku dan bahasa yang digunakan dalam proses arbit rase.

Penyelesaian sengket a melalui arbit rase dapat dilakukan secara ad hoc dan secara inst i-t usional/ permanen. Arbii-t rase secara ad hoc,

dibent uk unt uk menyelesaikan sengket a dan ke-t ika proses ke-t elah selesai maka arbike-t rase ke-t ersebuke-t langsung dibubarkan. Sement ara penyelesaian melalui arbit rase yang dilakukan secara inst it u-sional, maka penyelesaian dilakukan oleh suat u badan at au lembaga arbit rase. Badan at au lem-baga arbit rase ini didirikan oleh pihak-pihak t er-t ener-t u. Dalam arbier-t rase semacam ini maka pera-t uran acara, daf pera-t ar arbipera-t er dan nama serpera-t a kre-dibilit as unt uk menyelesaikan sengket a t elah di-miliki.

Lembaga-lembaga alt ernat if penyelesaian sengket ayang t elah dibent uk di Indonesia anara lain: Badan Arbit rase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbit rase Muamalat Indonesia (BAMUI), Pusat Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia (P3BI), Indra (Prakarsa Jakart a). Berikut ini akan dibahas beberapa lembaga APS secara singkat .

Per t ama, Badan Arbit rase Nasional Indo-nesia (BANI). BANI didirikan pada t anggal 3 De-sember 1977. Menurut anggaran dasarnya, BANI berwenang menyelesaikan sengket a perdat a an-t ara pengusaha Indonesia aan-t au asing. BANI j uga berwenang unt uk memberikan suat u pendapat yang mengikat at au “bi nded advi se” . Meskipun BANI berada di bawah naungan KADIN, t et api masih t et ap mandiri dan net ral. BANI menanga-ni penyelesaian sengket a, baik melalui arbit rase sebagai kelembagaan maupun arbit rase secara

ad hoc. Dalam bent uk pert ama, para pihak yang berpekara memilih BANI dan perat uran menge-nai prosedurnya. Sedangkan dalam bent uk yang kedua, para pihak dapat membent uk suat u t ri-bunal, menunj uk seorang arbit er, dan membuat prosedur sendiri at au memilih unt uk memakai prosedur BANI. Dari pendaf t aran sampai dengan penyelesaian akhir perkara, biasanya dibut uh-kan wakt u dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan.

Kedua, Badan Arbit rase Muamalat Indone-sia (BAMUI). BAMUI dibent uk t anggal 23 Okt ober

1993. Yurisdiksi BAMUI meliput i penyelesaian sengket a yang t imbul dari perdagangan, Indus-t ri, keuangan, j asa, dan lain-lain, di manapun para pihak menyerahkan secara t ert ulis penye-lesaian sengket anya ke BAMUI. Pendirian BAMUI berakar dari aj aran yang lazim dalam masyara-kat Islam, yait u aj aran i shl ah yang mendukung penyelesaian sengket a secara damai dengan mengenyampingkan perbedaan yang menimbul-kan masalah. Ishl ah t elah digunakan secara luas dan diant ara masyarakat Islam dalam penyele-saian sengket a bisnis. Dewasa ini, kont eks Ishl ah

t elah menyat u dengan t ahkim, yang kat a kerj a-nya adalah hakkama, yang berart i menj adi se-orang penengah dalam suat u sengket a. Mekanis-me penyelesaian sengket a Mekanis-melalui BAMUI dapat dilakukan dengan arbit rase inst it usional at au ar-bit rase ad hoc, sama sepert i arbit rase pada u-mumnya. Put usan BAMUI adalah f inal dan meng-ikat dan t idak dipublikasikan kecuali at as kei-nginan para pihak yang t erlibat .

(8)

Keempat , Badan Penyelesaian Sengket a Konsumen (BPSK). Penyelesaian sengket a selain melalui arbit rase, j uga dapat dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengket a Perlindungan Kon-sumen sebagaimana diat ur dalam UU No. 8 Ta-hun 1999 (selanj ut nya disebut UUPK). BPSK se-bagaimana dimaksud dalam UUPK, yang diben-t uk oleh pemerindiben-t ah, adalah badan yang berdiben-t u-gas menangani dan menyelesaikan sengket a an-t ara pelaku usaha dan konsumen, an-t ean-t api bukan-lah merupakan bagian dan inst it usi kekuasaan kehakiman. Pemerint ah membent uk BPSK Ting-kat II unt uk menyelesaikan sengket a konsumen di luar pengadilan, akan t et api BPSK bukanlah lembaga pengadilan.

E-commer ce selalu berkait an dengan pro-dusen dan konsumen. BPSK merupakan salah sa-t u model penyelesaian sengkesa-t a yang cende-rung digunakan dalam hal sengket a konsumen. Dalam menyelesaikan sengket a konsumen, di-bent uk Maj elis minimal 3 (t iga) dengan dibant u oleh seorang panit era dan put usan BPSK ber-sif at f inal dan mengikat . BPSK waj ib menj at uh-kan put usan selama-lamanya 21 (duapuluh sat u) hari sej ak gugat an dit erima dan keput usan BPSK waj ib dilaksanakan pelaku usaha dalam j angka wakt u 7 (t uj uh) hari set elah put usan dit erima-nya, at au apabila keberat an dapat mengaj u-kannya kepada pengadilan negeri dalam j angka wakt u 14 (empat belas hari), Pengadilan Negeri yang menerima keberat an pelaku usaha memu-t us perkara memu-t ersebumemu-t dalam j angka wakmemu-t u 21 ha-ri sej ak dit eha-rimanya keberat an t ersebut . Selan-j ut nya kasasi pada put usan pengadilan negeri ini diberi j angka wakt u 14 hari unt uk mengaj ukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Keput usan Mahkamah Agung waj ib dikeluarkan dalam j ang-ka wakt u 30 (t iga puluh) hari sej ak permohon-an kasasi.

Lembaga penyelesaian di luar pengadilan yang dilaksanakan oleh BPSK ini memang dikhu-suskan bagi konsumen dan pelaku usaha yang pada umumnya meliput i j umlah nilai yang kecil, t et api dalam pelaksanaannya t idak ada bat asan nilai pengaj uan gugat an, sehingga dimungkinkan gugat an konsumen meliput i j umlah nilai yang kecil sampai nilai yang besar. BPSK, meskipun bukan pengadilan dan lebih t epat disebut

de-ngan peradilan semu, t et api keberadaannya bu-kanlah sekedar t ampil sebagai pengakuan hak konsumen unt uk mendapat kan perlindungan da-lam upaya penyelesaian sengket a konsumen se-cara pat ut , t et api keberadaannya yang lebih pent ing adalah melakukan pengawasan t erhadap pencant uman klausula baku (one-si ded st andar d f or m cont r act ) oleh pelaku usaha unt uk mendo-rong kepat uhan pelaku usaha pada UUPK.

Put usan BPSK sebagai hasil dari penyele-saian sengket a konsumen secara konsiliasi, me-diasi at au arbit rase, bersif at f inal dan mengi-kat . Pengert ian f inal berart i bahwa penyelesai-an sengket a t elah selesai dpenyelesai-an berakhir. Kat a mengikat mengandung art i memaksa dan seba-gai sesuat u yang harus dij alankan oleh pihak yang diwaj ibkan unt uk it u. Prinsip r es j udi cat a pr o ver i t at e habet ur, menyat akan bahwa suat u put usan yang t idak mungkin lagi unt uk dilaku-kan upaya hukum, dinyat adilaku-kan sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hukum yang past i. Berdasarkan prinsip t ersebut , put usan BPSK ha-rus dipandang sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hukum yang past i (i n kr acht van ge-wi j sde). Namun j ika pasal t ersebut dihubungkan dengan ket ent uan Pasal 56 ayat (2) UUPK t er-nyat a para pihak dapat mengaj ukan keberat an kepada pengadilan negeri paling lambat 14 hari kerj a set elah pemberit ahuan put usan BPSK. Hal ini bert ent angan dengan pengert ian put usan BPSK yang bersif at f inal dan mengikat t ersebut , sehingga dengan demikian ket ent uan pasal-pa-sal t ersebut pasal-pa-saling kont radikt if dan menj adi t i-dak ef isien.

(9)

mediasi dan konsiliasi. Put usan mediasi dan kon-siliasi dapat disepadankan dengan adanya suat u perdamaian (dadi ng) di luar pengadilan at au di dalam pengadilan, sehingga put usannya bersif at f inal dan mengikat .

Put usan arbit rase BPSK, meskipun diguna-kan t erminologi arbit rase, t et api UUPK sama se-kali t idak mengat ur mekanisme arbit rase sepert i yang dit ent ukan dalam UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a melainkan membuat suat u at uran t er-sendiri yang relat if berbeda dengan apa yang t elah dit ent ukan dalam UU No. 30 t ahun 1999 t ersebut , sehingga t imbul pert ent angan ant ara arbit rase dalam put usan BPSK, dengan put usan arbit rase dalam UU No. 30 t ahun 1999, yang membut uhkan penaf siran lebih lanj ut . Ket idak-j elasan perat uran dalam UUPK ini menimbulkan kebingungan dalam mengimplement asikannya.

Put usan BPSK, agar mempunyai kekuat an eksekusi, put usan t ersebut harus dimint akan pe-net apan f iat eksekusi pada pengadilan negeri di t empat t inggal konsumen yang dirugikan. Dalam prakt ek t imbul kesulit an unt uk memint a f iat ek-sekusi melalui pengadilan negeri karena berba-gai alasan yang dikemukakan oleh pengadilan negeri ant ara lain: put usan BPSK t idak memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarf can Ket uhan-an Yuhan-ang Maha Esa", sehingga t idak mungkin da-pat dieksekusi dan belum adanya perat uran/ pet unj uk t ent ang t at a cara mengaj ukan permo-honan eksekusi t erhadap put usan BPSK.

Masalah lain sehubungan dengan f iat ek-sekusi adalah pengat uran oleh Pasal 42 ayat (2) Keput usan Menperindag No. 350/ MPP/ Kep/ t 2/ 2000 yang menyat akan bahwa t erhadap put usan BPSK dapat dimint akan penet apan eksekusi oleh BPSK kepada pengadilan negeri di t empat kon-sumen yang dirugikan. Pengat uran semacam ini dalam hukum acara perdat a t idak lazim, karena permohonan eksekusi adalah demi kepent ingan pihak yang dimenangkan dalam put usan. Oleh karena it u, yang seharusnya mengaj ukan permo-honan penet apan eksekusi adalah pihak yang berkepent ingan sendiri bukan lembaga BPSK.

Permasalahan lainnya j uga t imbul j ika pe-laku usaha set elah menert ma pemberit ahuan a-t as kepua-t usan BPSK a-t idak sea-t uj u aa-t au

berkebe-rat an t erhadap put usan t ersebut dan mengaj u-kan permohonan keberat an kepada pengadilan negeri. Timbul suat u permasalahan dikarenakan keberat an bukanlah suat u upaya hukum yang di-kenal dalm hukum acara di Indonesia dan UUPK t idak memberikan suat u pet unj uk t eknis bagaimana prosedur pengaj uan permohonan keberat -an ini diaj uk-an, d-an bagaim-ana pengadil-an ne-geri memproses permohonan keberat annya ka-rena belum ada acara yang secara j elas meng-at ur penhal proses kebermeng-at an ini.

Sanksi administ rat if diat ur dalam Pasal 60 UUPK. Sanksi administ rat if ini merupakan suat u hak khusus yang diberikan oleh UUPK kepada BPSK at as t ugas dan/ at au kewenangan yang di-berikan unt uk menyelesaikan sengket a konsu-men diluar pengadilan. Menurut ket ent uan Pasal 60 ayat (2) j o Pasal 60 ayat (1) UUPK, sanksi ad-minist rat if yang dapat dij at uhkan oleh BPSK adalah berupa penet apan gant i rugi sampai se-t inggi-se-t ingginya Rp 200. 000. 000, 00 (dua rase-t us j ut a rupiah). Pelaku usaha yang melakukan pe-langgaran t erhadap/ dalam rangka: per t ama, t i-dak dilaksanakannya pemberian gant i rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen, dalam bent uk pengembalian uang at au penggant ian barang dan/ at au j asa yang sej enis, maupun perawat an kesehat an at au pemberian sant unan at as keru-gian yang diderit a oleh konsumen; kedua, t er-j adinya kerugian sebagai akibat kegiat an pro-duksi iklan yang diiakukan oleh pelaku usaha periklanan; dan ket i ga, pelaku usaha yang t idak dapat menyediakan f asilit as j aminan purna j ual, baik dalam bent uk suku cadang maupun pemeli-haraannya, sert a pemberian j aminan at au ga-ransi yang t elah dit et apkan sebelumnya, baik berlaku t erhadap pelaku usaha yang memperda-gangkan barang dan/ at au j asa.

(10)

Perlu dit egaskan di sini bahwa UUPK be-lum dapat melindungi konsumen dalam t ransaksi

e-commer ce, karena UUPK mempunyai ket erba-t asan pengererba-t ian erba-t enerba-t ang pelaku usaha yang ha-nya menj angkau pelaku usaha yang wilayah usahanya berada di wilayah Indonesia.11 Padahal

e-commer ce merupakan model perdagangan yang dapat melint asi wilayah hukum suat u ne-gara. Dalam dunia int ernasional j uga t erdapat arbit rase inst it usional yang berada di luar nege-ri, di ant aranya, adalah Int er nat i onal Chamber of Commer ce (ICC) yang berkedudukan di Paris,

London Cour t of Int er nat ional Ar bi t r at i on

(LCIA), Amer i ca Ar bit r at ion Associ at i on (AAA) dan Si ngapor e Int er nat ional Cent er f or Ar bi t r a-t i on (SIAC).

Pelaksanaan put usan arbit rase merupakan suat u keadaan dimana put usan t elah dibuat oleh arbit er namun t idak dij alankan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan. Dalam hal demikian maka pihak yang dimenangkan memiliki upaya hukum berupa pelaksanaan put usan arbit rase a-t au yang lebih dikenal dengan isa-t ilah ‘ eksekusi’ put usan arbit rase. Pelaksanaan put usan arbit ra-se merupakan upaya paksa yang dimohonkan o-leh pihak yang dimenangkan dalam suat u ar-bit rase. Pihak yang dimenangkan ini memohon negara yang dalam hal ini lembaga negara yang berwenang adalah pengadilan unt uk melakukan upaya paksa.

Pelaksanaan put usan arbit rase dapat dila-kukan at as put usan arbit rase yang dibuat di da-lam negeri (put usan arbit rase nasional/ domes-t ik) dan pudomes-t usan arbidomes-t rase yang dibuadomes-t di luar negeri (put usan arbit rase int ernasional/ asing). Pada put usan arbit rase domest ik berlaku ket en-t uan Pasal 59 sampai dengan Pasal 64 UU No. 30 Tahun 1999. Sement ara unt uk put usan arbit rase int ernasional berlaku ket ent uan Pasal 65 sampai dengan Pasal 69 UU No. 30 Tahun 1999.

Diakuinya put usan arbit rase int ernasional di Indonesia didasarkan pada keikut sert aan In-donesia dalam sebuah perj anj ian int ernasional yang disebut sebagai Convent ion on t he Recog-ni t ion and Enf or cement of For ei gn Ar bi t r al

11 Bagus Hanindyo Mant ri, “ Perl indungan Hukum Terhadap

Konsumen dal am Tr ansaksi E-Commerce” , MMH, Jil i d 37 No. 4, Desember 2008, hl m. 282.

war ds (konvensi t ent ang Pengakuan dan Pelak-sanaan Put usan Arbit rase Asing) at au yang lebih dikenal dengan Konvensi New York 1958. Kon-vensi ini menggariskan bahwa negara yang men-j adi pesert a harus mengakui dan melaksanakan put usan arbit rase yang dibuat di luar negeri se-panj ang negara dimana arbit rase dilangsungkan t elah j uga menj adi pesert a dari Konvensi.

Set elah put usan dibuat dan diucapkan, pi-hak yang dikalahkan dapat melakukan dua alt er-nat if upaya hukum. Pert ama yait u upaya hukum berupa penolakan pelaksanaan at au eksekusi

(enf or cement ) at as Put usan Arbit rase Int erna-sional kepada pengadilan dimana aset at au ba-rang berbeda. Hal ini t erj adi mengingat put usan arbit rase dibuat di suat u negara t et api pelaksa-naannya dilakukan di negara lain. Put usan Arbi-t rase InArbi-t ernasional pada umumnya memiliki ka-rakt er demikian; pelaksanaan put usan akan sa-ngat bergant ung pada dimana aset at au barang yang hendak dieksekusi berada. Pelibat an peng-adilan t idak dapat dihindari mengingat pemak-saan at as put usan hanya bisa dilakukan oleh pengadilan dalam bent uk penet apan eksekusi.

Upaya hukum kedua adalah pihak yang di-kalahkan dapat “ memasalahkan” Put usan Arbi-t rase InArbi-t ernasional yang Arbi-t elah dibuaArbi-t . Upaya hu-kum ini pada dasarnya adalah upaya huhu-kum un-t uk membaun-t alkan puun-t usan arbiun-t rase. Dalam u-paya hukum ini, diperlukan ket erlibat an peng-adilan sama sepert i upaya hukum pert ama.

(11)

aset dari pihak yang dikalahkan, pihak yang dimenangkan masih dapat memint a eksekusi di pengadilan negara t ersebut .

Alt ernat if Penyelesaian Sengket a secara On-line

Unt uk mempermudah penyelesaian seng-ket a dalam e-commer ce, dalam perkembangan-nya muncul alt ernat if penyelesaian sengket a se-cara onl i ne (onl i ne di sput e r esol ut ion/ ODR).12

Dalam hal ini ODR merupakan alt ernat if penye-lesaian sengket a bisnis di luar pengadilan yang menggunakan int ernet sebagai media unt uk menyelesaikan sengket a yang t erj adi ant ara pa-ra pihak. Pada dasarnya mekanisme yang dit em-puh dalam penyelesaian sengket a melalui ODR pada prinsipnya sama dengan arbit rase secara konvensional, yang membedakan hanyalah t em-pat dan media penyelesian sengket a yang digu-nakan. Dalam keadaan t ert ent u pun, demi ke-lancaran j alannya penyelesaian sengket a, ODR dapat mempert emukan para pihak yang ber-sengket a. Sebagai cont oh ODR adalah The Vir -t ual magi s-t r e yang dilahirkan oleh para akade-misi hukum dunia maya yang bekerj a unt uk

Nat ional Cent er f or Aut omat ed Inf or mat i on Re-sear ch (NCAIR) dan Cyber space Inst it ut e yang didirikan oleh asosiasi arbit rase Amerika.

Arbit rase onl ine bekerj a sepert i persida-ngan, di mana arbit rat or bert indak sepert i ha-kim yang didahului dengan mendengarkan ke-t erangan kedua belah pihak dan kemudian men-j at uhkan put usan. Namun demikian, put usan yang dihasilkan dari ODR yang ada menekankan bahwa put usan yang dij at uhkan dapat bersif at mengikat at aupun t idak mengikat t ergant ung pada kesepakat an kedua belah pihak.13 Teknis penyelesaian sengket anya dilakukan secara on-l i ne dengan menggunakan media e-mai l , vi deo conf er enci ng, r adi o but t on el ekt r oni c f und t r ansf er , web conf er ence, maupun onl i ne chat.14 Penyelesaian sengket a melalui ODR t

12 Bambang Sut iyoso, “ Penyel esi an Sengket a Bi snis Mel al ui

onl ine Di sput e Resol ut ion dan Pemberl akuannya di Indo-nesi a” , Mi mbar Hukum, Vol . 20 No. 2, Juni 2008, Yogya-kart a: FH UGM, hl m. 232-234.

13 Ibi d. , hl m. 238

14 Faki h Fahmi Mubarok, 2006, Ti nj auan Hukum Penyel

e-sai an Sengket a Per kar a Mel al ui Ar bi t r ase Onl i ne Ber

dapat kelemahan, di mana arbit rat or t idak da-pat melihat sengket a yang sebenarnya karena hanya mendasarkan pada t eks di e-mai l at au media int ernet lainnya.

Penut up

E-commer ce merupakan t ransaksi bisnis dapat dilakukan secara non f ace dan non sign.

Oleh karena it u, model penyelesaian sengket a yang t erlalu banyak memakan wakt u, biaya dan t erlalu banyak f ormalit as-f ormalit as pada haki-kat nya merupakan suat u model penyelesaian sengket a yang t idak diharapkan dalam e-com-mer ce. Sebaliknya e-commer ce j ust ru mengha-rapkan penyelesaian sengket a yang lebih cepat , murah dan t idak t erlalu banyak f ormalit as-f or-malit as.

Penyelesaian sengket a sendiri pada dasar-nya dapat dikualif ikasikan menj adi penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian seng-ket a secara adversarial. Penyelesaian sengseng-ket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musyawarah muf akat . Sement ara penye-lesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a. Bent uk dari penyelesaian sengket a secara damai adalah ne-gosiasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan ben-t uk penyelesaian secara adversial adalah mela-lui pengadilan at au lembaga arbit rase. Penyele-saian sengket a yang sesuai dengan f ilosof i la-hirnya e-commer ce adalah melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun arbit rase.

Daft ar Pust aka

Ali, Achmad. 2002. Ket er pur ukan Hukum di In-donesi a-Penyebab dan Sol usi nya. Jakart a: Ghalia Indonesia;

Amali, Syamsiah. “ Pemanf aat an Int ernet pada Pelaj ar di Kot a Goront alo” . Jur nal Pene-l i t i an Komuni kasi danOpi ni Publ i k. Mena-do: Balai Pengkaj ian dan Pengembangan Inf ormasi Wilayah VIII;

Bint oro, Rahadi Wasi. “ Tunt ut an Hak dalam Per-sidangan Perkara Perdat a” . Jur nal Di

(12)

mi ka Hukum. Vol. 10 No. 2. Mei 2010. Purwokert o: FH Unsoed;

Ent ah, Aloysius R. “ Perangkat Hukum At as Keka-yaan Int elekt ual Dalam Perspekt if Et ika Prof esional Teknologi Inf ormasi” . Tekno-l ogi dan Manaj emen Inf or mat i ka. Vol 6. edisi khusus. Sept ember 2008. Malang: Universit as Merdeka Malang;

Handayani, Rini. “ Analisis Fakt or-f akt or yang Mempengaruhi Minat Pemanf aat an Sist em Inf ormasi dan Penggunaan Sist em Inf orma-si (St udi Empiris Pada Perusahaan Manu-f akt ur di Bursa EManu-f ek). Jur nal Akunt ansi dan Keuangan Vol. 9 No. 2 November 2007. Jakart a: FE Universit as Budi Luhur; Harahap, M. Yahya. 2004. Hukum Acar a Per

da-t a. Jakart a: Sinar Graf ika;

Himawan, Charles. 2003. Hukum Sebagai Pangl i -ma. Jakart a: Buku Kompas;

Husni, M. “ Arbit rase Sebagai Alt ernat if Penyele-saian Sengket a Bisnis di Luar Pengadilan” .

Jur nal Equal i t y. Vol. 13 No. 1. Februari 2008. Medan: Fakult as Hukum USU; Mant ri, Bagus Hanindyo. “ Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-Commerce” . MMH. Jilid 37 No. 4. Desember 2008;

Meyliana. “ Mencipt akan Fleksibilit as dan Kemu-dahan Pengguna dengan Websit e Cont ent Management Syst em: St udi Kasus Pada Web-sit e Binus School Simprug” . Jur nal Pi r ant i War t a. Vol 11 No. 3. Agust us 2008;

Mirsidik. “ Penet apan Kebij akan Penyelesaian Sengket a dalam Rangka Opt imalisasi In-vest asi” . Jur nal Hukum Pr o Just it i a. Vol. 26 No. 2. April 2008. Bandung: FH Unpar; .

Mubarok, Fakih Fahmi. 2006. Tinj auan Hukum Penyelesai an Sengket a Per kar a Mel al ui Ar bit r ase Onl i ne Ber dasar kan Undang-undang No. 30 Tahun 1999. Makalah. Yog-yakart a: Fakult as Hukum UII;

Muslichah. “ Teknologi Inf ormasi Dalam Pening-kat an Keunggulan Bersaing Pada PJP II” .

ABM. Vol. 1 No. 1. Juli 1997. Malang: STIE Malangkucecwara;

Purwant o. “ Ef ent ivit as Penerapan Alt ernat ive Disput e Resolut ion (ADR) pada Penyelesai-an Sengket a Bisnis AsurPenyelesai-ansi di Indonesia” .

Ri sal ah Hukum. Edisi No. 1. Juni 2005. Sa-marinda: FH Universit as Mulawarman;

Riswandi, Budi Agus. “ Cybersquat t ers. Domain Name dan Hu-kum Merek Indonesia” .

Jur nal Hukum Respubl i ca. Vol. 4 No. 1 Ta-hun 2004. Pekanbaru: FH Universit as Lan-cang Kuning;

Rosit a, Ai. “ Perubahan Paradigma Teknologi In-f ormasi Abad 21” . Compet it i ve. Vol. 3 No. 2. Desember 2007. Bandung: Polit eknik Pos Indonesia;

Sut iyoso, Bambang. “ Penyelesian Sengket a Bis-nis Melalui Online Disput e Resolut ion dan Pemberlakuannya di Indonesia” . Mi mbar Hukum. Vol. 20 No. 2. Juni 2008. Yogya-kart a: FH UGM;

Widarno, Bambang. “ Ef ekt ivit as Perencanaan dan Pengembangan Sist em Inf ormasi” .

Jur nal Akunt ansi Dan Si st em Teknol ogi In-f or masi Vol. 6 No. 1. April 2008. Solo: Unisri;

Yet t i. “ Telaah Mengenai Peranan Hukum Nasio-nal Dalam Mengant isipasi Kej ahat an Cyber Crime” . Jur nal Hukum Respubl i ka. Vol. 2 No. 4 Tahun 2003. Pekanbaru: Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning;

Yourdan. “ Konvergensi Teknologi Inf ormasi dan Komunikasi (TLK) Ket erkait annya dengan Hukum Posit if ” . Bul et in Pos dan Teleko-muni kasi. Vol. 8 No. 2 Juni 2010. Jakart a: Pusat Penelit ian dan Pengembangan Pos dan Telekomunikasi;

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepada penerima titipan disarankan jangan terlalu gampang untuk memanfaatkan barang titipan, karena kalau sudah dikasih amanah harus dijaga dengan baik barang titipan tersebut.. Jika

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL/ Magang III) merupakan salah satu mata kuliah wajib tempuh yang dilaksanakan mahasiswa pada semester khusus. Jumlah mahasiswa PPL/ Magang

Danau Linting merupakan salah satu danau air panas di Sumatera Utara yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi ekowisata, namun belum ada pengelolaan yang serius dari

Berdasarkan Penetapan Penyedia Nomor Nomor: DPE.540/Pan.PBJ/17 /VI/2013 Tanggal 18 Juni 2013, maka diumumkan Penyedia Jasa Konsultan Perencana :. Paket pekerjaan :

[r]

Dalam hal pembuktian kualifikasi, bilamana yang hadir bukan direktur maka yang hadir wajib membawa surat kuasa direktur. Demikian untuk maklum, atas perhatiannya

Penelitian ini bertujuan (1) menghitung nilai ekonomi total hutan kota (nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai