• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara 3.584–3.585. Antibodi yang terdeteksi tersebut merupakan antibodi asal induk. Tingginya titer antibodi asal induk disebabkan anak ayam masih memperoleh IgY yang berasal dari kuning telur yang diturunkan dari induk ke anak melalui kuning telur (Lukert dan Saif 2003). Antibodi asal induk yang tinggi dapat menetralisir serangan virus asal lapang/lingkungan.

Sebelum Uji Tantang

Hasil pengamatan bedah bangkai dan pemeriksaan patologis hari ke-0 (sebelum perlakukan dimulai) tidak menunjukkan adanya perubahan pada organ BF (ayam dalam kondisi normal). Hal ini diperkuat dengan tidak adanya lesi pada bursa (skor bursa lesi = 0). Selain itu pada ayam tidak tampak adanya paparan virus IBD lapang maupun penyakit lainnya. Respon kekebalan tubuh ayam pada hari ke-7 dan 28 setelah vaksinasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa rataan titer antibodi hari ke-7 pada kelompok yang tidak divaksin (K4) lebih tinggi (4.608) dibandingkan dengan kelompok K1 (2.894) dan K2 (3.860) dan K3 (2.976) yang divaksinasi. Tingginya rataan titer antibodi pada ayam kelompok K4 (dosis 0) hari ke-7 disebabkan masih terdapat antibodi asal induk dan bukan merupakan antibodi yang terbentuk dari hasil vaksinasi, karena ayam pada kelompok tersebut tidak divaksinasi IBD. Hal ini sesuai

(2)

dengan pernyataan Cookson (2011), bahwa paruh waktu antibodi asal induk (MA) adalah 6-8 hari. Ayam yang divaksin (kelompok K1, K2 dan K3,) antibodi asal induk mengalami penurunan diduga karena ada netralisasi virus vaksin yang masuk oleh antibody asal induk sehingga menurunkan rataan titernya. Dengan demikian antibodi menjadi lebih rendah dibandingkan K4.

Pada Gambar 4, menunjukkan hasil pemeriksaan titer antibodi IBD pada pengamatan hari ke-28 dari kelompok K1 (dosis penuh) memiliki titer antibodi yang paling tinggi (3.899), dibanding kelompok ayam yang divaksin dengan setengah dan seperempat dosis. Kelompok 1 dengan dosis penuh akan memberikan repson kekebalan tubuh yang maksimal dibandingkan kelompok lainnya. Rendahnya jumlah antigen vaksin IBD yang diberikan pada ayam kelompok K2 dan K3 tidak mampu menginduksi kekebalan yang cukup. Hal itu tampak dari titer antibodi kelompok K2 dan K3 yang rendah bahkan lebih rendah daripada kelompok ayam yang tidak divaksin. Pada kelompok K4 titer antibodinya menurun karena antibodi induk telah termetabolisme dan mulai menghilang setelah umur 14 hari. Rendahnya antibodi pada kelompok K2 dan K3 selain berkaitan dengan rendahnya antigen vaksin yang masuk, juga terkait dengan mengecilnya BF dari kelompok tersebut seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan Berat Bursa Fabricius Kelompok Ayam

Kelompok Ayam Pengamatan Hari ke 0 7 28 42 42T* K1 0.0562 0.280 0.960 0.748 0.790 K2 0.220 0.900 0.700 0.528 K3 0.196 1.200 0.748 0.635 K4 0.074 1.380 2.056 0.659

Ket: *42T= Kelompok Tantang

Tabel 3 Rataan Rasio Berat Bursa (g)/ Berat Badan Kelompok Ayam

Umur (hari) Kelompok Percobaan

K1 K2 K3 K4

7 1.829 1.761 1.513 0.968

28 0.670 0.613 0.771 1.413

42 0.368 0.328 0.318 1.754

42T* 0.488 0.295 0.337 0.419

(3)

Tabel 4 Rataan Skor Bursa Lesi Masing-masing Kelompok Ayam

Umur (hari) Kelompok Percobaan

K1 K2 K3 K4

28 0.6 0.4 0.2 0.4

42 1.2 0.6 1.2 0.4

42T* 1.2 1.2 1.2 2.0

Ket: *42T= Kelompok Tantang

Tabel 4, menunjukkan skor bursa lesi pada pengamatan hari ke-28 masih di bawah 1, hal ini mengindikasikan belum terjadi perubahan pada organ bursa fabricius. Lesi bursa lebih besar sama dengan dua mengindikasikan kerusakan bursa fabricius yang parah. Pada ayam yang divaksinasi usia sehari umumnya mengalami atropi pada bursa akibat adanya infeksi virus vaksin.

Berdasarkan aturan FOHI (DitJen Bina Usaha Peternakan 2007), vaksin IBD yang baik tidak menyebabkan atropi atau rasionya diatas 0.7. Pemberian vaksin hari pertama dosis penuh dan setengah telah menyebabkan atrofi pada BF hari ke 28-42 setelah vaksinasi karena nilai rasionya dibawah 0.7. Atrofi ini terjadi akibat kerusakan sel-sel B pada BF sehingga folikel limfoid menjadi mengecil. Kerusakan pada organ BF akan menyebabkan penurunan kemampuan pembentukan kekebalan terhadap antigen lainnya (Sharma et al. 2000). Selain itu, menurunnya titer antibodi IBD dapat disebabkan oleh terjadinya proses netralisasi. Netralisasi merupakan proses terjadinya pengikatan antara antibodi dengan virus vaksin yang akan mencegah virus mencapai sel target dengan cara mencegah interaksi dari ikatan permukaan virus dengan sel reseptor atau menghalangi internalisasi pelepasan secara intraseluler (Campbell et al. 2004)

Pemeriksaan bedah bangkai (necropsy) menunjukkan efek hasil akibat vaksinasi, yaitu terdapatnya ptechiae pada otot dada dan paha, serta pada organ BF terdapat eksudat, kekuningan (yellowish) dan ptechiae. Menurut Alan et al. (2000) gejala tersebut merupakan efek samping vaksinasi jika menggunakan vaksin aktif, yaitu berupa pembengkakan dan perdarahan pada organ bursa, penekanan sistem imun diikuti oleh kematian.

(4)

Pasca Uji Tantang

Hasil rataan titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-42 kelompok ayam yang tidak ditantang maupun yang ditantang dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengamatan menunjukan rataan titer antibodi terhadap IBD paling tinggi adalah kelompok K2 (dosis ½) sebesar 5.639, lalu K3 (4.771), sedangkan pada K1 rataan titer antibodi lebih rendah 3.899.

Gambar 5 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-42

Peningkatan titer antibodi pada hari ke 42 (2 minggu setelah penantangan) merupakan respon booster dari masuknya infeksi virus lapang yang di berikan. Pada ayam kelompok K1 titernya tidak setinggi kelompok K2 maupun K3 dan K4, karena pada kelompok ini sebelum infeksi titer antibodinya cukup tinggi (3.899). Titer tersebut termasuk protektif sehingga virus lapang yang masuk bisa di netralisasi, dengan demikian titer virus booster-nya menurun sehingga antibodi yang dihasilkan lebih rendah. Berbeda dengan ke tiga kelompok lainnya, sebelum infeksi titer antibodi terhadap IBDnya rendah (di bawah titer protektif 3000), sehingga ketika virus tantang masuk, antigen virus tersebut bertindak sebagai booster kekebalan ayamnya sehingga titer antibodinya meningkat. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan (Van Den Berg 2000) yang menyatakan bahwa uji secara serologi tidak dapat membedakan antara antbodi yang diinduksi oleh virus IBD patogen dan yang diinduksi oleh virus vaksin yang dilemahkan, sehingga titer antibodi yang tinggi pada suatu flok terinfeksi dapat disebabkan oleh respon infeksi virus .

Hasil pengujian titer antibodi ini sejalan dengan gambaran rasio bursa dengan bobot badan (Tabel 3). Pada kelompok K1 yang ditantang memiliki rasio paling besar dibanding kelompok lainnya, hal ini menunjukan kelompok lain mengalami atrofi,

(5)

bursa, yang ditunjukkan dengan berat bursa yang lebih ringan (Tabel 2). Dibandingkan dengan kelompok yang tidak ditantang, semua kelompok tantang mengalami atrofi bursa. Kejadian atrofi bursa disebabkan masuknya virus ke dalam tubuh ayam mengikuti aliran darah menuju organ target yaitu BF. Didalam organ bursa virus berproliferasi menyebabkan bursa atrofi pada hari pengamatan ke-42 (Tabel 2).

Selama masa uji tantang (hari ke-28 sampai hari ke-42), juga diamati perubahan yang terjadi baik pada ayam yang ditantang maupun ayam yang tidak ditantang. Pada ayam yang tidak ditantang, tidak ditemukan perubahan tingkah laku ayam. Kelompok ayam yang ditantang di temukan perubahan pola nafsu makan, minum serta performan yang berupa ayam lesu, kurang nafsu makan, selalu minum, diarea dan bulu yang mengkerut.

Tabel 5 Pemeriksaan Patologis Ayam Perlakuan Pengamatan Hari Ke Kelompok Ayam K1 K2 K3 K4 0 Normal 7 Normal

28 Ptechiae pada otot dada dan paha Eksudat pada BF

Ptechiae pada otot dada dan BF Catharalis eksudat pada BF Catharalis eksudat pada BF Ptechiae pada BF Yellowish pada BF BF normal 42 BF atrofi

Ptechiae pada otot dada dan paha Limpa

membengkak ½ follicle atrofi BLS moderat

BF atrofi

Ptechiae pada otot dada dan paha Limpa membengkak Catharalis eksudat

pada BF BLS mild

Ptechiae di otot paha dan dada BF atrofi Plica atrofi Catharalis eksudat pada BF BLS mild normal

42T* Ptechiae pada otot paha dan dada Perkejuan eksudat

pada BF Limpa atrofi

Ptechiae pada otot dada, paha dan BF Limpa membengkak BLS mild

Ptechiae pada otot dada dan paha (++++) BF atrofi

BLS moderat

Ket: *42T= Kelompok Tantang

Data gambaran patologis setiap kelompok ayam dapat dilihat pada Tabel 5. Kelompok ayam K4 (dosis 0) mengalami perubahan patologi berupa ptechiae pada otot dada dan paha, atrofi bursa, limpa membengkak, terdapat eksudat pada bursa serta otot dada yang seperti direbus (putih). Gambaran patologi pada K1, K2 dan K3

(6)

menunjukkan gejala yang sama dengan K4 (Tabel 5). Gambaran PA (Tabel 5) serta data ratio bursa (Tabel 3) menunjukkan bahwa program vaksinasi yang dilakukan pada ayam umur sehari belum efektif untuk menghadapi serangan virus IBD hasil uji tantang yang merupakan galur lapang (virus isolat lokal).

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Hair-Bejo et al. (2004), program vaksinasi pada ayam umur sehari dengan vaksin jenis intermediate tidak cukup efektif menghadapi penyakit IBD. Pada perlakuan dosis penuh (K1) belum terbukti akan memberikan daya proteksi yang lebih baik dan efektif jika dibandingkan dengan ayam kelompok K2 dan K3 vaksinasi dengan dosis yang lebih rendah. Dosis penuh memicu pembentukan antibodi yang lebih cepat, namun efek samping juga lebih berat jika dilihat dari perubahan anatomi yang dapat merusak performa ayam (adanya ptechiae pada otot dada dan paha) (Gambar 6).

Gambar 6 Gambaran patologi anatomi ayam terserang penyakit IBD (a) Haemorrhage pada otot paha; (b) Ptechiae pada otot dada; (c) Ptechiae pada otot paha dan (d) BF dan limpa ayam.

Imunosupresi

Virus IBD merupakan virus yang unik, ketika ayam terinfeksi virus IBD maka ayam titer antibodi terhadap IBD tinggi, namun secara bersamaan terdapat penurunan

(a)

(d) (c)

(7)

titer antibodi terhadap penyakit lain. Pada Tabel 6 dapat dilihat pemeriksaan titer antibodi terhadap ND, pada pengamatan hari ke 28 untuk K3 dan K4 tidak berubah (2.40), sedangkan titer antibodi terhadap IBD masih tinggi (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2004), yaitu ayam yang di vaksinasi dengan vaksin virus ND galur LaSota memberikan pengaruh berlawanan dengan vaksin IBD live sehingga menurunkan titer antibodi terhadap ND.

Pada Hari ke-42 kelompok ayam yang tidak ditantang K1 dan K2 mengalami peningkatan titer antibodi ND yaitu 1.63 dan 3.00 sedangkan titer antibodi IBD juga tinggi (Gambar 3), hal ini mengindikasikan bahwa pada dosis vaksin IBD penuh dan setengah masih mampu mnginduksi pembentukan antibodi terhadap ND maupun IBD. Namun untuk kelompok ayam K3 dan K4 telah terjadi penurunan titer antibodi terhadap ND berbanding terbalik dengan titer antibodi IBD yang tinggi (Gambar 5), hal ini menunjukkan telah terjadi efek imunosupresi pada K3 dan K4.

Tabel 6 Rataan Titer Antibodi terhadap ND (log2)

Kelompok Ayam Pengamatan Hari ke 0 7 28 42 42T* K1 6,05 2,80 1,10 1,63 2,20 K2 2,90 0,80 3,00 1,75 K3 2,40 2,40 0,20 1,50 K4 2,40 2,40 2,00 0,70

Ket: *42T= Kelompok Tantang

Kesulitan keberhasilan program vaksinasi telah diteliti oleh Soejoedono (1996) yang menyatakan bahwa terdapat 24 galur virus IBD di Indonesia yang merupakan serotipe I dan berbeda secara antigennya dengan vaksin IBD impor. Menurut Parede et al. (2003) virus IBD mudah bermutasi karena memiliki dua utas RNA, hingga saat ini virus IBD yang tersebar di Indonesia telah mengalami evolusi dari vvIBD asalnya. Mutasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan vaksin yang ada di pasaran(komersial) tidak secara optimal melindungi ayam terhadap infeksi virus IBD galur lokal.

(8)

Uji Molekuler

Konfirmasi keberadaan virus IBD dilakukan menggunakan metode Reverse-Transcriptase Polimerase Chain reaction (RT-PCR). Primer yang digunakan untuk konfirmasi adalah berasal dari sekuen VP2 yang merupakan daerah imunogenik pada virus IBD. Hasil elektroforesis RT-PCR dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 7 Hasil elektroforesis RT-PCR virus IBD (a) sampel 28 hari sebelum ditantang dan (b) setelah uji tantang hari ke-42 kelompok ditantang (Ket. M=DNA Ladder 100pb).

Gambar 7a, menunjukan hasil RT-PCR pada semua sampel K1, K2, K3 dan K4 muncul pita yang sama (672pb). Pita yang muncul pada kelompok ayam yang tidak ditantang diduga berasal dari virus asal vaksin, sedangkan pada Gambar 7b, tampak bahwa semua kelompok ayam yang diuji tantang terinfeksi oleh virus IBD. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya pita RT-PCR pada gel agarose di semua kelompok. Vaksinasi pada saat titer antibodi asal induk tinggi menjadi tidak efektif disebabkan vaksin virus dinetralisir oleh antibodi asal induk sehingga virus tidak dapat bermultiplikasi, akibatnya respon kekebalan tidak muncul seperti yang diharapkan (Ashraf et al. 2006; Suwarno dan Rahardjo 2005). Pada kondisi virus lapang mampu menembus sistem kekebalan tubuh ayam, kemungkinan kejadian IBD akan muncul kembali artinya program vaksinasi tidak efektif. Pengaruh galur virus uji tantang berhubungan dengan perbedaan homologi antara galur tantang secara individual dan galur vaksin atau perbedaan virulensi galur virus tantang (Maas et al. 2001).

Menurut Hair-Bejo et al. (2004) vaksinasi yang diberikan pada saat ayam berumur sehari dengan dosis penuh menggunakan vaksin intermediate tidak efektif,

672pb 500pb 1000pb 672pb 500pb (b) (a) 1000pb M K1 K2 K3 K4 M K1 K2 K3 K4

(9)

disebabkan titer antibodi asal induk yang masih tinggi sehingga terjadi netralisasi antibodi asal vaksin oleh antibodi asal induk. Menurut Hussain et al. (2003) terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kegagalan vaksinasi, yaitu: vaksin itu sendiri (tipe, penyimpanan, transportasi dan penanganan), kondisi ternak ayam dan administrasi vaksin.

Selain itu, menurut hasil penelitian Wahyuwardani (2012) diketahui bahwa virus IBD galur lokal ternyata berbeda satu asam amino dengan virus IBD-Indo-5, sedangkan galur vaksin komersial telah banyak mengalami perubahan pada sekuennya karena telah diatenuasi. Usaha pengembangan vaksin penyakit IBD di Indonesia masih terus dilakukan dalam upaya menghasilkan vaksin yang mampu memicu antibodi yang lebih protektif, namun disisi lain perlu penelitian lebih lanjut mengenai adanya mutasi pada virus IBD yang menimbulkan perbedaan antigenik antara virus vaksin dan virus yang ada dilapangan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran letupan penyakit IBD yang masih terus terjadi sampai saat ini.

Gambar

Gambar 5  Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-42
Tabel  5   Pemeriksaan Patologis Ayam Perlakuan  Pengamatan  Hari Ke  Kelompok Ayam K1 K2  K3  K4  0  Normal  7  Normal
Gambar 6  Gambaran patologi anatomi ayam terserang penyakit IBD (a) Haemorrhage pada  otot paha; (b) Ptechiae pada otot dada; (c) Ptechiae pada otot paha dan (d) BF  dan limpa ayam

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Hasil Tes Diagnostik Wawancara peserta didik terindikasi miskonsepsi Penyusunan laporan Instrumen siap digunakan Validasi oleh validator ahli Penyusunan instrumen

Perubahan yang tak terotorisasi atas data induk penggajian (ancaman 6 dalam Tabel 15-1) dapat mengakibatkan peningkatan biaya pembayaran kepada pegawai yang tidak

Seorang pria berusia 70 tahun datang dengan keluhan sesak napas disertai nyeri dada sebelah kiri, yang muncul saat pasien mulai beraktivitas dan berkurang saat

Dalam konsep MPT ini atau yang lebih dikenal dengan istilah transport demand management ( TDM ) tidak mungkin satu kebijakan akan dapat menyelesaikan seluruh persoalan

[r]

Identifikasi menunjukkan terdapat beberapa tumbuhan Ficus, antara lain Ficus botryocarpa Miq., Ficus exasperata Vahl., Ficus microcarpa L.f., Ficus racemosa L., dan, Ficus

Kehamilan mungkin berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dasar panggul yang mana nantinya dapat menyebabkan inkotinensia urin stress, namun bagaimapun juga

Setelah menentukan DPP dan tarif pajak yang dipakai serta besarnya pajak terutang, kewajiban PT. Gandum selanjutnya adalah mengisi SPT Masa PPN dengan lengkap. SPT Masa PPN memenuhi