• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

(DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG

ARTIKEL

DisusunUntukMemenuhiPersyaratan DalamMemperolehGelarSarjanaHukum

Oleh :

SRI FITRI AMALIA 1310012111025

BagianHukumPerdata

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG 2017

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

(DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG

ARTIKEL

DisusunUntukMemenuhiPersyaratan DalamMemperolehGelarSarjanaHukum

Oleh :

SRI FITRI AMALIA 1310012111025

BagianHukumPerdata

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG 2017

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

(DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG

ARTIKEL

DisusunUntukMemenuhiPersyaratan DalamMemperolehGelarSarjanaHukum

Oleh :

SRI FITRI AMALIA 1310012111025

BagianHukumPerdata

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG 2017

(2)
(3)

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

(DISPERNAKBUNHUT) KOTA PADANG

Sri Fitri Amalia1, Syafril1, Adri1

Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Email :amalia.srifitri@yahoo.com

ABSTRAK

Supervision of the circulation of beef as a producer of animal protein necessary for human growth needs to make beef demand increases. With the growing demand for beef slices make businessmen sell meat beef unfit consumed to the community which resulted in the incidence of loss. The issue raised in this thesis are (1) how does the mechanism of surveillance conducted against Dispernakbunhut animal health prior to the cuts of beef (2) how can the mechanisms of Dispernakbunhut surveillance after viability of the beef cut that is circulating in the Community (3) how is the form of the responsibility of the perpetrators of the attempt against the beef cut that is unfit for consumption by the consumer. This type of research is the juridical sociological. Data obtained through interviews and documents. The data were analyzed qualitatively. From research it can be concluded that (1) the form of the supervision carried out by the Dispernakbunhut in the form of an examination in the Ante-mortem health checks i.e. animals before the cut is done by a veterinarian or the designated officer under the supervision of a veterinarian according the procedures defined and concludes with an examination of Post-mortem examination eligibility meat safe to consume society. Meat that pass inspection are given "stamp" indicates that the meat deserves to be marketed (2) Supervision after the beef pieces were released on the society conducted by UPT marketing advice with retrieval sempel beef cut randomly in dadakkan inspection to check there or not one finds beef cut that is not feasible is consumed (3) forms of liability do businessmen against the sale of beef cut that is not worthy of consumer consumption i.e. indemnify experienced by consumers with a decent piece of beef for consumption for consumers.

Keywords: Supervision, Beef, Department of Farm

Pendahuluan

Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat Indonesia, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan hidup

manusia Indonesia. Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi yang berasal dari hewani atau daging. Dengan meningkatnya perkembangan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan taraf hidup penduduk di

(4)

Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk mencukupi gizi semakin meningkat, begitu juga dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.

Seiring dengan meningkatan permintaan protein hewani seperti daging terutama pada bulan-bulan tertentu menjelang hari besar keagamaan seperti lebaran idul fitri, lebaran idul adha, natal, tahun baru serta upacara adat membuat permintaan daging sapi meningkat yang mana membuat pelaku usaha menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat yang membutuhkan daging sapi tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat yang mengkonsumsinya.

Maka diperlukan adanya pengawasan pemerintah terhadap penjualan daging sapi pada bulan dan hari tertentu agar masyarkat tidak dirugikan.Ditinjau dari Pasal 8 pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen sebagai berikut :

a. Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang/atau jasa, pencantuman lebel dan klausula baku, promosi, pengiklanan, serta pelayanan penjualan barang dan/atau jasa.

b. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan penjualan barang/atau jasa.

c. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disebarluaskan kepada masyarakat.

d. Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh menteri dan atau menteri teknis terkait bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas.

(5)

Khususnya di Kota Padang pengawasan dimulai dari Dinas Pertanian Perternakan Perkebunan dan Kehutanan (selanjutnya disebut Dispernakbunhut) Kota Padang yang memulai pemeriksaanya dari Rumah Pemotongan Hewan (selanjutnya disebut RPH) yang merupakan tempat awal sebelum daging sapi potong diedarkan pada masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan yaitu:

Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:

a. Dilakukan di rumah potong;

b. Mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.

Dispernakbunhut Kota Padang juga harus mensosialisasikan kepada konsumen ciri-ciri dari daging sapi yangbermasalah baik di media massa maupun menempelkan selebaran di pasar-pasar.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas permasalahan yang dapat dirumuskan untuk selanjutnya diteliti dan dibahas dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah mekanisme pengawasan yang dilakukan Dispernakbunhut terhadap kesehatan hewan sebelum dilakukan pemotongan daging sapi? 2. BagaimanakahmekanismeDispernakbunh

ut melakukan pengawasan terhadap kelayakan sesudah daging sapi potong yang beredar dimasyarakat?

3. Bagaimanakah bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap daging sapi potong yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen?

Dengan adanya permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme pengawasandilakukan

(6)

Dispernakbunhutterhadap

kesehatanhewan sebelum dilakukan pemotongan daging sapi.

2. Untuk mengetahui

mekanismeDispernakbunhutmelakukan pengawasan terhadap daging sapi potong yang beredar dimasyarakat.

3. Untuk mengetahui bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap daging sapi potong yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum sosiologis yaitu dengan cara melihat norma hukum yang ada dengan efektifitas aturan-aturan tersebut dilapangan. Penelitian ini juga mengumpulkan data dari bahan-bahan kepustakaan untuk mendapat data sekunder dan juga penelitian terhadap fakta efektifitas hukum dalam kehisupan masyarakat, yang dihubungkan dengan rumusan penelitian yang membahasa pengawasan terhadap peredaran daging sapi potong oleh Dinas Pertanian Peternakan

Perkebunan dan Kehutanan ( yangselanjutnya disebut Dispernakbunhut) Kota Padang.

Dalam penelitian ini mempunyai dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsungdarisumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.Data primer yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu, wawancara

denganinforman Kepala

Dispernakbunhut, dokter hewan Dispernakbunhut dan 3 (tiga) orang narasumber pedagang penjual daging sapi yang berada di Pasar Raya Padang, Pasar Siteba, dan Pasar Lubuk Buaya.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari dokumen-dokumen

(7)

resmi, buku-buku, yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.Data sekunder terbagi:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mangikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen

d) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan

Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. e) Peraturan Presiden Nomor 95

Tahun 2012 tentang kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan .

f) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.

g) Peraturan Menteri Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Rumnansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting

Plant).

h) SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan.

(8)

i) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Pangan Daging.

j) Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primerdan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

Baik data primer ataupun data sekunder tersebut diharap dapat

memberikan gambaran tentang objek penelitian secara tepat dan benar.

Ada 2 (dua) teknik cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:

a. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data untuk memperoleh keterangandengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan informan. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan Ibu Muthia Hanum sebagai dokter hewan di Dispernakbunhut Kota Padang dan juga terhadap Bapak Nafis sebagai pelaku usaha daging sapi potong di Pasar Siteba Kota Padang.Wawancara ini dilakukan dengan teknik semi terstruktur yaitu penulis akan mempertanyakan beberapa pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah data kepustakaan yang diperoleh melalui

(9)

penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.Dalam penelitian ini penulis mendatangi 3 (tiga) perpustakaan:

a) Perpustakaan Universitas Bung Hatta

b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta

c) Badan Perpustakaan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa bentuk pengawasan daging yang dilakukan di Dispernakbunhut Kota Padang yaitu :

1. Tahap Peneriman dan Penampungan Hewan

Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan beberapa point penting dalam tahap penerimaan dan penampungan hewan yakni:

a. Hewan ternak yang baru data di RPH harus diturunkan dengan alat angkut secara hati-hati dan tidak membuat hewan stress.

b. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan hewan, surat karantina). c. Hewan ternak terlebih dahulu di

kandang penampung minimal 12 jam sebelum dipotong sebgaimana diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/TN.310/7/1992.

Sebelum disembelih ternak harus diistirahatkan selama 12-24 jam tergantung iklim, jarak antara asal ternak ke rumah potong hewan, cara tranportasi. Hal ini dilakukan agar ternak tidak stress, pada saat disembelih dara dapat keluar semua.

2. Tahap Pemeriksaan Ante-mortem Pemeriksan Ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum hewan dipotong.Pemeriksaan kesehatan

(10)

sebelum hewan disembelih dilakukan sesuai kaidah pemeriksaan, mulai dari penampilan luar apakah terdapat kulit jelek, peyakit kulit dan sebagainya.

Dalam pengertian Ante-mortem ini sendiri terdapat beberapa poin penting diantaranya:

a. Pemeriksaan Ante-mortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang di tunjuk dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan produsen yang ditetapkan (Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas) b. Hewan ternak dinyatakan sakit atau

diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau di tunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

c. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan harus

segera mengambil tindakkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. d. Hewan potong yang telah

dipemeriksaan kesehatannya akan diberi tanda:

(1). “SL” untuk Hewan potong yang

sehat dan layak untuk dipotong.

(2). “TSL” untuk Hewan potong yang

tidak sehat dan/atau tidak layak untuk dipotong.

3. TahapPersiapan

Penyembelihan/Pemotongan

Pada tahap penyembelihan ini prosedur persiapan sebelum dilakukan pemotongan yaitu:

a. Ruang proses produksi dan perawatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan penyembelihan/pemotongan. b. Hewan ternak ditimbang sebelum

dipotong.

c. Hewan ternak dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air)

(11)

sebelum memasuki ruang pemotongan.

d. Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ke ruang pemotongan.

4. Tahap Penyembelihan

Pada tahap ini langkah yang akan dilakukan dalam penyembelihan sebagai berikut:

a. Merobohkan sapi dengan cara tertentu yang telah diatur dengan bantuan ring dan tali.

b. Penyembelihan dilakukan dengan pemotongan vena Jugularis (bagian leher) sehingga darah dapat keluar dengan sempurna darah yang ditampung dalam bak/ember. Untuk itu posisi leher saat dipotong harus lebih rendah dari posisi badan.

c. Dengan dibantu air untuk membersihkan kulit luar mulai dilakukan pengulitan.

d. Tubuh dibelah menjadi dua bagian rongga perut dan rongga dada.

e. Bagian-bagian organ atau tenunan yang berlemak dikeluarkan.

Dalam melakukan penyembelihanpisauyangdipakaiharuslah benar-benar tajamsehinggadalamprosespemotongand apatdengan mudahputusnyapembuluhdarah(vena&ar terijugularis),kerongkongan(oesophagus ) danbatangtenggorokan (trachea). Agarhewanjugatidakmengalami kesakitanyangberkepanjangan.Saatpemo tonganharusmenyebutkanniatdanasmaAl lah sebagai syarat pemotongan yang halal. Penangganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamana daging yang dihasilkan dan berdampak pada kesehatan masyarakat.

(12)

Oleh karna itu penerapan system jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau tidak dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk aman pada RPH.Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higienis, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.

5. Tahap Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan

Setelah hewan selesai disembelih maka tahap selanjutnya adalah tahap pengulitan dan pengeluaran jeroan dapat diuraikan yaitu:

a. Sebelum proses pengulitan dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari kerakas.

b. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut.

c. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. d. Kulit dipisah mulai dari bagian

tengah ke punggung.

e. Pengulitan dilakukan hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan pada kulit terbuangnya daging.

Sedangkan pengeluaran jeroan yakni:

a. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada. b. Organ-organ yang ada di rongga

perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek. c. Dilakukan pemisahan antara jeroan

merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokkan, limpa, ginjal, dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus). 6. Tahap Pemeriksaan Post-mortem

(13)

Pengertian Post-mortemadalah

pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas yang berwenang.

Pada tahap pemeriksaan ini hal terpenting yaitu:

a. Pemeriksaan Post-mortem dilakukan oleh dokter hewan.

b. Pemeriksaan

terhadapPost-mortemdilakukan terhadap kepala, isi

rongga dada, dan perut serta karkas. c. Karkas dan organ yang dinyatakan

ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

d. Daging yang lulus pemeriksaan diberi

cap “SL” yang menandakan bahwa

daging lulus pemeriksaan serta menjamin bahwa daging aman, sehat dan utuh.

Mengenai

mekanismeDispernakbunhut melakukan pengawasan terhadap kelayakkan sesudah

daging sapi potong di pasarkan pada masyarakat dilakukan dengan cara melakukan sidak dadakan pada saat menjelang hari besar keagamaan dan memberikan pamflet-pamflet yang berisikan tentang daging sapi potong yang layak dikonsumsi yang mana nantinya ditempel ditempat umum oleh pihak pasar atau pihak UPT. Sarana Pemasaran yang melakukannya.

Sidak yang dilakukan pihak UPT Sarana Pemasaran Dispernakbunhut dilakukan dibeberapa pasar tradisional Kota Padang secara acak dengan mengambil sampel daging sapi tersebut. Jika ditemukan adanya pelanggaran penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi maka akan dilakukan rapat untuk membicarakan hal yang akan dilakukan dan surat tindak lanjut untuk memanggil pedagang daging sapi yang terbukti positif telah menjual daging sapi tidak layak dikonsumsi pada konsumen.

(14)

Bentuk peringatan yang diberikan kepada penjual daging sapi yang tidak layak dikonsumsi tersebut adalah diberikannya peringatan dengan cara teguran dan akan dilakukan sidak secara mendadak kepada penjual tersebut, peringatan ini diberikan untuk pedagang yang telah melakukan penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi tersebut sebanyak satu sampai dua kali. Namun apabila pedagang daging tersebut masih melakukan penjualan untuk ketiga kalinya maka pedagang tersebut akan dipanggil ke Dispernakbunhut Kota Padang dan melakukan perjanjian secara tertulis yang berisikan tentang bahwa apabila ia terbukti dan kedapatan melakukan penjualan daging sapi tidak layak konsumsi lagi di pasar tradisional tersebut maka kasusnya akan diselesaikan di Pengadilan. Perjanjian tersebut dibuat dihadapan Kepala UPT Dispernakbunhut bagian Sarana Pemasaran dengan menempelkan materai 6000 sebagai

adanya kekuatan hukum dalam perjanjian yang dilakukan tersebut.

Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Nafis ditemukan bahwa pernah terjadi protes atau keluhan konsumen kepada dirinya atas penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi, yang mana penjualan daging sapi yang tidak layakkonsumsi itu terjadi karena proses penyimpanan daging sapi tersebut dilakukan dengan cara yang tidak benar. Pada saat proses penyimpanan es balok hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 5-6 jam sebelum proses penjual. Namun pada kasus ini pelaku usaha daging tidak mengganti es balok tersebut sehingga daging tersebut menjadi busuk. Pada saat terjadi proses jual beli pelaku usahamengaku sedang tidak berada ditempat dan yang melakukan penjualan pada saat itu adalah pegawainya sendiri, dimana si pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa daging sapi itu adalah daging sapi yang tidak layak konsumsi.

(15)

Dengan adanya protes yang dilakukan oleh konsumen tersebut maka konsumen meminta uangnya untuk dikembalikan, namun pihak dari pedagang tidak mau menganti kerugian dalam bentuk uang.Ia ingin memberikan tanggung jawabnya dengan cara mengganti rugi daging tersebut dengan daging sapi baru yang segar.

Berdasarkan kasus diatas bentuk Tanggung jawab yang akan dilakukan oleh pelaku usaha dalam bentuk perlindungan terhadap hak konsumen yaitu berupa tanggung jawab mutlak. Tanggung jawab mutlak adalah dimana produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.

Apabila dalam kasus tersebut tidak ditemui kata sepakat maka dapat diselesaikan melalui pengadilan umum atau penyelesaian diluar pengadilan, seperti mengajukan laporan kepada pihak UPT.

Sarana Pemasaran.Untuk dapat menyelesaikan sengketa di pengadilan dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan. Sedangkan untuk peyelesaian sengketa diluar pengadilan dilakukan dengan cara mediasi, konsolidasi dan arbitrase.

Dalam kasus ini penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah antara konsumen dengan pelaku usaha. Pelaku usaha menanggapi protes konsumen atas daging tidak layak tersebut dengan cara pemberian ganti kerugian tidak dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk penggantian daging yang layak untuk dikonsumsi konsumen tersebut.

Ucapan Terimakasih

Pada Kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Syafril, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak H. Adri, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk

(16)

memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan skripsi ini hingga selesai. Serta bimbingan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati. R, S.H.,

M.H., selaku wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Adri, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata, yang telah memberikan bantuan dan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Hj. As Suhaiti Arief S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah memberikan masukan dalam perjalanan akademik penulis hingga sampai pada tahap penulisan skripsi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum,

yang selama ini telah banyak memberikan bekal ilmu bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta.

6. Staf di bagian kemahasiswaan, bagian Akademik, bagian Transit, dan bagian perpustakaan pusat maupun Fakultas serta bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta.

7. Bapak Ir. H. Dian Fakri, MSP sebagai Kepala Dispernakbunhut dan Bapak Ir. Epison selaku bagian Kepala UPT Sarana Pemasaran yang telah memberikan penulis izin untuk melakukan penelitian di Dispernakbunhut Kota Padang.

(17)

8. Ibu drh. Muthia Hanum yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai mengenai data-data yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Bagian Administrasi di Kesbangpol Padang, yang telah membantu penulis dalam proses administrasi penyelesaian skripsi ini

Daftar Pustaka

Ahmadi Miru, 2013, Prinsip-prinsip

Perlindungan Konsumen di Indonesia,

Cetakan Kedua, Rajawali Pers, Jakarta. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2005,

Hukum Perlindungan Konsumen,

Cetakan Kesatu, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Bambang Sunggono, 2013, Metodologi

Penelitian Hukum,Cetakan Keempat

belas, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2014, Hukum

Perlindungan Konsumen, Cetakan

keempat, Sinar Grafika, Jakarta. Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan

Konsumen, Cetakan Pertama, Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Intan Rahmawati dan Rukiyah Lubis 2014,

Win-win Solution Sengketa

Konsumen, Cetakan Pertama,

Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian

Hukum, Cetakan Keempat, Sinar

Grafika, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

(18)

Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan . Peraturan Menteri Pertanian Nomor

381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.

Peraturan Menteri Nomor

13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Rumnansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).

SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Keputusan Menteri Pertanian Nomor

413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Pangan Daging.

Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern.

Analisis Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/45706/5/Chapter%20I.pdf Pasar, https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar Deteksi Salmonella sp. Pada Daging Sapi Di

Pasar Tradisional dan Pasar Modern Di Kota Makasar,

http://repository.unhas.ac.id/bitstrea m/handle/123456789/17014/SKRIPS I%20LENGKAP%20ITA%20distrib usi.pdf?sequence=1

Referensi

Dokumen terkait

Karena internet, perusahaan dapat melakukan perbandingan global lebih banyak di antara pemasok dan memilih dari berbagai pilihan yang lebih luas. Bila pelanggan memiliki

Dewan juri OFI terdiri dari dosen farmasi yang kompeten dari PT (Perguruan Tinggi) anggota APTFI (Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi se-Indonesia) serta praktisi

[r]

Terdapat riwayat intervensi awal ABD (usia kurang dari 3,5 tahun) dengan terapi wicara yang rutin, dan dari anamnesis orang tua didapat persepsi auditori dan bicara sebelum

Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun jengkol ( Pithecellobium lobatum Benth) dengan dosis 0,051 gram, 0,103 gram, 0,206 gram

bahwa selanjutnya untuk menghindarkan perubahan-perubahan yang berkali-kali diadakan pada Ordonansi Bea-Statistik dikemudian hari dan tambahan-tambahan yang khusus pada pembebasan

Laksanakan penilaian mandiri dengan mempelajari dan menilai kemampuan yang sdr miliki secara obyektif terhadap seluruh daftar pertanyaan yang ada, serta tentukan

menggunakan tingkat kepercayaan 95%, maka dapat maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh harga terhadap keputusan pembelian air mineral Ajwa di 212 Mart Nigata