• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI

KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH

Vivin Yulindar, Agus Fitriangga, Diana Natalia

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tanjungpura, Pontianak Jl. Jend. A. Yani E-mail :vivinyulindar@gmail.com

Abstract : Parenting Style and Family Socioeconomic Status in Toddler with Below Red Line in Saigon Community Health Center Area, East Pontianak District. The study aim to describe

parenting style and family socioeconomy status of toddler BRL in Saigon Community Health Center, East Pontianak District. The study was descriptive study with cross-sectional approach. Samples were choosed with consecutive sampling for 32 respondens in Saigon CHC. Result shows Parenting Style in toddler BRL such as support from mother was sufficient in 26 respondences and insufficient in 6 respondences : feeding practice was good in 27 respondences and not good in 5 respondences; all respondences were good in physchosocial stimulus and hygiene practice, caring of sick child was good in 23 respondences and not good in 9 respondences.

Abstrak : Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga BALITA Bawah Garis Merah di Wilayah Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran pola asuh dan tingkat sosial ekonomi keluarga balita BGM di Wilayah Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur. Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 32 responden di Wilayah Puskesmas Saigon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pola asuh keluarga balita BGM berupa dukungan/perhatian untuk ibu 26 responden baik dan 6 responden tidak baik; praktek pemberian makan 27 responden baik dan 5 responden tidak baik; rangsangan psikososial dan praktek kebersihan 32 responden baik ; serta perawatan anak dalam keadaan sakit 23 responden baik dan 9 responden tidak baik.

Kata Kunci : Pola asuh, sosial ekonomi, balita bawah garis merah.

Kesepakatan Global berupa Millenium Development Golas (MDGs) menegaskan bahwa pad atahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Salah satu tujuan yang dimiliki

Indonesia adalah menanggunlangi kemiskinan dan kelaparan dimana terdapat target menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan dengan indikator persentase anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang

(2)

mengalami gizi buruk dan persentase anak-anak berusia lima tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (BAPPENAS : 2007)

Masalah gizi kurang pada umumnya disebabka oleh kemiskinan, persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, dan adanya daerah miskin Iodium. Berbagai Faktor sosial ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak.

Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain : pendidikan, pekerjaan, budaya, pendapatan keluarga, besarnya jumlah anggota keluarga (Almatsier : 2009).

Status gizi balita diukur dari hasil pengukuran antropometri berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Indikator BB/U memberikan indikasi tentang masalah gizi secara umum. Gambaran status gizi balita dengan Indikator BB/U berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa provinsi Kalimantan Barat menempati urutan ketiga sebagai provinsi dengan prevalensi balita gizi buruk tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 9,5% (Sembilan koma lima %) (Depkes RI : 2010).

Pola Asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan perhatian khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun (Septherina Y : 2010).

Kecamatan rawan gizi yang tercantum dalam profil kesehatan Kota Pontianak, yaitu kecamatan Pontianak Barat, Pontianak Timur,

dan Pontianak Utara. Kasus balita BGM di Kota Pontianak pada tahun 2010 sebanyak 517 kasus. Kasus terbanyak terdapat di dua kecamatan yakni Kecamatan Pontianak Utara dan Pontianak Timur sebanyak 136 kasus (Dinkes Provinsi Kalbar : 2010).

Jumlah kasus balita BGM Kecamatan Pontianak Timur sama dengan kecamatan Pontianak Utara yang luas wilayah lebih besar dibanding Kota Pontianak Timur. Dari enam puskesmas yang terdapat di kecamatan Pontianak TImur, Puskesmas Saigon memiliki angka kejadian balita BGM terbanyak, yaitu 33 kasus balita BGM (Dinkes, Kota Pontianak : 2009)

METODE

Jenis Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Febuari 2012 di wilayah Kerja Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur. Subjek penelitian adalah Ibu yang memiliki balita BGM di Wilayah kerja Puskesmas Saigon kecamatan Pontianak Timur. Subjek Penelitian adalah Ibu yang memiliki balita BGM di Wilayah Kerja Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur dengan memperhatikan kriteria inklusi : balita yang pernah atau sedang mengalami BGM, balita yang terdaftar di puskesmas Saigon dan/atau posyandu binaan, ibu yang memiliki balita bertempat tinggal di wilayah kelurahan Saigon, ibu balita yang bersedia diwawancara ; dan kirteria eksklusi : balita yang tidak pernah menimbang di Puskesmas Saigon dan/atau posyandu binaan. Subjek dipilih berdasarkan ( Non-probability sampling) dengan menggunakan teknik consequtive sampling dan dengan jumlah sampel minimal 78 sampel. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa

(3)

data primer berupa hasil wawancara dengan ibu yang memiliki balita BGM yang berada di Wilayah kerja Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur dengan instrumen daftar pertanyaan yang telah dibuat dan dibagikan kepada sampel dan data sekunder berupa Kartu Menuju Sehat (KMS). Variabel yang diteliti meliputi pola asuh ibu yang berupa perhatian/dukungan untuk ibu, praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, praktek kebersihan, dan perawatan kesehatan anak; sosial ekonomi berupa tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga; dan balita BGM.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Kelompok Umur

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa umur ibu termuda pada penelitian ini adalah 25 tahun dan tertua ada 39 tahun.

Tabel 1.

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Umur (tahun) Responden %

25-27 7 21,9 28-30 7 21,9 31-33 7 21,9 34-36 5 15,6 37-39 6 18,8 Total 32 100

Berdasarkan data dari tabel di atas, sebaran umur responden tidak terlihat adanya kelompok umur yang mendominasi. Kelompok umur yang ada menunjukkan jumlah yang tidak jauh berbeda.

Kelompok Umur Balita BGM

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa balita BGM termuda berumur 21 bulan dan tertua dengan umur 59 bulan.

Tabel 2

Distribusi Anak Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Umur (Bulan) Jumlah Balita % 21-26 4 12,5 27-32 4 12,5 33-38 2 6,3 39-44 8 25 45-50 9 28,1 51-56 1 3,1 57-61 4 12,5 Jumlah 32 100

Jenis Kelamin Balita

Berdasarkan pengelompokkan balita BGM sesuai dengan jenis kelamin, didapatkan jumlah yang sama yaitu 16 balita (50%) adalah laki-laki dan 16 balita (50%) adalah perempuan.

(4)

Pola Asuh Keluarga

Dukungan/Perhatian untuk Ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh menurut dukungan/perhatian untuk ibu sebagian besar dalam kategori baik (81,3%). Kategori baik ini terukur karena sebagian besar skor dari kuesioner berkisar antara 12-16 poin. Berdasarkan data dari hasil penelitian, 11 responden (34,4%) yang hanya beristirahat <40 hari. Hal ini dikarenakan tidak ada yang membantu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari di rumah. Ketika suami di rumah, ada sebagian yang membantu pekerjaan rumah dan mengasuh anak dan ada pula yang hanya memanfaatkan waktu yang ada untuk beristirahat setelah pergi bekerja. Pola asuh dukungan/perhatian untuk wanita menurut Yanthy Sepheterina sebagian besar berada pada kategori baik dan hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dukungan/perhatian untuk wanita dengan status gizi anak (Sepheterina Y: 2010).

Praktek Pemberian Makan

Distribusi responden pada penelitian ini dalam hal praktek pemberian makan menunjukkan bahwa 84,4% dalam kategori baik. Sebagian besar ibu memberikan ASI dan kolostrum untuk balitanya. Bagi ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada balitanya dikarenakan mereka menuruti kata orang tua mereka yang menyatakan kolostrum harus dibuang terlebih dahulu karena kotor. Untuk Pemberian MPASI, sebagian besar ibu memberikan pada umur lebih dari 6 bulan. Hal lain yang tergali dalam penilaian pola asuh ini adalah bagaimana porsi makanan balita dan apakah balita suka mengkonsumsi sayur setiap

harinya. Sebagian besar balita tidak menghabiskan makanannya dan hanya makan dalam jumlah yang terbilang sedikit menurut orang tua mereka.

Dari segi persiapan dan penyimpanan makanan, sebagian besar keluarga menggunakan air hujan dalam mencuci bahan makanan sebelum dimasak. Akan tetapi, menurut sebagian ibu, ada juga yang mencampur air parit untuk mencuci bahan makanan. Seperti yang kita ketahui bahwa daerah Kelurahan Saigon sangat dekat dengan Sungai Kapuas. Penggunaan air parit ini ketika tampungan air hujan sudah tidak mencukupi. Untuk tempat penyimpanan makanan yang telh dimasak, 43,8% ibu menyimpan di panci yang tertutup, 34,4% menyimpan di dalam lemari makanan, dan 21,9% di bawah tudung saji. Tempat penyimpanan makanan yang termasuk aman dari pencemaran debu dan binatang.

Penelitian yang dilakukan oleh Natalia pada balita Desa Durian IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa praktek pemberian makan sebagian besar berada pada kategori baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanthy Septherina di Kecamatan Harian, menunjukkan hasil bahwa praktek pemberian makan sebagian besar dikategorikan tidak baik (Natalia : 2006).

Rangsangan Psikososial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh berupa rangsangan psikososial berada pada kategori baik yaitu sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa ibu memberikan waktu pada anaknya untuk bermain dengan teman-temannya. Pengawasan yang diberikan ibu berupa izin dan mengetahui tempat dimana

(5)

anaknya sedang bermain. Ketika sorehari, ibu biasanya akan ikut turut menemani anak saat sedang bermain di luar rumah. Anak memerlukan alat alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya (WHO : 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin pada anak umur 0-24 bulan di kelurahan Gundaling I Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo menunjukkan bahwa sebagian besar pola asuh rangsangan psikososial dikategorikan baik. Begitu pula penelitian Yanthy Septherina di Kecamatan Harian dan Kecamatan Bukit menunjukkan hasil yang sama yaitu pola asuh rangsangan psikososial dikategorikan baik (Perangin-angin : 2006).

Praktek Kebersihan

Hasil menunjukkan bahwa 100% dalam kategori baik dalam praktek kebersihan di wilayah Puskesmas Saigon. Berdasarkan hasil observasi di wilayah kelurahan Saigon, sebagian besar lingkungan tempat tinggal responden bersih yang terlihat dari pekarangan rumah yang tidak terdapat banyak sampah yang berserakan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh rumah memiliki tempat pembakaran sampah sendiri di dekat rumahnya. Sebagian lain juga ada yang mengumpulkan sampah-sampah tersebut kemudian dibuang di tempat sampah umum. Sirkulasi udara di setiap rumah responden berada dalam kategori yang cukup baik. Ventilasi dan jendel berperan dalam membuat sirkulasi udara yang baik. Kebersihan lingkungan sangat penting karena sumber infeksi sangat banyak di sekeliling anak. Oleh karena itu, untuk menghindarai segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka anak harus diamanakkan dari serangan penyakit untuk menjaga lingkungan.

Menurut Sulistijani (Sulistijani : 2001), lingkungan yang sehat perlu diupayakn dan dibiasakn tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi, dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat sifat sehat seperti mandi, cuci tangan sebelum makan, dan menyikat gigi.

Penelititan di Kecamatan Buhit dan Harian oleh Yanthy Septherina juga menunjukkan hal yang sama yaitu praktek kebersihan dikategorikan dalam kategori baik. Dan tidak terdapat hubungan antara praktek kebersihan dengan status gizi anak (Septherina Y : 2010)

Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang mempengaruhi gizi anak. Dalam hal ini gizi anak yang dilihat berdasarkan BB/U. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh anak dalam memberikan perawatan anak sudah cukup baik. Jumlah responden yang dikategorikan baik sebanyak 23 responden (71,9%). Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar ibu membawa anaknya ke puskesmas atau posyandu binaan untuk menimbang berat badan satu bulan sekali. Ibu yang tidak teratur menimbang berat badan anak berjumlah 12 orang. Hal ini dikarenakan ada ibu yang tidak mempunyai waktu akibat sedang bekerja, ada yang sering lupa tanggal kegiatan posyandu berlangsung dan ada pula yang hanya membawa anaknya ke puskesmas jika anaknya sakit.

Penelitian oleh Perangin-angin di Kabupaten Karo menunjukkan hasil ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, proporsi gizi baik juga akan semakin

(6)

besar. Penelitit lain yaitu Yanthy Septherina yang mengungkapkan pola asuh berupa perawatan keluarga dalam keadaan sakit dengan status gizi anak di Kecamatan Buhit dan Harian dalam kategori baik (Perangin-angin : 2006).

Pendidikan Responden

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden % Rendah 11 34,4 Sedang 19 59,4 Tinggi 2 6,3 Jumlah 32 100

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi gizi anak dalam keluarga. Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini bisa disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah. Pendidikan ibu akan dapat meningktkan kemampuan dan keterampilan ibu dalam pengasuhan anak yang selanjutnya dapat mempengaruhi keadaan gizi anak. Peningkatan tingkat pendidikan akan mempermudah seseorang menerima informasi, termasuk informasi gizi dan kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan gizi dan kesehatan yang selanjutnya akan menimbulkan sifat yang positif di bidang kesehatan ( Suharjo : 2003)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mia Sarah di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik BB/U anak, Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama media massa (Sarah M : 2008)

Status Pekerjaan Responden

Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Status Pekerjaan Jumlah Responden

%

Bekerja 11 34,4

Tidak Bekerja 21 65,6

Jumlah 32 100

Bertambah luasnya lapangan kerja semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja terutama di sektor swasta. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak ( Notoadmodjo : 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yanthy Septherina di Kabupaten Samosir, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak. Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai akibat dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan di luar rumah adalah ketelantaran anak terutama anak

(7)

balita, padahal masa depan kesehatan anak dipengaruhi oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak usia bayi sampai anak berusia 5 tahun yang merupakan usia penting, karena pada umur tersebut anak belum melayani kebutuhan sendiri dan bergantung pada pengasuhnya (Pudjiadji : 2000)

Jumlah Anggota Keluarga

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden

Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Responden % < 4 orang 20 62,5 > 4 orang 12 37,5 Jumlah 32 100

Jumlah anggota keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa 62,5% keluarga yang bertempat tinggal di Kelurahan Saigon memiliki jumlah anggota keluarga inti < 4 orang, akan tetapi masih saja banyak balita yang mengalami BGM di wilayah tersebut. Hal ini bisa disebabkan karena tidak hanya satu keluarga inti saja yang tinggal dalam satu rumah. Dari hasil penelitian terdapat 59,37% keluarga yang memiliki jumlah lebih dari empat orang yang tinggal dalam satu rumah.

Sebagian besar dari balita yang menjadi sampel penelitian merupakan anak paling kecil dalam keluarganya ( 24 balita atau 75% dari

total sampel). Di antara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh jika terdapat kekurangan pangan. Dan situasi seperti ini biasanya terjadi jika besar keluarga bertambah.

Penelitian Mia Sarah menemukan bahwa jumlah anggota keluarga yang banyak dapat mengakibatkan status gizi anggota keluarga terutama anak menjadi buruk. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan kebutuhan makanan meningkat sedangkan pendapatan keluarga tidak meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan asupan gizi anak kurang dan status gizi anak juga akan menurun. Anak paling kecil dalam keluarga biasanya yang paling terpengaruh jika terjadi kekurangan pangan (Sarah M : 2008).

Pendapatan Keluarga Responden

Tabel 7

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Responden

Penghasilan Keluarga Jumlah Responden % Di Bawah UMK 13 40,6 Di Atas UMK 19 59,4 Jumlah 32 100

Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat

(8)

mengakibatkan gizi kurang. Dari hasil Penelitian didapatkan hasil bahwa 40,62% keluarga berpenghasilan di bawah UMK untuk per bulannya dan 59,38 di atas UMK. Ini menunjukkan bahwa pendapatan di atas UMK tidak menjamin bahwa anak tidak akan mengalami BGM.

Hal ini dapat disebabkan pada keluarga dengan pendapatan yang tinggi kurang baik dalam mengatur belanja keluarga. Ada juga keluarga yang membeli pangan dalam jumlah cukup akan tetapi kurang pandai dalam memilih jenis pangan yang dibeli yang akan berakibat kurangnya mutu dan keragaman pangan yang diperoleh sehingga dapat mempengaruhi keadaan gizi anak (Kartasapoetra G : 2002)

Pola Asuh dan Tingkat Sosial Ekonomi

Van Brink mengindikasikan terdapat delapan faktor yang mungkin menjadi akar penyebab masalah gizi kurang pada anak-anak, yaitu : rendahnya pendapatan (kemiskinan), kurang pangan ( rendahnya asupan zat gizi), buruknya kualitas konsumsi pangan, rendahnya pengetahuan gizi, buruknya pengetahuan dan praktek pengasuhan, buruknya sanitasi lingkungan, dan rendahnya status kesehatan, serta rendahnya posisi wanita dalam keluarga dan masyarakat (IPB : 2006)

Dalam kerangka Model UNICEF yang telah dikaji ulang terdapat tiga faktor utama dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu aspek konsumsi, kesehatan anak, dan pengasuhan psikososial yang diberikan kepada anak. Sementara itu aspek konsumsi makanan berhubungan erat dengan kurnagnya pendapatan rumah tangga dan kemiskinan, rendahnya kualitas makanan yang biasa dikonsumsi,

kurangnya jumlah dan ketersediaan makanan, rendahnya pengetahuan keluarga terutama ibu. Sementara itu aspek kesehatan berhubungan sangat erat dan signifikan selain dengan rendahnya pendapatan dan kemiskinan, juga dengan rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya kualitas kesehatan masyarakat pada umumnya. Aspek Kesehatan sendiri umumnya berhubungan dengan aspek konsumsi makanan, meskipun pada beberapa penelitian hubungan tersebut tidak signifikan. Aspek pengasuhan psikososial umunya berhubungan positif dengan kondisi sosial ekonomi seperti pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu (IPB : 2006).

Pada Kerangka model UNICEF yang asli menunjukkan bahwa sebenarnya terdapat keterkaitan permasalahan mikro (individu, rumah tangga, wilayah) dengan kondisi makro, baik makro ekonomi maupun makro politik dalam proses terjadinya masalah pangan dan gizi, khususnya masalah gizi kurang pada anak-anak. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang pada anak saling berinteraksi sehingga jika salah satu terjadi kemungkinan anak mengalami gizi kurang dalam hal ini mengalami BGM dapat terjadi (IPB : 2006)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 21 balita yang tetap mengalami BGM di tahun 2012. Hampir seluruh balita tersebut memiliki pola asuh baik (95,2%). Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh tidak menyebabkan kejadian balita BGM di wilayah puskesmas Saigon tersebut. Dari Segi tingkat sosial ekonomi yang cukup baik. Hal ini bisa menandakan bahwa terdapat faktor-faktor lain

(9)

yang dapat menyebabkan kejadian balita BGM di wilayah Puskesmas Saigon.

SIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah gambaran pola asuh keluarga dengan balita BGM yang berada di wilayah puskesmas Saigon yang meliputi dukungan/ Perhatian untuk ibu, praktek pemberian makan, rangsangan

psikososial, praktek kebersihan, dan perawatan anak dalam keadaan sakit berada pada kategori baik ; Gambaran sosial ekonomi keluarga dengan balita BGM yang berada di wilayah Puskesmas Saigon yaitu sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tingkat menengah, status pekerjaan tidak bekerja, sebagian besar keluarga responden beranggotakan kurang dari 4 orang, dan pendapatan keluarga berada di atas UMK Kota Pontianak tahun 2012.

DAFTAR RUJUKAN

Almatsier S Prinsi Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 2009.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan Perkembangan

Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia. Jakarta ; 2007

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta ; 2011

Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Profil Ksehatan Kalimantan barat Tahun 2009. Pontianak; 2010.

Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2009 ; Pontianak; 2010.

Kartasapoetra G. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2002

Natalia E. Pola Asuh dan Pola Penyakit serta Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Miskin di Desa Durian Dusun IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. FKM : Universitas Sumatera Utara ; 2006.

Notoadmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta; 2003

Perangin-angin A. Hubungan Pola Asuh dan Status Gizi Anak 0-24 Bulan pada Keluarga Miskin di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo. Skripsi. FKM : Universitas Sumatera Utara; 2006.

Plan Indonesia dan Departemen Gizi dan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Pengkajian Situasi Pangan dan Gizi di Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Jakarta; 2006

Pudjiadji. Ilmu Gizi Klinis Anak. Jakarta: FKUI; 2000

Sarah M. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat. Skripsi. FKM: Universitas Sumatera Utara; 2008

(10)

Sediaoetama AD. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat; 2008

Septherina Y. Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir Tahun 2005. Skripsi. FKM: Universitas Sumater Utara; 2010

Sulistijani AD. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta: Puspa Swara; 2001.

Suhardjo. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Bumi Aksara; 2003

WHO. Mental Health and Psycosocial Well-Being Among Children in Severe Food Shortage Situations. 2006

Referensi

Dokumen terkait

Untuk lebih jelasnya ikutilah contoh soal.

This paper presents methodology and evaluation of Digital Surface Models (DSM) generated from satellite stereo imagery using Semi Global Matching (SGM) applied in image space

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan suami tentang menopause dengan dukungan sosial suami terhadap istri menopause di wilayah RW 26 Desa Jamblangan Margomulyo

Telah dirancang sebuah prototype ruang penyimpanan benih padi berdasarkan pengontrolan temperatur dan kelembaban. Berdasarkan data referensi yang dikumpulkan, diperoleh

a. Melakukan kegiatan orientasi dengan berfokus pada rencana pembelajaran IPA tentang sumber daya alam dengan menggunakan pendekatan konseptual di kelas IV SD Negeri

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah variabel Total Quality Management (TQM), Sistem Pengukuran Kinerja, dan Sistem Penghargaan secara simultan atau

Berdasarkan hasil penelitian analisa profil protein selama proses fermentasi tepung singkong dengan biakan angkak dari berbagai lama fermentasi (hari) dapat dilihat

Dalam kajian ini terdapat lima faktor utama yang dikenal pasti sebagai penyebab berlakunya perlanggaran tatasusila agama dalam kalangan umat Islam di negara ini iaitu