• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Eka Pentiernitasari A1f Program S1 Pgpaud Fkip Universitas Jambi ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Eka Pentiernitasari A1f Program S1 Pgpaud Fkip Universitas Jambi ABSTRAK"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

1 Oleh: Eka Pentiernitasari

A1f113016

Program S1 Pgpaud Fkip Universitas Jambi

ABSTRAK

Kata Kunci : Metode Bercerita dengan Media Gambar, Kemampuan Berbicara Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak belum berkembang dengan optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Adapun jenis metode eksperimen yang digunakan adalah menggunakan rancangan “Pretest-posttest

control group design” yaitu terdapat dua kelompok yang dipilih, populasi penelitian adalah seluruh anak RA Raudhatul Islamiyah sebanyak 62 orang. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas B berjumlah 41 anak yang terbagi menjadi 2 kelas yaitu B1 sebanyak 20 anak dan B2 sebanyak 21 anak. Teknik analisis datanya menggunakan uji t, karena dua sampel yang diuji relative kecil maka uji normalitas dan homogenitas tidak dilakukan sehingga analisis data langsung menggunakan uji t, hipotesis menggunakan uji nonparametric yang dipakai adalah Uji Mann Whitney.

Hasil penelitian membuktikan bahwa dk = n1+n2-2 = 21+20-2 = 39 dan taraf signifikasi 𝛼 = 0,05 angka batas penolakan hipotesis dalam tabel t adalah 1,69, sedangkan nilai t yang diperoleh adalah sebesar 4,53 , ternyata thitung > ttabel.

Hal ini membuktikan ada pengaruh yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas control. Hasil Uji Mann Whitney membuktikan bahwa nilai kritis Ztabel,

(2)

diperoleh - 3,09 , ternyata Zhitung < - Z

2 hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kemampuan berbicara anak usia dini di kelas B1 dan B2.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa metode bercerita dengan media gambar berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan mempertahankan diri dari semakin kerasnya kehidupan dunia dan dari berbagai tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan hal terpenting dan merupakan suatu kebutuhan hidup sehingga manusia dapat beradaptasi dengan sesama, baik itu dengan lingkungan sekitar maupun lingkungan luas.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudi luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan dan rasa tanggungjawab. Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, yang mempunyai tujuan tinggi dari sekedar

(3)

untuk bertahan hidup, sehingga manusia menjadi lebih terhormat dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada yang tidak berkependidikan.

Anak usia dini memiliki peran yang sangat strategis dalam proses peletakkan dasar pendidikan generasi bangsa pada masa mendatang. Pendidikan anak usia dini merupakan tahap awal proses pendidikan yang diselenggarakan secara terstruktur dalam upaya pembentukan sumber daya manusia Indonesia agar kelak mampu menjadi generasi yang andal dan mampu membangun bangsanya serta memiliki harkat dan martabat yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain (Kemendiknas, 2010).

Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 14, yang berbunyi “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut.

Ditinjau dari Perkembangannya, anak usia dini merupakan masa pertumbuhan yang paling penting karena menentukan masa perkembangan selanjutnya. Disebutkan Santoso (2005:2.8) bahwa masa anak usia dini menempati posisi yang paling penting dalam perkembangan otaknya. Selanjutnya dinyatakan bahwa karena perkembangan otaknya tersebut usia 0-6 tahun disebut sebagai usia emas (golden age). Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini dirasa penting karena menentukan keberhasilan anak selanjutnya.

(4)

Menurut Masitoh (2008) menyatakan bahwa perkembangan anak prasekolah meliputi perkembangan fisik dan motoric, kognitif, social emosional dan bahasa. Masing-masing perkembangan tersebut saling berkolaborasi antara perkembangan satu dengan perkembangan yang lain pada anak. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi pada khususnya.

Kemampuan berbahasa memiliki empat aspek atau ruang lingkup yaitu kemampuan mendengarkan, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan kemampuan menulis. Setiap aspek keterampilan itu berkaitan erat dengan tiga aspek keterampilan lainnya. Keterampilan berbahasa tersebut diperoleh melalui hubungan yang teratur, yaitu pada masa kecil anak belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan menulis.

Menurut Suhartono (2005:20) kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kelancaran berbicara harus diupayakan sejak dini, karena dengan lancarnya berbicara anak dapat menjaga kondisi berhubungan dengan orang lain baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Memacu kemampuan berbicara anak merupakan sesuatu yang penting. Menurut Harlock dalam Musfiroh (2005:102) Kemampuan berbicara sangat mempengaruhi penyesuaian social dan pribadi anak, yaitu : 1) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh pemuasan kebutuhan dan keinginan, 2) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh perhatian dari orang lain atau menjadi pusat

(5)

perhatian, 3) Anak yang pandai berbicara akan mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak pandai berbicara, 4) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh penilaian baik, kaitannya dengan isi dan cara berbicara, 5) Anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar orang tentang dirinya, 6) Anak yang pandai berbicara biasanya memiliki kemampuan akademis yang lebih baik, 7) Anak yang pandai berbicara lebih mampu memberikan komentar positif dan menyampaikan hal-hal yang baik kepada lawan bicara, 7) Anak yang pandai berbicara cenderung pandai mempengaruhi dan meyakinkan teman sebayanya.

Dari kemampuan berbicara yang dicapai oleh anak usia dini, ada tiga hal penting yang harus dikembangkan dalam kemampuan berbicara anak yaitu: (1) dapat berbagi pengalaman verbal (dalam bentuk cerita) missal dalam kegiatan pembelajaran dikelas dapat ditingkatkan melalui kegiatan pemberian kesempatan kepada anak untuk dapat bercerita pengalaman pribadinya, (2) dapat menggunakan kalimat yang kompleks, dan (3) mampu menceritakan kembali isi cerita yang sudah disampaikan oleh guru.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2017 di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak belum berkembang dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari 21 orang anak baru 9,52 % anak yang sudah mampu berkomunikasi dengan baik Seperti lantang atau langsung bertanya kepada guru tentang apa yang didengar, mengajukan pertanyaan, menjawab

(6)

pertanyaan, dan mengungkapkan pendapat, ini berarti masih terdapat 90,48% anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik. Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru cenderung monoton, sehingga kurang menarik perhatian anak. Didalam proses pembelajaran, kegiatan dilakukaan tidak dengan bermain. Selama guru menyajikan cerita, teknik yang digunakan kurang bervariasi. Teknik tersebut antara lain dengan bercerita tanpa alat peraga yakni teknik bercerita dimana guru bercerita di depan kelas tanpa adanya media pendukung. Sedangkan pembelajaran dilakukan secara klasikal dengan guru sebagai pengendali, pemberi instruksi, dan focus utama sehingga anak menjadi pasif.

Kunci utama dalam mengembangkan kemampuan berbicara pada anak usia dini yaitu dengan menggunakan metode yang dikemas secara menyenangkan dan menarik, agar anak tertarik untuk menyimak dan membagikan kepada orang lain. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak yang bersifat unik dan menarik, yang menggetarkan perasaan anak, dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas.

Metode bercerita adalah cara penyampaian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita kepada anak. dengan menggunakan metode bercerita dapat melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir anak, daya konsentrasi anak, daya imajinasi anak, dan membantu perkembangan berbicara anak.

Salah satu media yang dapat digunakan untuk memotivasi anak untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak dalam kegiatan bercerita yaitu dengan bercerita dengan media gambar sehingga anak akan tertarik dan mengikuti

(7)

cerita sampai tuntas, serta anak mampu berbicara dan menceritakan secara urut ketika disuruh untuk menceritakan kembali isi cerita. Dengan menggunakan media gambar yang dapat menarik perhatian anak, maka metode bercerita ini akan berfungsi dengan baik. Untuk mengetahui apakah metode bercerita dengan media gambar dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Berdasarkan uraian diatas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Metode Bercerita dengan Media Gambar terhadap Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat”.

1.2Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan maka peneliti membatasi permasalahan penelitian, yaitu:

1. Kemampuan berbicara yang diteliti dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan minat anak bicara, kosa kata, pengucapan / mengucapkan kata, dan pengenalan kalimat sederhana.

2. Metode Pembelajaran yang digunakan yaitu metode bercerita dengan media gambar

3. Anak usia dini yang dimaksud yaitu anak usia 5-6 tahun di RA Raudhatul Islamiyah

(8)

Berdasarkan batasan masalah yang peneliti buat dapat peneliti rumuskan bahwa Apakah Metode Bercerita dengan Media Gambar berpengaruh terhadap Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah?

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat

1.5Manfaat Penelitian

Dari Penelitian tersebut maka penulis berharap dapat memberikan manfaat: 1. Secara teoritis

Menambah wawasan dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan kemampuan berbicara melalui metode bercerita dengan media gambar. 2. Secara Praktis

a. Anak

Penelitian metode bercerita ini dapat memberikan pengalaman belajar anak yang lebih bervariasi sehingga dapat memotivasi kemampuan berbicara anak

b. Guru

Menambah masukan tentang metode bercerita dengan media gambar agar dapat mengembangkan kualitas pembelajaran.

(9)

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran pada waktu yang akan datang

1.6Hipotesis

Penelitian ini akan membuktikan hipotesis sebagai berikut: terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini

1.7 Definisi Operasional

1. Metode Bercerita merupakan cara bertutur kata dan penyampaian cerita kepada orang lain secara lisan, agar oranglain tertarik untuk mendengarkannya dan mendapatkan hikmah dari isi cerita yang disampaikannya.

2. Kemampuan Berbicara anak usia dini adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu pada orang lain, sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang-orang yang berada disekitar anak.

(10)

1.8Kerangka Konseptual Sampel Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Pre-test Post-test Hasil Kesimpulan Analisis Statistika Hasil Diterapkan Metode

Bercerita dengan media gambar

Tidak diterapkan metode bercerita dengan media gambar Populasi

(11)

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Konsep Kemampuan Berbicara

2.1.1 Pengertian Kemampuan Berbicara

Kemampuan Berbicara adalah kemampuan penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain dengan mudah. Menurut Suhartono (2005:22) mendefinisikan bicara sebagai suatu penyampaian maksud tertentu dengan mengucap bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005:165), Kemampuan berbicara adalah “beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksud”. Bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting.

Menurut Hariyadi dan Zamzani (dalam Suhartono, 2005:20) menyatakan bahwa kemampuan berbicara adalah proses komunikasi, sebab di dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain.

(12)

Berdasarkan pengertian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara anak adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu pada orang lain, sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang-orang yang berada disekitar anak.

Kemampuan berbicara anak usia dini, khususnya usia 5-6 tahun kemampuan berbicara secara mengagumkan. Owens dalam Rita Kurnia (2009:37) mengemukakan bahwa anak usia tersebut memperkaya kemampuan berbicaranya melalui pengulangan. Maka mereka sering mengulangi kosa kata yang baru dan unik sekalipun belum memahami artinya. Dalam mengembangkan berbicara tersebut, anak menggunakan fast wrapping yaitu suatu proses dimana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarkannya sekali atau dua kali dalam dialog. Pada masa dini inilah anak mulai mengkomunikasikan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.

Aliday dan Hasan dalam Rita Kurnia (2009:38) mengemukakan, anak usia 5-6 tahun rata-rata dapat menggunakan 900-1000 kosa kata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat berbentuk kalimat pernyataan, negative, dan perintah. Anak usia 5 tahun sudah mulai menggunakan kalimat yang beralasan seperti “saya menangis karena sakit”. Pada usia 6 tahun pembicaraan mereka mulai berkembang dimana kosa kata yang digunakan lebih banyak dan rumit.

(13)

Menurut Hurlock (diacu dalam Sunaryanto, 2015) mengemukakan kriteria untuk mengukur tingkat kemampuan berbicara secara benar atau hanya sekedar ‘membeo’ sebagai berikut:

1. Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu menghubungkannya dengan objek yang diwakilinya. Jadi, anak tidak hanya mengucapkan tetapi juga mengetahui arti kata yang diucapkannya. 2. Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain

dengan mudah. Hal tersebut berarti bahwa anak melafalkan dengan jelas kata yang diucapkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti orang lain, sehingga orang lain dapat memahami maksud apa yang diucapkan.

3. Anak memahami kata-kata tersebut bukan karena telah sering mendengar atau menduga - duga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur kemampuan berbicara anak adalah anak mengetahui arti kata yang diucapkannya, anak dapat melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain, dan memahami kata-kata yang diucapkannya.

Kemampuan berbicara perlu dilatih kepada anak sejak dini, supaya anak dapat mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata sehingga mampu mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain. Belajar berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan dari orang dewasa melalui percakapan. Dengan percakap-cakap anak akan menemukan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya dan mengembangkan bahasanya. Anak membutuhkan penguatan, pujian, stimulasi dan

(14)

model atau contoh yang baik dari orang dewasa agar kemampuannya dapat berkembang secara maksimal.

Berdasarkan pengertian kemampuan berbicara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk mengekspesikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.

Memacu kemampuan berbicara anak merupakan sesuatu yang penting. Menurut Harlock dalam Musfiroh (2005:102) Kemampuan berbicara sangat mempengaruhi penyesuaian social dan pribadi anak, yaitu :

1) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh pemuasan kebutuhan dan keinginan.

2) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh perhatian dari orang lain atau menjadi pusat perhatian.

3) Anak yang pandai berbicara akan mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak pandai berbicara.

4) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh penilaian baik, kaitannya dengan isi dan cara berbicara.

5) Anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar orang tentang dirinya.

(15)

6) Anak yang pandai berbicara biasanya memiliki kemampuan akademis yang lebih baik.

7) Anak yang pandai berbicara lebih mampu memberikan komentar positif dan menyampaikan hal-hal yang baik kepada lawan bicara. 8) Anak yang pandai berbicara cenderung pandai mempengaruhi dan

meyakinkan teman sebayanya. Hal ini mendukung posisi anak sebagai pemimpin.

Dari kemampuan berbicara yang dicapai oleh anak usia 5-6 tahun, ada tiga hal penting yang harus dikembangkan guna meningkatkan kemampuan berbicara anak yaitu: (1) dapat berbagi pengalaman verbal (dalam bentuk cerita) missal dalam kegiatan pembelajaran dikelas dapat ditingkatkan melalui kegiatan pemberian kesempatan kepada anak untuk dapat bercerita pengalaman pribadinya, (2) dapat menggunakan kalimat yang kompleks, dan (3) mampu menceritakan kembali isi cerita yang sudah disampaikan oleh guru dapat dioptimalkan dengan adanya penggunaan media gambar pada saat bercerita dengan tujuan unuk menarik perhatian anak, sehingga anak merasa senang dan kegiatan bercerita menjadi lebih efektif.

2.1.2 Perkembangan Berbicara anak

Menurut Nurbiana (diacu dalam Sunaryanto, 2015) terdapat dua tipe perkembangan berbicara anak:

1. Egosentric Speech, terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Perkembangan berbicara

(16)

anak dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.

2. Socialized speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya atau pun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat 5 bentuk socialized speech yaitu:

a. Saling Tukar informasi untuk tujuan bersama;

b. Penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain; c. Perintah, permintaan, ancaman

d. Pertanyaan; e. Jawaban

Selanjutnya Nurbiana (diacu dalam Sunaryanto, 2015) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan.

Aspek kebahasaan meliputi: 1. Ketepatan ucapan

2. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; 3. Pilihan kata;

4. Ketetapan sarana pembicaraan Aspek non kebahasaan meliputi:

1. Sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; 2. Kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; 3. Kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara;

(17)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tipe perkembangan berbicara anak usia 5 - 6 tahun yaitu anak mulai berinteraksi dengan temannya ataupun lingkungannya. Dari interaksi tersebut anak dapat saling menyampaikan informasi, menyuruh, meminta, bertanya ataupun menjawab pertanyaan dan untuk mengukur kemampuan berbicara anak adalah anak mengetahui arti kata yang diucapkannya, anak dapat melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain dan memilih kata-kata-kata-kata yang diucapkan anak.

2.1.3 Tahapan Berbicara Anak

Pateda dalam Suhartono (2005:49) menjelaskan tahapan perkembangan awal ujaran anak, yaitu tahap penamaan, tahap telegrafis, dan tahap transformasional. Tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Penamaan

Pada tahap ini anak mengasosiasikan bunyi-bunyi yang pernah didengarnya dengan benda, peristiwa, situasi, kegiatan, dan sebagainya yang pernah dikenal melalui lingkungannya. Pada tahap ini anak baru mampu menggunakan kalimat terdiri atas satu kata atau frase. Kata-kata yang diujarkannya mengacu pada benda-benda yang ada di sekelilingnya.

2. Tahap Telegrafis

Pada tahap ini anak mampu menyampaikan pesan yang diinginkannya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata. Anak menggunakan dua atau tiga kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud

(18)

tertentu dan ada hubungannya dengan makna. Ujaran tersebut sangat singkat dan padat. Oleh karena itu, ujaran anak sejenis ini disebut juga telegrafis. Steinbergh (Suhartono, 2005: 50) mengatakan bahwa pada tahap ini anak berumur sekitar dua tahun.

3. Tahap Transformasional

Pada tahap ini anak sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya, menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Pada tahap ini anak sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam. Berbagai kegiatan anak aktivitasnya dikomunikasikan atau diujarkan melalui kalimat-kalimat. Yang termasuk pada tahap ini yaitu anak berumur lima tahun.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan berbicara anak RA kelompok B (5-6) tahun berada pada tahap transformasional. Pada tahap tersebut anak sudah dapat berani bertanya, menyuruh, menyanggah, menginformasikan sesuatu serta berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam.

2.1.4 Karakteristik Berbicara Anak usia 5-6 tahun

Menurut Enawulan (2005:49), perkembangan berbicara anak usia 5-6 tahun adalah sudah dapat mengucapkan kata dengan jelas dan lancar, dapat menyusun kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, dapat menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan dan

(19)

kata sandang. Pada masa akhir usia taman kanak-kanak umumnya anak sudah mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara berbicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.

Hasil penelitian Loban, Hunt, dan Casda yang dikutip oleh Ellies (Muh. Nur Mustakim, 2005:129) mengemukakan tentang karakteristik berbicara anak usia 5-6 tahun sebagai berikut: suka berbicara dan umumnya berbicara kepada seseorang, tertarik menggunakan kata-kata baru dan luas, banyak bertanya, tata bahasa akurat dan beralasan, menggunakan bahasa yang sesuai, dapat mendefinisikan dengan bahasa yang sederhana, menggunakan bahasa dengan agresi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sangat aktif berbicara.

Selanjutnya Nurbian (2008:39) menyebutkan anak usia 4-6 tahun mempunyai karakteristik berbicara yaitu:

1. Kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik

2. Melaksanakan 2-3 perintah lisan secara berurutan dengan benar

3. Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urut yang sudah dipahami

4. Menyebutkan nama, jenis kelamin dan umurnya.

5. Menggunakan kata Tanya seperti bagaimana, apa, mengapa, kapan 6. Membandingkan dua hal

7. Memahami konsep timbal balik 8. Menyusun kalimat

9. Mengucapkan lebih dari tiga kalimat 10. Mengetahui tulisan sederhana

Dari beberapa pengertian karakteristik bahasa anak di atas, karakteristik perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun sudah dapat menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan dan kata sandang.

(20)

Selain itu anak suka berbicara dan umumnya berbicara kepada seseorang, tertarik menggunakan kata-kata baru dan luas, banyak bertanya. Indikator anak yang terampil berbicara adalah anak dapat berbicara dengan lancar, berani mengemukakan ide kepada orang lain, berani bertanya dan menjawab pertanyaan, berani menyampaikan kegiatan yang telah dilakukan dan dapat menyusun kalimat dengan baik dan benar.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara Anak Kemampuan Berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa factor baik factor dari dalam diri maupun dari luar. Menurut Hurlock (1978) diacu dalam Wigayuwiva (2014) Kemampuan Berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1. Kesiapan fisik untuk Berbicara

Kemampuan berbicara bergantung pada kematangan mekanisme bicara. Sebelum semua organ bicara mencapai bentuk yang lebih matang, saraf dan otot mekanisme suara tidak dapat menghasilkan bunyi yang diperlukan bagi kata-kata.

2. Kesiapan Mental untuk Berbicara

Kesiapan mental untuk berbicara tergantung pada kematangan otak, khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan tersebut berkembang di antara umur 12 dan 18 bulan dan dalam perkembangan berbicara dipandang sebagai “saat dapat diajar”

(21)

Model yang baik untuk ditiru diperlukan agar anak tahu mengucapkan kata dengan benar. Model tersebut mungkin orang di lingkungan sekitar mereka. Jika mereka kekurangan model yang baik, maka mereka akan sulit belajar berbicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan bercerita. 4. Kesempatan untuk Berpraktik

Jika anak tidak diberikan kesempatan untuk berpraktek maka mereka akan putus asa dan memotivasi anak menjadi rendah. Untuk bermain peran dalam situasi kehidupan yang sebenarnya serta mempraktikkan kemampuan berbahasa sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak.

5. Motivasi

Jika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak untuk belajar berbicara akan melemah.

6. Bimbingan

Cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah menyediakan model yang baik, mengadakan kata-kata dengan jelas, serta memberikan bantuan mengikuti model.

Ungkapan lain mengenai factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara dikemukakan oleh Rahayu (2007) diacu dalam wigayuwiva (2014) yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:

(22)

a) Gaya ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai dengan spontans, lugas atau bersosialisasi.

b) Gaya perintah, gaya ini menunjukkan kewenangan dan bernada memberikan keputusan.

c) Gaya pemecahan masalah, gaya ini bernada rasional, tanpa prasangka, dan lemah lembut.

2. Metode penyampaian metode ini terdiri dari: (a) penyampaian mendadak; (b) penyampaian tanpa persiapan; (c) penyampaian dari naskah; dan (d) penyampaian dari ingatan.

Berdasarkan uraian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara dapat dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru serta adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal itu dapat dilakukan dengan media gambar.

2.1.6 Aspek-aspek Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini

Untuk mngembangkan kemampuan berbicara terdapat beberapa aspek kegiatan kemampuan berbicara. Menurut Harun Rasyid, Mansur, dan Suratno (2009), aspek-aspek tersebut diantaranya:

a. Minat anak Berbicara

Merangsang minat anak untuk berbicara dimaksudkan supaya anak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan ide, gagasan, pendapat, keinginan, apa yang ada dalam pikirannya sesuai dengan kegiatan sehari-hari. Hal yang

(23)

sebenarnya dilakukan oleh pengasuh ketika anak diam, berceritalah. Ketika anak bercerita, simaklah. Ketika anak bertanya, jawablah. Ketika anak menjawab, dukunglah dengan pujian, kalimat penyemangat. Syarat yang lebih penting adalah pendengar yang baik untuk menangkap berbagai jenis nada bicara.

b. Kaya Kata (Kosa Kata)

Dalam mengembangkan kosa kata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi. Karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan karena sebagian bunyinya hampir sama, tetapi artinya yang berbeda. Oleh karena itu membangun kosa kata jauh lebih sulit daripada mengucapkannya. Kegiatan perbendaharaan kata anak dapat dilakukan dengan menyebutkan benda-benda disekitarnya.

c. Pengucapan (lafal)

Tingkat kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh seringnya kata-kata yang diucapkan kepada anak sejak dini secara berulang-ulang yang selalu didengar dari lingkungannya. Kata-kata yang diucapkan oleh anak secara berulang-ulang akan berpengaruh pada kemampuan berbicara anak.

d. Pengenalan Kalimat Sederhana

Untuk mengekspresikan gagasan dalam bentuk bahasa, anak perlu menguasai sejumlah kata, lalu menyusunnya menjadi satuan-satuan yang disebut kalimat. Menyusun kalimat dapat dilakukan dengan pengenalan bentuk kalimat melalui cerita. Dalam cerita ada kalimat sederhana yang diperkenalkan pada anak sehingga anak akan mampu menangkap dan menyesuaikan diri dalam berkalimat.

(24)

2.1.7 Pembelajaran Untuk Kemampuan Berbicara Anak

Menurut Dhieni (2005:7.1 ), metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak yaitu menggunakan metode bercakap-cakap, Tanyajawab, dan metode bercerita. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Metode bercakap-cakap yaitu merupakan interaksi yang terjadi antara guru dengan anak yang bersifat menyenangkan karena berupa dialog dan guru bertindak sebagai motivator.

b. Metode Tanya jawab artinya interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi ini terjadi karena ada sesuatu hal yang harus ditanyakan oleh guru dan ada yang harus menjawab yaitu anak secara lisan.

c. Metode bercerita yaitu salah satu pembelajaran pengalaman bagi anak untuk menggunakan cerita lisan, guru membawakan cerita harus menarik, salah satunya dengan gambar agar menarik perhatian anak dan tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai.

Upaya yang digunakan untuk kemampuan berbicara anak dari adanya beberapa metode pembelajaran diatas yang sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman belajar anak yaitu dengan menggunakan metode bercerita dengan media gambar yang menarik dalam bercerita, karena dengan adanya metode bercerita anak akan lebih efektif karena ditambah dengan penggunaan gambar yang menarik perhatian anak.

(25)

2.2Konsep Metode Bercerita dengan Media gambar 2.2.1 Pengertian Bercerita

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan menyenangkan, oleh karena itu orang yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik (Dhieni, 2009:6.4)

Bercerita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Artinya, dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian, perkataan yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 278), ada beberapa bentuk tugas kegiatan bercerita yang dapat dilatih untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berbicara pada anak, yaitu (1) bercerita berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercakap-cakap, (4) berpidato, (5) berdiskusi.

Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Hampir setiap siswa yang telah menikmati suatu cerita akan selalu siap untuk menceritakannya kembali, terutama jika cerita tersebut mengesankan bagi siswa. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001:289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur

(26)

penting yang harus dikuasai anak dalam bercerita yaitu linguistik dan unsur apa yang diceritakan.

Dalam kegitan pendidikan anak usia dini, bercerita merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, antar guru, orangtua murid, atau siapapun yang ada pada proses pembelajaran anak usia dini untuk menyampaikan pembelajaran dengan menarik. Kegiatan bercerita ini pun dapat dilaksanakan oleh anak, antar anak atau anak dengan orang dewasa, sesuai dengan perkembangan bahasa anak (Kusnaini, 2004).

Dengan kata lain, Bercerita merupakan salah satu kemampuan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna menjadi jelas. Dengan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperolehnya.

2.2.2 Teknik Metode Bercerita

Menurut Moeslichatoen (dalam Masyitoh, 2005:10.4) mengemukakan beberapa macam teknik bercerita yang dapat digunakan oleh guru , antara lain sebagai berikut:

1. Membaca langsung dari buku cerita

Bercerita dengan menggunakan langsung dari buku cerita dapat dilakukan guru jika guru memiliki buku cerita yang sesuai dengan anak, terutama dikaitkan

(27)

dengan pesan-pesan yang tersirat dalam cerita tersebut. Teknik bercerita dengan membacakan langsung perlu memperhatikan pula teknik membaca agar cerita yang dibawakan menjadi menarik serta “berjiwa” karena guru membacakannya dengan intonasi suara, hafal dan ekspresi wajah yang tepat.

2. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Penggunaan ilustrasi gambar dapat menarik perhatian anak, sehingga teknik ini akan berfungsi dengan baik. Penggunaan ilustrasi gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian anak pada jalannya cerita.

3. Menceritakan dongeng

Cerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama, mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi kegenarasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan kepada anak didik.

4. Bercerita dengan menggunakan papan flanel

Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi seluas papan dengan kain flanel yang berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh yang mewakili perwatakan dalam cerita.

5. Dramatisasi suatu cerita

Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat universal. Menurut Masyitoh (2005:10.3) menyebutkan beberapa kriteria pemilihan cerita untuk anak, diantaranya sebagai berikut:

(28)

1. Cerita itu harus menarik dan memikat perhatian kepada guru itu sendiri. Jika cerita itu menarik dan memikat perhatian, maka guru akan bersungguh-sungguh dalam menceritakan kepada anak secara mengasyikkan.

2. Cerita itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya, dan bakat anak supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan terlibat aktif dalam kegiatan bercerita.

3. Cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi cerita anak. Cerita itu harus cukup pendek, dalam rentangan jangkauan waktu perhatian anak.

Dalam teknik bercerita ini, peneliti menggunakan teknik Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.

2.2.3 Prosedur penerapan pembelajaran melalui bercerita

Bercerita memiliki manfaat yang besar bagi pencapaian tujuan pendidikan, serta perkembangan anak. Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita, harus terlebih dahulu menetapkan rancangan prosedur yang harus dilalui dalam bercerita. Hal ini diperlukan agar penerapan pembelajaran melalui bercerita dapat berjalan dengan baik, sesuai dengn yang diharapkan. Menurut Masitoh (2005:10.11) Berikut ini langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan metode bercerita:

1. Menetapkan tema bercerita

Hal ini dilakukan agar kegiatan bercerita menjadi terarah karena mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan serta tema yang dipilih. Tujuan

(29)

mengacukepada kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh anak melalui kegiatan bercerita. Tema dipilih berdasarkan pada tujuan yangtelah ditetapkan serta berdasarkan pada kehidupan anak.

2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih

Setelah menetapkan tujuan kegiatan bercerita serta memilih tema cerita, selanjutnya menetapkan bentuk cerita yang akan dipilih sesuai tema yang telah ditetapkan sebelumnya. Bentuk-bentuk yang bias dipilih, seperti bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi gambar, menggunakan papan fanel, menceritakan dongeng. Dalam hal ini peneliti menggunakan cerita dengan media gambar.

3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita

Bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita sangat tergantung pada bentuk bercerita yang dipilih guru. Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu dengan buk berisikan gambar-gambar berwarna yang menarik untuk anak.

4. Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita

Rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita merupakan urutan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru pada saat kegiatan bercerita berlangsung.

a. Mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita

Mengkomunikasikan tujuan dan tema merupakan pemberian informasi tentang tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih. b. Mengatur tempat duduk

(30)

Mengatur tempat duduk merupakanhal yang cukup penting, karena posisi tempat duduk dipengaruhi oleh pengorganisasian kelas yang dipilih.

Langkah-langkah pelaksanaan bercerita dengan media gambar menurut kusaini (2004: 16) adalah sebagai berikut:

1. Guru mengatur posisi duduk anak/ mengorganisasikan kelas 2. Menyiapkan alat peraga

3. Guru memotifasi anak untuk mendengarkan cerita 4. Guru memberi tahu judul cerita

5. Guru mulai bercerita sambil memegang gambar dan memberlihatkannya pada anak didik

6. Guru bercerita berurutan sesuai cerita

Setelah selesai bercerita guru memberikan kesimpulan, dan guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.

2.2.4 Metode bercerita dengan Media Gambar

Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan anak usia dini (Masitoh,2005:10.4).

Menurut Kusnaini (2004: 4) metode bercerita merupakan cara bertutur kata dan penyampaian cerita kepada orang lain secara lisan, agar oranglain tertarik untuk mendengarkannya dan mendapatkan hikmah dari isi cerita yang

(31)

disampaikannya. Dalam pendidikan anak usia dini metode bercerita adalah cara guru bercerita pada anak didik untuk memperkenalkan hal-hal baru dan menyampaikan pembelajaran mengembangkan berbagai kompetensi dasar anak usia dini. Biasanya kegiatan bercerita dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga ketika anak pulang menjadi tenang, naun demikian tidak selalu pada saat kegiatan penutup, bercerita dapat pula dilakukan pada saat pembukaan maupun inti. Setiap cerita yang akan disajikan.pada saat bercerita guru dapat berdialog dengan anak dengan maksud menjelaskan isi gambar yang ditujukan guru atau bagian cerita yang sedang disampaikan guru (Kusnaini, 2004).

Metode bercerita dengan gambar merupakan salah satu cara yang paling mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan interaksi dengan anak-anak. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata (bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar). Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata dan bahasa gambar, anak jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Hal ini disebabkan, oleh anak apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya dengan apa yang diinginkan orang tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa penulis menggunakan metode cerita dengn gambar diantaranya adalah :

a. Memudahkan anak untuk bercerita b. Lebih menarik minat anak

(32)

2.2.5 Tujuan Metode Bercerita dengan Media Gambar

Pada usia 5-6 tahun, anak-anak mulai dapat menikmati sebuah cerita pada saat ia mengerti tentang peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan mampu mengingat beberapa berita yang diterimanya. Hal ini menurut Depdiknas (2005: 5) ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut:

a. Mampu menggunakan kata ganti saya dan berkomunikasi.

b. Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung.

c. Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.

d. Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana.

e. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.

Bercerita bagi anak usia dini bertujuan agar anak mampu mendengarkan dengan berkonsentrasi dan mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang diceritakan.

Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2001: 277), yang mengemukakan bahwa tujuan bercerita adalah untuk mengemukakan sesuatu kepada orang lain.

(33)

Mudini dan Salamat Purba (2009: 4) menjelaskan tujuan bercerita, sebagai berikut:

a. Mendorong atau menstimulasi

Maksud dari mendorong atau menstimulasi yaitu apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela Negara.

b. Meyakinkan

Maksud dari meyakinkan yaitu apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam meyakinkan adalah argumentasi. Untuk itu, diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat argumentasi untuk meyakinkan pendengar. c. Menggerakkan

Maksud dari menggerakkan apabla pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.

(34)

Maksud dari menginformasikan yaitu apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya.

e. Menghibur

Maksud dari menghibur yaitu apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira lainnya

Menurut Gunarti, (2008:5.4) menyatakan bahwa tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, diantaranya kemampuan menyimak, kemampuan berbicara, serta menambah kosa kata yang dimilikinya.

2) Mengembangkan berfikirnya karena dengan bercerita anak diajak untuk memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita serta mengembangkan kemampuan secara simbolik.

3) Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan mengembangkan kemampuan moral dan agama.

4) Mengembangkan konsep kepekaan social-emosiaonal anak tentang hal-hal yang terjadi disekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikannya.

(35)

5) Melatih daya ingat atau memori anak untuk menerima dan menyimpan informasi melalui tuturan yang disampaikan.

6) Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang dituturkan.

Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2001: 277), yang mengemukakan bahwa tujuan bercerita adalah untuk mengemukakan sesuatu kepada orang lain.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan bercerita bagi anak usia dini agar anak didik mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, ia dapat bertanya apabila tidak memahaminya, selanjutnya ia dapat mengekspresikan terhadap apa yang diceritakannya, sehingga hikmah isi cerita dapat dipahami dan lambat laun dilaksanakannya.

2.2.6 Manfaat Bercerita dengan Media Gambar

Kegiatan bercerita selain membantu perkembangan bahasa anak, juga dapat membangun hubungan yang erat antara guru dan anak. Melalui bercerita, guru berinteraksi secara akrab dan penuh kasih sayang dengan anak-anak. Penelitian Ferguson (Solehuddin, 2000: 92) menunjukkan bahwa anak-anak yang

(36)

dibacakan kepada mereka cerita-cerita semasa kecil memperoleh skor lebih tinggi dalam tes keterampilan berbicara daripada anak-anak lainnya.

Beberapa manfaat metode bercerita dengan gambar bagi anak usia dini (Dhieni et al, 2009:6.8), yaitu:

1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak usia dini, artinya anak usia dini dapat dirangsang, untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.

2) Melatih daya pikir anak, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab-akibatnya.

3) Melatih daya konsentrasi anak, untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, karena dengan pemusatan perhatian tersebut anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap ide pokok dalam cerita.

4) Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan daya imajinasinya dapat membayangkan atau menggambarkan suatu situasi yang berada di luar jangkauan inderanya bahkan yang mungkin jauh dari lingkungan sekitarnya,ini berarti membantu mengembangkan wawasan anak. 5) Menciptakah situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana

hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, anak usia dini senang mendengarkan cerita terutama apabila gurunya menyajikannya dengan menarik.

(37)

6) Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efesien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.

2.2.7 Fungsi dan Peranan Cerita dengan Media gambar

Cerita dengan gambar merupakan media komunikasi yang kuat. Fungsi-fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh cerita bergambar antara lain adalah untuk pendidikan, untuk advertising, maupun sebagai sarana hiburan. Tiap jenis cerita bergambar memiliki kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan jelas.

Berikut beberapa fungsi dari cerita bergambar menurut:

1. Cerita dengan gambar untuk informasi pendidikan, baik cerita maupun desainnya dirancang khusus untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan. Inti pesan harus dapat diterima dengan jelas, misalnya “ hindari pemecahan masalah dengan kekerasan”.

2. Cerita dengan gambar sebagai media advertising. Mascot suatu produk yang dijadikan tokoh utama dengan sifat-sifat sesuai dengan citra yang diinginkan produk atau brand tersebut. Sementara pembaca membaca cerita bergambar, pesan-pesan promosi produk atau brand dapat tersampaikan.

3. Cerita dengan gambar sebagai sarana hiburan merupakan jenis yang paling umum dibaca oleh anak-anak dan remaja. Bahkan sebagai hiburan sekalipun. Cerita bergambar dapat memiliki muatan yang baik. Nilai-nilai seperti kesetiakawanan, persahabatan, dan pantang menyerah dapat digambarkan secara dramatis dan mengunggah hati pembaca.

(38)

Menurut Kusnaini dalam bukunya dengan judul teknik bercerita mengungkapkan bahwa fungsi kegiatan bercerita anak usia dini adalah membantu perkembangan bahasa anak. Dengan bercerita indra pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, denganmengucapkan kata secara tepat, dan melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangan anak. Selanjutnya anak dapat mengekspresikannya melalui menyanyi, bersyair, menulis ataupun menggambar sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi, gambar ataupun tulisan.

2.2.8 Teori Metode Bercerita dengan media gambar dan kaitannya dengan kemampuan berbicara anak usia dini

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik (Dhieni, 2009:6.4)

Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu merekam beberapa kabar berita. Masa tersebut terjdi pada usia 5-6 tahun. (Depdiknas dalam Dhieni, 2009: 6.4). Dengan demikian seorang anak dengan usia tersebut anak dapat memperhatikan penyampaian cerita secara sederhana yang sesuai dengan karakternya. Ia akan mendengarkan cerita itu dan menikmatinya lalu menceritakan kembali isi cerita yang disampaikan dengan bahasanya.

(39)

Dalam kegiatan anak usia dini, bercerita merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, antar guru, orangtua murid, atau siapapun yang ada pada proses pembelajaran anak usia dini untuk menyampaikan pembelajaran dengan menarik (Kusnaini,dkk).

Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 5-6 tahun adalah membantu perkembangan berbicara anak. Dengan bercerita, pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara, dengan menambah perbendaharaan kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya( Tampubolon dalam Dhieni, 2009:6.7)

2.3Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini mengenai Metode Bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, berdasarkan eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa kaitan dengan penelitian ini.

1. Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Adzani Novita Amalia Rani pada tahun 2016 yang berjudul “Hubungan Antara Penggunaan Media Kartu Gambar cerita berseri dengan kemampuan berbicara anak usia dini”.

(40)

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat non eksperimen dengan metode korelasional.

2. Hasil Penelitian relevan yang kedua yaitu dilakukan oleh Septiyani Windi Utami tahun 2014 dengan judul “ Pengaruh metode bercerita dengan gambar terhadap perkembangan bahasa anak usia 3-5 tahun di PAUD Sariharjo Ngaglik Sleman”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen (non equivalent control group design). Sampel berjumlah 72 anak usia 3-5 tahun di PAUD Sariharjo yang terbagi dalam kelompok eksperimen dan control. Teknik pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan statistic independen t-test. Hasil uji independent t-test didapatkan bahwa ada perbedaan perkembangan bahasa anak pada kelompok eksperimen dan kelompok control setelah diberikan metode bercerita dengan gambar.

3. Hasil penelitian relevan yang ketiga yaitu dilakukan oleh “Luluk Indah Laily dengan judul “Pengaruh metode bercerita dengan media gambar seri terhadap kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Muslimat NU 38. Penelitian ini menggunakan subjek yang berjumlah 15 anak. Teknik pengumpuln data dalam penelitianini menggunakan statistic non parametris uji jenjang Wilcoxon match pair test dengan tumus t hitung < t tabel. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh metode bercerita dengan media gambar seri terhadap kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Muslimat NU 38.

(41)

4. Penelitian yang peneliti lakukan adalah berjudul “Pengaruh Metode Bercerita dengan Media Gambar terhadap Kemampuan berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat” metode yang digunakan penelitian ini adalah penelitian eksperimen, adapun jenis penelitian yang dipakai menggunakan rancangan Pretest posttest control group design. Teknis analisis data di uji menggunakan uji t dan uji hipotesis menggunakan statistic non parametric. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode penelitian

Metode merupakan cara yang ditempuh dalam suatu penelitian dengan tujuan untuk menjaring data yang diperlukan (Arikunto, 2006: 149). Sudjana (dalam Arikunto, 2006) mengemukakan bahwa Metode dalam penelitian berkenaan dengan cara-cara bagaimana memperoleh data yang diperlukan, metoda lebih menekankan kepada strategi, proses dan pendekatan dalam memilih karakteristik dan jenis serta dimensi ruang dan waktu dari data yang diperlukan. Lebih lanjut Suharsini Arikunto (2006:160) mengungkapkan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “suatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Dengan kata lain penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebabakibat. Caranya adalah membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima perlakuan (Arikunto, 2013:207).

Adapun desain penelitian yang dipakai menggunakan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design”. Dimana penelitian ini menggunakan dua

(43)

Penelitian ini menggunakan cara pre-test and post-test group. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut (Arikunto, 2013)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan:

X : Perlakuan dengan metode bercerita dengan Media Gambar - : Tidak diberi perlakuan metode bercerita dengan Media Gambar O1 dan O3 : Merupakan Kemampuan Berbicara awal sebelum perlakuan

O2 dan O4 : Merupakan Kemampuan berbicara setelah perlakuan atau post test.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti guna dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan sebagai sumber data dalam suatu penelitian (Darmadi, 2013:48)

Penelitian ini jumlah populasi yang digunakan yaitu seluruh anak yang berjumlah 62 orang anak.

(44)

Tabel 3.2 Populasi Penelitian Kelompok Jumlah A 21 Anak B1 20 Anak B2 21 Anak 62 Anak 3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Darmadi, 2013). Sampel yang digunakan untuk penelitian ini yaitu menggunakan sampling purposive. Menurut Darmadi (2013:67) menyatakan bahwa sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Adapun yang menjadi sampel penelitian ini untuk kelompok kontrol yaitu anak kelompok B1 yang berjumlah 20 anak, sedangkan kelompok eksperimen yaitu anak kelompok B2 yang berjumlah 21 anak. Dimana pada kelompok control kemampuan berbicara pada anak tidak diberikan perlakuan (treatment) sedangkan kelompok eksperimen kemampuan berbicara pada anak diberikan perlakuan berupa penerapan metode bercerita dengan Media Gambar.

(45)

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RA Raudhatul Islmaiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017.

3.4Variabel Penelitian

Sugiyono (2006:60) mengungkapkan bahwa variable adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Berdasarkan permasalahan penelitian ini, maka dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Dalam hal ini Metode Bercerita dengan media gambar merupakan variabel bebas (X), sedangkan Kemampuanu Berbicara anak merupakan variabel terikat (Y).

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi beberapa langkah yaitu: 1. Studi pendahuluan

Dalam tahap ini dilakukan untuk menjajagi dan mengetahui secara jelas tentang subjek yang ada dilapangan, studi pendahuluan inilah yang menjadi dasar berbagai aspek dalam penelitian ini.

(46)

2. Permohonan izin

Secara birokrasi permohonan izin penelitian dimulai dari Ketua Program Studi PGPAUD, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan, yang selanjutnya disampaikan kepada RA Raudhatul Islamiyah.

3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tahun 2017 di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat

langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut: a. Memilih subjek penelitian

b. Mengadakan pendekatan kepada subjek

c. Melaksanakan tes awal (pre-test) untuk mengetahui tingkat kemampuan Berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah sebelum diberikan perlakuan d. Pelaksanaan perlakuan berupa kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan metode Bercerita dengan media gambar

e. Melaksanakan tes akhir (post-test) untuk mengetahui tingkat kemampuan Berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah setelah diberikan perlakuan.

3.6Instrumen Penelitian

Menurut Widoyoko (2012:51) Instrument merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran. Ada juga yang mengatakan bahwa instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social

(47)

yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2006:148)

Instrumen penelitian diartikan sebagai alat yang dapat menampung sejumlah data yang diasumsikan dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan pengujian hipotesis penelitian (Arikunto, 2006). Lebih lanjut Suharsimi Arikunto (2006:160) mengemukakan bahwa instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana (dalam Arikunto, 2006) mengemukakan bahwa instrument penelitian adalah alat untuk memperoleh data yang diperlukan. Instrument pada hakikatnya adalah alat pengukuran variabel penelitian.

Selanjutnya instrument yang diartikan sebagai alat bantu merupakan saran yang dapat diwujudkan dalam benda, seperti angket, daftar cocok, skala, pedoman wawancara, serta pedoman pengamatan (observasi) (Riduwan, 2005: 24).

Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Kuesioner. Kuesioner atau yang dikenal sebagai angket merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden.

(48)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara

No Variabel Indikator Sub Indikator Item

1 Kemampua n Berbicara 1.Minat Anak Bicara 1. Mengungkapkan idenya 1,2,3 2. Mengungkapkan perasaannya 4,5 2 Kosa Kata 1. Menyebutkan kata-kata sifat 6,7,8

2. Menyebutkan kata hubung 9,10,11 3 Pengucapan /

Mengucapkan Kata

1. Mengucapkan berbagai bunyi suara tertentu

12,13,1 4

2. Menggunakan dan dapat menjawab pertanyaan apa, mengapa, dimana, berapa, mengapa, dan bagaimana

15,16,1 7,18,19 ,20 4 Pengenalan Kalimat Sederhana

3. Memberi keterangan tentang suatu hal

21,22,2 3

4. Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap

(49)

3.7Teknik Analisis Data

Menurut Sugiono (2009) analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variable dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variable dari seluruh responden. Menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisisi data penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistic. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji t, uji t yang digunakan menurut Sugiono (2009:197) sebagai berikut: t = 𝑋̅1−𝑋̅2 𝑆 𝑔𝑏1 𝑛1+ 1 𝑛2 dengan: S gb = √(𝑛1−1)𝑠12+( 𝑛2−1 )𝑠22 (𝑛1+𝑛2)−2 Keterangan:

X1 = Rata-rata kelas eksperimen

X2 = Rata-rata Kelas Kontrol

S1 = Simpangan Baku kelas eksperimen

S2 = Simpangan baku kelas control

N1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

N2 = Jumlah siswa kelompok control

Sgb = Varians gabungan/ simpangan baku

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika thitung > ttabel maka perbedaan itu

(50)

Harga t tabel diperoleh dari data distribusi derajat kebebasan (dk) = (n1+n2-2) dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t ialah (1-a), untuk taraf nyata a= 0,05

3.8Hipotesis

Karena perbedaan rata-rata dari dua macam sampel yang jumlahnya relative kecil, maka digunakan metode statistic nonparametric. Salah satu uji nonparametric yang dipakai adalah uji Mann Whitney (V. Wiratna Sujarweni dkk,2012:159).

Langkah-langkah Uji Mann Whitney adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis

Ho: artinya tidak terdapat pengaruh metode bercerita dengan media

gambar terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah

Ha : artinya terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah 2. Membuat rangking untuk data yang diperoleh secara konstan dan

menjumlahkan seluruh nilai rangking untuk masing-masing jenis sampel 1 dan 2, yaitu R1 dan R2.

3. Apabila R1 dan R2 telah diperoleh maka besarnya 𝜇 statistic adalah

𝜇 = n1n2 + 𝑛1(𝑛1+1) 2 - ∑ 𝑅1 4. Nilai Mean dan standar Deviasi

Mean = 𝜇 = (𝑛1)(𝑛2) 2

(51)

Standar Deviasi 𝜎𝜇 =

𝑛1𝑛2.(𝑛1+𝑛2+1) 12

Bila n1 dan n2 > 8 maka distribusi 𝜇 mendekati distribusi normal. Zhitung =

𝑢−𝐸𝑢 𝜎𝑢

Nilai Kritis Z tabel, dengan tingkat signifikansi 5% adalah ± 1,96 5. Simpulan

Ho ditolak, bila – 1,96 < ZH < + 1,96

Ha diterima, bila ZH < -1,96 atau ZH > +1,96.

Rata-rata distribusi R1 dan R2 menurut Haryanto dalam Sujarweni (2012:162) dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝜇R1 = 𝑛1(𝑛1+𝑛2+1) 2 Dan 𝜇R2 =𝑛2(𝑛1+𝑛2+1) 2 Standar Deviasi = 𝜎R = √ 𝑛1𝑛2(𝑛1+𝑛2+1) 12

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Metode Bercerita dengan Media Gambar terhadap Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, diperoleh hasil yang meliputi deskripsi data, analisis data dan pembahasan.

4.1 Deskripsi Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah Pretest Posttest Control Group Design. Eksperimen dilaksanakan dengan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Dalam penelitian ini data kemampuan berbicara anak diperoleh melalui angket. Angket dilakukan guna mengukur tingkat kemampuan berbicara anak sebelum dan sesudah diberi perlakuan metode bercerita dengan media gambar.

Penelitian dilakukan di RA Raudhatul Islamiyah yang terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas A, B1, dan B2. Kelas yang diambil hanya dua kelas saja yaitu kelas B1 dan B2. Langkah awal dalam pengambilan data adalah melakukan tes awal (pretest). Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan (treatment). Setelah dilakukan tes awal, langkah selanjutnya yaitu memberikan perlakuan terhadap kelompok B2 dengan hal ini bentuk perlakuannya adalah metode bercerita dengan media gambar, sedangkan B1 tidak diberikan perlakuan menggunakan metode bercerita dengan media gambar.

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Populasi Penelitian  Kelompok   Jumlah  A  21 Anak  B1  20 Anak  B2   21 Anak  62  Anak  3.2.2 Sampel
Tabel 4.2 Hasil Post test kelas Eksperimen dan kelas Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Hasil jadi quilting pada tote bag yang paling baik yaitu quilting dengan ketebalan 5 mm karena memiliki nilai mean tertinggi dalam semua aspek yaitu efek timbul quilting,

Perlakuan yang dicoba adalah 13 macam perlakuan, terdiri dari 10 perlakuan pengaturan kerapatan tanaman dari benih biji botani (TSS) varietas Tuk Tuk dan Hibrida

Jumlah Pegawai pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Tengah selurhnya 173 orang dengan rincian sbb :.. Pendidikan dan

Penelitian yang dilakukan oleh Ardianto A, dkk 2016, mengenai Sistem Monitoring Pencemaran Polutan Kendaraan Via Gadget Berbasis Arduino, yang dimana Tingkat deteksi

Oleh karena itu, komposisi pendanaan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri harus diperhatikan dengan cermat, supaya biaya hutang dan biaya modal sendiri

Selain itu SMA Pesantren Modern Datok Sulaiman bagian Putri Palopo dipercaya telah berhasil dalam membentuk perilaku religius terhadap para santriwati. Hal ini dibuktikan dengan

Persiapkan diri untuk besok &gt;:D.. tingkat provinsi OSN 2012 bidang Komputer • Peserta Olimpiade Sains Nasional 2013 bidang Komputer.. Let’s collaborate!.. • I’ll be more than

Penelitian ini berjudul “ Hubungan Shalat Wajib Dengan Kinerja Pekerja Bangunan Di Desa Tambakan Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan ” yang bertujuan.. untuk