• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Posyandu

2.2.1 Definisi Posyandu

Posyandu merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (Kemenkes RI, 2011b).

Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih tekhnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Runjati, 2011).

Posyandu adalah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat yang merupakan wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Pengembangan posyandu merupakan strategi tepat untuk melakukan pembinaan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Depkes RI, 2006).

2.1.2 Tujuan Posyandu

Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

(2)

Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampudmewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya Manusia dengan tetap lebih mengutamakan pada upaya preventif, promotif serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuh kembangkan Posyandu.Maka tujuan posyandu disusun sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Menunjang percepatan angka kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011b)

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelengaraan upaya pelayanan kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelengaraan posyandu terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan kemampuan pelayanan kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011b).

(3)

2.1.3 Manfaat Posyandu A. Bagi Masyarakat

a. Memperoleh kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA

b. Memperoleh layanan secara professional terutama pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak

c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan dasar sosial setor lain terkait (Kemenkes RI, 2011).

Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya :

1. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga : a. Keluarga menimbang balitanya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya. b. Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 SI) c. Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI)

setiap enam bulan (Februari dan Agustus)

d. Bayi umur 0-11 bulan memperoleh imunisas memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4 Kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali

e. Bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif ) f. Bayi mulai umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI.

g. Pemberian ASI dilanjutkan sampai umur dua tahun atau lebih h. Bayi/ anak yang diare segera berikan :

(4)

- Makanan seperti biasa

- Larutan oralit dan minum air lebih banyak i. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari

j. Ibu hamil mau meriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan

k. Ibu hamil dan wanita usia subur (WUS) mendapat imunisasi tetanus toxoid (TT) setelah melalui penapisan TT

l. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan IMD

m. Ibu hamil minum 2 kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI)

n. Ibu hamil, ibu nifas dan menyusui makan hidangan bergizi lebih banyak saat sebelum hamil

o. Keluarga menggunakan garam beryodium setiap kali memasak

p. Keluarga mengkonsumsi pangan/makanan beragam, bergizi dan seimbang q. Keluarga memanfaatkan pekarangan sebagai warung hidup, meningkatkan

gizi keluarga

Dengan melaksakan perilaku diatas maka diharapkan : a. Balita naik berat badannya setiap bulan

b. Balita tidak menderita kekurangan gizi

c. Bayi terlindung dari penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi d. Ibu hamil tidak menderita kurang darah

e. Bayi lahir tidak menderita GAKY

(5)

g. WUS tidak menderita kurang energi kronis

h. Masyarakat semakin menyadari pentingnya gizi dan kesehatan i. Menurunkan jumlah kematian ibu dan balita

2. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat

3. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

4. Mendukung pelayanan keluarga berencana sehingga PUS menjadi peserta KB dan dapat memilih alat kontrasepsi jangka pendek atau jangka panjang yang cocok dan tepat penggunaanya.

5. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman pangan melalui pemanfataan pekarangan untuk memotivasi kelompok dasa wisma berperan aktif (Kemenkes RI, 2011a).

B. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat

a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011b).

C. Bagi Puskesmas

a. Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan

(6)

perseorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan kesehatan masyarakat primer.

b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.

c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.

D. Bagi Sektor Lain

a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA sesuai kondisi setempat.

b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor.

2.1.4 Sasaran Pelaksanaan Posyandu

Sasarannya antara lain adalah seluruh masyarakat/keluarga utamanya adalah bayi baru lahir, balita, ibu hami, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) (Kemenkes RI, 2011b).

2.1.5. Persyaratan Pendirian Posyandu

Menurut Runjati (2011) untuk mendirikan Posyandu mempunyai persyaratan antara lain yaitu :

a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita. b. Terdiri dari 120 kepala keluarga.

(7)

d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

2.1.6 Lokasi/Letak Posyandu

Menurut Runjati (2011) mempunyai kriteria sebagai berikut yaitu : a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat. b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

c. Dapat merupakan lokal tersendiri.

d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

2.1.7 Kegiatan Utama Posyandu

Kegiatan di posyandu seperti yang dijelaskan oleh Kemenkes RI (2011a) meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti : imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling, rujukan konseling bila diperlukan.

Kegiatan posyandu dilaksanakan oleh kader yang difasilitasi petugas dengan kegiatan :

a. Persiapan Pelaksanaan Posyandu

1. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat (majelis taklim, kebaktian, pertemuan keagamaan lainnya, arisan dan lain lain)

Kader dapat mengajak sasaran untuk datang ke posyandu dengan bantuan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat. Fasilitas umum seperti sarana

(8)

ibadah dapat dijadikan sarana untuk menyebarluaskan informasi hari buka posyandu

2. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu 3. Mempersiapkan sarana posyandu

Kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat timbang (dacin dan sarung). Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

4. Melakukan pembagian tugas antar kader

Pembagian tugas dilakukan sesuai dengan langkah kegiatan yang dilakukan seperti pendaftaran, pencatatan, penyuluhan dan pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader.

5. Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya

Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan lainnya terkait dengan sasaran, tindak lanjut, dari kegiatan posyandu dan rencana kegiatan berikutnya.

6. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan

b. Pelaksanaan Posyandu

1. Pendaftraran

- Pendaftaran balita - Pendafataran ibu hamil - Pendaftaran PUS 2. Penimbangan

(9)

- Menimbang balita

- Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS 3. Pencatatan

- Balita

Pada penimbangan pertama, mengisi kolom identitas yang tersedia pada KMS/buku KIA, mencantumkan bulan lahir dan bulan penimbangan anak, hasil penimbangan di catat dan buat garis pertumbuhanan anak, catat kejadian yang dialami anak daalam KMS dan menyalin semua data dalam SIP

- Ibu hamil

hasil penimbangan berat badan dan pengukuran LILA ibu hamil dicatat dalam buku KIA dan register ibu hamil (SIP)

- PUS/WUS

Hasil pengukuran LILA pada WUS dicatat pada register PUS/WUS 4. Penyuluhan

- Penyuluhan pada balita

Penyuluhan pada balita didasarkan pada umur, hasil penimbangan dan kondisi anak. Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau BGM segera dirujuk ke petugas kesehatan

- Penyuluhan pada ibu hamil - Penyuluhan pada ibu Nifas - Penyuluhan pada PUS

(10)

5. Pelayanan kesehatan dan KB

c. Kegiatan Diluar Hari Buka Posyandu

- Kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari posyandu, yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk

- Menggerakkan masyarakat ikut serta dalam kegiatan posyandu termasuk penggalangan dana

- Memfasilitasi masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga

- Membantu petugas dalam pendataan, penyuluhan dan peragaan keterampilan dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat.

2.1.8 Sistem Lima Meja

Posyandu mempunyai sistem lima meja yaitu : a. Meja I

Pada meja I dilakukan pencatatan atau pendaftaran. b. Meja II

Pada meja II dilakukan penimbangan balita dan ibu hamil. c. Meja III

Pada meja III dilakukan penerangan dan pendidikan d. Meja IV

(11)

e. Meja V

Pelayanan kesehatan (pemeriksaan hamil, imunisasi balita, anak dan ibu hamil, program keluarga berencana dan pemberian tablet besi dan vit.A) (Runjati, 2011).

2.1.9 Perkembangan Posyandu

Makin banyaknya posyandu mendorong terjadinya variasi tingkat perkembangan yang beragam. Ada sebagian posyandu yang telah mencapai tingkat perkembangan yang sangat maju, disisi lain masih banyak posyandu yang tinggal papan nama saja.

Menurut Runjati (2011) kategorisasi atau stratifikasi posyandu baik dari pengorganisasian maupun pencapaian dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1. Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap yang frekuensi penimbangan kurang dari 8 kali pertahun, kader aktifnya kurang dari 5 orang, pencapaian cakupan kurang dari 50%, tidak ada program tambahan, serta belum ada dana sehat.

2. Posyandu Madya adalah posyandu dengan kegiatan yang lebih teratur, pelaksanaan kegitan lebih dari 8 kali pertahun dan jumlah kader rata-rata 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program kurang dari 50%, belum ada program tambahan, serta belum ada dana sehat.

3. Posyandu purnama adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan 8 kali pertahun dan jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan

(12)

program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah ada dana sehat kurang dari 50% kepala keluarga.

4. Posyandu mandiri adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan lebih darai 8 kali pertahun dan jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah ada dana sehat lebih dari 50% kepala keluarga.

Dari konsep diatas, dapat disimpulkan beberapa indikator sebagai penentu jenjang antar strata Posyandu adalah :

1. Jumlah buka Posyandu pertahun. 2. Jumlah kader yang bertugas. 3. Cakupan kegiatan.

4. Program tambahan. 5. Dana sehat/JPKM.

Posyandu akan mencapai strata Posyandu Mandiri sangat tergantung kepada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggungjawab kader PKK, LKMD sebagai pengelola dan masyarakat sebagai pemakai dari pendukung Posyandu.

2.2Perilaku Kesehatan

Dari aspek biologis perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi perilaku manusia pada hakekatnya

(13)

adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari pada manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Skinner (1938), mengemukakan bahwa perilaku manusia adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable)

maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyakut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas dan obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor

(14)

tersebut antara lain; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmadjo, 2010).

2.2.1 Faktor – faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan

Green (1980) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu :

a. Faktor perilaku (behavioral causes)

b. Faktor diluar perilaku (non behavioral causes)

Selanjutnya faktor perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisimencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di atas dapat berkaitan dengan kunjungan ibu balita ke posyandu pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang pemanfaatan posyandu bagi tumbuh kembang balitanya, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk melakukan kunjungan ke posyandu. Sebagai contoh perilaku ibu mengunjungi posyandu membawa anak balitanya, akan dipermudah jika ibu tahu apa manfaat membawa anak ke posyandu. Demikian juga, perilaku tersebut akan dipermudah jika ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif terhadap posyandu. Kepercayaan, tradisi sistem, nilai dimasyarakat setempat

(15)

juga dapat mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya. Untuk perilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, pada kunjungan ibu balita ke posyandu juga dipengaruhi oleh faktor pemungkin dimana ibu mungkin enggan melaksanakan kunjungan ke posyandu karena jarak posyandu yang jauh, atau fasilitas posyandu yang tidak lengkap.

Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Demikian juga halnya dengan kunjungan ibu balita ke posyandu selain dukungan dari

(16)

petugas, tokoh masyarakat keaktifan dan dukungan kader, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu balita membawa anaknya ke posyandu. Menurut Green dan Marshall (2005), yang di kutip Notoatmodjo (2003), mengatakan Faktor penguat dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari sikap dan perilaku orang didalam lingkungannya. Sebagai contoh, dalam program posyandu dimana yang menjadi penguat adalah lurah/kepala desa, petugas kesehatan/puskesmas, ketua PKK dan kader kesehatan.

Model ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Precede Model Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)

Ajzen (1988) dalam Ramadhani (2008) menambahkan konstruk ke dalam

Theory of Planned Behavior (TPB) yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control

Reinforcing factors

Predisposing factors

Enabling factors

(17)

beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam Planned Behavior Theory, sehingga secara skematik Planned Behavior Theory dilukiskan sebagaimana pada Gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior Ajzen (2006)

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Keyakinan Perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhada perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.

2. Keyakinan Normatif (normative beliefs), yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT.

Behavioral Beliefs Attitude Toward the Behavior Normative Beliefs Subjective norms Control beliefs Perceived Behavior Control Intention Behavior

(18)

Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.

3. Norma subjektif (subjective norms) adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

4. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

(19)

5. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

(perceived behavioral control).

6. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman sesorang serta faktor-faktor luar orang tersebut (Lingkungan), baik fisik dan non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku.

(20)

Gambar 2.3 Skema Perilaku Sumber : Notoatmodjo (2005)

2.2.2 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Ibu Balita ke Posyandu

1. Pendidikan

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Hasibuan, 2005). Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain (Siagian, 1991)

Hasil studi kuantitatif yang dilakukan Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang dikutip oleh Soeryoto (2001), menyatakan faktor pendidikan ibu balita yang baik akan mendorong ibu-ibu balita untuk membawa anaknya ke posyandu.

Pengalaman Fasilitas Sosio-budaya Persepsi Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap Perilaku kesehatan

(21)

2. Pendapatan

Faktor pendapatan atau penghasilan sangat berhubungan erat dengan kesehatan. Soetjiningsih (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder. Dari Penelitian Wahyuni (1994) didapatkan faktor penghasilan berhubungan dengan partisipasi ibu balita dalam kegiatan penimbangan di posyandu.

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin sebagai upaya untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah tangga. Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak membawa balitanya ke posyandu adalah karena mereka harus bekerja.

Hasil penelitian Raharjo (2003) menyatakan bahwa penggunaan posyandu terkait dengan status pekerjaan ibu. Status pekerjaan berhubungan ibu berhubungan dengan kektifan ibu menimbangkan anak di posyandu.

Penelitian Paola (2011) juga menyatakan bahwa pekerjaan ibu mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya untuk melakukan penimbangan di posyandu.

4. Umur Balita

Hasil penelitian Hartati (2002) faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita, umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling paling berpengaruh terhadap kunjungan. Pada hasil

(22)

penelitan Rinaldy (2004) di Kabupaten Kepulauan Riau salah faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah faktor umur balital

5. Jumlah Anak

Menurut Bailon (1978) dalam Sambas (2002) menyatakan bahwa Jumlah keluarga yang melebihi sumber daya suatu keluarga, akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya ketidaktanggapan di dalam mengambil tindakan kesehatan.

Pada penelitian Raharjo (2003) didapat bahwa jumlah tanggungan anak merupakan faktor yang berhubungan dengan keaktifan ibu menimbangkan anak di posyandu.

6. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:

(23)

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers (dalam Notoatmojo, 2005) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(24)

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

Berdasarkan penelitian Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu balita dengan kunjungan ibu keposyandu. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Paola (2011) bahwa pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap penimbangan balita di posyandu, dimana dikatakan sebelumnya bahwa penimbangan balita, merupakan indikator kunjungan balita ke posyandu.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hartaty (2006) di Kelurahan Bara-Bara Makassar dari penelitian tersebut didapat bahwa tidak ada hubungan anatara pengetahuan ibu dengan kunjungan ibu ke posyandu

(25)

5. Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku Allport dalam Notoatmodjo (1993), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (1993) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Fisbein dan Ajzen (1975) dalam Ismail (2008) memberi pengertian bahwa attitude atau sikap sebagai faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara yang konsisten, yaitu menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang diberikan. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan

(26)

mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Menurut Hartaty (2006) ada hubungan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu di Kelurahan Bara-bara Makassar. Penelitian yang dilakukan Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang juga terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu. Pada penelitian Paola (2011) di Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun terdapat pengaruh antara sikap dengan partisipasi ibu dalam penimbangan balita di posyandu.

6. Norma Subjektif

Norma subjektif ditentukan oleh dua hal, yaitu : belief seseorang tentang reaksi atau pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah subjek perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku dan motivasi subjek untuk mengikuti pendapat orang lain tersebut dan motivation to comply berhubungan dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki individu atau kelomok yang berpengaruh terhadap subyek yang bersangkutan. Norma subjektif juga diasumsikan dimiliki sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa suami, orang

(27)

tua, tokoh masyarakat, kader, petugas kesehatan dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud. Significant others yang mungkin memengaruhi ibu untuk melakukan kunjungan ke posyandu yaitu :

a. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu persepsi mengenai bantuan berupa perhatian, penghargaan, informasi nasehat maupun materi yang diterima ibu balita dari anggota keluarga untuk membawa balitanya pada kunjungan ke posyandu.

Dari penelitian Purnamasari (2010) menyatakan terdapat hubungan antara dukungan keluarga terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu di wilayah kerja puskesmas keboan, ngusikan jombang.

b. Dukungan Kader

Pelaksana posyandu adalah kader kesehatan. Kader posyandu merupakan seseorang yang berasal dari anggota masyarakat setempat, bisa membaca dan menulis huruf latin, berminat menjadi kader, bersedia bekerja sukarela serta memiliki kemampuan dan waktu luang. Dukungan kader bila dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan cakupan posyandu, peran kader dalam kegiatan posyandu sangat penting mulai dari persiapan posyandu, pelaksanaan posyandu dan juga melaksanakan kegiatan di luar posyandu untuk meningkatkan kunjungan ibu ke posyandu (Kemenkes RI, 2011).

(28)

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari kader berpengaruh terhadap partisipasi ibu ke posyandu. Hasil penelitian Sambas (2002) diperoleh pembinaan memilki hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu balita keposyandu.

c. Petugas Kesehatan

Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya posyandu. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya peran serta dan dukungan dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan tersebut.

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari petugas mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya ke posyandu. Hasil penelitian Sambas (2002) diperoleh Bimbingan petugas memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu balita ke posyandu.

d. Dukungan Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat atau sumber daya manusia (SDM) di masyarakat, yaitu semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat yang bersifat formal dan non formal yang merupakan kekuatan besar dan mampu menggerakkan masayarak dalam tiap pembangunan.

Dukungan dari tokoh masyarakat di posyandu adalah memberi dukungan kebijakan, sarana, dana penyelenggaraan posyandu, menaungi dan membina kegiatan posyandu dan menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam kegiatan posyandu.

(29)

7. Percievied Behavioral Control

Ajzen (1985) mendefenisikan percievied behavioral control sebagai suatu acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam intensi berperilaku. Acuan atau keyakinan (belief) dapat diakibatkan oleh pengalaman masa lalu dengan tingkah laku, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, tetapi juga di pengaruhi oleh informasi yang tidak langsung yang diperoleh dengan mengobservasi pengalaman orang yang dikenal. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jarak rumah ke posyandu, kelengkapan fasilitas posyandu, kepemilikan KMS dan jumlah kader yang hadir pada saat hari buka posyandu merupakan sumber yang dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat bagi ibu untuk mempunyai intensi melakukan kunjungan ke posyandu.

Kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor penentu, antara lain jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana kesehatan termasuk posyandu (Depekes RI, 2008). Jarak yang dimaksud disini adalah jauh dekatnya jarak dari rumah atau tempat tinggal ke tempat pelayanan kesehatan / posyandu.

(30)

Dari beberapa hasil penelitan didapatkan bahwa jarak berkontribusi terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu. Berdasarkan hasil penelitian Abdul (2010) di Kota subussalam menyatakan bahwa jarak mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu ke posyandu. Menurut Rinaldy (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Ibu Balita pada Kegiatan Posyandu di Kabupaten Kepulauan Riau”, salah faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah faktor jarak ke rumah ke posyandu. Dari hasil penelitian Pinardi (2003) menyatakan bahwa jarak posyandu tidak berhubungan dengan kehadiran ibu-ibu balita ke posyandu di wilayah puskesmas Lerep Kabupaten Semarang.

Sebelum pelaksanaan posyandu petugas kesehatan dengan bantuan kader mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat timbang (dacin dan sarung). Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya. (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 ada tiga alasan rumah tangga (RT) tidak memanfaatkan pelayanan psoyandu yaitu layanan tidak lengkap, letak jauh dan tidak ada posyandu dan persentase terbanyak adalah pada alasan pelayanan tidak lengkap (43,6%).

Bayi yang dibawa ke puskesmas atau posyandu mendapat kartu menuju sehat atau buku kesehatan ibu dan anak (buku KIA), yang mencatat petumbuhan, pemberian minum dan makananan, serta imunisasi yang diperoleh. KMS disimpan oleh ibu untuk memonitor pertumbuhan dan keadaan kesehatan balitanya, tapi tidak

(31)

semua ibu meyimpan KMS, disamping tidak semua ibu membawa balitanya ke posyandu dan diantara yang datang ke tempat pelayananan kesehatan tidak semua mendapat KMS (Depkes RI, 2008). KMS digunakan sebagai alat penyuluhan gizi kepada orang tua berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Depkes RI, 2006). Di Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2007 ada 32% balita tidak mempunyai KMS, 48% punya KMS tetapi tidak dapat menunjukkannya dan hanya 18% yang dapat menunjukkannya dan persentase balita yang ibunya dapat menunjukkan KMS turun seiring naiknya umur anak. Pada penelitian Sambas (2002) Kepemilikan KMS merupakan variabel yang secara statistik berhubungan bermakna dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Bojongherang Kabupaten Cianjur.

Menurut Depkes RI (1997) dalam Sambas (2002) jumlah kader aktif adalah jumlah kader posyandu yang bertugas pada waktu posyandu buka. Dari beberapa indikator penentu jenjang antar strata posyandu salah satunya adalah jumlah kader. Kader yang bertugas pada posyandu purnama dan mandiri berjumlah 5 orang yang bertugas pada meja I sampai meja IV. Posyandu akan mencapai strata posyandu mandiri sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggung jawab Kader, PKK, LPM sebagai pengelola mayarakat sebagai pemakai dari pendukung posyandu (Wahyuningsih, 2009). Berdasarkan penelitain Pinardi (2003) Bahwa jumlah kader mempunyai hubungan dengan kehadiran ibu-ibu balita di posyandu pada puskesmas lerep Kabupaten Semarang.

(32)

8. Intensi (Niat)

Menurut Fisbein dan Ajzen (1975) intensi didefenisikan sebagai dimensi probabiltas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara diri orang tersebut dengan suatu tindakan tertentu. Intensi perilaku manusia dibentuk oleh tiga komponen, yaitu : sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Sikap merupakan kumpulan belief dan evaluasi seseorang terhadap belief tersebut. Sedangkan norma subjektif terdiri dari sejumlah orang yang dianggap penting

(significant others) dalam menganjurkan atau melarang seseorang terhadap intensi berperilaku dan sejauh mana seseorang mematuhi anjuran dan larangan tersebut. Sementara perceived behavioral control terdiri dari beberapa kondisi yang dipersepsikan seseorang sebagai faktor yang mendorong atau menghambat dalam menampilkan perilaku tertentu.

Berdasarkan penelitian Purnamasari (2010) bahwa niat tidak berhubungan dengan keaktifan ibu balita ke posyandu.

(33)

2.2 Landasan Teori

Gambar 2.4 Theory of Planned Behavior Ajzen (1991)

2.3 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Attitude Toward The Behavior Subjective Norms Perceived Behavior Control Intention Behavior Sikap Norma Subjektif Perceived Behavior Control Intensi Kunjungan Balita ke Posyandu

Gambar

Gambar 2.1 Precede Model Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)
Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior Ajzen (2006)
Gambar 2.3  Skema Perilaku
Gambar 2.4  Theory of Planned Behavior Ajzen (1991)

Referensi

Dokumen terkait

pembelian bahan baku serta rencana penjualan produk jadi dalam periode waktu analisis untuk memenuhi kebutuhan konsumen, serta meminimumkan total biaya rantai pasok Total biaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola luka pada korban kecelakaan lalu lintas antara death on arrival (DOA) dan yang dirawat meninggal di RSUP Sanglah tahun

Sistem pengambilan keputusan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode Electre (Elimination and Choice Translation Reality), yang diharapkan dapat

9 Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek Tahun 2001, yang merupakan bagian dari merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak, menyebutkan per- mohonan harus ditolak apabila

Pada grafik percobaan menggunakan selang dengan diameter 3/4 tekanan tertinggi mencapai 0.28 pada variasi 7 dimana katup 1 ditutup penuh dan katup 2 ditutup 45 derajat, hal ini

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penerima Tunjangan Profesi bagi Guru

Dengan adanya sistem e-grocery maka konsumen yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu dapat memanfaatkan jaringan internet yang terhubung ke website untuk

Syarikat pula menegaskan Syarikat tidak pada bila-bila masa menamatkan kontrak perkhidmatan PYM sebaliknya PYM sendiri yang telah mengemukakan surat perletakan jawatan