• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Perilaku Produsen Islami Dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Perilaku Produsen Islami Dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR ...

... xi

DAFTAR ISI ... 1

BAB I...2

PENDAHULUAN...2

1.1 Latar Belakang Masalah...2

1.2 Tujuan Penulisan...2

BAB II...3

PEMBAHASAN...3

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam...3

2.2 Tujuan Produksi Menurut Islam...5

2.3 Motivasi Produsen dalam Produksi...6

2.4 Formulasi Maslahah Produsen...7

2.5 Nilai-Nilai Islam dalam Produksi...9

2.6 Faktor-Faktor Produksi...10

2.7 Prinsip – Prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam...13

2.8 Kaidah – Kaidah dalam Berproduksi...14

BAB III...15

PENUTUP...16

3.1 Kesimpulan...16

3.2 Saran...16

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya memang saling memengaruhi, namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu tidak akan ada ditribusi tanpa produksi dan juga tidak akan ada barang dan jasa yang akan dikonsumsi bila tidak ada produksi. Orang yang melakukan kegiatan produksi disebut produsen, teori perilaku produsen memiliki banyak analogi dengan teori perilaku konsumen. Misalnya ketika konsumen mengalokasikan dananya untuk aktivitas konsumsi maka produsen akan mengalokasikan dananya untuk penggunaan faktor produksi atau yang akan diproses menjadi output. Karena itu, bila keseimbangan konsumen terjadi pada saat seluruh anggaran habis untuk konsumsi, keseimbangan produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis terpakai untuk membeli faktor produksi. Dan setiap produsen akan berupaya mencapai tingkat produksi yang optimum. Dalam konsep ekonomi islam seorang produsen dalam melakukan produksi harus memiliki motivasi dan tujuan, dimana motivasi dan tujuan utama dalam produksi adalah mencapai maslahah yang maksimum, bagaimanakah maslahah yang maksimum itu bisa didapat dan dilaksanakan oleh seorang produsen ? dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan kegiatan produksi itu sendiri sehingga seorang produsen berkewajiban melakukan kegiatan produksi dengan perilaku yang islami serta mengandung maslahah? berikut selengkapnya akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Memahami pengertian produksi

2. Memahami motivasi, tujuan dan prinsip produsen dalam melaksanakan produksi 3. Memahami nilai-nilai islam dalam produksi

4. Memahami faktor-faktor produksi dalam perspektif islam.

(3)

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam

Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini maupun dimasa mendatang (M.Frank,2003)1. Dan juga

dapat diartikan sebagai suatu kegiatan manusia dalam menghasilkan suatu produk baik barang maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen2. Sedangkan orang atau

suatu badan perusahaan yang berperan dalam menaikan nilai guna suatu barang atau jasa sehingga dapat menghasikan barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan konsumen disebut dengan produsen. Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, berikut ini beberapa pengertian produksi menurut para ekonom muslim kontemporer3, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam , yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Mannan (1992) menekankan pentingnya motif altruisme (altruism) bagi produsen islami

sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis yang banyak dijadikan sebagai konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensional.

3. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi

produksi secara merata)

4. Ul Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan

barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebtuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib

5. Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa

dengan memerhatikan nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah) bagi

1 Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta:Prenada Media

Group,2007)h.102

2 P3EI UII, Ekonomi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h.230

(4)

masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.

Dari berbagai definisi di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kepentingan manusia yang sejalan dengan moral Islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiatan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan kemanfaatkan atau maslahah bagi manusia. Oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

Salah satu yang dilakukan dalam proses produksi ialah menambah nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam kegiatan ini dikenal 5 jenis kegunaan4 , yaitu :

1. Guna bentuk,yaitu dalam melakukan proses produksi,kegiatannya ialah mengubah bentuk suatu barang sehingga barang tersebut mempunyai nilai ekonomis. Contohnya : kayu yang diubah menjadi mebel baik kursi, meja maupun bentuk lainnya.

2. Guna jasa, yaitu kegiatan produksi yang memberikan pelayanan jasa. Contohnya : tukang becak, tukang pangkas rambut dan pekerjaan lain yang memberikan pelayanan jasa.

3. Guna tempat, yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan tempat-tempat dimana suatu barang memiliki nilai ekonomis. Contohnya: pengangkutan pasir dari tempat yang pasirnya melimpah ke tempat dimana orang membutuhkan pasir tersebut.

4. Guna waktu, yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan waktu tertentu. Misalnya pembelian beras yang dilakukan oleh bulog pada saat musim panen dan dijual kembali pada saat masyarakat membutuhkannya.

5. Guna milik , yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan modal yang dimiliki untuk dikelola oleh orang lain dan dari hasil tersebut ia mendapat keuntungan.

2.2 Tujuan produksi menurut islam

Tujuan seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi islam adalah mencari maslahah maksimum dan produsen juga harus demikian.

(5)

Dengan kata lain tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum bagi konsumen yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk5 diantaranya sebagai berikut :

1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat

Hal ini akan menimbulkan dua implikasi, yaitu pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu keinginan konsumen karena keinginan manusia sifatnya tidak terbatas, sehingga sering kali mengakibatkan ketidak jelasan antara keinginan dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidupnya. Kedua, kuantitas produk yang diproduksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar.

2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya

Produsen harus mampu menjadi sosok yang kreatif, proaktif dan inovatif dalam menemukan barang dan jasa apa yang jadi kebutuhan manusia dan kemudian memenuhi kebutuhan tersebut. Sebab konsumen seringkali tidak mengetahui apa yang dibutuhkannya dimasa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi agar konsumen mengerti bahwasannya hal tersebut telah menjadi kebutuhan dalam hidupnya.

3. Menyiapkan persedian jasa atau barang di masa depan

Produsen harus mampu melakukan pengembangan produk yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dimasa depan. Menyadari bahwa sumber daya ekonomi tidak hanya diperuntukkan untuk manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang. Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan yang bertujuan sebagai efisiensi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi serta mencari teknologi produksi yang ramah lingkungan.

4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah

Tujuan yang terakhir, yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial juga ibadah kepada Allah dan inilah tujuan produksi yang tidak akan mungkin dapat dicapai dalam ekonomi konvensional yang bebas nilai. Tujuan produksi adalah mendapatkan berkah yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh produsen itu sendiri. Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan material, namun harus pula mampu memberikan keuntungan bagi orang lain dan agama.

(6)

2.3Motivasi produsen dalam produksi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Dalam ilmu ekonomi konvensional senantiasa mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motivasi utama, meskipun sangat banyak kegiatan produktif atas dasar definisi di atas yang memiliki motivasi lain dari hanya sekedar memaksimalkan keuntungan. Motivasi untuk maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukannya salah ataupun dilarang dalam islam, tetapi islam ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat6.

Upaya memaksimalkan keuntungan itu, membuat sistem ekonomi konvensional sangat mendewakan produktivitas dan efisiensi ketika berproduksi. Sikap ini sering membuat mereka mengabaikan masalah-masalah eksternalitas atau masalah etika dan tanggung jawab sosialnya. Dampak dari hal tersebut sering berimbas kepada sekelompok masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen maupun sebagai bagian dari faktor produksi. Contohnya pabrik kertas, yang sering menimbulkan pencemaran di sekitar bangunan pabriknya, kelompok yang menderita dari pencemaran itu adalah masyarakat sekitar pabrik yang justru tidak mendapat manfaat langsung dari kegiatan pabrik tersebut. Dalam pandangan ekonomi islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari maslahah. Dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah maslahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam7.

2.4Formulasi Maslahah Produsen

6 Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,

(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.102

(7)

Maslahah adalah kemanfaatan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) dan kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Bagaimana konsep mashlahah dapat dipublikasikan dalam perilaku produsen? bahwasanya mashlahah terdiri dari dua komponen, yaitu manfaat (fisik dan non fisik) dan berkah. Dalam konteks produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan/profit, maka manfaat ini dapat berupa keuntungan material (maal). Keuntungan ini bisa dipergunakan untuk mashlahah lainnya seperti maslahah fisik, intelektual, maupun sosial. Untuk itu rumusan mashlahah 8yang menjadi perhatian prdusen adalah:

Maslahah = keuntungan + berkah M = π + B

Di mana M menunjukkan mashlahah, π adalah keuntungan, dan B adalah berkah. Dalam hal ini berkah didefinisikan di mana produsen akan menggunakan produksi yang sama dengan yang dipakai oleh konsumen dalam mengidentifikasinya, yaitu adanya pahala pada produk atau kegiatan yang bersangkutan. Adapun keuntungan merupakan selisih antara pendapatan total/total revenue (TR) dengan biaya totalnya/total coast (TC), yaitu:

Ď€ = TR - TC

Pada dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip Islam ini sering kali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Di sisi lain, berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak secara langsung diterima produsen atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan berkah tersebut atau berkah cost (BC), yaitu:

B = BR – BC = -BC

Dalam persamaan di atas penerimaan berkah dapat diasumsikan nilainya nol atau secara indrawi tidak dapat diobservasi karena berkah memang tidak secara langsung selalu berwujud material. Dengan demikian, maslahah sebagaimana didefinisikan pada persamaan bisa ditulis kembali menjadi.

M = TR – TC – BC

Dalam persamaan di atas, ekspresi berkah, BC, menjadi faktor pengurang. Sebagai contoh, seorang produsen dilarang mengeksploitasi karyawannya dan harus memberikan

(8)

hak-hak karyawannya sebelum kering keringatnya, meskipun kesempatan tersebut terbuka, dan karyawan tidak menyadarinya. Produsen muslim tersebut, harus rela mengeluarkan ekstra biaya untuk memenuhi hak karyawannya, namun, karena mereka yakin bahwasanya tujuan mereka memproduksi adalah untuk mencari berkah, maka merekapun ikhlas melakukannya. Upaya mencari berkah dalam jangka pendek memang dapat menurunkan keuntungan tetapi dalam jangka panjang kemungkinan akan mampu meningkatkan keuntungan sebagai akibat peningkatan permintaan di masyarakat.

Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) dalam proses produksi produsen muslim tentu akan membawa implikasi terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen.

Harga jual produk adalah harga yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah yaitu:

BP = P + BC

Dengan kemudian, rumusan maslahah yang diekspresikan dalam persamaaan sebelumnya akan berubah menjadi:

M = BTR – TC – BC

Selanjutnya dengan pendekatan matematis terhadap persamaan di atas, maka bisa ditemukan pedoman yang bisa digunakan oleh produsen dalam memaksimumkan maslahah atau Optimum Maslahah Condition (OMC) yaitu:

BP dQ = dTC + dBC

Jadi Optimum Maslahah Condition dari persamaan di atas menyatakan bahwasanya maslahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) Sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (dTR) dan

pengeluaran berkah total (dBC) pada unit terakhir yang di produksi (BPdQ) masih lebih besar

dari pengeluarannya, dTC + dBC , maka produsen akan mempunyai dorongan (incentive) untuk menambah jumlah produksi lagi. Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas untuk membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka memproduksi unit tersebut, dTC + dBC , maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah produksi lagi. Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi keseimbangan (equilibrium) atau optimum. 9

(9)

2.5 Nilai-Nilai Islam dalam Produksi

Upaya produsen untuk memperoleh Maslahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai – nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami, sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Sejak dari kegiatan mengorganisasikan faktor produksi, proses produksi, hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas dan aturan teknis yang dibenarkan oleh Islam. Metwally (1992) mengatakan “perbedaan dari perusahaan – perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.”

Nilai – nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi islam, yaitu khilafah, adil dan takaful. Secara lebih rinci nilai – nilai islam dalam produksi meliputi10:

1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat 2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal 3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran

4. Berpegang teguh pada kedisiplinan & dinamis 5. Memuliakan prestasi/produktivitas

6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi 7. Menghormati hak milik individu

8. Mengikuti syarat sah & rukun akad/transaksi 9. Adil dalam bertransaksi

10. Memiliki wawasan sosial

11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak

12.Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam

2.6 Faktor-Faktor Produksi

Pengertian produksi juga merujuk kepada prosesnya yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output disebut faktor produksi11.

Berikut ini adalah faktor-faktor produksi yang dijelaskan dalam perspektif islam12:

(10)

1. Sumber Daya Alam (SDA/tanah)

Qardhawi menjelaskan bahwa alam dan kekayaan yang telah diciptakan Allah,untuk kepentingan manusia ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia. Tanah merupakan faktor produksi yang penting sebagai sumber daya alam ,yaitu bagaimana membudidayakan tanah secara baik, bagaimana perlunya merubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan peraturan pengairan,menanaminya dengan tanaman yang baik. Seorang muslim dapat memperoleh milik atas SDA setelah memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam dapat memberikan 2 komponen penghasilan yaitu :

a. Penghasilan dari sumber-sumber daya alam atau sewa ekonomi sendiri

b. Penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan SDA melalui kerja manusia dan modal dalam berbentuk upah atau laba

Islam mengakui sumber daya alam sebagai sesuatu yang ada dipermukaan bumi seperti kesuburan tanah, sifat-sifat sumber daya udara, air, mineral dan seterusnya. Islam tidak mengakui sumber daya alam sebagai alat, tetapi hanya mengakui diciptakannya manfaat yang dapat memaksimalkan kesejahteraan terhadap sumber daya tersebut.

Hal yang harus diketahui, tanah sebagai sumber daya alam merupakan sumber daya yang dapat habis oleh sebab itu tanah merupakan milik generasi kini maupun yang akan datang, generasi kini berhak menyalahgunakan SDA yang ada sehingga menimbulkan bahaya bagi generasi yang akan datang. Terdapat pedoman dalam penggunaan SDA yang dapat habis : a. Pembangunan pertanian pada Negara-negara muslim dapat ditingkatkan melalui metode

penanaman intensif dan ekstensif, jika dilengkapi dengan suatu program pendidikan moral berdasarkan ajaran islam.

b. Penghasilan dari SDA yang cepat habis harus lebih digunakan untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial seperti universitas atau rumah sakit dan untuk infrastruktur fisik dari pada konsumsi.

c. Sewa ekonomi murni boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran konsumsi.

11 Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,

(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.108

12 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, (Jakarta:PT

(11)

2. Tenaga kerja

Dalam islam buruh bukan hanya jumlah usaha atau jasa abstrak yang di tawarkan untuk di jual pada para pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang memperkerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Seorang pekerja modern berhak mempunyai harga jual yang tinggi. Tetapi dalam islam majikan tidak mutlak berhak berbuat apa saja yang dikehendakinya terhadap tenaga kerja tersebut. Tenaga kerja tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak di ajarkan syari’at.

Baik pekerja maupun majikan dilarang saling memeras. Dapat disimpulkan dalam islam tenaga kerja digunakan dalam arti luas tetapi terbatas. Luas dalam arti tugas pekerja tidak hanya dilihat dari penggunaan jasa. Buruh dalam hal pertimbangan keuangan tetap termasuk kedalam tanggung jawab moral dan perlindungan hak masing-masing pihak. Terbatas dalam arti bahwa pekerja dan majikan tidak bebas berlaku sekehendak hati.

3. Modal

Modal menempati tempat kedudukan yang khusus dalam ekonomi islam, modal merupakan sarana produksi yang menghasilkan tetapi bukan merupakan faktor produksi pokok melainkan merupakan perwujudan tanah dan tenaga kerja sesudahnya.

Modal dihasilkan oleh pemakaian tenaga kerja dan penggunaan sumber daya alam. Islam memandang bahwa modal sebagai hak milik merupakan amanah dari Allah yang wajib dikelola secara baik sehingga modal tersebut dapat berkembang. Modal tumbuh dari tabungan-tabungan yang kemungkinan terciptanya barang-barang modal. Tetapi terciptanya barang-barang modal itu tergantung dari 2 hal, yaitu:

Konsumsi sekarang yang berkurang dan harapan akan produksi yang akan meningkat dimasa yang akan datang. Tetapi islam menyetujui dua pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.

(12)

orang, dikutuk. demikianlah dalam kitab suci al-quran dinyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena kekayaan harus tersebar dengan baik.

Dalam pengelolaan modal dilarang untuk menggunakan modal dalam produksi secara boros, mengharamkan peminjaman modal dengan bunga tetapi memperbolehkan perolehannya dalam bentuk jual beli, pemberian wasiat dan waris.

4. Organisasi

seseorang yang berinisiatif merencanakan, memandu, menyusun seluruh perusahaan disebut sebagai pioner atau usahawan. Keseluruhan kerja, merencanakan dan mengarahkan perusahaan adalah kerja organisasi13

Dalam ekonomi islam terdapat ciri khas dimana organisasi menjadi faktor produksi. Terdapat beberapa alasan mengapa organisasi muncul sebagai faktor produksi. Yaitu:

a. Ekonomi islam berdasarkan kepada modal (equity based) daripada berdasarkan pinjaman (loan based). Para manajer cenderung mengelola perusahaan dengan membagikan dividen dikalangan pemegang saham atau membagi keuntungan diantara mitra usaha ekonomi. Dapat dipastikan bahwa produksi didorong atau dimotivasi oleh kekuatan kerjasama melalui berbagai bentuk atau investasi dalam berbagai bentuk persekutuan.

b. Keuntungan dalam suatu usaha merupakan urusan bersama oleh sebab itu pengalaman perusahaan dana manajemen menjadi penentu perilaku produsen terhadap kepentingan orang lain dalam masyarakat, sehingga perilau-perilaku dalam organisasi dapat memaksimalkan keuntungan.

c. Adanya tuntunan akan keberadaan moral, ketetapan, kejujuran dalam manajemen. organisasi dianggap dapat mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan pengawasan dalam hal perhitungan (akuntansi).

d. Strategi manajemen diakui mempunyai hubungan yang meyakinkan untuk memaksimalkan keuntungan atau penjualan.

2.7Prinsip – Prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam.

(13)

Prinsip adalah suatu pendirian, artinya seorang produsen dalam melaksanakan produksi harus memiliki pendirian yang teguh kepada arahan yang telah diberikan oleh Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya sebagai berikut14 :

1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim Nya kepada manusia. Karenanya sifat tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi, langit dan segala isinya.

2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksprimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al Qur’an dan Hadits.

3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda ; “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.

4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal kepada Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalamnya agama-agama selain Islam. Sesungguhnya islam mengingkari itu semua dan menyuruh bekerja dan berbuat , bersikap hati-hati dan melaksanakan selama persyaratan. Tawakkal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT sebagai pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.

2.8Kaidah – Kaidah dalam Berproduksi

Kaidah adalah patokan atau aturan yang sudah pasti, artinya seorang produsen dalam melakukan kegiatan produksi hendaknya memerhatikan kaidah-kaidah sesuai dengan ajaran

14 Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,

(14)

islam agar output yang dihasilkan memperoleh maslahah seperti yang dikatakan oleh Muhammad Abdul Mannan (1992), Perilaku produksi tidak hanya menyadarkan pada kondisi permintaan pasar melainkan juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Berikut ini adalah kaidah-kaidah dalam berproduksi15 :

1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memeliharan keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.

3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya aqidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/ kehormatan, serta untuk kemakmuran material.

4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, dimana dalam kaitan tersebut para ahli fiqih memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia bisa melaksanakan urusan agama dan dunianya.

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreativitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam kualitas rohaniyah individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi islami.

15 Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,

(15)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

(16)

hanya dimiliki oleh sekelompok orang, sebagai seorang muslim kita harus memiliki sikap produktif dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain apalagi konsumtif, hal ini ditekankan pada hadits “ Tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan, kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika seorang diantara kamu mencari kayu bakar , kemudian mengumpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali, lantas memikulnya dipunggungnya, sesungguhnya itu lebih baik ketimbang meminta-minta kepada orang lain “ (HR. Bukhari Muslim). Dan perlu diingat bahwa seorang produsen muslim harus memiliki tujuan utama dalam berproduksi yaitu menghasilkan produk yang dapat memberikan maslahah.

3.2 Saran

Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar dapat memahami lebih jauh lagi teori perilaku produsen sesuai dengan tuntutan islam dari berbagai narasumber dan referensi lainnya karena dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, Nur Rianto.2011.Dasar-Dasar Ekonomi Islam.Solo: PT Era Adicitra Intermedia

Mannan,Muhammad Abdul.1992.Ekonomi Islam:Teori dan Praktek.Jakarta:PT Intermasa

Nasution, Mustafa Edwin dan Budi Setyanto.2007.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.Jakarta:Prenada Media Group

P3EI UII.2008.Ekonomi Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum lereng tersebut memiliki nilai faktor keamanan yang lebih kecil dari 1,5, oleh sebab itu untuk menaikkan kestabilannya dapat dilakukan dengan

Hal itu disebabkan karena kurangnya minat anak untuk mempelajari tentang lagu-lagu nasional yang biasanya hanya mereka pelajari pada saat menjelang upacara dan

Judul : Pengembangan Ketrampilan Menulis Kreatif sebagai Pengisi Waktu Luang dan Penambah Penghasilan Bagi Remaja-Pemuda Masjid di Wilayah Jatinom Kabupaten Klaten. Program :

Pengujian dilakukan untuk mengetahui tinggi tekanan air pada tanah halus di bawah badan bendung dengan pemberian turap di hulu dan hilir, turap dibagian hulu bendung, turap

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Rasio

Hidup adalah cinta, maka nikmatilah (Bhagawan Sri Sthya Sai Baba). [ RUMUS CEPAT

This study used a questionnaire about the perception of lecturers by proposing a number of statements related to of awareness, services, benefits and problems in

industri yang menggunakan bahan baku etil asetat di dalam negeri dewasa ini.. sedang kurang menggairahkan, namun di masa mendatang