JURNAL PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PANGAN
PEMBUATAN TEMPE
NAMA : IRWAN
NIM : G311 14 007
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : ANDI NUR HUSNAYANTI YASIN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
PEMBUATAN TEMPE Irwan1, Andi Nur Husnayanti Yasin2
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin
Abstrak
Tempe merupakan produk olahan dari hasil fermentasi kacang kedelai maupun dari bahan lain dengan memanfaatkan mikroba jenis Rhizopus sp. mekanisme pembentukan tempe diawali dengan pembentukan spra oleh Rhizopus oligosporus yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan miselia yang akan menembus jaringan biji kedelai sehingga terbentuk miselium yang merupakan salah satu penentu baik tidaknya suatu tempe. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pembuatan tempe diantaranya adalah oksigen, suhu, jenis laru dan nilai pH. Prosedur pembuatan tempe diawali dengan dilakukannya penyortiran dengan meletakkan kedelai diatas tampah. Kemudian biji kedelai dicuci, setelah itu dilakukan perebusan selama 30 menit atau sampai mendekati setengah matang. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 24 jam setelah itu dilakukan pengulitan dilanjutkn dengan peragian. Setelah itu di kemas dengan kain plastik ataupun dengan daun pisang Lalu ditusuk-tusuk dengan lidi/jarum lalu kemudian disimpan agar terjadi proses fermentasi. Hasil pembuatan tempe yang diperoleh pada praktikum ini gagal, hal tersebut dibuktikan dengan munculnya bau busuk serta tidak terbentuk miselia pada kedelai sehingga biji kedelai tidak kompak. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa, tahap pembuatan tempe diawali dengan sortasi dan pencucian, kemudian dilanjutkan perendaman dan perebusan, penirisan lalu pengulitan. Setelah itu dilakukan peragian dan terakhir pengemasan untuk di inkubasi. Mekanisme pembentukan tempe dimulai pada pembentukan spora oleh kapang Rhizopus oligosporus kemudian dilanjutkan dengan terjadi fermentasi, sehingga terbentuk miselia yang menembus dinding jaringan biji kedelai, dan terbentuklah tempe. Penggunaan inokulum tempe menjadi penentu keberhasilan pembuatan tempe. Lama penyimpanan inokulum tempe juga mempengaruhi hasil tempe yang akan diperoleh, yakni penyimpanan yang lama akan menurunkan aktivitas inokulum sehingga besar kemungkinan kegagalan dalam pembuatan tempe.
Kata kunci : Inokulum, Mikroba, Tempe.
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Bahan dasar pembuatan tempe bermacam-macam, tetapi pada umumnya tempe dibuat dari kedelai. Kedelai merupakan bahan dasar tempe yang komposisi senyawa terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% karbohidrat. Setelah mengalami proses fermentasi oleh jamur Rhizopus sp. Kandungan protein tempe menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan susu segar, telur dan ikan segar.
Tempe merupakan produk hasil fermentasi kedelai atau bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus
seperti Rhizopus oligosporus, R.
oryzae, R. Stolonifer. Faktor
terpenting yang perlu diperhatikan pada pembuatan tempe adalah inokulum yang mengandung
Rhizopus yang digunakan sebagai
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.
Mekanisme pembuatan tempe diawali dengan perkecambahan spora oleh Rhizopus oligosporus
sehingga terjadi pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi optimal 420C dan pH 4,0. Tahap selanjutnya adalah miselia menembus jaringan biji kedelai. Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras, kemudian mengambil makanan dari biji kedelai. Penetrasi miselia tidak lebih dari dua lapisan sel, perubahan kimia selanjutnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang dilepaskan dari ujung miselia.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dilakukannya praktikum isolasi mikroba adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur pembuatan tempe.
2. Bagaimana mekanisme terbentuknya tempe.
3. pengaruh penggunaan inokulum pada pembuatan tempe.
I.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan praktikum Isolasi Mikroba adalah :
1. Untuk mengetahui prosedur pembuatan tempe.
2. Untuk mengetahui mekanisme terbentuknya tempe.
3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan inokulum pada pembuatan tempe.
Kegunaan dari praktikum pembuatan tempe agar mahasiswa yang bergerak di bidang pangan dapat mengaplikasikan kegiatan praktikum yang dilakukan, yang nantinya dikemudian hari dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
II. METODOLOGI II.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu timbangan analitik, inkubator, kompor, panci dan sealer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah inokulum tempe, tisu, plastik gula, aluminium foil, air, dan kacang kedelai.
II.2 Prosedur Kerja
Pertama-tama alat dan bahan disiapkan. Kemudian sampel berupa kacang kedelai disortasi dan dicuci. Lalu sampel direbus. Setelah itu sampel direndam selama beberapa jam, lalu ditiriskan kemudian dikuliti, sehingga kulit ari terpisah dengan biji, yang selanjutnya diangin-anginkan. Kacang kdelai ditimbang sebanyak 2 kali masing-masing sebanyak 100 gram. Selanjutnya masing-masing kedelai ditambahkan 0,5 gram inokulum, lalu dimasukkan dalam plastik, dengan perlakuan sebagai berikut :
A : Langsung dikemas
B : Didiamkan selam 24 jam, setelah itu dikemas
Gambar Perlakuan A Gambar Perlakuan B Hasil yang diperoleh isloasi
mikroba adalah sebagai berikut :
III.2 Pembahasan III.2.1 Tempe
Tempe merupakan produk olahan hasil fermentasi dari kedelai maupun dari bahan lainnya. Tempe merupakan sumber protein yang potensial bagi penduduk, khususnya di Indonesia. Mikroba yang berperan pada pembuatan tempe adalah jenis kapang berupa Rhizopus sp. yang memiliki peranan pada kedelai yang membentuk massa yang padat dan kompak. Selama proses fermentasi banyak bahan kedelai menjadi bersifat lebih lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi produkk yang lebih kecil dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptida. Hal ini sesuai dengan Silvia (2009), yang menyatakan bahwa tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai. Fermentasi terjadi karena aktivitas kapang
Rhizopus sp. pada kedelai
sehingga memnbentuk massa yang padat dan kompak.
III.2.2 Inokulum Tempe
Pembuatan tempe
menggunakan inokulum yang merupakan penentu keberhasil
pada proses fermentasi kedelai. Inokulum tempe digunakan sebagai agensia pengubah kedelai yang telah mengalami proses perebusan dan perendaman menjadi tempe. Inokulum tempe
merupakan bahan yang
mengandukung biakan mikroba jenis Rhizopus sp. inokulum
tempe tertentu dapat
mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan karena terkait dengan jenis Rhizopus yang digunakan pada inokulum tersebut. Misalnya R. Oryzae akan menghasilkan tempe yang lebih padat dibandingkan dengan hasil yang diperoleh menggunakan R. Oligosporus, karena R.oryzae
memiliki miselia yang lebih panjang dibandingkan dengan R.
Oligosporus. Hal ini sesuai
dengan Silvia (2009), yang menyatakan bahwa inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan.
III.2.3 Mikroba pada Tempe
Kualitas tempe sangat dipengaruhi oleh jenis mikroba yang digunakan, dalam hal ini jenis inokulum tempe yang mengandung jenis Rhizpus sp.
diantaranya adalah Rhizpus
oligosporus, Rhizpus oryzae, dan
Rhizpus stolonifer. R. oligosporus
menghasilkan protease, yang mengurai protein kedelai selama fermentasi. Protein kasar yang larut dalam air meningkat sebagai
hasil fermentasi yang
menunjukkan akumulasi peptida dan asam amino. Sedangkan pada
R. oryzae merupakan kapang yang
dengan Silvia (2009) yang menyatakan bahwa jenis kapang. yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah
Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae, serta terdapat
pula Rhizopus stolonifer.
III.2.4 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe
Beberapa faktor yang berpengaruh pada pembuatan tempe diantaranya adalah oksigen, yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi bila berlebihan proses metabolisme kapang menjadi lebih cepat sehingga menghasilkan panas berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangannya (panas yang ditimbulkannya menjadi lebih besar dari pada panas yang dibuang dari bungkusan). Bila hal ini terjadi, suhu kacang kedelai yang sedang mengalami fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan kapangnya mati. Faktor selanjutnya adalah suhu, dimana kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu suhu pertumbuhannya antara 25-30 0C atau suhu ruang. Kemudian yang mempengaruhi pembuatan tempe yang selanjutnya adalah jenis inokulum, yaitu apabila inokulum terlalu lama disimpan akan mempengaruhi aktivitas kapang. Faktor yangpengaruh yang terakhir adalah pH, yang bila kondisinya kurang asam atau pH tinggi maka kapang tempe tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga tempe akan mengalami kegagalan. Hal ini sesuai dengan Silvia (2009) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pada fermentasi tempe adalah oksigen, suhu, jenis laru dan nilai pH.
III.2.5 Mekanisme Terbentuknya Tempe
Mekanisme terbentuknya
tempe diawali proses
perkecambahan spora oleh
Rhizopus oligosporus yang
kemudian menyebabkan
terjadinya pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi yang optimal pada pembentukan tempe adalah pada suhu 420C dan pada pH yang cukup rendah yaitu pada pH 4,0. Beberapa spora yang diperlukan untuk pembengkakan spora diantaranya adalah yang berasal tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Penetrasi miselia tidak lebih dari dua lapisan sel Perubahan kimiawi selanjutnya dalam biji terjadi oleh aktivitas enzim ekstraseluler yang dilepaskan dari ujung miselia. Hal ini sesuai dengan Sucianti (2012) yang menyatakan bahwa mekanisme pebuatan tempe adalah terjadinya proses perkecambahan spora yang kemudian selanjutnya proses penembusan jaringan biji kedelai oleh miselium melalui proses fermentasi.
III.2.6 Prosedur
untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dengan biji kedelai. Setelah itu biji kedelai direbus selama 30 menit atau sampai dengan setengah matang, yang bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam pengupasan biji dengan kulit ari kedelai. Selain itu perebusan juga bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai serta untuk mengurangi bau langu dari kedelai. Setealah itu dilakukan perendaman selama semalam, yang bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memberikan kesempatan keping kedelai untuk menyerap air serta memudahkan dalam pengupasan kulit, selanjutnya dilanjutkan dengan pengulitan yang bertujuan untuk memisahkan biji kedelai dengan kulit ari dari kacang kedelai. Setelah itu dilakukan penirisan serta biji kedelai diangin-anginkan kemudian diberikan perlakuan peragian, sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe yang merubah sifat karakteristik kedelai menjadi tempe. Selanjutnya dilakukan pengemasan dengan mengunakan kantong plastik atau dari daun pisang, lalu ditusuk-tusuk. Tahap terakhir adalah inkubasi pada suhu ruang bertujuan untuk menumbuhkan kapang yang berperan didalamnya, sehingga terbentuklah tempe. Hal ini sesuai dengan BSN (2012) yang menyatakan bahwa, langkah langkah pembuatan tempe adalah sebagai berikut, pertama dilakukan penyortiran dengan meletakkan kedelai diatas tampah. Kemudian biji kedelai dicuci, setelah itu dilakukan perebusan
selama 30 menit atau sampai mendekati setengah matang.
Selanjutnya dilakukan
perendaman selama 24 jam setelah itu dilakukan pengulitan dilanjutkn dengan peragian. Setelah itu di kemas dengan kain plastik ataupun dengan daun pisang Lalu ditusuk-tusuk dengan lidi lalu kemudian disimpan agar terjadi proses fermentasi.
III.2.7 Hasil
Hasil yang diperoleh pada praktikum ini yaitu produksi pada pembuatan tempe mengalami kegagalan, hal ini dapat terjadi karena adanya bau yang busuk pada kacang kedelai serta tidak tebentuk miselium sehingga biji
kedelai tidak kompak.
Pembusukan dapat terjadi kemungkinan karena pada saat pembersihan tidak dilakukan dengan baik, serta pada saat penirisan kedelai tidak cukup kering, sehingga dapat menyebabkan proses fermentasi akan gagal dan kedelai cepat membusuk. Faktor yang kemungkinan menjadi penyebab kegagalan pada tempe adalah pengaruh suhu. Praktikum yang dilakukan tidak terlalu memperhatikan suhu, karena pada saat setelah pengemasan sampel langsung disimpan di shaker lalu kemudian ditutup, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan suhu yang dapat menyebabkan overheating pada calon tempe, sehingga kedelai akan mudah busuk. Suhu yang baik pada proses fermentasi dan perkembangan jamur Rizopus
bahwa faktor-faktor yang
mempeharuhi tingkat
keberhasilan fermentasi pada tempe diantaranya adalah pada aliran oksigen yang tinggi akan menyebabkan metabolisme kapang menjadi cepatsehingga menghasilkan panas yang
berlebihan yang dapat
mengakibatkan kapang mati, selanjutnya adalah suhu yaitu kapang tempe bersifat mesofilik,
yaitu untuk tumbuhnya
memerlukan suu antara 25-30 0C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan ventilasi yang cukup baik, faktor selanjutnya adalah jenis laru dan nilai pH.
IV. PENUTUP IV.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Tahap pembuatan tempe diawali dengan sortasi dan pencucian, kemudian dilanjutkan perendaman dan perebusan, penirisan lalu pengulitan. Setelah itu dilakukan peragian dan terakhir pengemasan untuk di inkubasi.
2. Mekanisme pembentukan tempe dimulai pada pembentukan spora oleh kapang Rhizopus oligosporus
kemudian dilanjutkan denganterjadi fermentasi, sehingga terbentuk miselia yang menembus dinding jaringan biji kedelai, dan terbentuklah tempe.
3. Penggunaan inokulum tempe menjadi penentu keberhasilan
pembuatan tempe. Lama
penyimpanan inokulum tempe juga mempengaruhi hasil tempe yang akan diperoleh, yakni penyimpanan yang lama akan menurunkan aktivitas inokulum sehingga besar kemungkinan kegagalan dalam pembuatan tempe.
IV.2 Saran
Disarankan pada pembuatan tempe agar memperhatikan inokulum serta faktor-faktor perlakuan yang akan diberikan kepada tempe karena hal tersebut menjadi penentu keberhasilan suatu tempe.
IV. DAFTAR PUSTAKA
BSN. 2012. TEMPE: Persembahan
Indonesia untuk Dunia. Jakarta
Silvia, I. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio
zibethinus). Universitas Sumatra
Utara : Medan. Skripsi
Sucianti, A. 2012. PENGARUH LAMA
PERENDAMAN DAN
FERMENTASI
TERHADAP KANDUNGAN HCN
PADA TEMPE
KACANG KORO (Canavalia
ensiformis L). Universitas
Hasanuddin : Makassar. Skripsi
LAMPIRAN
Kacang Kedelai 100 gram
Pencucian dan Sortasi
Perebusan
Penirisan biji kedelai
Perendaman
Pengulitan
Pemberian inokulum
Pengemasan
Inkubasi
Tempe Inokulum 0,5
gram