• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Penting Ilmu Pengetahuan Dan Ekono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Nilai Penting Ilmu Pengetahuan Dan Ekono"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nilai Penting Ilmu Pengetahuan Dan Ekonomi Di Situs Kotacina: Upaya Konseptual Mewujudkan Pelestariannya1

Oleh:

Stanov Purnawibowo Balai Arkeologi Medan

I. Pendahuluan

Membahas mengenai sumberdaya arkeologi tentu saja tidak dapat dipisahkan dari sumberdaya budaya. Sumberdaya arkeologi dapat dipahami sebagai satu kesatuan utuh yang terintegrasi penuh dalam sumberdaya budaya. Sumberdaya budaya dapat dipahami definisinya menurut Ahimsa-Putra (20011) sebagai perangkat-perangkat dalam suatu kebudayaan yang memiliki kemungkinan untuk dimanfaatkan oleh pendukung kebudayaan tersebut guna menyelesaikan masalah-masalah tertentu atau mencapai tujuan-tujuan tertentu, tentunya hal dimaksud tidak lepas dari definisi manusia sebagai animal symbolicum serta pandangan bahwa kebudayaan pada dasarnya merupakan kumpulan dari usur-unsur budaya, atau simbol-simbol yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan dan masalah-masalah tertentu (Ahimsa-Putra, 2011).

Berdasarkan pemahaman tersebut, sumberdaya arkeologi dapat dipahami sebagai keseluruhan perangkat dan simbol berupa benda/materi yang pernah mengalami perekayasaan oleh manusia melalui proses dibuat, dipakai, dibuang ataupun dipakai lagi (reuse) dalam konteks sistemnya maupunn yang sudah masuk dalam konteks arkeologi, yang memiliki kemungkinan untuk dimanfaatkan oleh manusia pendukungnya guna menyelesaikan masalah tertentu atau mencapai tujuan-tujuan tertentu, pemahaman demikian tentu saja mengacu kepada pendapat Sciffer mengenai hakekat sebenarnya dari data arkeologi yang telah mengalami transformasi hingga ditemukan kembali dan dimanfaatkan pada masa sekarang (Sciffer, 1976 dalam Tanudirjo, 2011). Sebagai hasil buah karya manusia wujud dari sumberdaya budaya secara umum dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang berwujud materi (tangible) seperti: bangunan, alat-alat pemenuhan kebutuhan sehari-hari, moda transprotasi, dan lain sebaginya; serta yang berwujud non-materi (intangible) seperti: tarian, religi, adat istiadat, norma sosial, dan lain sebagainya. Sumberdaya arkeologi yang merupakan bagian dari sumberdaya budaya merupakan tinggalan aktivitas masnusia dari masa lalu yang tentu saja memiliki sifat-sifat yang terbatas, mudah rusak, dan tidak dapat diperbaharui lagi

1 Diterbitkan dalam jurnal “ARABESK” Nomor 2 Edisi XV Tahun 2015 periode bulan Juli-Desember. BPCB Aceh.

(2)

secara konteks sistemnya, namu demikian jangan diartikan sifat-sifat dimaksud menjadi penghalang bagi pemanfaatannya.

Adapun nilai penting-nilai penting sumberdaya arkeologi yang akan dijelaskan dalam artikel ini, didefinisikan sebagai suatu/beberapa takaran/ukuran tertentu baik bersifat kuantitatif maupunn kualitatif yang diberikan kepada sumberdaya arkeologi oleh masyarakat pendukungnya, namun demikian nilai bersifat kualitatif yang dianggap lebih cocok yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini karena diterapkan pada objek agar terjadi persepsi yang sama terhadap konsep nilai suatu kawasan situs Kotacina.

Tujuan penulisan artikel ini adalah menjelaskan secara umum tentang beberapa nilai penting yang terdapat di situs ini berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan secara khusus mencoba menjelaskan nilai penting ilmu pengetahuan dan ekonomi yang terdapat di kawasan situs Kotacina sebagai upaya mewujudkan pelestarian situs ini, tentu saja hal ini berdasarkan pada UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang belum pernah dikaji secara khusus sebelumnya, terutama di lokasi kawasan situs Kotacina.

Adapun permasalahan yang akan diajukan dan dijawab melalui pemaparan dalam artikel ini adalah nilai-nilai penting apa saja yang terdapat di kawasan situs Kotacina dalam rangka mewujudkan pelestariannya, serta bagaimana penjelasan mengenai nilai penting ilmu pengetahuan dan ekonomi yang ada di situs ini. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sumberdaya arkeologi berupa kawasan situs Kotacina belum ditetapkan sebagai cagar budaya hingga kini.

(3)

II. Kawasan situs Kotacina dan tinggalan arkeologisnya

Kotacina dapat dikatakan kawasan situs yang memiliki potensi tinggalan arkeologis yang cukup bervariasi, baik yang bersifat monumental maupunn yang bersifat fragmentaris. Situs Kotacina secara administratif masuk ke dalam wilayah Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Medan, Sumatera Utara. Koordinat geografis situs Kotacina terletak pada N 03° 43’ 06.6” -- E 098° 39’ 00.2” dan N 03° 43’ 22.2” -- E 098° 39’ 24.8” di suatu lahan seluas kurang lebih 25 Ha. Lokasi situ berada di daerah dataran rendah dengan ketinggian 1.5 mdpl pada lahan rawa yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Lokasi situs berada di sebelah barat Sungai Deli, daerah tersebut merupakan bagian dari lembah Sungai Deli yang cukup subur. Situs Kotacina berada di antara Sungai Belawan dan Sungai Deli yang berhulu di daerah Sibolangit yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Kedua sungai tersebut bermuara ke Selat Malaka (Purnawibowo, dkk., 2008).

Wilayah situs Kotacina berada di antara Sungai Belawan dan Sungai Deli yang berhulu di daerah pegunungan Sibolangit, bagian dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Kedua sungai itu bermuara ke Selat Malaka. Daerahnya merupakan bentanglahan hasil bentukan material erosi sungai (fluvial sedimentation) di bagian hulu dan tengah yang diendapkan di daerah muara sehingga membentuk sebuah delta. Daerah muara menerima depositan endapan material paling banyak dibandingkan daerah lainnya sepanjang aliran kedua sungai tersebut. Diketahui bahwa sistem sungai di pesisir pantai timur Sumatera umumnya adalah unperenial yang berair sepanjang tahun dan dapat dilayari, termasuk Sungai Belawan dan Sungai Deli. Hingga saat ini keduanya masih dilayari walaupun hanya sampai ke permukiman nelayan di wilayah Kecamatan Medan Labuhan (Koestoro, 2008).

Adapun tinggalan arkeologis yang terdapat di kawasan situs Kotacina adalah: fragmen keramik asing, fragmen tembikar/gerabah/terakotta, koin asing, arca, struktur bangunan, dan sisa perahu. Jenis sample fragmen keramik dari situs dimaksud berasal dari bagian rim (bibir), badan dan base (dasar). Analisis temuan itu menghasilkan catatan akan keberadaan 9 type bentuk wadah yaitu mangkuk, dish, cover box, basin, martavan (jar), jarlet, kendi, botol, stemcup. Adapun jenis fragmen keramik yang diteliti berasal dari jenis keramik celadon,

Chingpai, yelow-grey wares, brown-glaze wares, Te Hua wares dan coarse stone wares. Berikut ini adalah uraian singkatnya.

(4)
(5)

menunjukkan terjadinya penyurutan peran Kotacina sebagai sebuah bandar (Purnawibowo, 2007).

Temuan tembikar di Kotacina cukup beragam. Selain dijumpai tembikar lokal, jenis tembikar tertentu memperlihatkan bahwa itu dibuat di Satingphra (Thailand) dengan wilayah persebaran yang cukup luas yang mencakup beberapa situs di daratan Asia Tenggara, seperti di Pangkalanbujang di Kedah, Malaysia, dan Oc-eo di Vietnam. Hal itu jelas merupakan dukungan atas asumsi bahwa situs Kotacina merupakan salah satu situs perdagangan di Indonesia. Tentunya di sana juga telah tersusun suatu sistem pasar bagi komoditi berupa tembikar/gerabah.

Berkenaan dengan arca yang ditemukan analisis ikonografi yang dilakukan, diketahui bahwa arca-arca yang ditemukan di Kotacina, yakni arca Buddha dengan sikap tangan Dhyanamudra (sikap tangan bersemedi) dan Vijakhayamudra (sikap tangan memberi wejangan), yang terbuat dari batu granit dan perunggu menunjukkan gaya dari India Selatan (Cola Style). Selain arca bercirikan ikonografi Buddha, ditemukan juga arca Hindu yang diduga arca Dewa Wisnu dan Dewi Lakhsmi yang ditemukan dalam keadaan sudah tanpa bagian kepala. Dan di sana juga ditemukan lingga dan yoni, yang saat ini menjadi koleksi Museum Negeri Sumatera Utara. Semua temuan arca di situs Kotacina yang bergaya seni Cola itu dapat diduga diimpor dari daerah Tamilnadu di India Selatan, terutama dari daerah sekitar ibukota Kerajaan Tamil di Kanchipuram dan ini berkenaan dengan kronologi sekitar abad ke-10 hingga ke-13 Masehi (McKinnon, 1993/1994).

Temuan berupa mata uang logam kebanyakan dijumpai pada kegiatan tahun 1972 hingga tahun 1977. Tercatat tidak kurang dari 1.064 buah fragmen mata uang Cina yang kebanyakan berangka tahun 1022, 1073, dan 1079 dan diketahui berasal dari masa pemerintahan Dinasti Song (abad ke-10 -- ke-12 Masehi). Selain itu juga ada yang berasal dari masa pemerintahan Dinasti Tang (abad ke-7 -- ke-9 Masehi), walaupun dalam jumlah yang tidak besar (hanya sekitar 7,8 % dari jumlah keseluruhan).

Analisis teknologis atas sisa kekunaan itu memperlihatkan adanya perahu-perahu berteknik ikat dan teknik pasak dalam pembangunannya yang menghasilkan perahu-perahu samudera berukuran antara 25--30 meter. Adapun analisis carbon dating yang diberlakukan atas beberapa sample potongan kayu sisa badan perahu serta analisis tipologis atas fragmen gerabah/keramik asing yang ditemukan bersamaan memberikan data kronologi sahih yang menunjuk pada abad ke-12 – ke-13 Masehi (Manguin,1989).

(6)

dengan aktivitas keagamaan yang memiliki latar belakang Hindu dan Buddha, tentu saja hal ini diasosiasikan dengan temuan konteks arca-arca Hindu-Buddha yang ditemukan di lokasi situs Kotacina.

III. Beberapa nilai penting di situs Kotacina

Kawasan situs Kotacina dengan luasan lebih kurang 25 Ha mengandung tinggalan arkeologis yang bervariasi dan dapat dikatan sebagai situs perdagangan antar bangsa yang pernah terjadi pada kurun abad ke-10 hingga ke-14 Masehi. Dengan demikian situs Kotacina dapat dikatakan sebagai salah satu lokasi perdagangan penting di pesisir timur Sumatera yang menghadap langsung ke Selat Malaka, pada masa itu dikenal sebagai jalur perdagangan laut Internasional yang ramai.

Berkenaan dengan nilai penting suatu sumberdaya arkeologis harus berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yang pendefinisiannya harus disetarakan dengan cagar budaya pada UU No. 11 tahun 2010, Bab I, Pasal 1: Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Berdasarkan terminologi tersebut diketahui bahwa tidak semua sumberdaya arkeologi termasuk dalam kategori cagar budaya, hal ini disebabkan untuk menjadi cagar budaya harus melalui tahapan penetapan. Akan tetapi hal demikian bukan berarti sumberdaya arkeologi yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya tidak memiliki nilai penting.

Perlu dipahami yang dimaksud dengan nilai penting suatu sumberdaya arkeologi tentunya harus diselaraskan terlebih dahulu dengan kebutuhan hidup mendasar manusia, terutama manusia yang berinteraksi langsung dengan sumberdaya arkeologi tersebut, dengan demikian perlu ditambahkan beberapa nilai penting lain selain yang terkandug dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Hal demikian dimaksudkan agar kelak nilai penting lainnya yang telah ada dapat masuk.

(7)

Untuk menjawab pertanyaan pertama penjelasan tentang nilai penting berangkat dari beberapa nilai penting yang terdapat pada Bab I, Pasal 1 UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya serta penambahan nilai penting ekonomi dan nilai penting ekologi kawasan tersebut bagi Kota Medan. Adapun nilai penting-nilai penting yang terdapat di kawasan situs Kotacina dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Nilai penting sejarah: situs Kotacina keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan Kota Medan. Secara khusus, situs ini bagian yang tidak terlepaskan dari sejarah kejayaan Kota Medan di masa lalu hingga kota ini menjadi seperti sekarang. Apabila disadari bahwa belajar dari masa lalu untuk menentukan masa kini dan memanen hasil di masa depan, tentunya akan lebih bijaksana bila situs ini dilindungi, dikelola, dan dimanfaatkan.

2. Nilai penting ilmu pengetahuan: situs Kotacina memiliki potensi untuk diteliti berkelanjutan dari berbagai disiplin ilmu untuk menjawab berbagai permasalahan di berbagai disiplin ilmu. Adapu pemanfaatan selain ilmu arkeologi, sejarah, dan antropologi, kawasan situs ini dapat diteliti oleh disiplin bidang ilmu ekonomi; geografi, geologi, hidrologi dan ilmu tanah; ilmu pertanian dan ilmu perikanan; ilmu pariwisata; ilmu-ilmu sosial: politik, sosiologi, sosiatri; serta planologi.

3. Nilai penting pendidikan: situs ini memiliki potensi untuk dimasukkan sebagai kurikulum pendidikan dalam bentuk muatan lokal.

4. Nilai penting agama: temuan struktur bangunan bata, pernah ditemukanya struktur yang diduga stupa, keberadaan temuan arca-arca Tamil yang bercorak Hindu pada masa lalu, artefak dari Timur Tengah, dan Cina dapat memberikan informasi kepada masa sekarang bahwa di lokasi situs pernah terdapat beberapa agama berbeda yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.

5. Nilai penting kebudayaan: situs Kotacina pernah menjadi lokasi bertemu dan berinteraksi berbagai ragam kebudayaan dengan latar belakang etnis dan bangsa yang beragam, hal ini tercermin dari sisa artefaktual yang ditemukan di situs tersebut dapat dijadikan penanda asal muasal artefaknya, seperti: keramik dan tembikar dari Cina, Asia Tenggara, dan Timur Tengah; arca bergaya Tamil (India bagian selatan); manik-manik dan kaca dari Nusantara bagian timur dan Timur Tengah. Hal ini tentu saja dapat dijadikan sebagai benang merah kondisi saat ini Kota Medan yang masyarakatnya multi kultural: Melayu, Jawa, Tamil, Cina, Arab, Eropa.

(8)

7. Nilai penting ekologi: baik disadari maupunn tidak, isu lingkungan dapat dijadikan mitra yang baik dalam melindungi situs. Padahal sebenarnya untuk kawasan seperti situs Kotacina, lingkungan yang selalu dipengaruhi oleh kondisi air pasang naik dan pasang surut air laut berhubungan dengan kualitas air bersih dan abrasi air laut masuk ke air tanah yang dikonsumsi warga masyarakat. Bila daerah ini terpelihara maka amanlah konsumsi air tawar dan serangan abrasi air laut bagi warga Medan.

III. Upaya mewujudkan pelestarian situs Kotacina

Untuk menjawab permasalahan kedua, berdasarkan pendeskripsian beberapa nilai penting di atas, maka selanjutnya akan dijelaskan bagaimana nilai penting ilmu pengetahuan dan ekonomi dapat diarahkan untuk mewujudkan pelestarian situs Kotacina. Adapun pelestarian dapat didefinisikan berdasarkan Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pelestarian didefinisikan sebagai upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian mengandung pemahaman tindakan yang penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dalam rangka mempertahankan keberadaan dan nilai penting cagar budaya.

Nilai penting ilmu pengetahuan yang ada di situs ini dapat direalisasikan dengan menjadikannya sebagai lahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain untuk penelitian arkeologi dan sejarah, situs ini memiliki potensi untuk diteliti dari berbagai ilmu seperti yang disebutkan di atas. Potensi ini tentunya akan berdampak positif bagi situs ini dengan masuknya para peneliti. Hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di situs ini tentu saja harus mampu diaplikasikan dan manfaatnya dirasakan langsung bagi masyarakat sekitar situs.

(9)

membuat keramik. Adapun motif batik dan keramik yang dibuatnya dapat meniru beberapa motif keramik Cina yang ada di situs ini atau mengembangkan kreativitasnya sendiri. Hasil dari usaha mereka dapat dijual di lingkungan situs ataupun ke luar daerah situs. Hal ini juga dirasakan sebagai upaya mendukung pelestarian batik sebagai karya Indonesia yang telah menjadi warisan dunia.

Pengaplikasian dan perealisasian nilai penting ilmu pengetahuan dan ekonomi di situs ini secara langsug maupu tidak akan berdampak pada dilindunginya situs ini dengan alasan kuat. Situs ini dengan otomatis akan mendapat dukungan dan perlindungan dari pemangku stakeholders yang punya kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan ekonomi. Hal ini tentunya berdampak positif dan secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai garda terdepan bagi terwujudnya pelestarian di situs ini.

IV. Penutup

(10)

Daftar Pustaka

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2011. “Sumberdaya Budaya: Strategi Peningkatan Apresiasi Masyarakat” dalam Arkeologi dan Sumberdaya Budaya di Kalimantan: Masalah dan Apresiasi, H.S. Ahimsa-Putra (ed.). Banjarbaru: IAAI Komda Kalimantan. hlm. xii -- xx.

Ambary, Hasan Muarif. 1984. Further Notes On Classification Of Ceramics From The Excavation Of Kota Cina, dalam Studies On Ceramics, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 63--72.

Koestoro, Lucas Partanda dkk., 2006. Medan, Kota Di Pesisir Timur Sumatera Utara Dan Peninggalan Tuanya. Medan: Balai Arkeologi Medan.

Koestoro, Lucas Partanda. 2005. Rempah Dan Perahu Di Perairan Sumatera Dalam Ungkapan Arkeologis Dan Historis, dalam Jurnal Arkeologi Indonesia No. 3. Jakarta: IAAI, hal. 41--64.

______________________. 2008. Kotacina Dalam Sejarah Indonesia. Makalah dalam Seminar Arti Penting Situs Kotacina (Medan) Dalam Sejarah Indonesia Dan Pengintegrasiannya Dalam Pengajaran Sejarah Di SMP/SMA. Medan.

Manguin, Pierre-Yves, 1989. The trading ships of Insular South-East Asia. New Evidence from Indonesian Archaeological Sites, dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi V (1). Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, hal. 200--220.

McKinnon, E. Edwards. 1978. A Notes on Aru and Kota Cina. Dalam Indonesia, Oktober 26.

---,1993/1994. Arca-Arca Tamil Di Kota Cina, dalam Saraswati Esai-Esai Arkeologi 2,

KALPATARU Majalah Arkeologi No. 10. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Hal. 53 --79.

Purnawibowo, Stanov dkk. 2008. Laporan Remaping Situs Kotacina Di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Medan: Balai Arkeologi Medan (tidak diterbitkan).

Purnawibowo, Stanov. 2007. Fragmen keramik asing: Jejak hubungan dagang di situs Kotacina, dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol. X No. 19/2007. Medan: Balai Arkeologi Medan, hal. 86--96.

_________________. 2010. “Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Situs Kotacina” dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol. XIII No. 26, September 2010. Medan: Balai Arkeologi Medan. hlm. 92 -- 100.

(11)

Tanudirjo, Daud Aris. 2003. Warisan Budaya untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelola Warisan Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah dalam Kongres Kebudayaan V. Bukit Tinggi.

________________. 2011. “Pengelolaan Sumberdaya Budaya di Perkotaan”. Dalam Jurnal Siddhayatra. Palembang: Balai Arkeologi Palembang. Diunduh dari

www.arkeologi.palembang.go.id tanggal 14 Desember 2011.

Wibisono, Sonny, 1981. Tembikar Kota Cina: Sebuah Analisis Hasil Penggalian Tahun 1979 Di Sumatera Utara. Skripsi pada Universitas Indonesia, Jakarta.

Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya diakses dari

www.kemenkumham.go.id 14 September 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan, Pertemuan kelima pada siklus III materi pembelajaran diawali dengan sedikit mengulang materi pada siklus II kemudian dilanjutkan pada materi Mencontohkan

Bab kedua, merupakan tinjauan umum terkait dengan strategi pengusaha tahu untuk menghadapi persaingan antar pengusaha, meliputi: pengertian strategi, persaingan,

Golongan Nama Proses Aplikasi dari Proses Proses yang sudah berkembang dan umum digunakan Elektrodialisis Elektolisis Dialisis dengan metode difusi Desalinasi air [12]

Leigh (2009) menjelaskan, saat pembicara berkomunikasi di depan orang banyak, hal utama yang harus diperhatikan adalah menciptakan atau mewujudkan pengaruh

Dan disini memang Bank Muamalat Indonesia Tbk lebih cenderung menggunakan prinsip Revenue sharing yang dimana pendapatan usaha sebelumnya dikurangi dengan beban

Dengan diketahuinya keberadaan Battra ramuan dengan ramuan tanaman obat yang digunakan, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan ramuan

Selama melaksanakan KKM penulis melaksanakan beberapa kegiatan, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan khusus, diantaranya adalah monitoring media cetak, melakukan peliputan,