• Tidak ada hasil yang ditemukan

49285904 Bab II Institusi Bank Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "49285904 Bab II Institusi Bank Indonesia"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II. Bank Indonesia :

Bank Sentral Republik Indonesia

Oleh : F.X. Sugiyono dan Ascarya

Sejarah Bank Sentral

Pada awal mulanya, negara-negara yang sudah mengenal sistem perbankan belum merasakan perlunya bank sentral. Hal ini mengingat aktivitas pengerahan dana dan penyaluran kredit masih sangat terbatas. Namun pada saat alat produksi semakin berkembang di beberapa negara khususnya di daratan Eropa sehingga mendorong banyaknya aktivitas perdagangan dan perniagaan, saat itu pula sistem perbankan mengalami perkembangan sebagaimana ditunjukkan pada akhir abad 17 di Eropa.

Semakin berkembangnya perekonomian, penawaran akan uang menjadi elemen yang sangat penting dan dapat memberikan dampak

multiplier melalui operasi simpan pinjam dalam suatu sistem perbankan. Sampai akhirnya tiba pada suatu saat dimana perkembangan tersebut telah memunculkan suatu keadaan ketidakseimbangan antara penawaran akan uang dengan tingkat produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pada saat produksi barang dan jasa lebih rendah daripada penawaran uang, hampir selalu dapat dipastikan akan terjadi kenaikan harga, yang apabila terjadi secara terus menerus akan menimbulkan inflasi. Demikian pula sebaliknya, maka akan terjadi deflasi. Kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa bila terjadi kenaikan pendapatan sehingga menambah jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut akan cenderung membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Kondisi tersebut pada gilirannya akan mengganggu stabilitas ekonomi, sehingga dirasakan perlunya pengaturan terhadap besarnya penawaran akan uang atau jumlah uang beredar. Keadaan tersebut sekaligus telah mendorong didirikannya suatu lembaga pengatur jumlah uang beredar, yaitu yang sampai saat ini dikenal dengan Bank Sentral.

(2)

Pada awalnya bank sentral disebut sebagai bank sirkulasi (bank of issue) karena tugasnya yang harus mempertahankan konversi uang kertas yang dikeluarkannya terhadap emas atau perak atau keduanya. Dalam perkembangan selanjutnya bank sirkulasi ini menjalankan fungsi-fungsi lain, seperti untuk mengawasi dan mengatur perbankan, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mengatur jumlah uang beredar, atau untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.

Bank Sentral telah muncul pertama kali semenjak Swedish Riksbank, yaitu bank sentral Swedia, didirikan pada tahun 1668, apabila dilihat dari tahun berdirinya, atau semenjak berdirinya The Bank of England pada tahun 1694, apabila dilihat dari konsep bank sentral yang memuat dasar-dasar kebanksentralan. Pada tahun 1913 baru terdapat 21 Bank Sentral. Jumlah Bank Sentral meningkat pesat setelah perang dunia II terutama karena akibat dekolonisasi. Jumlah ini meningkat lagi pada awal 1990an dengan runtuhnya Uni Soviet dan munculnya negara-negara baru di bekas wilayah Uni Soviet. Sampai dengan saat ini terdapat 173 Bank Sentral. Dan yang terakhir didirikan adalah European Central Bank (ECB) pada tahun 1998, yang berkedudukan di Frankfurt (Pollard, 2003).

ECB merupakan bank sentral supranatural yang didirikan oleh anggotanya yang merupakan bagian dari the European System of Central Banks (ESCB) yang terdiri dari ECB dan semua 15 bank sentral anggota Uni Eropa (European Union/EU). ECB dan 12 bank sentral anggota yang telah menerapkan matauang bersama euro (berpartisipasi dalam euro area) biasa disebut the Eurosystem. ECB mempunyai tanggung jawab untuk melakukan kebijakan moneter di euro area yang tujuan utamanya adalah untuk memelihara kestabilan harga. Dengan demikian, bank sentral anggota the Eurosystem telah menyerahkan kedaulatan kebijakan moneternya kepada ECB dan tidak lagi memiliki diskresi dalam kebijakan moneternya.

(3)

dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, dalam suatu sistem perbankan, ketiadaan koordinator dan regulator yang tidak berpihak, akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan operasinya secara efisien. Contohnya, secara ekonomi, keberhasilan bank-bank kecil tidak akan bertahan lama karena adanya praktek bisnis yang tidak fair yang dilakukan oleh bank-bank yang lebih besar. Selain itu, kepentingan para deposan akan kurang mendapat perhatian, demikian juga akan dapat pula muncul praktek-praktek yang merugikan kepentingan nasabah suatu bank.

Berkaitan dengan keadaan tersebut, jelas diperlukan pengaturan dalam bentuk undang-undang, kebijakan dan peraturan untuk mengarahkan aktivitas industri perbankan menuju tercapainya tujuan nasional seperti stabilitas moneter dan perkembangan ekonomi. Sebagaimana dikemukakan oleh Walter Bagehot1 bahwa Money will

not manage itself, maka diperlukan suatu pengendalian terhadap jumlah uang beredar. Pengendalian jumlah uang beredar, merupakan faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu negara. Hal ini terkait dengan diperlukannya uang dalam seluruh kegiatan ekonomi seperti untuk investasi, antara lain untuk mendirikan pabrik, proyek-proyek atau suatu usaha bisnis. Dengan berkembangnya investasi akan berarti lapangan kerja semakin terbuka, demikian juga produksi dan pendapatan akan meningkat dan pada gilirannya akan menambah kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya bila jumlah uang beredar tidak dikendalikan secara benar maka akan terjadi inflasi yang akan berpengaruh terhadap ekonomi secara keseluruhan. Contohnya, harga yang naik akan berpengaruh menurunkan permintaan barang dan jasa dan akhirnya akan berdampak buruk pula bagi produsen karena menurunnya penjualan barang sehingga bisnis mereka akan menurun. Jadi tujuan untuk mencapai full employment dan pertumbuhan ekonomi melalui stabilitas harga tidak tercapai. Untuk itulah diperlukan suatu lembaga bank sentral untuk menjabarkan kebijakan moneter, serta untuk mengatur dan mengawasi aktivitas yang terkait dengan uang, kredit dan perbankan.

1 Sebagaimana yang dikatakan oleh Feliciano R Fajardo dan Manuel M Manansala,

(4)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa bank sentral merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk mengawasi (mengontrol) sistem keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya peranan dan fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi menuju ke bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pengatur dan pengawas kebijakan moneter, perkreditan dan perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank sentral selain sebagai bankers’ bank yaitu sebagai sumber dana bagi bank-bank dan lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, juga berperan sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur, mengawasi serta mengendalikan sistem moneter. Untuk dapat melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai bererapa kewenangan antara lain (1) mengedarkan uang sekaligus mengatur jumlah uang beredar, (2) membina dan mengawasi kegiatan perbankan, (3) mengembangkan sistem perkreditan.

Peran bank sentral tersebut telah banyak diterapkan oleh negara-negara berkembang dewasa ini. Sementara itu, di negara-negara-negara-negara sedang berkembang peran bank sentral jauh lebih luas, yaitu termasuk juga sebagai agen pembangunan. Peran sebagai agen pembangunan dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Suatu negara yang baru muncul, sebagai langkah awal menuju pembentukan bank sentral penuh, dapat menerapkan (misalnya) dolarisasi, dengan menggunakan mata uang asing sebagai mata uang resminya (apabila belum memiliki mata uang sendiri). Setelah memiliki mata uang sendiri, negara tersebut dapat membentuk currency boards yang memberikan mekanisme kredibilitas untuk menjaga nilai tukar yang tetap. Setelah pasar keuangannya berkembang sejalan dengan berkembangnya perekonomian, negara tersebut dapat mendirikan bank sentral penuh yang dapat memiliki fungsi-fungsi lain, sesuai dengan keperluannya, seperti mengatur perbankan, mengembangkan sistem pembayaran dan agen pembangunan.

Boks 1:

(5)

Bank sentral mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi makroekonomi dan fungsi mikroekonomi (Capie, 1994). Fungsi makroekonominya adalah untuk menjaga kestabilan harga, yang berarti pengendalian inflasi dan pengendalian nilai tukar (fungsi sebagai otoritas moneter). Fungsi mikroekonominya adalah untuk menjaga kestabilan sistem perbankan, yang berarti mengatur dan mengawasi bank. Chandavarkar (1996) menambahkan lagi satu fungsi bank sentral untuk mencapai tujuan strategis jangka panjang dengan mengembangkan sitem pembayaran dan infrastruktur keuangan.

Dalam prakteknya, ada bank sentral yang mengemban sepenuhnya ketiga fungsi tersebut seperti di New Zealand, Australia dan Indonesia. Ada yang hanya sebagai otoritas moneter seperti di Hongkong dan Brunei. Tabel 1 memberikan sedikit gambaran mengenai hal ini.

Tabel 1:

Bank Sentral dan Fungsinya

Negara Otoritas Moneter Pengatur Bank Sistem Pembayaran

Hong Kong Ya Tidak Tidak

Brunei Ya Tidak Tidak

Jepang Ya Tidak Ya

Belanda Ya Sebagian Ya

Amerika Ya Sebagian Sebagian

Perancis Ya Sebagian Sebagian

Itali Ya Sebagian Ya

Jerman Ya Sebagian Ya

Singapura Ya Ya Sebagian

Afrika Selatan Ya Ya Tidak

Inggris Ya Tidak Tidak

India Ya Ya Sebagian

Brasil Ya Ya Sebagian

Malaysia Ya Ya Ya

Australia Ya Ya Ya

New Zealand Ya Ya Ya

Indonesia Ya Ya Ya

(6)

memiliki fungsi sebagai otoritas moneter ditambah dengan sebagian atau seluruh fungsi lainnya. Sementara itu, currency boards pada umumnya merupakan otoritas moneter yang tidak mempunyai diskresi dalam kebijakan moneternya, seperti di Hong Kong dan Brunei. Negara kecil atau negara yang baru berdiri pada umumnya mendirikan currency boards dulu sebelum berkembang sepenuhnya menjadi bank sentral.

Mengingat terdapatnya perbedaan dari struktur bank sentral, maka selain bank sentral juga terdapat bank sentral yang disebut

reserve bank. Perbedaan utama dari keduanya yaitu pada struktur dewan direksi/gubernurnya (board of director/governor). Bank sentral memiliki board di kantor pusat, sedangkan reserve bank memiliki juga local board di tingkat regional. Sementara itu, currency boards umumnya disebut monetary authority. Satu perkecualian adalah Singapore Monetary Authority yang pada awalnya merupakan currency boards yang telah berkembang menjadi bank sentral penuh, namun masih menggunakan nama aslinya.

(7)

Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Sebagaimana negara sedang berkembang lainnya, peran dan tugas Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia hingga saat ini telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi hingga sebagai agen pembangunan dan terakhir sejak tahun 1999 telah menjadi independen dan mempunyai tugas mencapai sasaran tunggal yaitu stabilitas nilai rupiah.

Sebelum Indonesia merdeka, lembaga keuangan yang ada di Indonesia terdiri dari 5 kelompok bank dan 1 sejenis lembaga perkreditan atau pegadaian. Perbankan pada masa tersebut dapat dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok bank-bank milik Belanda yang sangat dominan yaitu Nederlandsche Handelmaaschappij (1824), De JavascheBank N.V. (1927), De escomptobank N.V. (1987). Khusus untuk de Javasche Bank, pada masa tersebut, juga diberi hak oktrooi, yaitu hak mencetak dan mengedarkan uang Gulden Belanda, oleh pemerintah Belanda. Kelompok selanjutnya adalah bank asing yaitu the Chartered Bank, the Hongkong Shanghai bank, The Bank of China, The Great Eastern Banking Corporation, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Yokohama Speciebank, Mitsui Bank dan Bank of Taiwan. Kelompok lainnya adalah bank milik Cina Indonesia yaitu N.V. Bankvereeniging Oei Tiong Ham Concern (Semarang). Sementara itu terdapat pula kelompok bank milik pribumi antara lain Bank Nasional Indonesia (1928) yang dipimpin oleh tokoh-tokoh nasional, Bank Nasional Bukittinggi (1930), Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi (1932) dan Bank Bumi di Jakarta. Kelompok terakhir adalah bank-bank milik Hindia Belanda yaitu Algemene Volkscredietbank (1934) dan Postspaarbank (1898). Sementara itu, lembaga pegadaian yang ada diera tersebut adalah Pandhuisdienst.

(8)

Bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal tersebut. langkah pertama dibentuk yayasan dengan nama “Pusat Bank Indonesia.” Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI) yang pada tanggal 5 Juli 1946 dilebur menjadi BNI.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tersebut, terdapat 2 kelompok bank berdasarkan wilayah kedudukannya yaitu kelompok bank nasional swasta yang tercatat di daerah Republik Indonesia dan kelompok bank di wilayah pendudukan Belanda. Yang termasuk dalam kelompok pertama yaitu Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Surakarta, Indonesian Banking Corporation, Bank Nasional Indonesia, Bank Indonesia (di Palembang). Sementara yang termasuk dalam kelompok kedua adalah N.V. Bank Sulawesi (Menado), N.V. Bank Perniagaan Indonesia (Jakarta), Bank Timur N.V. (Semarang), Kalimantan Banking and Trading Corporation N.V. (Samarinda)2.

Pada tahun 1949 berlangsung konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Salah satu keputusan pentingnya adalah adanya penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat tersebut utusan pemerintah mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia Serikat dan terpaksa menerima De Javasche Bank sebagai Bank Sentral.

Dalam perkembangannya pada tanggal 6 Desember 1951 dikeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank dan pada tahun 1953 dikeluarkan Undang-undang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasche Bank wet tahun 1922. Sejak saat itu lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia.

Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral sesuai UU No.11 tahun 1953, yaitu setelah dilakukannya nasionalisasi de Javasche Bank, hingga tahun 1968, peranan pokok Bank Indonesia

2 Prawiroardjo, Priasmoro. “Perbankan Indonesia 40 Tahun,” dalam Esmara,

(9)

selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan mengembangkan sistem perbankan juga masih merangkap sebagai bank komersial. Namun demikian, tanggungjawab kebijakan moneter berada di tangan Pemerintah melalui pembentukkan Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia, memberikan petunjuk kepada direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang, memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan. Kesemuanya ini merupakan konsekuensi dari kedudukan Bank Indonesia pada periode tersebut yaitu sebagai bagian dari Pemerintah.

Pada tahun 1968 dengan dikeluarkannya UU No.13 tahun 1968 Bank Indonesia tidak lagi berfungsi ganda karena fungsi sebagai bank komersial dihapuskan. Namun demikian misi Bank Indonesia sebagai agen pembangunan dan tugas-tugas sebagai kasir Pemerintah dan

bankers’ bank masih melekat. Selain itu, Dewan Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagai perumus kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas Bank Indonesia sebagai agen pembangunan, tercermin dari tugas pokoknya yaitu pertama mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tugas-tugas pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sekaligus sebagai otoritas moneter pada periode tersebut khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini bersifat

conflicting dengan tugas bank Indonesia lainnya, yaitu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, misalnya, sering pula diikuti oleh laju inflasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh menguatnya permintaan di dalam negeri sehubungan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Apabila inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali, pada gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

(10)

di Indonesia dan merupakan bagian dari lembaga financial intermediary. Akibat dari kerancuan tersebut sebagian masyarakat beranggapan bahwa status dan fungsi Bank Indonesia tidak berbeda dengan bank milik negara lainnya. Anggapan tersebut lebih diperkuat dengan ditetapkannya Komisaris Pemerintah sebagai pengawas Bank Indonesia, demikian juga dengan adanya kewajiban penyusunan neraca dan laporan laba-rugi setiap akhir tahun, yang kesemuanya sama dengan kewajiban dari Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Di samping itu, dengan tetap ditunjuknya Dewan Moneter sebagai lembaga yang mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan moneter, sementara Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan, selain mengakibatkan Bank Indonesia tidak otonom, juga memperkuat anggapan bahwa Bank Indonesia sama dengan Bank BUMN lainnya.

Selanjutnya, sejak tahun 1999, dengan diberlakukannya Undang-undang No.23 tahun 1999, kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral Republik Indonesia telah dipertegas kembali. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia telah memperoleh kedudukan yang independen sebagaimana dimiliki oleh bank-bank sentral di beberapa negara, khususnya negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, Chile, Jepang, Korea Selatan dan Philipina. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas serta kewenangannya. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam kaitan ini Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campurtangan atau intervensi dari pihak manapun termasuk Pemerintah. Dengan independensi tersebut, Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara efektif dan efisien.

(11)
(12)

Gambar 1

(1) Informasi tertulis

(2) Laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang (3) BI menyampaikan laporan keuangan dan BPK memeriksa BI

STRUKTUR BANK INDONESIA

STRUKTUR BANK INDONESIA

dalam

dalam

Sistem

Sistem

Ketatanegaraan

Ketatanegaraan

Republik

Republik

Indonesia

Indonesia

M P R

DPR BPK

MA

DPA

Presiden

Kepala Negara

Kepala Pemerin tahan

Presiden

Bank Indonesia

(1) (2) (3)

(13)

Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia

Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, sebelum Undang-undang No.23/1999 tentang Bank Indonesia diberlakukan, nuansa Bank Indonesia sebagai bank sentral yang membantu (sebagai bagian dari) Pemerintah sangat kental. Hal ini tercermin pada kebijakan yang dilaksanakan Bank Indonesia merupakan hasil perumusan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan. Sementara itu Gubernur Bank Indonesia merupakan anggota kabinet yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Keterbatasan wewenang Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan dan kekurangtegasan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antara Bank Indonesia dan Pemerintah ini telah mengakibatkan kurang efektifnya langkah-langkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Ketidakjelasan tugas yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia ini tercermin pada penetapan tugas-tugas pokok Bank Indonesia sesuai yang ditetapkan undang-undang yaitu (1) mengatur dan memelihara kestabilan nilai rupiah, (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Baik secara teoritis maupun dalam pelaksanaannya, untuk mencapai keberhasilan seluruh tugas tersebut, sering timbul conflict

antara keharusan pencapaian satu kebijakan dengan kebijakan lain yang juga merupakan tugas yang harus dicapai. Implikasi dari tidak fokusnya tugas tersebut telah mengakibatkan pencapaian tujuan akhir dari kebijakan Bank Indonesia kurang efektif. Hal ini terjadi mengingat, (1) peran Bank Indonesia sebagi otoritas moneter menjadi kabur karena kekurangjelasan wewenang dan tanggung jawab sebagai akibat tidak fokusnya tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan, (2) fungsi sebagai otoritas moneter kurang focus karena memungkinkan timbulnya conflict diantara tugas-tugas yang harus dilaksanakan dan (3) tugas pokok membantu Pemerintah mengakibatkan tidak independennya Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus ditetapkan.

(14)

seharusnya dilakukan oleh Pemerintah. Langkah awal tersebut harus berupa pemberian independensi kepada Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus dicapai sebagai lembaga Bank Sentral. Tujuan

Undang-undang tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 secara tegas telah memberikan landasan bagi independensi Bank Indonesia dalam menetapkan target-target yang akan dicapai dan dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditujukan untuk mencapai target yang ditetapkan yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur atau tercermin pada perkembangan laju inflasi, serta terhadap mata uang negara lain yang diukur atau tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain.

(15)

Implikasi dari terfokusnya dan spesifiknya tujuan Bank Indonesia, secara makro Bank Indonesia harus mengarahkan kebijakan untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal, khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat, dengan kondisi eksternal yaitu neraca pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal adalah menjaga agar inflasi berada pada tingkat yang rendah, sementara dari sisi eksternal harus dijaga agar fluktuasi nilai rupiah tidak terlampau tajam sehingga nilai rupiah cukup kuat dan stabil. Selain itu, dengan ditetapkannya tujuan tunggal ini, sasaran dan batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin jelas. Demikian juga tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia akan lebih transparan dan mudah diukur.

Tugas

Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka tugas-Bank Indonesia sesuai Undang-undang meliputi 3 tugas utama, yang merupakan tiga pilar untuk mencapai tujuan (lihat Gambar 1), yaitu :

(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (3) Mengatur dan mengawasi bank

Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung. Hal ini mengingat bahwa untuk mencapai kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat dan aman serta handal. Keberhasilan tugas-tugas tersebut tentunya tidak terlepas dari kondisi sistem perbankannya yaitu perbankan yang sehat. Dalam kondisi sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan kebijakan Bank Indonesia akan berhasil dengan baik.

1. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebjakan Moneter

(16)
(17)

Gambar 2

(18)

Dalam pelasanaannya kebijakan moneter tidak dapat dilepaskan dari perkembangan nilai tukar, sistem devisa dan pengaturan lalulintas devisa. Oleh karena itu, sesuai undang-undang Bank Indonesia telah diberi kewenangan dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang telah ditetapkan sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia antara lain dapat melakukan :

- Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar tetap

- Intervensi pasar pada sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar megambang

- Penetapan nilai tukar harian dan lebar pita intervensi pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah mengambang terkendali Dalam hal sistem dan pengaturan devisa, Bank Indonesia selaku otoritas moneter bertugas untuk mengelola cadangan devisa negara yang ada di Bank Indonesia. Dalam praktek, pengelolaan cadangan devisa dilakukan oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan 3 asas pokok yang harus dipegang yaitu asas likuiditas (liquidity), asas keamanan (security) dan asas keuntungan (profitability).

Tujuan penerapan asas likuiditas adalah agar cadangan devisa dapat setiap saat digunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban internasional, seperti untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah yang telah jatuh waktu termasuk pembayaran bunganya dan untuk keperluan pengendalian moneter dalam rangka memelihara nilai tukar mata uang rupiah. Sementara itu, asas keamanan terkait dengan penempatan cadangan devisa pada lembaga-lembaga keuangan yang terjamin keamanannya dan mengupayakan agar cadangan yang disimpan terlindung dari gejolak eksternal yang mempengaruhi nilai tukar. Asas keuntungan dimaksudkan agar dalam pengelolaannya cadangan devisa dapat menghasilkan keuntungan.

(19)

2. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan penggunaan alat pembayaran dan kewenangan dalam mengatur penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

2.1 Kewenangan Menetapkan Penggunaan Alat Pembayaran

Kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran tersebut meliputi alat pembayaran tunai dan non tunai. Yang dimaksudkan dengan kewenangan penggunaan alat pembayaran tunai meliputi mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah termasuk kewenangan untuk mengatur, menarik dan memusnahkan uang rupiah. Serta menetapkan macam, harga, ciri uang, bahan yang digunakan serta tanggal berlakunya. Sebagai konsekuensi dari kewenangan-kewenangan tersebut, Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia juga harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang dari pecahan yang sama dan atau kepecahan yang lain, penukaran uang yang cacat dan atau tidak layak edar, serta menukar uang yang rusak dengan nilai yang sama atau lebih kecil tergantung dari tingkat kerusakannya.

Sementara itu, kewenangan dalam penggunaan alat pembayaran non tunai baik yang paper based seperti bilyet giro, cek dan wesel, maupun yang card based seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM, meliputi pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai. Tujuan dari pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa seluruh alat pembayaran yang dipergunakan termasuk pengoperasiannya telah memperhitungkan risiko-risikonya dan dikelola serta dimonitor secara baik.

2.2 Kewenangan Mengatur dan Menyelenggarakan Sistem Pembayaran

(20)

serta kewenangan untuk mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. Dari aspek kelembagaan, Bank Indonesia mempunyai kewenangan mengatur sistem kliring dan menyelenggarakan kliring antarbank, serta menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank baik dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan kliring selain dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, dapat juga dilakukan oleh pihak lain atas persetujuan Bank Indonesia.

3. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank

Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas yang penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat yang pada akhirnya akan dapat mendorong terselenggaranya kebijakan moneter yang efektif. Hal ini mengingat bahwa lembaga perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi, juga berfungsi sebagai transmisi kebijakan moneter, di samping perputaran dana yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan demikian cukup beralasan apabila pengendalian moneter dan pengawasan bank dilakukan oleh lembaga yang sama, yaitu bank sentral.

Beberapa negara yang fungsi pengendalian moneter dan pengawasan perbankannya dilakukan oleh bank sentral adalah Belanda, Brasil, India, Malaysia, New Zealand, Philipina dan Singapura. Secara umum, alasan penyatuan kedua fungsi tersebut antara lain :

- Antara fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter memiliki sifat yang interdependent, sehingga kedua fungsi tersebut harus sejalan.

- Memudahkan bank sentral memantau dan menindaklanjuti dampak kebijakan moneter terhadap perbankan.

- Data dan informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan moneter, dan demikian pula sebaliknya.

(21)

Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yaitu Federal Reserve System bekerja sama dengan Office of the Controller of the Currency, State Government dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), dengan pembagian tugas pengawasan yang berbeda. Di Finlandia pengawasan bank selain dilakukan oleh bank sentral Finlandia yaitu Bank of Finland bekerja sama dengan The Bank Inspectorate. Hal yang sama dilakukan oleh bank sentral Jerman yaitu Bundesbank, melakukan pengawasan bank bersama Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen.

Dalam pada itu, negara-negara lain seperti Australia, Belgia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Swiss dan Perancis, fungsi pengawasan bank dipisahkan dari bank sentral. Alasan pemisahan tersebut antara lain adanya kekawatiran akan terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) antara tugas menjaga kestabilan moneter dan tugas pengawasan bank.

Dalam kaitannya dengan tugas pengawasan bank ini, berdasarkan undang-undang, Bank Indonesia diberi wewenang mengatur dan mengawasi Bank dan meliputi kewenangan sebagai berikut :

1. Memberikan dan mencabut ijin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank

2. Menetapkan peraturan di bidang perbankan

3. Melakukan pengawasan bank baik secara langsung maupun tidak langsung

4. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai ketentuan perundangan

Secara umum, dalam melaksanakan tugas-tugas dimaksud, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai standar yang berlaku secara internasional melalui penetapan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan yang pada gilirannya dapat mewujudkan suatu sistem perbankan yang sehat. Sementara itu, agar pelaksanaan pengawasan dan pengaturan perbankan tersebut dapat berjalan efetif maka tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

(22)

- Menyehatkan kegiatan operasional di bidang finansial perbankan melalui program-program penyehatan/restrukturisasi perbankan dan peningkatan fungsi intermediasi.

- Memantapkan sistem pengawasan bank, baik pengawasan langsung maupun tidak langsung.

- Meningkatkan mutu pengelolaan perbankan, untuk memantapkan ketahanan sistem perbankan.

Selain itu, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan tugas, beberapa tugas Bank Indonesia, melalui Undang-undang No.23/1999, telah dilakukan penyesuaian sebagai berikut :

- Larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ekspansi moneter atau penambahan uang beredar yang pada gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya inflasi sehingga mengurangi efektifitas pengendalian moneter untuk memelihara kestabilan nilai rupiah

- Tugas pemberian kredit likuiditas dalam rangka kredit program dialihtugaskan pengelolaannya kepada (1) Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi dan Kredit Koperasi untuk Anggotanya (KKPA), (2) Bank Tabungan Negara (BTN) untuk Kredit Perumahan Rakyat Sederhana (KPRS) dan KPR-Sangat Sederhana (KPRSS) (3) PT Permodalan Nasional Mandiri untuk KKPA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Kecil, Mikro dan Menengah (KMKM)-Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kredit untuk Usaha Angkutan.

- Pemberian kredit dalam kerangka tugas Bank Indonesia sebagai

lenders of the last resort dibatasi hanya untuk keperluan jangka pendek dengan maksimum 90 hari kerja termasuk perpanjangannya serta harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan jaminan minimum 100%.

(23)

Hubungan Dengan Pemerintah

Menilik pada tujuan dan tugas Bank Indonesia, terdapat banyak keterkaitan dengan kepentingan Pemerintah. Disatu sisi bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan bertugas mengatur kebijakan sektor moneter, sementara Pemerintah mengatur kebijakan sektor fiskal. Baik secara teori maupun dalam pelaksanaan kedua sektor tersebut saling terdapat keterkaitan dalam mencapai sasaran secara nasional berupa pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh dalam penentuan laju inflasi kedua instansi akan saling tergantung agar target atau sasaran yang ditentukan dapat tercapai.

Dengan demikian, meskipun Bank Indonesia tidak lagi berada di Pemerintahan dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat, akan tetapi cakupan tugas dan wewenangnya sedikit-banyak terkait dengan kepentingan Pemerintah. Secara makro, tugas Bank Indonesia juga ditentukan oleh kinerja institusi-institusi yang berhubungan erat dengan tugas pokok Bank Indonesia yakni memelihara dan mencapai kestabilan nilai rupiah. Dalam kondisi yang demikian, sinkronisasi dan koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah tetap diperlukan mengingat keduanya memiliki tanggung jawab yang semuanya untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Secara umum, dari sisi hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah telah diatur dengan jelas yaitu bahwa Bank Indonesia, sebagaimana ketentuan dalam undang-undang sebelumnya, tetap ditunjuk sebagai pemegang kas Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap luar negeri. Salah satu perubahan yang penting dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya adalah saat ini Bank Indonesia tidak diperkenankan lagi memberikan kredit kepada Pemerintah yang selama ini dipergunakan untuk menutup defisit anggaran Pemerintah.

(24)

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan atau kebijakan Pemerintah lainnya yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah.

Hal lain yang menggambarkan hubungan antar Bank Indonesia dengan Pemerintah adalah diaturnya koordisasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah dengan dapat hadirnya Pemerintah yang diwakili seorang menteri atau lebih dalam Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Selain itu, dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib lebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penerbitan surat utang tersebut tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia dapat membantu dalam penerbitan surat utang negara, namun dilarang membelinya secara langsung dan harus melalui pasar sekunder. Dalam hal Bank Indonesia membeli di pasar sekunder hanya diperkenankan untuk keperluan kebijakan moneter.

Selain itu, hubungan dengan Pemerintah nampak pula pada pembagian hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus kegiatan Bank Indonesia, setelah diperhitungkan untuk cadangan tujuan dan ca dangan umum serta kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia, harus diserahkan kepada Pemerintah.

Hubungan Internasional

Sekilas Tentang Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh Bank Sentral

Hubungan atau kerja sama internasional yang dijalin oleh bank sentral pada umumnya ada dua jenis, yaitu:

1. Kerjasama yang dilakukan atas nama bank sentral sendiri dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya, seperti keanggotaan bank sentral di South East Asia Central Bank (SEACEN) dan

(25)

Pada umumnya semua bank sentral mempunyai kedua jenis kerjasama internasional diatas dalam rangka kelancaran dan keefektifan pelaksanaan tugas-tugasnya maupun demi mewakili negaranya terutama dalam bidang ekonomi.

Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh Bank Indonesia

Kerjasama internasional yang dijalin oleh Bank Indonesia juga meliputi dua jenis seperti yang telah disebutkan diatas. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut antara lain meliputi bidang-bidang (Penjelasan UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 57):

1. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing, 2. Penyelesaian transaksi lintas negara,

3. Hubungan koresponden,

4. Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas Bank Sentral, dan

5. Pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran.

Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa lembaga dan forum international atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain pada (lihat Lampiran 1):

1. The South East Asia Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre).

2. The South East Asia New Zealand and Australia Forum of Banking Supervisors (SEANZA).

3. The Executives’ Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)

Selain itu Bank Indonesia juga secara periodik melakukan pertemuan bilateral dengan 4 (empat) bank sentral di Asia (yaitu Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, Bank of Thailand dan Hong Kong Monetary Authorities).

Sementara itu, Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa lembaga dan forum internasional mewakili negara Republik Indonesia antara lain pada (lihat Lampiran 1):

1. Association of South East Asia Nations (ASEAN) 2. ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea) 3. Asian Development Bank (ADB)

(26)

5. Manila Framework Group (MFG) 6. Islamic Development Bank (IDB) 7. Consultative Group on Indonesia (CGI) 8. International Monetary Fund (IMF)

9. World Bank, termasuk keanggotaan di International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

10. G20 (Intergovernmental Group of 20)3

11. G15 (Intergovernmental Group of 15, sebagai observer) 12. G24 (Intergovernmental Group of 24, sebagai observer)

Dewan Gubernur

Pada umumnya bank sentral dipimpin oleh seorang gubernur, presiden, chairmain atau sebutan lainnya, dilengkapi dengan satu atau lebih wakil dan sejumlah anggota Dewan Gubernur atau Executive Board, Policy Board atau sebutan lainnya. Sebagai contoh, Bank of Japan memiliki seorang Gubernur, 2 (dua) Deputi Gubernur dan 6 (enam) anggota Policy Board. The Bundesbank memiliki seorang presiden, seorang wakil dan 6 (enam) anggota Executive Board. The Federal Reserve Sistem (FedRes) memiliki seorang Chairman, seorang wakil dan 5 (lima) anggota Dewan Gubernur. Sementara itu European Central Bank (ECB) memiliki seorang Presiden, seorang wakil dan 4 (empat) anggota Executive Board.

Masa jabatan dan kemungkinan pengangkatan kembali Dewan Gubernur akan turut menentukan tingkat independensi dan akuntabilitas dari bank sentral yang bersangkutan. Menurut Meyer (2000) masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih akuntable tetapi menurunkan independensinya. Sementara itu masa jabatan Dewan Gubernur yang panjang tetapi tidak bisa diangkat kembali akan menurunkan akuntabilitas bank sentral namun akan meningkatkan independensinya. Sebagai contoh, Dewan Gubernur FedRes mempunyai masa jabatan 14 (empat belas) tahun dan tidak 3 Anggota group bisa negara bisa juga lembaga multilateral. Meskipun anggota

(27)

dapat diangkat kembali. Dua dari anggota Dewan Gubernur dipilih sebagai Chairman dan wakil untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali selama masih dalam masa jabatan 14 (empat belas) tahun sebagai anggota Dewan Gubernur. Semua anggota Executive Board (termasuk Presiden dan wakilnya) dari ECB mempunyai masa jabatan 8 (delapan) tahun dan tidak dapat diangkat kembali.

Pengusulan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Gubernur juga akan ikut menentukan tingkat independensi bank sentral yang bersangkutan. Semakin banyak campur tangan pihak lain (terutama dalam hal pemberhentian) akan menurunkan tingkat independensi bank sentral. Sebagai contoh, pengusulan anggota Dewan Gubernur FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat untuk mendapat persetujuan dari Senat. Sedangkan Chairman dan wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan Gubernur oleh Presiden Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Sementara itu, semua Pemerintah harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of Economics and Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan semua Menteri Keuangan negara anggota, sehingga hal ini mencerminkan konsensus dari semua negara anggota. Setelah direkomendasi oleh ECOFIN kemudian dikonsultasikan dengan Parlemen Eropa (European Parliament) dan the Governing Council of ECB.4 Setelah konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasi oleh kepala negara anggota euro area.

Selain itu, kedudukan Gubernur dalam struktur ketatanegaraan juga berpengaruh besar terhadap tingkat independensi bank sentral yang bersangkutan. Apabila kedudukan Gubernur berada dibawah Pemerintah, maka Pemerintah akan dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil. Hal ini akan menurunkan independensi bank sentral yang bersangkutan. Sedangkan apabila kedudukan Gubernur berada diluar Pemerintah, maka Pemerintah tidak dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil. Hal ini akan meningkatkan independensi bank sentral yang bersangkutan.

Dewan Gubernur Bank Indonesia

4 The Governing Council terdiri dari anggota Executive Board dan pimpinan bank

(28)

Dewan Gubernur adalah pimpinan tertinggi Bank Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Bab VII UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 menjelaskan panjang lebar mengenai Dewan Gubernur Bank Indonesia mengenai susunannya, masa jabatannya, pengangkatan dan pemberhentiannya, tugas dan wewenangnya, bagaimana mereka menjalankan tugasnya, persyaratannya dan hal-hal lain mengenai Dewan Gubernur.

Susunan dari Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur sebagai pimpinan, seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil pimpinan dan 4 (empat) sampai 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur sebagai anggotanya. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan 6 (enam) Deputi Gubernur.

Masa jabatan Dewan Gubernur maksimum 5 (lima) tahun, dan mereka hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Namun demikian, penggantian Dewan Gubernur diatur secara berkala dimana setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang yang diganti.

Pengangkatan Dewan Gubernur dibagi dua. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPR. Sementara itu, Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR melalui fit and proper test (uji kompetensi dan integritas). Meskipun anggota Dewan Gubernur diangkat oleh Presiden, mereka tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan. Dewan Gubernur (dan atau Pejabat Bank Indonesia) juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sepanjang dilakukan dengan itikad baik.

(29)

dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya Dewan Gubernur menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi. RDG diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, dan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG dilakukan atas dasar prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang calon Dewan Gubernur yang akan diusulkan oleh Presiden (untuk calon Gubernur dan Deputi Gubernur Senior) atau Gubernur (untuk calon Deputi Gubernur) meliputi:

a. warga negara Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;

b. memiliki akhlak dan moral yang tinggi, yang dapat dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya; dan

(30)

Gambar 3

Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia

Gubernur

Deputi Gubernur

Senior

Deputi Gubernur

Deputi Gubernur

Deputi Gubernur

Deputi Gubernur

Deputi Gubernur

Deputi Gubernur

(31)

Independensi

Masalah mengenai independensi bank sentral telah ada semenjak bank sentral pertama berdiri. David Ricardo telah menyuarakan otonomi bank sentral dari Pemerintah dan pelarangan bank sentral untuk membiayai defisit anggaran belanja Pemerintah pada tahun 1824 (Fraser5, 1994). Isu mengenai independensi bank sentral sangat penting karena stabilitas harga, yang berarti laju inflasi yang rendah dan stabil, secara umum dianggap sebagai suatu hal yang baik, dan bank sentral yang independen dapat membantu untuk mencapainya.

Dalam kamus independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol dari pihak/pihak-pihak lain. Jika diterapkan dalam independensi bank sentral, Meyer6 (2000) mengartikannya sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol dari Pemerintah, baik dari badan eksekutif maupun dari badan legislatif. Sementara itu Fraser (1994) mendefinisikan independensi bank sentral sebagai kebebasan bank sentral untuk dapat melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari (tidak didikte oleh) pertimbangan-pertimbangan politik. Tidak termasuk dalam arti independen disini adalah komentar mengenai kebijakan moneter yang disampaikan oleh Departemen-departemen, dan konsultasi/koordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan moneter atau kebijakan lainnya.

Independensi bank sentral dikategorikan berbeda-beda oleh para ahli. Fraser (1994) dan Meyer (2000) membagi independensi bank sentral kedalam “goal independence” dan “instrument independence.”

1. Goal independence artinya bank sentral menetapkan sendiri tujuan-tujuan yang akan dicapai.

2. Instrument independence artinya bank sentral memiliki ruang lingkup/wewenang yang cukup dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Fraser, bank sentral sebaiknya tidak memiliki goal independence, tetapi memiliki instrument independence.

5 B.W. Fraser adalah mantan Gubernur Bank Sentral Australia (Reserve Bank of

Australia).

6 Laurence H. Meyer adalah mantan anggota Dewan Gubernur Bank Sentral AS (The

(32)

Sementara itu Grilli et.al. (1991) dan Elgie (1995) membagi independensi bank sentral kedalam “political independence” dan

“economic independence.”

1. Political independence artinya kemampuan bank sentral untuk menetapkan tujuan-tujuan/keputusan kebijakannya yang bebas dari pengaruh Pemerintah.

2. Economic independence artinya kemampuan bank sentral untuk menggunakan semua instrumen kebijakan moneter yang tersedia secara bebas, tanpa batasan-batasan dari Pemerintah, untuk mencapai tujuan-tujuannya. Termasuk dalam political independence adalah pengusulan, pengangkatan, pemberhentian, kualifikasi, masa jabatan, pengangkatan kembali dan jabatan lain dari Gubernur, wakil dan anggota Dewan Gubernur, serta proses pengambilan keputusan yang meliputi pembuatan keputusan, ada/tidaknya instruksi dari Pemerintah, ada/tidaknya hak veto dari wakil Pemerintah, penetapan penghasilan Dewan Gubernur dan kepemilikan modal bank setral.

Baka (1994-95) membagi independensi bank sentral kedalam tiga aspek, yaitu “institutional independence”, “functional independence” dan “financial independence.”

1. Institutional independence, berarti posisi bank sentral dalam Pemerintah dan prosedur dalam mengangkat dan memberhentikan pimpinan bank sentral,

2. Functional independence, berarti kekuasaan dan kapasitas bank sentral dalam rangka menetapkan dan menerapkan kebijakan moneter dan otonomi dalam fungsi-fungsi lainnya, dan

3. Financial independence, berarti bank sentral memiliki kontrol penuh dalam mengakumulasi dan mendistribusi sumber daya finansialnya tanpa adanya pengaruh luar.

Mboweni7 (2000) membagi independensi bank sentral kedalam empat aspek, yaitu “functional independence”, “personnel independence”, “instrumental independence” dan “financial independence.”

1. Functional independence, berarti hak untuk memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan moneter dan kestabilan harga,

(33)

2. Personnel independence, meliputi pemilihan dan pengangkatan anggota Dewan Gubernur dengan kompetensi profesional tinggi dan tanpa kewajiban untuk condong pada tekanan-tekanan politik atau lainnya,

3. Instrumental independence, berarti bank sentral memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen yang mempengaruhi proses inflasi, termasuk larangan pembiayaan langsung defisit Pemerintah, dan

4. Financial independence, yang menuntut bank sentral untuk memiliki akses sendiri terhadap sumber finansial yang cukup dan memiliki kontrol penuh terhadap anggarannya (budget) sendiri.

Selain keempat pembagian independensi bank sentral di atas, masih banyak lagi klasifikasi yang lain, yang secara umum kurang lebih meliputi aspek-aspek yang hampir sama.

Kelebihan dan Kekurangan Independensi Bank Sentral

Sudah cukup banyak studi, riset dan artikel mengenai independensi bank sentral yang mendukung dan yang tidak mendukung terhadap independensi bank sentral. Beberapa argumentasi dari kedua belah pihak antara lain:

1. Kelebihan

a. Kekuasaan untuk membelanjakan uang seharusnya dipisahkan dari kekuasaan untuk mencetak uang.

b.Sejumlah studi telah membuktikan adanya korelasi negatif antara independensi bank sentral dan inflasi jangka panjang maupun variasinya.

c. Sejumlah studi telah membuktikan adanya korelasi negatif antara independensi bank sentral dan defisit anggaran belanja jangka panjang.

d.Riset membuktikan bahwa dalam jangka panjang inflasi yang rendah tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.

2. Kekurangan

(34)

b.Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi secara keseluruhan, sehingga tidak ada artinya untuk memisahkan kebijakan fiskal, moneter, ketenagakerjaan, perdagangan atau kebijakan lainnya.

c. Argumen politis menyatakan bahwa menyerahkan keputusan mengenai suku bunga, nilai tukar, efisiensi dari sistem finansial dan hal-hal moneter lainnya kepada pejabat yang diangkat tidak melalui pemilihan (unelected officials), merupakan tindakan yang tidak demokratis, sehingga konsep tentang otonomi bank sentral tidak dapat diterima.

Meskipun ada argumentasi yang tidak mendukung independensi bank sentral, kenyataan membuktikan bahwa keuntungan bank sentral yang independen cukup kuat, walaupun tidak cukup kuat untuk meyakinkan yang tidak mendukung terutama karena alasan politis. Hal ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya bank sentral yang independen baik di negara-negara maju, di negara-negara berkembang, maupun di negara-negara dalam transisi, yang terbukti dapat menurunkan tingkat inflasi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Independensi Bank Indonesia

Konsep independensi bank sentral telah dibicarakan semenjak tahun 1950-an. Mr. Sjafruddin Prawiranegara, presiden de Javasche Bank waktu itu, sudah mensinyalir ancaman terhadap independensi karena adanya rencana pembentukan dewan moneter. Beliau menyatakan bahwa ”Justru karena oleh sifat pekerjaan bank sirkulasi, pimpinannya tak boleh ikut diombang-ambingkan oleh pengaruh dan kepentingan politik dari sesuatu saat, maka tidaklah benar apabila Pemerintah diberi kekuasaan yang mutlak terhadap bank sirkulasi. Bahaya dari keadaan yang demikian itu ialah bahwa bank sirkulasi mungkin dipergunakan buat kepentingan partai-partai politik, yang pada suatu saat kebetulan memegang kekuasaan Negara...”

(35)

yang lalu, meskipun tidak mutlak karena sesungguhnya tidak ada bank sentral di dunia yang independen mutlak.

Dikaitkan dengan teori, independensi Bank Indonesia mencakup keempat aspek independensi bank sentral yang dikemukakan oleh Mboweni (2000). Secara rinci keempat aspek tersebut adalah:

1. Functional independence.

Bank Indonesia memiliki hak untuk memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan moneter dan kestabilan harga sebagaimana disebutkan dalam Bab IV UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999.

2. Personnel independence.

Dalam Pasal 9 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 disebutkan bahwa pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Dewan Gubernur), dan Bank Indonesia (Dewan Gubernur) juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Selain itu, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan. Dewan Gubernur (dan atau Pejabat Bank Indonesia) juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sepanjang dilakukan dengan itikad baik.

3. Instrumental independence.

Bank Indonesia memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen yang mempengaruhi proses inflasi seperti yang disebutkan dalam Pasal 10 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999. Juga, Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah (Pasal 56 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999).

4. Financial independence.

Bank Indonesia memiliki akses sendiri terhadap sumber finansial yang cukup terutama dari hasil pengelolaan cadangan devisa dan seigniorage. Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki kontrol penuh terhadap anggarannya (budget) sendiri (Pasal 60 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999).

(36)

Sementara itu, Bank Indonesia tidak memiliki goal independent

karena Bank Indonesia tidak menetapkan sendiri tujuan yang akan dicapai, melainkan tujuan tersebut telah dituangkan dalam Pasal 7 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini sejalan dengan kecenderungan independensi bank sentral di seluruh dunia, meskipun dengan derajat independensi yang berbeda-beda.

Untuk lebih menjamin independensi tersebut, UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara.Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

Sementara itu, independensi juga terkait erat dengan akuntabilitas. Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai hubungan independensi dan akuntabilitas. Fraser (1994) berpendapat bahwa akuntabilitas dapat membantu melestarikan independensi bank sentral. Sementara itu, Meyer (2000) berpendapat bahwa terdapat trade-off antara independensi dan akuntabilitas. Artinya, suatu hal yang menyebabkan peningkatan independensi akan menyebabkan penurunan akuntabilitas, dan demikian pula sebaliknya.

Boks2:

Perbandingan Tingkat Independensi Bank Indonesia

1968 - 1999

(37)

teoritis dapat dilakukan penghitungan sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh Robert Elgie (1995). Pendekatan Elgie selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1.

UU No.13 tahun 1968 mempengaruhi kedua indikator political

dan economic independence. Dalam hal political independence, keempat aspeknya tercakup. Sebagai contoh, Pasal 15 menyebutkan bahwa Gubernur dan Direktur diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Moneter untuk masa lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pasal 16 menyebutkan bahwa Direksi bertanggung jawab kepada Pemerintah. Pasal 17 menyebutkan bahwa Presiden dapat memberhentikan Gubernur dan Direktur-Direktur meskipun masa jabatannya belum berakhir. Sebagai tambahan, anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya (Pasal 18). Sementara itu, Pasal 22 menyebutkan bahwa komisaris Pemerintah mengawasi pengurusan Bank Indonesia sebagai perusahaan dan boleh hadir dalam Rapat Direksi. Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat (kolektif). Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral yang memiliki keterbatasan political independence. Dalam hal ini UU No.13 tahun 1968 membatasi

political independence Bank Indonesia.

Dalam hal economic independence, Pasal 7 menyebutkan bahwa Bank Indonesia mempunyai multi tujuan, yaitu: a) mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah (price stability); dan b) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja; guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan Pasal 8 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menjalankan tugas tugas pokok tersebut berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk kebijakan moneternya (Pasal 16). Bank Indonesia dapat memberikan kredit kepada Pemerintah (Pasal 35). Akhirnya, Pemerintah menyetujui anggaran tahunan Bank Indonesia (Pasal 44). Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral yang memiliki economic independence tinggi. Dalam hal ini UU No.13 tahun 1968 membatasi economic independence Bank Indonesia.

(38)

Dalam hal political independence, Pasal 41 menyebutkan bahwa anggota Dewan Gubernur ( Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan para Deputi Gubernur) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali pada jabatan yang sama. Pada Pasal 57 disebutkan bahwa masa jabatan mereka cukup aman, karena anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak kejahatan. Selain itu, mereka juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan sesuai dengan tugas dan kewenangannya (Pasal 45). Sebagai tambahan, anggota Dewan Gubernur tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya (Pasal 47). Sementara itu, Pasal 43 menyebutkan bahwa wakil Pemerintah boleh hadir dalam Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara atau veto. Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat (kolektif). Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral yang memiliki political independence tinggi. Dalam hal ini UU No.23 tahun 1999 telah meningkatkan secara drastis political independence Bank Indonesia.

Dalam hal economic independence, Pasal 7 menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (price stability), sedangkan Pasal 8 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter dan mengatur dan mengawasi bank. Sedangkan Pasal 10 menjabarkan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan moneter termasuk penetapan suku bunga kunci. Pasal 12 menyebutkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah (Pasal 56). Akhirnya, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia (Pasal 60). Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral yang memiliki economic independence tinggi. Dalam hal ini UU No.23 tahun 1999 telah meningkatkan secara drastis economic independence Bank Indonesia.

(39)

adalah 0.87. Sehingga UU baru mencerminkan peningkatan signifikan independensi Bank Indonesia dari Pemerintah. Tentunya, angka-angka diatas tidak mempunyai arti seperti yang tertera. Secara teoritis dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia relatif lebih independen berdasarkan UU baru dibanding berdasarkan UU lama.

Akuntabilitas dan Transparansi

Akuntabilitas dan transparansi sangat terkait erat. Bank sentral harus bertanggung jawab (accountable) terhadap pelaksanaan tugas yang dikerjakannya kepada stakeholdernya. Kelembagaan yang lebih transparan akan meningkatkan akuntabilitas bank sentral, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja bank sentral yang lebih baik melalui peningkatan efisiensi pasar dan peningkatan kejelasan pembuatan keputusan itu sendiri (Poole8, 2001). Selanjutnya, kinerja yang lebih baik akan meningkatkan akuntabilitas lembaga/bank sentral yang bersangkutan. Namun demikian, transparansi merupakan “necessary condition” untuk akuntabilitas tetapi bukan merupakan “sufficient condition,” karena akuntabilitas juga ditentukan oleh tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan moneter.

Menurut Geraats (2002), terdapat tiga bentuk transparansi yang menunjang akuntabilitas, yaitu:

1. Political transparency dalam bentuk tujuan-tujuan formal, target-target kuantitatif dan kejelasan tentang struktur institusi. Political transparency merupakan hal yang terpenting karena dapat memberikan kriteria dan identifikasi siapa yang bertanggung jawab,

2. Economic, procedural and policy transparency diperlukan untuk mengetahui latar belakang kebijakan-kebijakan yang dilakukan, dan

3. Operational transparency diperlukan untuk mengetahui kendala-kendala proses dalam pencapaian suatu kebijakan. Sementara itu akuntabilitas bank sentral dapat dilihat dari dua hal utama (Meyer,2000), yaitu:

1. Tujuan.

8 William Poole adalah Presiden Federal Reserve Bank of St. Louis (Distrik ke-8

(40)

Tujuan tunggal (kestabilan harga) akan membuat bank sentral lebih akuntabel dibandingkan dengan yang mempunyai tujuan ganda karena selalu ada konflik yang pada gilirannya akan diperlukan trade-offs, sehingga tidak jelas pengukurannya.

2. Proses pengangkatan kembali Dewan Gubernur.

Masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih akuntable. Sementara itu masa jabatan Dewan Gubernur yang panjang tetapi tidak bisa diangkat kembali akan menurunkan akuntabilitas bank sentral.

Akuntabilitas dan Transparansi Bank Indonesia

Bab X UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia dalam setiap pelaksanaan tugas, wewenang dan anggarannya. Tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar supaya semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 58 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999, prinsip akuntabilitas dan transparansi dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia diterapkan dengan cara menyampaikan infoormasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa, pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya, serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa Bank Indonesia diwajibkan untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR setiap triwulan atau sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Hal ini sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR.

(41)

Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diperiksa dan diumumkan kepada masyarakat luas melalui media massa. Kewajiban lain Bank Indonesia adalah menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(42)

Lampiran 1

SEACEN Centre merupakan pusat penelitian dan pelatihan bagi pegawai bank sentral yang menjadi anggotanya dari kawasan Asia Tenggara di bidang keuangan, moneter, perbankan, kebanksentralan dan ekonomi pembangunan. Termasuk juga memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama dalam bidang penelitian dan pelatihan yang berhubungan dengan aspek kebijakan dan operasional bank sentral, survei ekonomi dan prakiraan (outlook) tahunan dan publikasi hasil survey, analisa dan telaah ulang.

SEANZA merupakan forum yang menyediakan sarana untuk kursus pelatihan yang intensif dan sistematis bagi staf bank sentral anggotanya yang potensial, khususnya untuk pemeriksa bank. Termasuk juga untuk membentuk jejaring dan kerjasama untuk pertukaran informasi tentang isu-isu dan masalah-masalah bersama.

(43)

Atas nama Pemeritah

ASEAN merupakan asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial dan pembangunan kultural di kawasan ini. Selain itu juga untuk mendorong stabilitas ekonomi dan politik dikawasan ini dan memecahkan berbagai isu yang ada dalam kawasan ini. Kesemuanya itu untuk mencapai masyarakat yang damai dan sejahtera di kawasan Asia tenggara.

ASEAN+3 merupakan forum kerjasama di bidang ekonomi dari negara-negara ASEAN ditambag Cina, Jepang dan Korea Selatan. Kerjasama ini di masa yang akan datang terus ditingkatkan sehingga meliputi juga bidang politik dan keamanan untuk mendorong perdamaian, kestabilan dan kesejahteraan di kawasan ini. Forum yang digelar antara lain berbentuk Pertemuan Puncak dan Pertemuan tingkat Menteri.

ADB adalah lembaga pembangunan keuangan yang ditujukan untuk memberantas kemiskinan melalui strategi pengurangan kemiskinan di kawasan Asia dan Pasifik. pertumbuhan ekonomi, kerjasama perdagangan dan investasi di kawasan sekitar Asia dan Pasifik. Anggotanya meliputi 47% perdagangan dunia. Tiga aspek prioritasnya adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, memfasilitasi kegiatan usaha dan kerjasama ekonomi dan teknis.

Gambar

Tabel 1:Bank Sentral dan Fungsinya
Gambar 2Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Gambar 3Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)

3 Tahun 2004 dan disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia,

Manusia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

Independensi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia semakin terkikis dengan diberlakukannya Undang-Undang No 21 tahun 2011 tentang Lembaga Otoritas Jasa

Sejak 1 agustus 1992 berdasarkan Undang-undang perbankan No.7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21 tahun 1992, status Bank Rakyat Indonesia berubah

Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara sudah ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 menentukan kedudukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam peraturan perundang-undangan, Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

Kebijakan Moneter Perspektif Konvensional Pasal 1 Ayat 10 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang kemudian diamandemenkan menjadi