INFORMASI TENTANG MODUL RINCIAN MODUL
Nama Modul : Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Jam Kuliah :2.5 (dua setengah)
Pertemuan ke :13 (Tiga Belas)
TUJUAN INSTRUKSIONAL Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman tentang penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa memahami:
1. Konsep Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
2. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Persiapan 3. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Penangana 4. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Pemulihan
KEGUNAAN MODUL:
Modul ini disusun untuk mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
PENYAMPAIAN MODUL Strategi Penyampaian Modul
Modul ini disampaikan kepada mahasiswa dalam bentuk presentasi (ceramah), Tanya jawab, pembahasan kasus, dan permainan, serta diskusi kelompok.
Media Penyampaian Modul
SUMBER ACUAN:
Aribowo. 2008.Pekerjaan Sosial Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas. Kertas Kerja.Tidak Dipublikasikan.
Bastian Affeltranger, dkk. 2006. Hidup Akrab dengan Bencana: sebuah tinjauan global tentang inisiatif-inisiatif pengurangan bencana. Jakarta: MPBI
URAIAN MATERI
PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT 1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah yang sangat rawan bencana (Bakornas, 2005), baik gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, kebakaran hutan, konflik etnis yang disebabkan oleh masyarakat multi etnik, transisi demokrasi, dan sebagainya. Catatan dari Direktorat Vulkanolgi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) menunjukkan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang tergolong rawan gempa besar dan Tsunami, diantaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian selatan, Jatim Bagian selatan, Bali, NTB, Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen, Fak-fak, serta Balikpapan Kaltim.
Permasalahan tersebut akan semakin nyata akibat kerentanan masyarakat yang semakin tinggi sebagai dampak dari kemiskinan, ketidak adilan, ketimpangan sosial, kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, proses pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, efek negatif dari desentralisasi kekuasaan, dan sebagainya. Situasi tersebut menjadi semakin buruk jika dikaitkan dengan situasi penanganan bencana (baik sebelum, pada saat, serta pasca bencana) yang bersifat parsial, tidak utuh, dan tidak berkelanjutan. (MPBI, 2007) Situasi yang ada menunjukkan bencana gempa atau bencana alam yang tidak terlalu besarpun akan membawa dampak kerugian jiwa maupun material yang sangat besar. Kondisi ini nampaknya dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak memiliki kesiapsiagaan terhadap terjadinya bencana.
sering muncul, serta berbagai persoalan teknis lainnya, maka Keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan.
Penanggulangan Bencana Berbasiskan Masyarakat (PBBM) menjadi suatu alternatif solusi yang cukup dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai tujuan tersebut. PPBM merupakan suatu langkah alternatif yang bertujuan untuk menggapai kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial. Proses PPBM ini bukan diarahkan dalam merespon bencana yang sudah terjadi, melainkan lebih pada merajut kekuatan lokal masyarakat dalam menggalang kesiapsiagaan terhadap bencana.
PPBM merupakan suatu rangkaian proses-proses praktek teknis yang dikembangkan berdasarkan pengalaman praktek lapangan (Practice Wisdom), yang belum memiliki landasan teoritik secara komprehensif, terutama dilihat dari perspektif pekerjaan sosial masyarakat (Lokakarya CBDRM STKS, 2007). Dengan demikian, studi mendalam untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang pengembangan PPBM menjadi suatu langkah strategis yang sangat dibutuhkan.
PPBM sebenarnya bukan merupakan paradigma baru dalam pengembangan sosial masyarakat, khususnya dalam perspektif pekerjaan sosial. Paradigma pelayanan sosial atau aksi-aksi bersama dengan berlandaskan kekuatan masyarakat (Community Based) telah dikembangkan sejalan dengan perkembangan perhatian pekerjaan sosial pada masalah-masalah yang bersifat lebih luas / makro.
Pekerjaan sosial terhadap bencana mulai dikembangkan secara intensif sejak “Charity Organization Societies” (COS) memberikan respon terhadap gempa bumi besar di San Francisco tahun 1906 (Zakour, tanpa tahun). Upaya yang dilakukan oleh pekerjaan sosial waktu itu terutama dipusatkan pada koordinasi antar lembaga pelayanan untuk memberikan respon secara lebih baik terhadap korban bencana. Pelayanan-pelayanan diarahkan pada dua pendekatan sekaligus, yaitu mobilisasi komunitas (Community mobilization) dan koordinasi pelayanan (Service Coordination).
itu, koordinasi juga mengupayakan kontinyuitas pelayanan lembaga terhadap korban bencana. Pendekatan utama yang digunakan dalam respon pekerjaan sosial ini terutama berkisar pada keberfungsian sosial individu korban bencana, mikro serta mezzo. Pendekatan makro hanya terbatas pada pengembangan organisasi pelayanan saja. Upaya ini juga baru bersifat respon terhadap permasalahan yang muncul jika terjadi bencana. Upaya-upaya sistematis untuk menyiapkan masyarakat atau meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana, resiko bencana, maupun kerentanan masyarakat belum secara jelas diuraikan pada berbagai literatur maupun artikel tentang pekerjaan sosial.
Secara definitif, PBBM merupakan serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko terjadinya bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan aktor lainnya. Dari definisi tersebut nampak bahwa pekerjaan sosial masyarakat, khususnya dalam model pengembangan masyarakat lokal (locality development) memiliki relevansi yang sangat dekat. Yaitu suatu model pengembangan masyarakat lokal yang menempatkan masyarakat sebagai inisiator serta motor penggerak utama. PBBM lebih diarahkan pada upaya upaya preventif, bukan pada respon bencana, lebih memiliki posisi yang menggelembung pada fase pra maupun pasca bencana. Kesiapsiagaan serta keberdayaan warga masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman bencana menjadi fokus perhatian. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa :
Masyarakat lokal merupakan masyarakat yang paling terpapar pada ancaman dan terkena dampak bencana.
Dalam keadaan daruratpun, masyarakat “korban” masih mempunyai kekuatan yang bisa didayagunakan.
Dengan memusatkan perhatian kepada masyarakat, akan mengefektikan kerjasama dengan pihak lain untuk melakukan dukungan lanjutan bila dibutuhkan.
Masyarakat lokal, mengenal lebih baik karakteristik wilayahnya, dan mempunyai cara adaptasi yang telah teruji dari waktu ke waktu. (Subagyo, Oxfam, tanpa tahun).
Selanjutnya dalam UU RI No: 24 Th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 27 mengemukakan bahwa masyarakat memiliki kewajiban:
2. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana;
3. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana
Salah satu bentuk Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) dikembangkan oleh IDEP.
2. Definisi dan Tujuan PBBM
PBBM adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko terjadinya bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan aktor lainnya.
Selama ini, tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah, yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan organisasi-organisasi yang tetkait dengan masyarakat yang tertimpa bencana.
Pada saat menghadapi bencana, masyarakat yang belum mampu untuk menanganinya sendiri harus menunggu bantuan yang kadang-kadang tidak segera datang.
Perlu disadari bahwa upaya/kegiatan yang dilaksanakan pada detik-detik pertama saat terjadi bencana, sangat menentukan dampak bencana tersebut.
Didasari pemikiran tersebut, dan sejalan dengan program pengembangan masyarakat yang mandiri, masyarakat sendiri perlu mengetahui secara menyeluruh semua upaya penanggulangan bencana supaya bias segera mengambil tindakan yang tepat pada waktu bencana terjadi. Pelaksanaan penanggulangan bencana berbasis masyarakat ini memerlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh masyarakat.
Secara keseluruhan, tujuan PBBM ini adalah:
1. Meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, terutama pada daerah-daerah yang rawan bencana.
2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat.
3. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana dengan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
4. Mengembangkan organisasi bencana di daerah.
5. Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan pendidikan tentang bencana. 6. Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup.
Pada akhirnya, seluruh tindakan penanggulangan bencana ini bertujuan untuk mengurangi dampak bencana.
C. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
1. PERSIAPAN DAN PENCEGAHAN
Tujuan persiapan adalah untuk:
a. Mengurangi risiko bencana
Untuk mencegah bencana secara mutlak memang mustahil, namun ada banyak tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana atau mengurangi dampak bencana. Contoh : Untuk mencegah longsor, masyarakat membuat sengkedan/penahan daerah longsor dengan pagar bambu/pohon yang berakar kuat/beton. Untuk mencegah banjir, sebelum musim hujan masyarakat bias membersihkan saluran air, got dan sungai serta tidak membuang sampah di sembarang tempat apalagi sungai.
b. Mengurangi korban
Apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk menentukan tindakan penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Contoh: Masyarakat yang dilanda bencana gunung berapi berkali-kali bisa mempersiapkan diri dengan membuat perencanaan serta mendapatkan pelatihan yang diperlukan.
c. Meringankan penderitaan
Sebagai contoh: umumnya pada kasus bencana, masalah utama adalah persediaan air bersih. Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan terlebih dahulu kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih bisa mengurangi penyakit menular.
d. Menjalin kerjasama
2. Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) a. Apa KMPB itu?
KMPB terdiri dari anggota-anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, yang dibentuk atas hasil keputusan masyarakat bersama. Masyarakat sendiri berhak untu melakukan segala usaha untuk mengurangi risiko dan dampak bencana.
b. Manfaat KMPB
Jam-jam pertama adalah masa krisis bagi korban bencana. Banyak korban yang akhirnya meninggal atau menjadi cacat seumur hidup karena tidak mendapatkan pertolongan segera. Oleh karena itu perlu disiapkan sebuah kelompok masyarakat untuk mampu menanggulangi hal-hal seperti itu.
c. Tugas KMPB
Membuat perencanaan untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di wilayahnya.Apabila diperlukan, KMPB dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam menanggulangi bencana misalnya BPBD.
d. Memilih Anggota KMPB
Anggota KMPB harus dipilih berdasarkan kemampuan masing-masing orang dalam melaksanakan tugas yang dibutuhkan. Biasanya, orang-orang yang sehat secara fisik dan mental, serta mampu mengatasi tekanan akibat bencana, dapat menjadi anggota KMPB
3. Mengenal beberapa Jenis Bencana a. Dua Kondisi Bencana
Kondisi Darurat: adalah kondisi bencana mendadak, dimana tidak ada
waktu untuk melakukan persiapan kecuali menyelamatkan diri. Ciri-cirinya; tidak ada gejala atau peringatan, keselamatan jiwa terancam, keadaan tidak terkendali.
Kondisi Non Darurat: adalah kondisi bencana dimana masih ada waktu untuk melakukan persiapan. Ciri-cirinya; ada gejala atau peringatan, ada waktu untuk mempersiapkan diri, ada waktu untuk melaksanakan rencana.
Penting bagi masyarakat untuk mengenal jenis-jenis bencana seperti; banjir, tanah longsor, gunung berapi, badai dan angin topan, gempa bumi, tsunami, konflik sosial dan serangan teoris. Dalam mengenal jenis-jenis bencana tersebut perlu diketahu penyebabnya, persiapan dalam pencegahan kemungkinan terjadinya, serta tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan di rumah-rumah.
4. Memperkirakan Faktor Risiko Bencana
a. Mengenali kemungkinan Risiko; untuk menilai kemungkinan risiko bencana, perlu dilakukan pengumpulan keterangan dari masyarakat yang telah mempunyai pengalaman dalam hal ini, yaitu mereka yang telah mengalami bencana sebelumnya, serta statistik yang diperoleh dari instansi terkait. Misalnya: jenis bencana, penyebab bencana, tanggal terjadinya, jangka waktu pemulihan, perkiraan jumlah korban dan kerusakan, lokasi, besarnya dampak. b. Mendata Prasarana Masyarakat; pendataan prasarana seperti gedung sekolah,
puskesmas, sarana ibadah dan juga rumah masyarakat berguna untuk mengetahui berapa besar nilai kerusakannya jika terjadi bencana di wilayah tersebut.
c. Mendata Rumah Sakit atau Klinik Terdekat; pada saat bencana terjadi, korban yang menderita cedera berat harus dibawa ke rumah sakit secepatnya. Untuk itu sebelumnya regu Pertolongan Pertama dan Kesehatan sudah mempersiapkan daftar instansi-instansi kesehatan terdekat untuk kemudahan pada waktu diperlukan.
5. Peta Bahaya
Dengan mengenal daerah sekitar dan mengenal potensi bencana yang bisa terjadi, akan bisa mempermudah pembuatan rencana pencegahannya. Dengan alasan ini diperlukan sebuah peta yang bisa menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan bencana seperti: daerah rawan bencana, jalur-jalur bantuan, sumber air dan lainnya. Peta ini harus bisa menggambarkan situasi desa dan wilayah sekitarnya sejelas mungkin, sedangkan potensi bencana bisa dicantumkan sebagai lampiran keterangan peta.
6. Rencana Persiapan dan Pencegahan 7. Rencana Pengungsian
a. Tentang Pengungsian: Pengungsian adalah proses pemindahan orang ke tempat yang aman dari ancaman bahaya.
Kemungkinan bencana susulan
Tersedianya sarana/tempat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pengsian
c. Menentukan lokasipengungsian
Perlu diperhatikan bahwa besar kemungkinan penduduk yang daerahnya digunakan untuk pengungsian mengalami pengaruh-pengaruh akibat bencana. Apabila pengungsian dilakukan, hal-hal mengenai penduduk yang daerahnya dipergunakan untuk pengungsian perlu dipertimbangkan, termasuk:
Melibatkan perwakilan dari masyarakat yang daerahnya digunakan untuk pengungsian dalam pengambilan keputusan yang bisa mempengaruhi kedua pihak.
Mengundang anggota-anggota dari masyarakat yang daerahnya digunakan untuk pengungsian dalam rapat-rapat umum untuk membicarakan: rencana penanganan akomodasi, makanan dan air, serta sanitasi.
Pertimbangan dalam memilih tempat pengungsian: Tempat yang aman dari ancaman bencana
Cukup luas untuk menampung pengungsi dan kegiatan pertolongan
Kemudahan jalur transportasi pengungsian Fasilitas air bersih dan sarana lainnya. d. Tempat Pengungsian untuk bencana Tertentu
Tanah Longsor- Tempat datar dan aman dari bencana
Gunung Berapi- Tempat tinggi dan terlindung dari abu dan gas
Tsunami- Tempat yang tinggi dan jaraknya 1 km atau lebih dari tepi
pantai
Banjir-Dataran tinggi
Gempa Bumi- Di luar bangunan/tempat terbuka
Konflik Sosial- Tempat yang netral dari pihak-pihak yang bertikai Serangan Teroris- Tempat jauh dari keramaian, sarana umum &
bangunan penting. 8. Organisasi KMPB
menjadi 13 regu yangg masing-masing-masing memiliki tugas khusus. Setiap regu mmilih seorang koordinator.
2. PENANGANAN BENCANA
a. Tindakan Langsung Pada Saat Bencana
Saksi yang mengetahui : BUNYIKAN TANDA BAHAYA
Meminta bantuan melalui telepon atau mengutus orang meminta bantuan ke desa terdekat, menghubungi SATLAK, PMI, POLISI, TNI, LSM, Instansi pemerintah, dan menghubungi media.
Kepala Desa/Pimimpinan wilayah memutuskan mengungsi atau tidak.
Nomor Telepon untuk Gawat Darurat
SAR 115
PEMADAM KEBAKARAN 113
RSU/AMBULANCE 118
PLN 123
b. Penanganan Tanpa Rencana
Punya rencana atau tidak, segera adakan pembagian tugas dan tanggung jawab dengan merujuk para relawan yang ada di lokasi dan dianggap mampu untuk melakukannnya. Kumpulkan relawan-relawan itu untuk membentuk regu-regu penanganan bencana. Besarnya jumlah relawan ini tergantung pada besarnya wilayah dan besarnya bencana. Untuk sebuah desa di Indonesia, yang rata-rata mempunyai 500 keluarga, relawan yang diperlukan adalah kurang lebih 45 orang.
Karena tidak memiliki rencana, maka pengaturan tugas perlu disesuaikan menurut cakupan bencana, kondisi desa atau wilayah setempat; dengan melibatkan seluruh masyarakat yang mampu.
c. Penanganan Bencana
Apabila sudah ada KMPB, pastikan kehadiran anggota-anggota KMPB tersebut. Jika ada yang tidak hadir segera cari anggota lain untuk menggantikannya. Jika KMPB sudah siap, pelaksanaan rencana sudah bisa dimulai. Jika ada, siapkan Rencana Penanggulangan Bencana dan Peta Bahaya yang telah dibuat.
Langkah-langkah Pada Saat Bencana (Activiting)
Mempersiapkan tugas untuk regu. Menangani korban.
Mencari orang yang belum ditemukan. Mengamankan keadaan di lokasi bencana. Membuat laporan kondisi sarana dan korban. Mendirikan pos-pos bantuan kemanusiaan. Penanganan jenazah dll.
d. Tindakan Pengungsian
Pengarahan Pengungsian
Persiapan Dapur Umum
Memutuskan Aliran Listrik
Mempersiapkan Lokasi Pengungsian
Kebutuhan Kendaraan
Mempersiapkan Pengangkutan
Prioritaskan Kelompok Rentan
3. PEMULIHAN BENCANA a. Tentang Pemulihan Bencana
Pemulihan bencana berarti membangun kembali segala yang rusak akibat dampak suatu bencana yang menimpa sebuah masyarakat.
Tujuan dari pemulihan bencana :
Untuk mengurangi penderitaan korban bencana
Paling tidak mengembalikan kondisi seperti semula serta meningkatkannya menjadi lebih baik daripada kondisi semula.
Memperkirakan perkembangan keadaan dengan menciptakan lingkungan yang bisa mengurangi kemungkinan risiko bencana di masa depan.
b. Jangka Waktu Pemulihan
Jangka waktu pemulihan tergantung besarnya dampak bencana yang terjadi.
Kebutuhan pemulihan yang mendesak, adalah kebutuhan pemulihan yang perlu diutamakan walaupun bersifat sementara.Tahap pemulihan jangka pendek adalah tahap dimana masyarakat belum bisa memunuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Kebutuhan pemulihan jangka panjang, pada tahap ini masyarakat perlu memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Proses ini sangat tergantung pada kerusakan yang terjadi dan kemampuan untuk mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Pada dasarnya pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal-seperti pembukaan peluang usaha, pembukaan lapangan kerja, pelatihan tenaga kerja
Perbaikan unsur-unsur rohani dan adat budaya, seperti membangun tempat ibadat yang permanen
Perbaikan produksi pangan, seperti pertanian, perkebunan, perikanan,
dan peternakan, dll
Perbaikan dan pelestarian lingkungan, seperti menanam pohon, membersihkan sungai, dll
Pemulihan pendidikan, seperti penyediaan buku, sumber daya manusia,
dll.
c. KMPB Dalam Tahap Pemulihan
Tugas dasar KMPB adalah tetap untuk meringankan penderitaan masyarakat yang dilanda bencana. KMPB harus bekerja sama dengan masyarakat dalam menangani dan menyalurkan bantuan, baik dari dalam maupun luar.
Partisipan Pemulihan, atau yang terlibat dalam pemulihan adalah tokoh masyarakat, perwakilan dari pemerintah daerah, organisasi pendukung, orang yang mempunyai keahlian dalam proses pemulihan, sukarelawan dan anggota masyarakat.
d. Memperkirakan Kebutuhan
Kebutuhan Dasar Perorangan atau Keluarga Kebutuhan Rumah Tangga
Kebutuhan sarana dan pra sarana yang mendesak Bahan bangunan, alat dan SDM
Kebutuhan ketentraman dan stabilitas e. Proses Pemenuhan Kebutuhan
Lingkaran Proses pemenuhan kebutuhan:
Membuat kesimpulan kebutuhan Mengenal sumber daya yang tersedia
Menentukan prioritas penyaluran sumber daya
Apabila sumber daya telah disalurkan menurut prioritas yang telah ditentukan, KMPB perlu menghitung perkiraan kekurangan kebutuhan yang masih diperlukan masyarakat.
Pembukuan adalah catatan mengenai semua transaksi pemasukan dan pengeluaran barang dan uang. Pembukuan ini perlu dilakukan secara terperinci supaya bisa mengetahui dengan jelas jumlah persediaan dan kekurangan kebutuhan untuk mengambil keputusan tindakan selanjutnya.
Mendata bantuan yang diterima Mendata bantuan yang disalurkan
Penyaluran bantuan kepada keluarga/orang
Penggunaan jurnal rangkuman transaksi keuangan Penggunaan jurnal rangkuman transaksi barang g. Proses Pencarian Bantuan
Apabila tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, maka masyarakat perlu untuk mencari bantuan dari sumber lain. Peran KMPB dibutuhkan untuk mengajukan permohonan kepada organisasi-organisasi donor dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan dasar yang mendesak.
Pada saat mencari bantuan, masyarakat dan KMPB sebaiknya menggunakan kesempatan ini untuk memikirkan kebutuhan jangka panjang yang bisa meningkatkan perkembangan wilayah.
Adapun sumber bantuan antara lain:
Bantuan Perseorangan (Swasta) Bantuan dari Pemerintah Bantuan dari Lembaga Donor h. Bekerjasama dengan Media Massa
Melalui media massa, berita tentang bencana yang terjadi bisa disebarluaskan ke seluruh pelosok tanah air. Pada bencana yang cakupannya besar akan ada banyak pertanyaan dari khalayak umum dan media massa, maka KMPB dan masyarakat perlu mempersiapkan diri untuk itu. Saat inilah diperlukan Regu Media dan Hubungan Luar untuk mewakili masyarakat dalam menyampaikan berita yang tepat.
antara masyarakat dan khalayak umum untuk melaporkan masalah yang terjadi agar proses pemulihan berjalan lancar secara transparan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bekerjasama dengan media adalah: Cara menghubungi media
Pernyataan pers Lembaran fakta
Tanggung jawab jurubicara
Tentang wawancara dengan korban Pengumuman tentang keadaan korban i. Tentang Pemulihan Jangka Panjang
Setelah kondisi stabil, masyarakat bisa memulai merencanakan pemulihan keadaan jangka panjang. Tahap ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk membangun keadaan yang lebih baik daripada keadaan semula. Karena itu diperlukan rencana yang matang dan baik. Proses ini akan dibantu oleh pembuatan peta pemulihan. Apabila dibutuhkan, bisa meminta keterangan lebih lanjut atau menghubungi instansi pemerintah setempat, LSM, dan ahli-ahli penasihat yang berpengalaman dalam hal ini.
Pada tahap ini masyarakat perlu memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Proses ini sangat tergantung kepada kerusakan yang terjadi dan kemampuan untuk mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Namun pada dasarnya, pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal Perbaikan sarana dan prasarana