• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Kebutuhan Dasar Psikologis Sisw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Memahami Kebutuhan Dasar Psikologis Sisw"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Memahami Kebutuhan Dasar Psikologis

Siswa

Dalam proses pembelajaran, kenakalan siswa sering dijadikan alasan guru jika merasa frustasi atas

ketidaknyamanan terhadap perilaku siswa. Guru juga sering menjadikan alasan seperti lingkungan masyarakat maupun keluarga yang buruk, IQ dibawah rata-rata, kurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua. Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru hanya menyuruh dan merayu siswa untuk berperilaku baik dan menghukumnya jika berperlaku buruk. Sikap guru yang seperti itu mencerminkan guru yang melepaskan tanggung jawabnya sebagai guru. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai motivator siswa supaya berperilaku benar dan melatih bertanggung jawab.

Meskipun ada benarnya bahwa perilaku siswa dipengaruhi oleh faktor kontrol dari luar sekolah akan tetapi situasi belajar disekolah dan efektifitas guru disekolah juga berpengaruh besar pada bagaimana siswa bersikap dan belajar sehingga mempengaruhi diri mereka sendiri. Menurut Allen Mendler (1992, h. 25, 27) bahwa kebanyakan program disiplin menekankan strategi dan teknik secara tidak tepat. Beberapa siswa mungkin berkelakuan baik tetapi sebagian siswa yang lain tidak memberi respon yang baik. Guru yang kompeten perlu mengetahui alasan dari perilaku menyimpang untuk merumuskan strategi yang kemungkinan akan berhasil.

Dari penjelasan diatas, seorang anak atau siswa mengatakan bahwa mereka butuh bantuan belajar dnegan cara yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan mereka. Langkah selanjutnya adalah bagaimana cara atau teknik yang digunakan guru supaya memotivasi siswa.

Perspektif Teoritis

Perilaku siswa yang tidak prodktif biasanya diakibatkan oleh kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi ketika disekolah. Misalnya, siswa yang bertindak agresif diluar sekolah biasanya siswa tersebut kuurang mampu berinteraksi secara baik dengan teman sebayanya disekolah. Siswa yang bertingkah pada saat pembelajaraan mungkin siswa tersebut tidak bisa memahami emosinya tentang bagaimana menangani frustasinya dan mendapatkan bantuan. Oleh karena itu, siswa harus diberi lebih dari sebuah penguatan (reinforcement) yaitu berupa keterampilan sosial dan tugas. Akan tetapi masalah yang timbul adalah jika siswa tersebut melakukan kesalahan guru akan mengucilkannya dnegna hukuman dan tidak memberi bantuan petunjuk sama sekali. Seharusnya, pendidik merespon perilaku siswa yang tidak produktif dengan menciptakan kesempatan yang banyak bagi siswa untuk mengembangkan keahlian yang dibutuhkan.

Teori Kebutuhan Personal (Personal Needs Theories)

(2)

secara sosial. Menurutnya empat tujuan yang berhubungan dengan perilaku menyimpang adalah mendapat perhatian, kekuasaan, balas dendam, dan menunjukkan ketidakcukupan.

Topper dkk.(1994) menawarkan daftar perilaku pemberontakan oleh siswa:

 Atensi- perilaku untuk mendapatkan atensi dari orang lain

 Avoidance /escape,menghindar-perilaku menghentikan suatu aktivitas yang sama tidak suka,atau menghindari suatu kejadian.

 Kontrol-perilaku untuk mengontrol kejadian

 Revenge,balas dendam-perilaku untuk menghukum orang lain untu sesuatu yang dilakukan kepada siswa.

 Self-regulation/coping,pengaturan diri-perilaku untuk mengelola perasaan ( bosan,malu,marah,takut,malu) atau tingkat energy

 Main-perilaku untuk memenuhi kebutuhan bersenang-senang.

Oleh karena itu, peran guru sebagai pendidik adalah membantu mereka mengembangkan perilaku yang tidak hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini tetapi juga secara efektif mambantu hidup mereka.

William Glasser

William Glasser mengemukakan terdapat lima kebutuhan dasar siswa sebagai 1. Bertahan hidup dan bereproduksi, 2. Memiliki dan mencintai, 3. Memperoleh kekuasaan, 4. Bebas, dan 5. bersenang- senang. Stanley Coopersmith

Menurut Staney Coopersmith kebutuhan siswa dipengaruhi oleh empat faktor yang berkaitan dengan harga diri (self- esteem). Empat faktor tersebut adalah perasaan penting / signifikan(significance), kompetensi

(competence) dan kekuatan/ kekuasaan (power). Istilah signifikansi didefinisikan sebagai perasaan dihargai dimana individu terlibat dalam hubungan dua arah yang positif yang masing- masing peduli satu sama lain. Adapun kompetensi dikembangkan melalui kemampuan menjalankan tugas secara social sama baiknya, atau bahkan lebih baik dari, orang lain pada tingkat usia seseorang. Sebagai sontoh, memenangkan pertandingan melawan temannya akan menyebabkan seseorang merasa kompeten. Terakhir power, mengacu pada kemampuan untuk memahami dan mengontrol lingkungan seseorang. Sebagai seorang siswa harus

memahami aturan kelas dan prosedur secara jeas dan memahami apa yang dipelajari dan mengapa pelajaran itu berguna untuk mereka. Siswa akan merasa kuat atau merasa memiliki kendali ketika mereka diizinkan memilih topic belajar sendiri, memberi masukan tentang bagaimana kelas diatur, memahami gaya belajar mereka sendiri dan hubungan dengan pembelajaran, dan memahami keputusan guru atau materi tugas yang berhubungan dengan warisan budaya.

Apa Yang Siswa Butuhkan

(3)

Siswa yang Melakukan Bullying

Penelitian (wood dan Gross, 2002) mengemukakan ada dua tipe pelaku bully : reactive bullies yang mempunya respon kuat terhadap apa yang mereka anggap sebagai situasi yang mengancam dan proactive bullies yang periakunya tampak lebih diperhitungkan dan direncanakan. Keduanya menunjukkan adanya pengaruh kuat isu social / emosional terhadap perilaku. Sebagai contoh resctive bullies nampak ketika siswa memiliki keinginan tetapi kurang mempunyai hubungan positif dengan orang dewasa dan mengalami penolakan dari orang dewasa yang menjadi walinya/ orang tua. Setelah melakukan perilaku buruk ini kepada orang lain, siswa- siwa ini sering menunjukkkan penyeasalan yang mendalam. Perilaku proactive bullies dipandang lebih sebagai komponen identitas siswa dan merupakan sutu cara mereka untuk mengembangkan perasaan signifikansi, kompetensi, dan kekuasaan. Siswa- siswa ini biasanya tidak mudah diprovokasi melakukan bullying dan mereka mudah dikontrol. Siswa- siswa ini merasa sedikit menyesal dan perilaku mereka sulit untuk berubah karena hal ini merupakan aspek fundamental identitas mereka. Selain itu, siswa- siwa ini sering kurang memperoleh hubungan keluarga yang proaktif yang membantu mengembangkan perasaan empati dan kepedulian pada orang lain. Sehingga, hal yang diperlukan siswa- siswa ini adalah pendidikan ekstensif dalam mengembangkan empati pada orang lain, keahlian social dalam memenuhi kebutuhan mereka akan rasa penting, kompetensi, dan kekuasaan, serta hubungan possitif dengan orang dewasa.

Isu Harga Diri

Seligman (1995), menyatakan bahwa harga diri positif yang paling berguna adalah menggunakan komponen perasaan nyaman pada diri sendiri dan komponen performa yang positif. Harga diri dipengaruhi oleh

kesuksesan atau kegagalan seseorang didunia ini (Seligman,1995,h.34). Fakta harga diri perlu dilihat dari sudut pandang yang positif sebagai syarat penting agar siswa mampu berinteraksi positif dengan temannya dan menaikkan perasaan positif tentang dirinya sendiri.

Teori Perkembangan Manusia

Tahap – tahap perkembangan psikososial manusia menurut erikson, yaitu:

1. Tahap awal adalah infancy awal pertumbuhan dimana anak mengembangkan perasaan percaya (trust) dan harapan (hope) atau perasaan tidak percaya (mistrust) dan putus asa (despair).

2. Tahap kedua adalah masa kanak-kanak awal, di mana anak mengembangkan perasaan kemandirian (autonomy).

3. ketiga membahas tentang insiatif (intiative) versus rasa bersalah (guilt).

4. Tahap keempat membahas industry versus inferiority atau ikhtiar atau usaha versus inferioritas. Selama masa ini anak harus bermain dan mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Elkind menyebutkan imaginary audience bahwa remaja muda memandang dirinya dan masalah personal dirinya sebagai hal yang unik dan orang lain tidak akan mempunyai persaan yang sama. Oleh karena itu pendidik dituntut untuk bisa memahami kebutuhan unik dari siswanya.

Teori Faktor Sosial

(4)

loyalitas komitmen/loyallity comitment. Konsep utama Elkind bahwa kontrak sering dilanggar oleh orang dewasasehingga menyebabkan anak tertekan untuk menghargai tanggung jawab dengan mencari kebebasan. Joan Lipsitz, mencatat bahwa orang dewasa sering gagal memahami usia kelompok ini, yang menimbulkan manajemen kelas dan keputusan intruksional yang melahirkan sejumlah perilaku yang tidak produktif sehingga sering membuat guru frustasi ketika bekerja dengan kelompok usia ini. Lipsitz menekankan pentingnya pengembangan lingkunga sekolah yang memenuhi kebutuhan perkembangan remaja. Kebutuhan-kebutuhan ini diringkas oleh koleganya, Gayle Dorman (1981):

1. Kebutuhan keragaman

2. Kebutuhan untuk kesempatan eksplorasi diri dan pendefinisisan diri

3. Kebutuhan untuk berpartisipasi yang bermakana di sekolah dan masyarakat

4. Kebutuhan untuk berinteraksi soasial positif dengan teman sebaya dan orang dewasa 5. Kebutuhan aktivitas fisik

6. Kebutuhan kompetensi dan prestasi

7. Kebutuhan struktur dan pembatasan yang jelas Aset Perkembangan

Dari penelitian yang diadakan di Search Institute dapat disimpulkan bahwa hasil dapat berubah agar kemudian mereka mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk berhasil. Oleh karena itu, penting agar guru

memperhatikan dan mengatur lingungan kelas dan sekolah dengan cara memberikan kesempatana kepada siswa untuk mengembangkan perasaan kompetensi dan kemampuan melalui kontak interaksi dengan pendidik dan teman sebaya.

Siswa dengan Resiko Kegagalan di Sekolah

Istilah resiko secara umum mengacu pada siswa yang mungkin putus sekolah (drop-out). Kepedulian terhadap siswa menjadi satu masalah yang serius bagi guru, beberapa guru yang kurang pengetahuan atau

kemampuan bekerja secara efektif dengan siswa yang mempunyai kebutuhan khusus sering memperbururk keadaan, guru juga terkadang tidak siap untuk mengajar dengan siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

Sebagai contoh adalah siswa imigran, mereka cukup mengalami kesulitan terhadap bahasa dan budaya yang baru. Akan tetapi mereka sudah disibukkan dengan kurikulum yang membuat mereka cukup kesulitan

sedangkan bagi siswa keturunan asli hal itu cukup mudah. Permasalahannya guru terkadang hanya

memperhatikan siswa mayoritas tanpa memperatika siswa minoritas lainnya. Guru juga terkadang tidak peduli terhadap latar belakang siswa imigran.

Faktor-faktor penyebab kegagalan siswa di sekolah antara lain:

1. Tidak terpenuhinya kebutuhan personal siswa atau perkembangan yang penting pada siswa belum terpenuhi sebelum masuk ke kelas dan dalam setting sekolah itu sendiri.

2. Siswa memiliki kemampuan akademik yang burur karena sebab-sebab berikut ini:

1. Sistem sekolah menyediakan sedikit pendidik dari kelompok sosial budaya yang sama dengan siswa, serta menyajikan kurikulum yang gagal menghargai latar belakang budaya siswa 2. Lingkungan kelas dan pendekatan intruksional yang tidak konsisten dengan metode belajar

(5)

3. Siswa mempunyai kebutuhan khusus yang dihubungkan dengan ketidakmampuan yang nyata

4. Di luar sekolah, siswa mendapat dukungan yang terbatas untuk keberhasilan sekolah 5. Siswa mendapat tuntutan di luar sekolah yang membatasi waktu dan energi yang

berhubungan dengan tugas-tugas belajar di sekolah

6. Siswa kurang memiliki harapan bahwa belajar di sekolah akan secara positif berpengaruh pada masa depannya.

Isu Ketertiban, Kepedulian dan Kekuasaan

Lingkungan kelas dan sekolah yang aman dapat memenuhi kebutuhan akademik dan personal siswa. Lingkungan yang nyaman diidentikkan dengan tingkat ketertiban yang sungguh-sungguh. Dimana dipahami bahwa ketika ketertiban terjadi dengan sungguh-sungguh maka siswa akan merasa aman di kelas maupun sekolah. Isu ketertiban inilah yang dapat mempengaruhi perilaku siswa disekolah dikarenakan terbatasnya perilaku siswa disekolah karena adanya ketertiban tersebut.

Menurut Weinsten (1998), banyak guru (khususnya guru pemula) yang memandang keliru tindakan guru yang menciptakan kelas yang peduli dan teratur dengan menggunakan tindakan yang eksklusif. Guru pemula sering menginginkan siswa menyukai mereka dan menetapkan batasan yang tegas serta menganggapi dengan keras terhadap perilaku siswa yang menganggu kenyamanan siswa lainnya. Akan tetapi, hal ini justru akan membuat hubungan mereka dengan siswanya menjadi terganggu. Ketertiban berupa kedisiplinan dapat dijadkan elemen yang paling penting dalam pendidikan moral terutama disekolah, tinggal bagaimana ketertiban dan atau kedisiplinan tersebut ditegakkan dan dipertahankan.

Pedro Noguera (1995) mengatakan bahwa sekolah yang aman memiliki guru yang mengetahui dan

menghargai siswa dan menjalin hubungan yang ditandai dengan kepedulian. Menurut Noddings (1992, h. 27), ia menulis ‘kepedulian merupakan dasar dari semua keberhasilan pendidikan’. Bowers & Flinders(1990, h.15) mengemukakan bahwa ‘ kontrol dan kepedulian bukan istilah yang bertentangan; tetapi bentuk kontrol yang diwujudkan dengan kehadiran kepedulian’.

Setiap guru perlu memiliki otoritas, otoritas tersebut terbagi menjadi dua. Otoritas alami berdasarkan keahlian alami guru dalam membantu siswa dalam proses belajar, pemecahan maslah, dan memberi contoh bermakna dan penuh perhatian. Otoritas arbitrer merupakan otoritas yang berkaitan dengan peran mereka sebagai guru, kepala sekolah, konselor, dan lainnya. Otoritas ini dilandasi pada hak resmi pendidik untuk mempertahankan lingkungan yang aman dan tenang. Menurut Holt, siswa memberikan respon yang lebih baik pada otoritas natural guru dan menganggapi otoritas arbitrer dengan konfrontasi dan penarikan diri. Pleh karena itu diharapkan guru dapat menyeimbangkan antara kedua otoritas tersebut.

Beberapa guru mengarahkan hari-hari sekolah dengan rutinitas dan ritual yang diikut oleh siswa jika guru ada tetapi siswa akan melanggarnya ketika guru tersebut tidak ada atau ada guru pengganti. Beberapa guru juga menyebutkan bahwa menciptakan ketertiban adalah dengan bersikap keras terhadap anak dnegan

(6)

Berdasarkan teori dari Sergiovanni, menggunakan strategi kepatuhan akan membuat keadaan menjadi lebih buruk, dengan strategi tanggung jawab tidak cukup kuat unutk membentuk sikap anak. Oleh karen aitu diperlukan strategi komunitas demokratis yang akan membantu siswa terhubung dengan siswa yang lain dengan tugas sekolah. komunitas demokratis tersebut juga dapat membantu siswa dan guru bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan pendidikan mereka.

Disekolah kita dapat menjumpai berbagai aktifitas yang dilakukan seorang siswa dalam kesehariannya. Antara si A dan si B atau si C dan seterusnya itu berbeda. Bisa sama tapi ada yang membedakan. Bagaimana siswa bertindak/berprilaku, itu yang coba saya sampaikan disini berkaitan dengan psikologinya.

Para pejuang pena memiliki banyak siswa yang disertai dengan keanekaragaman yang berbeda antara satu sama lain, hal ini mendorong para pejuang tersebut harus lebih pandai untuk memasuki dunia kehidupan mereka. Sesuai dengan judul yang saya pilih, disini saya akan hubungkan dengan psikologi siswa dalam bidang pendidikan. Karena ilmu psikologi itu sendiri mempersoalkan aktivitas manusia baik yang dapat diamati maupun tidak. Memang ada banyak cara untuk dekat dengan siswa salah satunya memahami mereka dari psikologinya. Bertolak dari beberapa sifat umum aktifitas siswa, yang ditinjau dari segi psikologinya, bisa dibedakan atas beberapa bagian.

Pertama adalah perhatian. Diambil dari pengertian intinya, para ahli psikologi merumuskan perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek (Stern, 1950 dan Bigot 1950, hlm 163). Pendapat lain menyatakan perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktifitas yang dilakukan

Coba kita amati perhatian yang diberikan oleh siswa kita pada saat anda menjelaskan pelajaran. Anda akan menemukan siswa yang memberikan perhatian intensif dan perhatian yang tidak intensif. Maksud dari perhatian intensif adalah perhatian yang diberikan secara terus-menerus, perhatian tidak intensif adalah kebalikan dari perhatian intensif. Pertanyaannya, mana yang anda harapkan? Dan apa pula pengaruhnya?. Tentu hal yang terbaik yang dapat dilakukan siswa dengan memberikan perhatian secara intensif agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Artinya, makin intensif perhatian yang menyertai suatu aktifitas maka makin sukseslah aktifitas tersebut.

(7)

perhatian yang diberikan secara spontan/ perhatian yang tidak sengaja dan perhatian sekehendak/ perhatian disengaja (refleksif).

Satu ketika, saat saya tengah menjelaskan pelajaran bahasa Inggris dikelas empat (kebetulan lokasi sekolah saya ada dipinggir jalan umum), tengah asyik-asyik menjelaskan tiba-tiba terdengar suara serinai mobil. Anak-anak secara spontan berdiri dan mencoba ingin mengetahui apa yang terjadi diluar sana, apakah gerangan yang lewat? Mobil ambulankah atau pemadam kebakaran.

Pada prakteknya pembelajaran yang dilaksanakan disekolah lebih menggunakan perhatian yang dipaksakan, jadi hasilnya tercipta suasana kaku. Dari peristiwa tersebut, saya pikir ada baiknya seorang guru dapat memberikan hal-hal yang menarik perhatian siswa, secara obyek atau subyeknya. Kalau dipandang obyeknya sebagai suatu yang lain dari yang lain (bahasa Jambinya laen dewek), buatlah penyampaian yang unik sehingga menarik perhatian. Nah kalau dipandang subyeknya adalah hal yang berkaitan dengan pribadi subyek/siswa. Misalnya ; hal-hal yang bersangkut paut dengan kegemaran. Ada berita tentang pertandingan olah raga atau pentas seni, siswa akan memberikan perhatian lebih karena berhubungan dengan dirinya. Ia ingin tahu dan mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang lebih. Hal-hal semacam ini diberikan kepada siswa untuk me-refresh-nya. Perhatian yang disengaja terkadang memberikan rasa tekanan dan monoton, sehingga pada akhirnya membosankan (jangan sampai ada kata “i hatethis lesson!”)

Kedua adalah pengamatan. Kegiatan ini dilakukan siswa pada saat proses belajar mengajar terlaksana. Lihat cara mengamati mereka mengenal sebuah obyek. caranya dapat dilakukan dengan mengamati menggunakan modalitas pengamatan (melihat, mendengar, mencium, dan mengecap). Ada anak yang diam sambil melihat dan mendengarkan tanpa banyak bicara dapat mengerti dengan mudah.

Ketiga adalah tanggapan. Tanggapan diberikan setelah dilakukan pengamatan. Biget (1950, p 72) mendefenisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Guru dapat meminta tanggapan siswa terhadap obyek pelajaran yang diberikan. Metode tanya jawab yang dapat kita lalukan. Pada prakteknya untuk memberikan tanggapan dibutuhkan bahasa yang baik, konsep penguasaan bahasa yang tertata dengan baik menunjukkan kecakapan tinggi seorang siswa.

(8)

sesaat sebelum menutup pelajaran coba berikan beberapa pertanyaan, maka beberapa diantara siswa tidak dapat menjawab, nah barulah slogan ini berlaku bagi siswa tersebut.

Ingatan merupakan penguatan pikiran terhadap proses yang sedang berlangsung sekarang dan yang telah berlangsung dimasa lampau. Pengembangan pribadi siswa tergantung bagaimana pola pikirnya dengan ingatan yang dimiliki. Dalam ingatan terdapat cara bagaimana menerima kesan, menyimpan kesan dam memproduksi kembali kesan-kesan tersebut.

Cara mencamkan pelajaran dapat melalui sekehendak dan tidak sekehendak. Mencamkan dengan tidak sekehendak artinya sama dengan tidak sengaja memperoleh pengetahuan, sedangkan mencamkan dengan sekehendak/sengaja artinya sama dengan penghafalan. Saya tidak memungkiri, dalam pelajaran ada beberapa materi pelajaran yang dibutuhkan penghafalan. Saya menyuruh mereka untuk menghafal. Untuk menyukseskan penghafalan tersebut ada berbagai cara dapat dilakukan, diantaranya; (a) dengan menyuarakan untuk menambah pencaman. Hal ini diperlukan kalau hal yang dicamkan adalah perumusan-perumusan yang harus diingat secara tepat, ejaan-ejaan dan nama-nama asing/hal-hal yang sukar. (b) pencaman dilakukan secara bertahap, tidak sekaligus banyak. Karena dalam jangka waktu yang lama kurang menguntungkan, jadi sedikit-sedikit . (c) penggunaan metode belajar yang tepat. Banyak cara yang dipilih siswa agar pencaman dapat mereka kuasai, ada styletersendiri. Contohnya untuk menghafal rumus kimia bisa dibuat dengan gaya mneumotecnik (membuat singkatan sendiri dengan menggunakan kalimat). Contoh lain adalah mengecamkan nama hari/bulan dalam bahasa Inggris untuk siswa sekolah dasar dilakukan dengan rythmis yang diciptakan sendiri oleh guru disertai dengan sedikit tarian.

Seperti yang telah saya tuliskan dibagian ingatan diatas, satu hal yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana cara memproduksi kembali hal-hal yang telah dicamkan. Dalam memproduksi kembali seseorang me-rivew kembali ingatannya dengan mengenal kembali sesuatu obyek dalam reproduksi tersebut, mereproduksi dapat diperlancar dengan memperkaya bahasa yang dimiliki

(9)

Keenam adalah perasaan. Perasaan lebih bersifat subyektif, karena berhubungan dengan individu siswa. Berbagai macam gejolak rasa yang terjadi disetiap tingkat umur membuat pola sikap yang berbeda pula.

Saat memulai pelajaran, lihatlah bagaimana kesiapan perasaan mereka untuk memulai pelajaran. Guru saja yang mengajar dengan perasaan siap maka akan terciptanya Chemistry yang kuat. Ciptakan kegembiraan dalam pemberian pendidikan dan pengajaran. Perasaan gembira saja tidak akan optimal jika dari internalnya tidak mendukung.

Satu saat, saya pernah menemukan perasaan siswa yang tidak siap untuk menerima pelajaran. Saya bertanya padanya “Apakah yang terjadi pada mu? Mengapa tidak mengerjakan soal yang ibu berikan?”. Ia pun menjawab dengan perlahan “rasanya sulit bu”. Saya tahu sebenarnya ia adalah siswa yang lumayan bisa, tetapi penyakit malas sudah menggerogotinya. Saya coba sentuh hatinya yang berhubungan langsung dengan perasaannya melalui pikirannya. Saya berikan motivasi yang menyatakan kamu bisa! Ini tidak sulit, ayo kita mulai.

Referensi

Dokumen terkait

2.1 Wawancara, dalam hal ini dilakukan kepada pelaku atau aktor-aktor yang terlibat dalam pengembangan seni pertunjukan Wayang Beber kontemporer dan wawancara mendalam

Pemegang Polis Perorangan yang mengadakan perjanjian asuransi dengan Penanggung dan bertanggung jawab atas pembayaran Premi berkala sebagaimana tercantum dalam

• Kemiskinan (absolut) dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi.. pengeluaran, Jadi

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konstruksi vektor ekspresi (pTarget) rekombinan yang mengandung sisipan gen hormon pertumbuhan ikan lele dumbo ( Clarias sp.) dan promoter

Berangkat dari deskripsi di atas, secara umum, masalah studi ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana cara partisipasi politik yang ditempuh oleh kiai NU Jember dalam proses

Apakah anak didik merasa semakin mudah dalam menghafalkan surat pendek dengan menggunakan media audio visual. Bagaimanakah suasana pembelajaran dengan media audio visual

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial profitabilitas yang diproksi dengan net profit margin (NPM) tidak berpengaruh terhadap struktur modal, likuiditas

Identifikasi pola difraksi dari sampel dilakukan dengan mencocokkan nilai harga d dan 2 yang didapat dari hasil pengukuran XRD yang telah dianalisis menggunakan perangkat lunak APD