• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Tujuan Instruksional :

A. Umum

Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang tinjauan umum hukum

pajak di Indonesia.

B. Khusus

o Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan perpajakan.

o Mahasiswa mengetahui pengertian-pengertian dasar perpajakan.

o Mahasiswa mengetahui dasar hukum pajak.

o Mahasiswa mengetahui teori dan sistem pemungutan pajak.

C. Uraian Materi

1. Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia

Sejarah perkembangan perpajakan di Indonesia dapat dibedakan dalam dua periode,

yaitu:

a. Sejarah sebelum tahun 1983 (sebelum berlaku UU Pajak Nasional)

Sebelum berlaku undang-undang pajak nasional pajak belum merupakan pungutan

tapi merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada penguasa/raja dalam

memelihara kepentingan negara seperti; menjaga keamanan, membuat sarana

umum dan membiayai pegawai kerajaan. Sedangkan setorannya dapat dilakukan

dengan penyetoran uang tunai (orang kaya) dan dengan tenaga (untuk orang

miskin)

b. Sejarah setelah tahun 1983 (setelah berlaku UU Pajak Nasional)

o Undang-undang Pajak tahun 1983

 UU No. 6 Tahun 1983 (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)  UU No. 7 Tahun 1983 ( Pajak Penghasilan)

 UU No. 8 Tahun 1983 (PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah)  UU No. 12 Tahun 1985 ( Pajak Bumi dan Bangunan)

 UU No. 13 Tahuan 1985 ( Bea materai)

(2)

o Undang-undang Pajak tahun 1994

 UU No. 9 Tahun 1994 (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)  UU No. 10 Tahun 1994 ( Pajak Penghasilan)

 UU No. 11 Tahun 1994 (PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah)  UU No. 12 Tahun 1994 (Pajak Bumi dan Bangunan )

 UU No. 13 Tahuan 1985 (Bea materai)

UU No. 18 Tahun 1997 (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)

o Undang-undang Pajak tahun 2000

 UU No. 16 Tahun 2000 yang telah diubah menjadi UU No. 28 Tahun 2007

(Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)

 UU No. 17 Tahun 2000, telah diubah menjadi UU No. 36 Tahun 2008

( Pajak Penghasilan)

 UU No. 18 Tahun 2000, telah diubah menjadi UU No. 42 Tahun 2009

(PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah)

 UU No. 19 Tahun 2000 (Pajak Bumi dan Bangunan)

 UU No. 20 Tahun 2000 (Bea Perolehan Hak atas Tanah bangunan/BPHTB)  UU No. 13 Tahuan 1985 ( Bea materai)

 UU No. 34 Tahun 2000, telah diubah menjadi UU No. 28 Tahun 2009

(Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)

2. Definisi Pajak, Retribusi dan Sumbangan

a. Definisi Pajak

Definisi pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada

Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro pajak adalah iuran rakyat ke kas negara berdasarkan

undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontrafrestasi) secara langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum. Definisi tersebut mengandung beberapa pengertian, yaitu :

1) Kontribusi wajib kepada negara

a) yang berhak memungut adalah negara

(3)

2) Berdasarkan undang-undang

a) pemungutan berdasarkan undang-undang dan peraturan yang mengikatnya

b) pemungutan dapat dipaksakan

3) Tanpa imbalan secara langsung

Tidak dapat secara langsung dinikmati/ditunjukkan imbalan pembayaran pajak

dari masyarakat ke negara.

4) Digunakan untuk membiayai RT Negara bagi kemakmuran masyarakat

Iuran digunakan untuk membiayai rumah tangga negara atau pembangunan

yang bersifat untuk kemakmuran masyarakat.

b. Definisi Retribusi

Iuran yang mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi

(manfaatnya dirasakan secara langsung) seperti pembayaran uang kuliah, karcis

hiburan, karcis parkir dan lain-lain.

Pengertian Pajak Daerah berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Distribusi Daerah, Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang

khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan

orang pribadi atau badan.

c. Sumbangan

Iuran yang diberikan seseorang dengan kontraprestasi dinikmati oleh kelompok

tertentu, seperti sumbangan bencana alam (gempa, banjir, kekeringan dan lain-lain)

3. Dasar Hukum Pajak

a. Kedudukan Hukum Pajak (Soemitro)

Hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut :

1) Hukum Perdata (mengatur hubungan antara individu dengan individu lainnya)

2) Hukum Publik (mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat) seperti :

a) Hukum Tata Negara

b) Hukum Tata Usaha

c) Hukum Pajak

d) Hukum Pidana

b. Fungsi Pajak

(4)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum.

Penerapan fungsi anggaran dituangkan dalam APBN untuk pemerintah pusat

dan APBD untuk pemerintah daerah

2) Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial ekonomi, seperti dikenakan tarif yang tinggi terhadap

minuman keras.

Penerapan fungsi mengatur perekonomian misalnya dikeluarkannya PP 46

Tahun 2013 dengan ketentuan tarif 1 % yang bersifat Final untuk angsuran

PPh bagi usaha dengan omzet dibawah 4,8 Milar setahun (diperuntukan bagi

UKM). Penerapan fungsi sosial misalnya dengan dikeluarkannya PMK

609/PMK.03/2004 dan PMK 93/PMK.03/2006 sehingga sumbangan untuk

bencana tsunami di Aceh dan gempa di Yogyakarta bisa dibantu oleh

perusahaan dimana sumbangan tersebut bisa dibiayakan oleh perusahaan yang

menyumbang.

4. Teori Pemungutan Pajak

a.Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyatnya. Oleh

karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai premi asuransi

karena memperoleh jaminan perlindungan.

b.Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan. Semakin

tinggi kepentingan seseorang kepada negara maka semakin tinggi pajak yang

harus dibayar.

c.Teori Gaya (Daya) Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya artinya pajak harus dibayar

dengan gaya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur gaya pikul dapat

digunakan dua pendekatan, yaitu :

1) Unsur Objektif dengan melihat penghasilan yang dimiliki seseorang

2) Unsur Subjektif dengan melihat besarnya kebutuhan material yang harus

(5)

Keterangan Tuan ND Tuan SDY

Penghasilan 5.000.000,00 5.000.000,00

Status K/3 TK

Secara objektif (berdasarkan penghasilan) pajak yang harus dibayar adalah sama

(besarnya penghasilan X tarif). Secara subjektif (besarnya kebutuhan) Tuan ND

membayar pajak lebih kecil karena kebutuhan material yang harus dipenuhi lebih

besar.

d. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan

negaranya. Rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu

kewajiban.

e. Teori Azas Daya Beli

Memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk

rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali kepada

masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan.

5. Tata Cara Pemungutan Pajak

a.Stelsel Pajak

 Stelsel Nyata (Riel stelsel)

Pemungutan pajak didasarkan atas obyek (penghasilan nyata) sehingga

pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah

penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

Kebaikan : pajak yang dikenakan lebih realistis

Kelemahan : perhitungan pajak dilakukan pada akhir periode

 Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)

Pemungutan pajak berdasarkan anggapan yang diatur dengan undang-undang

Penghasilan dalam suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya

sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang

untuk tahun pajak berjalan.

Kebaikan : pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu

(6)

Kelemahan : pajak yang harus dibayar tidak berdasarkan keadaan yang

sesungguhnya.  Stelsel Campuran

Perhitungan pajak pada awal tahun berdasarkan stelsel anggapan dan

perhitungan pajak pada akhir tahun berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.

b. Azas Pemungutan Pajak

 Azas Domisili (Azas tempat tinggal)/ WP Dalam Negeri

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan WP yang bertempat

tinggal di wilayahnya, baik penghasilannya berasal dari dalam negeri maupun

luar negeri.  Azas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber

diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal WP.

 Azas Kebangsaan /WP Luar Negeri

Pajak dikenakan kepada setiap orang yang bukan berkembangsaan Indonesia

yang tinggal di Indonesia.

c. Sistem Pemungutan Pajak  Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah

(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP, ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus

b) WP bersifat pasif

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP)

oleh fiskus.

Penerapan Official Assessment System seperti pada Pajak Bumi dan Bangunan (pajak daerah tingkat II), Pajak Kendaraan Bermotor (pajak daerah tingkat I)

Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada WP untuk

menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang, ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib

pajak

b) WP bersifat aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor dan

(7)

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Penerapan Self Assessment System pada Surat Pemberitahuan Badan, Surat Pemberitahuan Wajib Pajak Orang Pribadi.

With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga

(bukan fiskus bukan WP) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang.

Penerapan With Holding System pada pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas gaji karyawan oleh pemberi kerja.

6. Tarif Pajak

a. Tarif Sebanding (Proporsional)

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak

sehingga besarnya pajak yang terutang sebanding dengan besarnya nilai yang

dikenai pajak.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai

pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap, seperti tarif bea materai untuk cek

dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 3.000,00

c. Tarif Progresif

Tarif berupa persentase yang semakin tinggi bila jumlah yang dikenai pajak

semakin tinggi pula. Tarif progresif dapat dibedakan menjadi :

o Tarif progresif progresif o Tarif progresif tetap o Tarif progresif degresif

Tarif pajak Penghasilan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 1a Penghasilan Perorangan Tarif

0 sampai 50 juta 5%

50 sampai 250 juta 15%

250 sampai 500 juta 25%

Di atas 500 juta 30%

d. Tarif Degresif

(8)

D. Ringkasan

Sejarah perkembangan perpajakan di Indonesia dibagi dua periode yaitu : periode

sebelum berlaku UU Pajak Nasional (sebelum tahun 1983) dan setelah berlaku UU

Pajak nasional (setelah tahun 1983). Pajak merupakan iuran rakyat ke kas negara

berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal secara langsung

dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Retribusi

merupakan iuran yang mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi

(manfaat secara langsung) dan sumbangan merupakan iuran yang diberikan seseorang

dengan kontraprestasi dinikmati oleh kelompok tertentu.

Sistem pemungutan pajak ada tiga jenis, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System. Sedangkan jenis tarif terdiri dari : tarif sebanding (proporsional), tarif tetap, tarif progresif dan tarif degresif.

E. Pertanyaan

1. Jelaskan perkembangan Undang-undang perpajakan di Indonesia!

2. Jelaskan perbedaan pengertian pajak, retribusi, dan sumbangan!

3. Sebutkan dan jelaskan tata cara pemungutan pajak!

4. Jelaskan tarif pajak dengan perhitungan!

F. Kepustakaan

Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung Darmayasa, 2013, Pajak Penghasilan (Disesuaikan Dengan Ketentuan Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Yang Berlaku), Undiknas Press, Denpasar Gunadi, 2007, Pajak Internasional, Edisi Revisi 2007, Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Gunadi, 2013, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Edisi 2013, Bee Media, Jakarta

Harnanto, 2003, Akuntansi Perpajakan, BPFE, Yogyakarta Mardiasmo, 2013, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta

Muljono, Wicaksono, 2009, Akuntansi Pajak Lanjutan, Andi, Yogyakarta PMK 609/PMK.03/2004

PMK 93/PMK.03/2006

PP 46 Tahun 2013

Soemitro, Kania, 2004, Asas dan Dasar Perpajakan, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung

(9)

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

Waluyo, 2010, Akuntansi Pajak, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. www.nyomandarmayasa.com

www.ortax.org

Referensi

Dokumen terkait

melebihi Rp4.8 miliar pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada 'I'ahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan

semakin tinggi sanksi yang berikan kepada wajib pajak maka akan. semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak dalam

Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas akan cenderung menjadi wajib pajak yang tidak patuh (Hardiningsih, 2011). Demikian pula sebaliknya, semakin

Dengan asumsi tarif kedua pajak (jizyah dan kharaj) lebih tinggi daripada tarif pajak bagi individu muslim (dharibah), maka penerimaan negara adalah maksimal bilamana

1) Perencanaan pajak memiliki pengaruh positif, semakin tinggi perencanaan pajak maka semakin besar peluang perusahaan melakukan praktek manajemen laba. Berubahnya tarif PPh

¾ Kebijakan pajak berupa penetapan tarif pajak yang lebih rendah (tinggi) dan pemberian (pencabutan) insentif pajak tidak dapat digunakan untuk mendorong perusahaan

dibayarkan oleh perusahaan, artinya semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan oleh

Artinya semakin tinggi pemahaman atau pengetahuan wajib pajak tentang pajak maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak 3 Variabel Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif