Kriteria dalam Pengukuran
1. Pengertian Kriteria
Proses asesmen psikologi diawali dengan kegiatan pengukuran yang akan menghasilkan data yang dideskripsikan dalam bentuk angka. Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil pengukuran dengan suatu kriteria agar dapat menarik kesimpulan hasil pengukuran yang berkenaan dengan atribut yang diukur. Proses perbandingan tersebut dinamakan evaluasi atau penilaian, dan memerlukan suatu kriteria yang digunakan sebagai pembandingnya.
menggunakan suatu kriteria atau pembanding maka hasil pengukuran dapat disimpulkan atau dapat diinterpretasikan.
Asesmen seperti diuraikan diatas merupakan proses lanjutan dari kegiatan pengukuran dan penilaian, atau dengan perkataan lain dapat dinyatakan bahwa keseluruhan prosedur itulah yang disebut dengan asesmen. Asesmen adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan data deskriptif dan hasil perbandingan dengan suatu kriteria. Melalui proses asesmen inilah kita dapat memahami karakteristik individu sehingga dapat dilakukan kegiatan lanjutan berupa penetapan diagnosis bahkan prognosis. Dalam proses pemberian bantuan psikologi terhadap individu yang mengalami masalah psikologi, proses seperti ini dinamakan psikodiagnostika. Ketepatan dalam merumuskan tindakan pemberian bantuan atau saran ataupun yang biasa dianamakan teknik intervensi, sangat tergantung pada ketepatan diagnosis dan prognosisnya. Selanjutnya jika diurut kebelakang, maka ketepatan diagnosis tergantung pada kriteria yang digunakan, bahkan tergantung pula pada tingkat ketepatan instrument yang digunakan dalam pengukuran.
2. Jenis Kriteria
Jenis kriteria yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang kualitas atribut yang diukur dari individu, menurut pendapat Kower (1975) adalah sebagai berikut:
1) Kriteria Objektif
Semua fakta tentang perilaku yang dituntut dalam suatu tugas tertentu untuk dapat dikatakan berhasil. Misalkan kriteria untuk suatu tes psikologi yang ditetapkan dalam mengukur atribut bakat teknik adalah rata-rata skor yang dicapai sekelompok subjek yang benar-benar menunjukkan bakat teknik yang tinggi sebesar 54. Maka dengan kriteria ini individu yang hasil pengukuran bakat tekniknya mendapat skor 55 dengan tes itu, disimpulkan memiliki bakat teknik yang tinggi.
2) Krtiteria Subjektif
Pembanding yang digunakan berupa judgment, pendapat orang-orang yang ahli/kompeten dan mengetahui secara pasti permasalahan yang diukur. Misalnya pendapat para ahli tentang patokan/ukuran minimal yang menggambarkan keberhasilan individu dalam belajar atau dalam bekerja.
3) Kriteria Langsung
Patokan yang ditetapkan berupa bentuk perilaku, sikap, tindakan, atau prestasi dan lainnya, sebagai ukuran keberhasilan sesuai dengan perilaku yang diukur. Misalkan seorang siswa sekolah penerbang dinyatakan telah berhasil dan lulus jika telah benar-benar dapat menerbangkan pesawat.
4) Kriteria Intermedier
ditetapkan ukuran keberhasilan tiga bulan pertama apa yang harus dicapai, tiga bulan kedua, sampai pada tahap terakhir telah ditetapkan ukuran keberhasilannya.
5) Kriteria Akhir
Suatu ukuran yang seharusnya dicapai pada akhir program, atau akhir kegiatan, jika semua proses perilaku telah dilaksanakan.
Thondike (1991) menggambarkan jenis kriteria objektif/kuantitatif yang dapat digunakan sebagai penimbang. Thorndike menyatakan bahwa terdapat dua jenis kriteria kuantitatif yaitu kriteria mutlak dan kriteria kelompok.
1) Kriteria Mutlak (Absolute Criterion)
Suatu pembanding dinamakan kriteria mutlak jika berasal atau diambil dari ukuran ideal atau yang seharusnya. Misalkan jika instrument itu memiliki 20 item dan maksimum skornya dalah 100, maka skor maksimum atau ideal ini yang dijadikan pembanding. Dengan demikian taraf pencapaian seharusnyaatau ideal ini yang digunakan sebagai pembanding sehingga skor yang dicapai subjek dalam tes dinilai jauh atau mutlak terdiri dari:
a. Conetnt Reference / Performance Reference
Kriteria ini berwujud suatu pernyataan tentang apa yang dilakukan individu dalam tes dibandingkan dengan kondisi ideal yang dapat diukur dengan tes itu. Misalkan seorang subjek dapat menyelesaikan 15 item dengan benar dari idealnya adalah 20 item, dengan skor tiap item benar adalah satu. Maka subjek tersebut dinilai dengan cara 15:20 maka apa yang dapat dilkukan subjek dalam tes itu hanya 75% dariu pencapaian yang seharusnya (ideal).
b. Expectancy Reference
performance sesuai dengan yang pernah ditampilkan sebelumnya. Maka hasil pengukuran yang sekarang seharusnya sama atau tidak berbeda dengan hasil pengukuran pada waktu sebelumnya, jika atribut yang diukurnya adalah sama walaupun alat ukurnya berbeda.
Seoarang siswa kelas 4 seharusnya memiliki kemampuan berhitung yang sama atau bahkan lebih baik jika dibandinngkan dengan kemampuan berhitung pada saat dia ke;las 3.
c. Self Reference
Hasil tes yang dicapai sekarang dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan instrument yang sama pada waktu yang lalu. Artinya subjek seharusnya sudah berulangkali menjalani tesx atau pengukuran atribut tersebut dengan instrument yang sama. Sehingga hasil tes dibandingkan dengan skor yang telah dicapai sebelumnya. Pernyataan hasil komparasi misalnya dapat berbunyi: kecepatan kerja subjek sudah dua kali lebih cepat dari tahun yang lalu. Atau skor Toeflnya sudah meningkat 50 oint dibandingkan dengan 3 bulan yang lalu.
2) Kriteria Kelompok (Norm Criterion)
dikembangkan melalui prosedur seperti ini dinamakan norma yang standard.
Disamping norma yang standard dapat ditemukan pula norma yang berlaku local. Artinya kelompok acuan yang digunakan sebagai dasar pembentukan norma adalah kelompok kecil dan terbatas. Misalkan satu kelas mahasiswa yang berjumlah 80 orang menjalani tes. Maka hasil tes setiap subjek dibandingkan dengan performance sekelompok mahasiswa tersebut. Pada umumnya penetapan norma berlandaskan pada rata-rata hitung seperti mean, median, atau modus. Fungsi dari norma adalah untuk mendapatkan informasi tentang skor tes dari suatu populasi. Sehingga nantinya skor itu dapat ditransformasikan ke dalam suatu set data yang memiliki arti atau dapat diinterpretasikan. Kedua fungsi dari norma adalah untuk menentukan kedudukan individu dalam kelompok. Beberapa jenis norma atau kriteria kelompok yang sering digunakan adalah:
a. Grade Norm
Anastasi menyebutkan dengan Grade Equivalent (1997) dan menyatakan bahwa kriteria ini merupakan pembanding yang dibentuk berdasarkan pada segi ekivalensi kelas. Artinya skor yang mengelompok pada grade/kelas tingkatan tertentu, dan pengelompokan skor itu berdasarkan pada mean, median, atau modus. Subjek yang diukur dalam suatu atribut, mendapatkan skor tertentu, maka dalam penilaian skor itu termasuk atau ekivalen dengan skor kelompok subjek pada grade/tingkatan yang mana.
sekolah dasar. Skor ekivalen pada kelas/grade lain juga dapat diperoleh dengan menguji sejumlah siswa yang menjadi sampel, kemudian menghitung rata-rata skor dari kelas/grade tersebut. Prosedur pembentukan grade norm adalah sebagai berikut:
- Berikan tes kepada sekelompok subjek sebagai sampel
- Subjek terdiri kelompok pada beberapa grade yang berbeda
- Hitung skor rata-rata pada setiap grade
Contoh grade norm dari suatu tes.
Mean Grade Equivalents 19
27 35 43
3 4 5 6
Siswa yang memeroleh skor 27 berarti kemampuannya setara dengan pada umumnya siswa yang berada pada tingkat atau grade 4 karena skor itu berada pada Grade Equivalents (GE) 4.
b. Age Equivalents atau Age Norm
anak itu memiliki kemampuan yang setingkat dengan anak yang berusia 7 tahun.
Contoh norma umur: 80
70 60 50 40 30 20 10
0 5 6 7 8 9 10
c. Percentile Norm
Skor-skor persentil diungkapkan dalam kaitan dengan persentase orang dalam sampel yang berada di bawah skor tertentu. Misalkan terdapat 28% orang hanya dapat menyelesaikan dengan benar kurang dari 15 soal dalam penalaran aritmatika, maka skor mentah itu dapat disamakan dengan persentil ke 28.
Skor persentil menunjukan posisi relatif individu dalam sampel. Persentil dapat dianggap sebagai peringkat dalam suatu kelompok subjek yang jumlah anggotanya 100 orang. Dengan catatan bahwa dalam penentuan peringkat biasnya orang mulai menghitung dari atas, subjek terbaik menduduki peringkat satu. Sebaliknya subjek yang mendapat skor terendah akan menduduki peringkat 100. Namun dalam persentil kita menghitung dari bawah dimulai dari skor terendah. Maka subjek yang mendapat skor buruk berada pada posisi di bawah dan makin tinggi skor yang diperoleh subjek maka posisinya akan makin tinggi. Skor pada suatu titik persentil misalkan 45, memisahkan 45 persen subjek berada di bawah posisi individu yang mendapatkan skor tersebut dan 56 persen subjek berada pada posisi diatas skor tersebut.
Contoh norma persentil:
90 pengukuran atribut psikologis tertentu pada sekelompok subjek sebagai sampel yang representatif dari suatu pupolasi. Skor yang ditampilkan dalam norma ini menunjukan jarak skor individu dari rata-rata dalam kaitan dengan simpangan baku dari distribusi skor. Biasanya norma skor standar diperoleh melalui transformasi linier maupun non linier dari sekumpulan skor mentah. Skor standar dinamakan skor-z. untuk menghitung skor-z dilakukan dengan menemukan perbedaan antara skor mentah individu dengan skor rata-rata kelompok, kemudian membagi perbedaan ini dengan simpangan baku kelompok itu.
Jika M = 60 dan SD = 5, maka skor standar untuk subjek yang mendapat skor mentah 65 adalah:
z = +1,00
TUGAS PSIKOMETRI
KRITERIA DALAM PENGUKURAN
DIBUAT OLEH
NAMA : MUHAMMAD RIDWAN
NIM : 13181005
FAKULTAS : PSIKOLOGI