• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI TEORI ANTROPOLINGUISTIK MODERN perdagangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "APLIKASI TEORI ANTROPOLINGUISTIK MODERN perdagangan "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TEORI ANTROPOLINGUISTIK MODERN (COMPETENCE, PERFORMANCE, INDEXICALITY, & PARTISIPATION) DALAM BUDAYA

BATAK TOBA

1. Pendahuluan

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, di pihak lain kebudayaan yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian, terjalin hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan.

Dalam kebudayaan, bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan, pengembangan dan penyebarluasan kebudayaan.

Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas, karena bahasa mencangkup hampir semua aktivitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisiplin, salah satunya adalah antropologi linguistik.

Antopologi lingustik adalah salah satu cabang linguistik yang menelaah hubungan antara bahasa dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. (Lauder,2005:231). Antropologi biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bahasa bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi social budaya. Kajian antropologi linguistik antara lain menelaah struktur dan hubungan kekeluargaan melalui istilah kekerabatan, konsep warna, pola pengasuhan anak, atau menelaah bagaimana anggota masyarakat saling berkomunikasi pada situasi tertentu seperti pada upacara adat, lalu menghubungkannya dengan konsep kebudayaannya.

2. Rumusan Masalah

(2)

3. Kajian Teori

a. Ilmu Antropolinguistik

Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarkat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya. (Robert Sibarani 2004: 50).

“ Antropological linguistics is that sub-field of linguistics which is concern with the place of language in its wider social and cultural context, its role in forging and sustaining cultural practices and social structures. As such, it may be seen to overlap with another sub-field with a similar domain, sociolinguistics, and in practice this may indeed be so. (Foley, 2003:3)”

Foley’s (1997:3) mendefenisikan linguistik antropologi sebagai sub disiplin linguistik yang berkaitan dengan tempat bahasa dalam konteks budaya maupun sosial yang memiliki peran menyokong dan menempa praktek-praktek kultural dan struktur sosial.

Antropolinguistik memandang bahasa sebagai prisma atau inti dari konsep antropologi budaya untuk mencari makna dibalik penggunaan, ketimpangan penggunaan maupun tanpa menggunakan bahasa dalam bentuk register dan gaya yang berbeda. Dengan kata lain, Antropolinguistik memuat interpretasi bahasa untuk menemukan pemahaman kultural.

“Antropological linguistics views language through the prism of the core anthropological concept, culture, and such, seeks to uncover the meaning behind the use, misuse, or non-use of language, its different forms, registers and style. It is an interpretive discipline peeling away at language to find cultural understandings”. ( Foley 1997:3).

(3)

dan kerangka kerja antropologi didasarkan pada kajian seluk-beluk kehidupan manusia.

Dengan mendengar istilah antropolinguistik, paling sedikit ada tiga relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang bersangkutan. Yang berarti bahwa ketika mempelajari suatu budaya, kita juga harus mempelajari bahasanya, dan ketika kita mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari budayanya. Kedua, hubungan bahasa dengan budaya secara umum yang berarti bahwa setiap ada satu bahasa dalam suatu masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa mengindikasikan budaya, perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau sebaliknya. Ketiga, hubungan antara linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu budaya. (Sibarani 2004:51).

Menurut von Humboldt, bahasa itu adalah aktivitas rokhani, proses kejiwaan yang berulang-ulang untuk membentuk ide/gagasan dengan mengeluarkan bunyi artikulasi. Setiap bahasa mencerminkan lambang jiwa, tabiat, sifat suatu bangsa itu. Hal ini menimbulkan keragaman bahasa dan perbedaannya. Teorinya ini mengandung konsep dasar, bahasa milik suatu bangsa menentukan pandangannya terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya melalui kategori gramatikal dan klasifikasi semantik yang mungkin ada dalam bahasa yang diwarisinya bersama-sama dengan kebudayaannya. Fungsi bahasa yang utama adalah alat untuk berpikir dan berlaku pada setiap bangsa.

b. Teori Antropolinguistik Modern

Melalui pendekatan antropologi linguistik, kita mencermati apa yang dilakukan orang dengan bahasa dan ujaran-ujaran yang diproduksi; diam dan gesture dihubungkan dengan konteks pemunculannya (Duranti, 2001:1). Dapat dikatakan pendekatannya melalui performance, indexcality, dan participation.

(4)

(sistem suatu budaya) yang dikuasai oleh penutur suatu bahasa bersangkutan, performance merupakan penggunaan bahasa secara nyata dalam situasi komunikasi yang sebenarnya yang merupakan cerminan dari sistem bahasa yang ada pada pikiran penutur. Konsep indeksikalitas menyangkut tanda yang memiliki hubungan eksistensial dengan yang diacu. Konsep partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterima (Duranti, 1997:14-21).

Ahli linguistik antropologi tidak hanya mengkaji varietas bahasa tetapi juga varietas bahasa-bahasa yang diucapkan dalam sebuah komunitas tertentu. Dengan kata lain, linguistik antropologi memulai asumsi bahwa pikiran atas varietas bahasa mensyaratkan sebuah komunitas tutur. Komunitas tutur adalah suatu kelompok masyarakat yang mempunyai repertoir verbal yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut (Chaer, 2004:36). Sementara menurut Duranti masyarakat tutur adalah produk aktifitas komunikatif yang terlibat dengan orang-orang di dalamnya (2000:82).

c. Bahasa dalam budaya: tradisi Boas

Di Amerika Serikat, antropologi dikonseptualisasikan sebagai disiplin ilmu holistik yang mempelajari secara fisik (kini biologi), linguistik (dulu merujuk pada filologi/ naskah-naskah kuno), budaya, serta catatan-catatan populasi manusia secara arkeologi. Sebaliknya di Eropa, ahli etnologi memiliki departemen tersendiri, terpisah dari ahli arkeologi, paleontologi, dan filologi (inkarnasi awal dari ahli bahasa). Di Amerika Serikat, mahasiswa antropologi dituntut memiliki beberapa pengetahuan dalam empat bidang kajian antropologi, sebagai penunjang, di samping mereka harus mempunyai pengetahuan mendalam tentang bidang spesialisasi mereka. Pelopor di Amerika Serikat yang merintis teori serta praktik pandangan holistik antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Ia adalah peletak dasar antropologi Amerika.

(5)

memiliki akses langsung pada bahasanya (Duranti,2000:52). Pendeknya, tanpa memahami bahasa, orang tak akan mampu memahami budaya orang lain. Ia menyatakan, ada koneksi intim antara budaya dan bahasa. Boas menyatakan bahwa setiap bahasa memiliki deskripsi yang khas karena setiap bahasa memiliki struktur yang unik (Kadarisman, 2009:35).

Ketertarikan Boas pada bahasa-bahasa suku Indian disebarkan pada muridnya, yakni Edward Sapir. Sapir melanjutkan penelitian tersebut hingga memberi kontribusi penting, tidak saja bagi linguistik Indian Amerika, tetapi juga studi bahasa secara umum. Pernyataan Boas yang menjadi tesis dasar bagi penelitian antropologi budaya Amerika adalah pandangan bahwa perlunya bahasa bagi pikiran manusia, dalam hal ini budaya manusia.

Penulisan deskripsi upacara-upacara penduduk pribumi dan aspek-aspek lain budaya tradisional adalah bagian sekaligus bingkisan “peninggalan antropologi” yang dipraktekkan oleh Boas. Seperti ahli antropologi pada masanya, Boas peduli dengan kehilangan yang cepat atau perubahan dramatis atas budaya serta bahasa penduduk asli AS. Ia ingin mempertahankan budaya serta bahasa tersebut melalui pendokumentasian agar masih ada orang-orang yang berbicara bahasa Indian dengan fasih dan dapat mendeskripsikan budaya mereka sendiri.

(6)

Meski terbatas, metode Boas menjadi petunjuk penting atas linguistik antropologi. Apalagi juga bersikukuh mempublikasikan sejumlah upacara penduduk pribumi satu demi satu dan aspek-aspek lain dari warisan budaya. Publikasi teks yang digunakan ahli etnografi dalam memformulasikan catatan mereka, memungkinkan pembaca mempunyai akses kepada beberapa sumber. Pembaca seakan dapat melihat dengan mata mereka sendiri apa yang didikusikan dalam teks tersebut. Ketika menuliskan teks asli dan menerjemahkannya, Boas terpesona dengan cara-cara yang berbeda dari bahasa tersebut dalam mengklasifikasikan pengalaman dan dunia manusia. Ia menggunakan penelitian ini sebagai argumen atas relativitas kultural. Relativitas kultural adalah pandangan dimana masing-masing budaya harus dipahami dalam termanya sendiri daripada diukur melalui rencana tapak secara moral maupun intelektual, yang oleh orang-orang Eropa dianggap lebih tinggi.

Boas menggunakan pengetahuan bahasa-bahasa Indian Amerika untuk menunjukkan bahwa cara bahasa mengklasifikasi dunia adalah arbitrer. Masing-masing bahasa mempunyai caranya sendiri membangun kosa kata yang membagi dunia dan membuat kategori pengalaman. Apa yang dalam bahasa Inggris mungkin direpresentasikan oleh kata-kata yang berbeda (air, danau, sungai, sungai kecil, hujan, dan lain-lain), dalam bahasa lain mungkin diekspresikan oleh kata yang sama atau berasal dari terma yang sama. Cermati contoh kata water dan salju dalam bahasa Eskimo.

d. Pandangan Sapir dan Whorf

(7)

komunikasi dan ekspresi diantara orang-orang yang saling mengenal (Duranti, 2000: 56).

Benjamin Lee Whorf (1897-1941) adalah salah satu murid Sapir ternama yang juga mempunyai minat dan ketertarikan besar terhadap bahasa. Kontribusi besar Whorf pada teori linguistik adalah fokusnya terhadap hubungan antara bahasa dan pandangan dunia (Duranti, 2000:58). Ia percaya bahwa struktur tiap bahasa mengandung teori struktur alam semesta, yang ia sebut sebagai ‘metafisika’. Pandangannya berangkat dari pemikiran bahwa masing-masing struktur bahasa menjadi amat jelas ketika seseorang menyelidiki bahasa dan budaya yang berbeda dari yang dimiliki oleh sang peneliti. Pendeknya, tiap bahasa menentukan corak budaya, jalan pikiran serta tindak lakunya penuturnya.

Whorf menggunakan terma konfigurasi yang dapat menyingkap tak hanya kategori terbuka (overt/phenotypes) tapi juga kategori tertutup (covert/cryptotypes). Misalnya jamak untuk kata benda dalam bahasa Inggris adalah kategori terbuka karena ditandai oleh akhiran s/es atau oleh fitur-fitur frasa atau kalimat yang ada bersama mereka (bentuk kata kerja, penggunaan artikel). Misalnya fish-fishes, star-stars. Sementara verba intransitif dan transitif dalam bahasa Inggris merupakan kategori tertutup karena mereka tak mempunyai penanda imbuhan tertentu. Misalnya, go to, sit down dan cook, see.

Kategori tertutup penting untuk diketahui karena dua alasan. Pertama, kategori tertutup menunjukkan bahwa bahasa membuat distingsi bukan hanya dalam terma apa yang (kelihatannya) dapat atau tidak dapat dilakukan oleh sebuah kata. Pandangan ini juga dikembangkan Noam Chomsky sebagai deep structure, yakni tingkatan kategorisasi linguistik yang tidak secara langsung terlihat atau terdengar, namun penting untuk menjelaskan mengapa bahasa bertindak dengan cara tertentu. Kedua, kategori tertutup diartikan bahwa bahasa terlihat agak sederhana pada tataran superfisial (misalnya bahasa yang tak memiliki kategori gender terbuka atau distingsi angka) bisa jadi dianggap lebih kompleks, atau lebih abstraknya, tingkatan tertutup.

(8)

2004:167). Itulah sebabnya orang Inggris dan Filipina meski sama-sama mengenal warna, tetapi memiliki pandangan berbeda dalam menyebutkan warna. Bagi orang Filipina hanya ada empat kelompok warna, yaitu mabiru (warna biru dan gelap), melangit (putih dan warna cerah), meramar (kelompok warna merah) dan malatuy (kuning , hijau muda, dan coklat muda). Peta atas realitas, menurut Whorf didasarkan bahasa yang dipakai, bukan sebaliknya. Pengertian terhadap pandangan dunia digunakan oleh Whorf (juga Sapir dan Boas)terikat oleh teori tertentu tentang budaya, yang dinamakan bahasa sebagai pengetahuan. Pandangan bahasa juga terikat oleh teori bahasa. Bahasa adalah salah satu data awal pekerjaan yang diteliti oleh ahli sosiolinguistik dan peneliti lain melalui kajian yang bervariasi dalam komunitas maupun secara individu.

4. Pembahasan

Tradisi ‘berperumpamaan’ dalam masyarakat Batak Toba merupakan salah satu tradisi yang masih berkembang pada suku Batak Toba. Bentuk tradisi ini dapat dikaji berdasarkan teori antropolinguistik modern, yakni competence dan performance, indexicality, dan partisipation.

Ada beberapa jenis sastra Batak yang dibagi menurut bentuknya, menurut isi dan menurut situasi dan kondisi penggunaanya. Semua hal ini akan dikaji berdasarkan teori seperti yang di atas. Menurut bentuknya jenis sastra Batak ada beberapa yakni:

a. Umpasa dan umpama (perumpamaan)

Bentuk umpasa dan umpama dalam sastra Batak Toba dapat disamakan peribahasa, perumpamaan dan pantun-pantun dalam sastra Indonesia.

Contoh umpasa:

Marbunga ruham da ito natubu ditopi ladang, Au boru na so mar iboto, boru simadang-adang Sitopot angka huta, marpareahi angka ladang, Silului anak ni raja na gabe ulu balang.

(9)

maka marga dari keluarga tersebut akan berhenti sampai disitu saja. Jika anak perempuan tidak punya saudara laki-laki, benar-benar sedihlah hidupnya. Dia harus mencari laki-laki yang bisa memimpinnya kelak di keluarganya karena ia tidak mempunyai saudara laki-laki.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka di bawah ini akan disajikan analisis dengan teori antropolinguistik modern

(1) Competence: Laki-laki adalah penerus silsilah (marga) dalam budaya Batak Toba.

(2) Performance: Au boru na so mar iboto, boru simadang-adang ‘Aku perempuan yang tidak memiliki saudara laki-laki, perempuan yang hidupnya bersedih’.

(3) Indexicality: Marbunga ruham da ito natubu di topi ladang ‘Berbunga pohon berduri yang tumbuh di tepi ladang (sawah).

Ruham adalah pohon kayu yang berduri dan buahnya dapat dimakan. Maka, dalam budaya Batak Toba, perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki disamakan dengan pohon kayu yang berduri (yang menyakitkan; tidak berguna) yang hidup di tepi ladang (tidak berguna juga).

(4) Partisipation: keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterima seperti pada isi umpasa seperti di bawah ini.

Marbunga ruham da ito natubu di topi ladang, Au boru na so mar iboto, boru simadang-adang Sitopot angka huta, marpareahi angka ladang, Silului anak ni raja na gabe ulu balang.

b. Andung-andung

(10)

dihadapinya yang berbeda, akibatnya perasaan atau emosi orang yang membawakannya berbeda. Orang yang membawakan andung (=mangandung) akan menitikkan air mata karena langsung menghadapi orang yang meninggal, sedangkan orang yang membawakan andung-andung (=mangandung-andung) belum tentu menitikkkan air mata sebab tidak ada musibah yang dihadapinya. Namun orang yang pandai mangandung-andung dengan ungkapan perasaan kesedihan dengan kata-kata andung yang tepat, dapat juga menitikkan air mata orang yang mendengarnya. Contoh andung:

Adong do manuk mira ‘Adalah ayam jantan’

Potek-potek manuk kulabu ‘Berkotek-kotek ayam kelabu’ Tua ni na marina ‘Untung yang beribu’

Manjou-jou sian jabu ‘Memanggil-manggil dari rumah’

Ini merupakan ratapan seorang anak ketika ibunya meninggal. Sejak kecil orang Toba telah dibiasakan makan bersama. Pada saat waktu makan tiba, inang (ibu) memanggil-manggil anaknya yang sedang asyik bermain. Jou-jou (panggilan) itu diteriakkan inang dari rumah, terdengar ke sekitar rumah tempat anak sedang bermain. Bila anak bermain jauh di luar jangkauan suara inang, maka jou-jou sampai juga kepada anak secara berantai melalui tetangga yang mendengar panggilan itu. Pengalaman seperti ini merupakan nostalgia yang kuat dalam ingatan orang Toba, lebih-lebih yang lahir dan di besarkan di huta (kampung). Ratapan seperti diatas diucapkan oleh keluarga yang benar-benar merasa kehilangan tokoh yang meninggal itu.

(1) Competence: Dalam budaya Batak Toba, seseorang akan meratap apabila orang yang dikasihinya meninggal dunia.

(2) Performance: Tua ni na marina ‘Untung yang beribu’ (3) Indexicality: Adong do manuk mira ‘Adalah ayam jantan’

Potek-potek manuk kulabu ‘Berkotek-kotek ayam kelabu’

(4) Partisipasition: keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterima seperti pada andung-andung berikut ini.

Adong do manuk mira Potek-potek manuk kulabu Tua ni na marina

(11)

c. Tonggo-tonggo

Tonggo-tonggo ialah bahasa tutur bebas yang dituturkan dengan irama bahasa menurut tutur terikat yang isinya hanya berupa doa/ permohonan kepada roh yang dipercayai dan dilakukan dengan menghidangkan sajian besar dan kecil. Tonggo-tonggo mengandung gaya bahasa yang indah, penuh dengan aliterasi, paralelisme. Salah satu jenis tonggo-tonggo ialah tabas yang dapat disamakan dengan mantera sastra Indonesia.

Contoh Tonggo-tonggo:

Ompu Mulajadi Na Bolon, mula ni nasa na adong,

na manjadihon langit dohot tano on dohot nasa isina. Na so marmula-mula,

na ro sian sisormarmula,

na so marbona jala na so binoto nang ujungna. Sai manatap manonggor,

martinangi marbinege ma Ho Ompung,

sian langit ni langitan sian ginjang ni ginjangan di hata ni tonggo-tonggokon. Ho do Ompung na sinta sumunde-sunde na uja manotari,

na manektekhon udan dohot las ni ari;

asa tubu anak na martua na songon mata niari dohot morsangap na uja manotari.

Arti terjemahannya:

Sang Maha Pencipta, yang memulakan segala yang ada, Yang menjadikan langit dan bumi beserta segala isinya. Yang tidak berawal yang berasal dari yang tidak berawal, Yang tidak berpangkal dan tidak berakhir.

Kiranya menatap dan memandang, memperhatikan dan mendengar dari langit yang tertinggi atas kata-kata yang kupersembahkan.

(12)

Dari konsep ini diketahui bahwa leluhur Batak sangat religious, dan segala sesuatu disampaikan kepada Sang Maha Pencipta dengan khidmat, hormat, santun dengan rangkaian gaya bahasa seni nan puitis.

(1) Competence: Leluhur Batak “Ompu Mulajadi Na Bolon” sangat religius. (2) Performance: Ompu Mulajadi Na Bolon ‘Sang Maha Pencipta’

mula ni nasa na adong ‘yang memulakan segala yang ada’

na manjadihon langit dohot tano on dohot nasa isina ‘yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya’

(3) Indexicality: Ho do Ompung na sinta sumunde-sunde na uja manotari ‘Engkaulah yang menjalin ikatan yang sempurna’

na manektekhon udan dohot las ni ari ‘yang menurunkan hujan dan panas matahari’.

Dengan demikian, ada hubungan antara petanda dengan penanda yakni kebesaran Sang Maha Pencipta dalam menurunkan hujan dan panas matahari. (4) Partisipation: keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan

yang berterima.

d. Ende- ende (nyanyian)

Ende-ende adalah nyanyian atau pepatah yang sering dinyanyikan, diungkapkan oleh orang yang sedang rindu, yang bergembira dan yang sedih.

Contoh:

Pangeol-ngeol mi solu na di tonga tao, Molo matipul hole mi solu tu dia ma ho. Pangeol-ngeol mi boru na so marimboto,

Molo mate amang mi boru maup tudia na ma ho.

Ende-ende diatas yakni merupakan nyanyian kesedihan yang memiliki kerinduan yang dalam untuk mempunyai saudara laki-laki (iboto). Simbol atau ratapan kepada boru (perempuan) apabila tidak mempunyai saudara laki-laki yang tidak tentu arahnya apabila. Sangatlah penting memiliki saudara laki-laki karena jika orang tua mereka meninggal saudara laki-laki itulah yang akan menggantikan posisi orang tua (sang Ayah).

(13)

(2) Performance: Molo mate amang mi boru maup tudia na ma ho ‘Kalau ayahmu meninggal, ke manakah kau pergi?’

(3) Indexicality: Pangeol-ngeol mi solu na di tonga tao ‘caramu menari-nari, wahai perahu di tengah danau’

Molo matipul hole mi solu tu dia ma ho ‘Kalau patah pendayungmu, ke manakah engkau akan pergi?’

Dengan demikian, indeks dalam ende-ende itu adalah perahu dengan perempuan. Perahu tidak akan berguna apabila hole (pendayungnya) patah, begitupun perempuan dalam budaya Batak Toba tidak akan berguna apabila ayahnya sudah meninggal dunia.

(5) Partisipation: keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterima.

(14)

berupa umpama, umpasa, bidalan, bilangan, kiasan, perumpamaan dalam nyanyian, ende-ende, torsa-torsa, andung/ andung-andung, huling-hulingan, tontonan/ sitontonan, tonggo-tonggo, dan sebagainya.

Perumpamaan yang baik bukan hanya enak di dengar tanpa memiliki hubungan dan hubungan makna. Seperti di bawah ini:

Sipatu Inggris ni degehon mardorop Anak pe riris boru pe torop

Dalam untaian kalimat di atas; sipatu inggiris tidak mempunyai hubungan dengan anak riris. Dan kata mardorop tidak mempunyai hubungan makna dengan torop bandingkan:

Bintang na rumiris, Bintang yang banyak Ombun na sumorop Awan yang bergumpal Anak pe riris Putera pun berjejer

Boru pe torop Puteri pun banyak

Bintang na rumiris dan anak riris memiliki hubungan makna yakni keinginan memiliki anak seperti banyaknya bintang, dan ombun na sumorop dan boru pe torop adalah cita cita atau keinginan akan putri yang bisa membawa kesejukan dan kedamaian. Dari pengenalan cuaca, apabila ombun manorop ini menunjukkan bahwa tempat itu subur dan lembab dibuat embun tersebut, demikian dengan cita cita orang Batak kiranya Putrinya kelak cepat berketurunan dan pekerjaannya menghasilkan yang baik seperti, melayani tamu, bertenun, bercocok tanam, beternak.

Perumpamaan yang ada juga seringkali bermakna nyata, aktual dan faktual yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sebagai contoh:

Eme ni sege, ni raga ia boras

Di haroromu sahat ma tabe sahat ma horas.

Manege eme adalah pekerjaan yang nyata, aktual dan juga faktual Mangarege boras adalah pekerjaan yang nyata .

Eme ni sege : sahat ma tabe Ni raga boras : sahat ma horas

(15)

sudah siap untuk di masak untuk disajiakan untuk pesta, dalam umpasa tersebut sama artinya bahwa sudah punya kesiapan untuk melaksanakan adat.

Sebagai salah satu dari sastra lisan, maka perumpamaan dipandang perlu untuk selalu dilestarikan dan dikembangkan.

5) Kesimpulan

Orang Batak adalah salah satu etnis yang cukup dinamis dan adaptif terhadap lingkungannya. Kedinamisan dan kemampuan ber-elaborasi juga bisa sebagai mobilitas dalam pergaulan dengan etnis-etnis yang lain. Sehingga suku Batak mampu memasuki budaya etnis yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan orang Batak yang tinggal di Bandung orang Batak mampu secara adatif terhadap pergaulan dan bahasa Sunda. Sebaliknya kedinamisan itu bisa sebagai ancaman terhadap budaya Batak itu sendiri. Dengan prinsip adaptasi, orang Batak sering melupakan budayanya maupun bahasanya demikian juga dengan kearifan lokalnya sendiri. Dan akhirnya dengan kedinamisan, orang Batak dengan gampang memasukkan budaya, sifat dan bahasa asing terhadap kehidupannya.

Sifat negatif dari kedinamisan orang Batak, dapat kita lihat betapa orang Batak menggandrungi Budaya yang lain tanpa memperdulikan budayanya. Budaya, pergaulan dan bahasa Batak semakin terabaikan oleh sebagian besar orang Batak. Dapat kita lihat semakin banyak orang dewasa yang tidak mampu menuturkan bahasa Batak secara baik. Dan generasi mudanya sangat banyak tidak memahami bahasanya lagi. Demikian juga dengan perumpamaan Batak lama-kelamaan kemampuan untuk menciptakan dan menggunakan perumpamaan Batak semakin hilang di masyarakat Batak, hal itu karena perumpamaan Batak tidak dipakai dalam bahasa pergaulan sehari-hari hanya dalam upacara ritual adat. Perumpamaan Batak yang itu-itu saja diperdengarkan, itu berdampak terhadap aturan-aturan pemakaian perumpamaan tersebut. Sehingga dewasa ini terlihat perumpamaan yang diucapkan asal-asalan. Tidak terlihat lagi aturan yang menyampaikan dan yang menyampaikan secara baik. Misalnya umpasa atau perumpamaan dari pihak hula-hula ke pihak boru, sering bertukar. Dari yang dijamu terhadap yang menjamu, sering bertukar dipakai yang menjamu terhadap tamunya dan lain sebagainya.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Duranti, Alessandro. 2000. Linguistic Anthropology: University Press. Cambridge.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Rineka Cipta. Jakarta.

Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sosiolinguistics: Longman. London.

Sharifian, Farzad dan Palmer, Gary B (Ed). 2007. Applied Cultural Linguistisc:. John Benjamin Publishing and Co. Philadelpia.

(17)

APLIKASI TEORI ANTROPOLINGUISTIK MODERN (COMPETENCE, PERFORMANCE, INDEXICALITY, & PARTISIPATION) DALAM BUDAYA

BATAK TOBA

Disusun Oleh:

BESLINA AFRIANI SIAGIAN

127009026

LINGUISTIK

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA LINGUISTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Referensi

Dokumen terkait

proses penawaran (melalui berbagai media mis: e-mail, web, point of sale) ,pengiriman, pemberian hadiah/ discount Model dalam Data Mining membuat scoring untuk para

variabel terikat yang mengekspresikan sikap, opini atau pandangan, dan sejenisnya dari subjek yang diteliti dalam memberikan penilaian atau tanggapan terhadap

Pelajar yang pasif dan kurang respon menyebabkan proses pengajaran dan pembelajaran menjadi hambar.Tengku Zawawi et al (2009) menyatakan bahawa pelajar didedahkan

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, volume penjualan naik 6.2 persen dari perkiraan ekonom yang memperkirakan kenaikan 5.4 persen, namun sedikit lebih rendah

(3) Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan multimedia dan penguasaan kosakata bahasa Jawa secara bersama-sama terhadap keterampilan menyimak cerita wayang pada siswa

Gramsci menganggap dunia gagasan (ideologi), kebudayaan, superstruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastruktur yang

Based on the result of data processing, in two first articles by Jakarta Globe leaning towards Joko Widodo-Jusuf Kalla, Personalities Set to Trump Party Loyalties