• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan dalam rumah tangga (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kekerasan dalam rumah tangga (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 1 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA: ANTARA MAQASHID

SYARI’AH DAN TEORI KONFLIK

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

Tafsir Ijtima’i

Oleh:

Abdul Bari Nasrudin

Ferra Dwi Jayanti

Wahyuni Zahrina Endang

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

JURUSAN TAFSIR HADIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 2 Abstrak

Tindakan kekerasan suami terhadap istri dipandang sebagian besar kalangan sebagai tindakan yang wajar. Bahkan memberikan fatwa haram kepada istri yang berani menentang suami ataupun membuka aib keluarga meskipun kasusnya penzaliman kepada istri. Dalam makalah ini kami akan menelaah akar masalah kekerasan dalam rumah tangga melalui pendekatan teori konflik dan menelaah harapan syari’at (maqasid syari’ah) terhadap pasangan (suami dan istri) di dalam rumah tangga.

Makalah ini akan menjelaskan alasan dan konsekuensi penafsiran QS. An-Nisa ayat 34 berkaitan dengan legitimasi suami boleh memukul istri. Perbandingan akan dilakukan dengan melihat keumuman redaksi dari kekhususan sebab melalui beberapa kitab tafsir. Tujuan kami dalam menulis makalah ini adalah mengeksplorasi persoalan tersebut dan juga menganalisis argumentasi penafsiran berbeda, yang digunakan dalam mendukung kondisi masyarakat tertentu dan apakah argumen seperti itu masih relevan dengan kondisi sekarang.

Pengantar

Banyak teori yang muncul berkaitan dengan persoalan-persoalan mengenai

hubungan yang berbeda antar seks. Salah satu yang merupakan persoalan tersebut

adalah ketidakadilan gender, salah satunya adalah bentuk kekerasan (violence).

Teori yang berkembang sehubungan dengan kekerasan ini adalah teori konflik.

Teori ini berangkat dari asumsi Karl Marx bahwa dalam susunan di dalam suatu

masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling merebutkan pengaruh dan kekuasaan.

Siapa yang memiliki sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang

memiliki peluang untuk memainkan peran di dalamnya. Dalam hal ini perempuan

mengalami penurunan status karena dalam kapitalisme, penindasan perempuan

diperlukan untuk mendatangkan keuntungan, Pertama, eksploitasi perempuan di dalam rumah tangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, perempuan juga berperan dalam reproduksi buruh murah. Murahnya upah tenaga

(3)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 3 cadangan memperkuat posisi tawar menawar para pemilik modal (kapitalis) dan

mengancam solidaritas kaum buruh.

Menurut Nasaruddin Umar, teori konflik mendapat kritik dari sejumlah ahli,

karena terlalu menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang

selanjutnya menghasilkan konflik. Dahrendorf dan Rondall Collins, yang dikenal

pendukung teori konflik modern, tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx.

Menurut mereka, konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan

antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberapa faktor lain, termasuk

ketegangan antara orang tua dan anak, suami dan isteri, senior dan yunior, laki-laki

dan perempuan dan sebagainya.1

Dalam konteks Islam sebagai dasar ke-ma’ruf-an yang dinamis untuk menyingkap masalah yang berkaitan dengan status gender sendiri, pada hakikatnya

konflik tidak hanya terjadi karena dorongan nafsu untuk saling memperebutkan

kekuasaan saja, tetapi juga lemahnya atau tidak berkuasa jiwa seseorang (nafs) di dalam mengemban tanggung jawab. Maka upaya kami dalam makalah ini adalah

menganalisa bentuk konflik dari individu-suami istri- di dalam kehidupan berumah

tangga-yang menyebabkan kekerasan dalam rumah Tangga. Juga sebagai upaya

dalam menghidupkan harapan syari‟ah (Maqashid Syari’ah) di dalam upayahnya

menjaga keutuhan keluarga.

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) atau disebut juga

kekerasan domestik adalah penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang yang berada

dalam satu keluarga terhadap anggota keluarga lain. KDRT dapat berbentuk: 1)

penganiayaan fisik (seperti pukulan, tendangan); 2) penganiayaan psikis atau

emosional (seperti ancaman, hinaan, cemohan); dan 3) penganiayaan seksual

(pemaksaan hubungan seksual).

KDRT dapat menimpa siapa saja di dalam rumah tangga, termasuk ibu, istri,

suami, bapak, anak atau bahkan pembantu rumah tangga. Namun, dalam banyak

literatur, KDRT lebih dipersempit artinya, yaitu hanya mencakup penganiaan suami

1

(4)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 4 terhadap istrinya karena kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak dialami oleh

para istri ketimbang anggota keluarga yang lain. Dengan ungkapan lain, KDRT

meliputi segala bentuk perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak mengenakkan

(seperti penderitaan), rasa sakit, luka, dan sengaja merusak kesehatan. Termasuk

dalam kategori penganiayaan kepada istri adalah pengabaian kewajiban memberi

nafkah lahir dan batin.2

Kalau kita tilik ke belakang, kekerasan laki-laki terhadap perempuan itu setua

relasi laki-laki dengan perempuan itu sendiri. Kekerasan dalam masyarakat

sesungguhnya berangkat dari semacam ideologi yang membenarkan praktek

penindasan yang dilakukan perorangan maupun kelompok terhadap pihak lain. Penindasan timbul dari pandangan subordinatif (menyepelekan “yang lain”) yang dinamika sosial politik yang berakar pada tatanan hierarkis submisif dan

mengesahkan kekerasan sebagai sebuah meknisme kontrol.

Hingga kini, kekerasan sebagai sarana kontrol lumrah dilakukan demi melegitimasi sebuah kekuasaan; dan selama patriarki “disepakati” sebagai suatu yang alami, selama itu pula kekerasan terhadap perempuan akan terus terjadi. Walaupun

perempuan sudah menjadi korban dan objek kekerasan, ia juga masih dipojokkan

sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan yang ia derita. Selama mitos

kejatuhan Adam yang digoda oleh Hawa masih terus dipercaya dan dianggap sebagai

kebenaran, selama itu pula perempuan akan dituduh sebagai penggoda dan karenanya

laki-laki berhak merkosanya.3

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan terhadap perempuan telah menjadi isu global dan merupakan

pelanggaran hak asasi manusia, hal ini terdapat didalam Pasal 1 Deklarasi

Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan

Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1993:

2

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan, (Bandung: Mizan, 2005), h. 155

3 Siti Ruhai i Dzuhayati , “Ma ital Rape: “uatu Ke is ayaa ?

(5)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 5 “Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan

psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, perampasan

kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”

Selain ketentuan hukum internasional, hukum nasional telah mengatur

kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga yaitu UU No.23/2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT), diantaranya

yaitu Pasal 1 Ayat 1:

“Pengertian Kekerasan terhadap Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraanatau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”4

Perbuatan suami menyerang istri itu melanggar hukum. Seorang suami dapat

dijatuhkan ke pengadilan jika istri mengajukan tuntutan hukum akibat serangan atau

penganiayaan yang diterimanya. Berdasarkan kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) pelaku penganiaya dalam rumah tangga dapat dihukum, didenda atau

penjara. Hukuman penjara untuk kasus penganiayaan yang korbannya bukan kaum

keluarga berkisar antara 8 bulan – 15 tahun. Sedangkan penganiayaan yang dilakukan

terhadap anggota keluarga (Bapak, Ibu, Istria tau anak) maka hukumannya ditambah

dengan sepertika hukuman pasal penganiayaan lainnya.5

Dimensi-dimensi Konflik

Seorang psikologis klinis dari universitas Indonesia, Yati Utoyo Lubis,

menyatakan bahwa sebuah rumah tangga merupakan lahan subur bagi terjadinya

konflik. Ini wajar, mengingat ada dua kepribadian yang berbeda hidup berdampingan

4

YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Panduan Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Edisi 2006, (Jakarta: YLBHI, 2007), h. 119

5

(6)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 6 sekian lama dalam satu atap. Akan tetapi, potensi konflik tak harus berwujud menjadi

konflik bila berhasil dikelola dengan baik. 6

Pada umumnya setiap orang bangga dengan kepribadian yang disandangnya

yang membuat istimewa, unik dan berbeda dengan orang lain. Selanjutnya dengan

kepribadian itulah dia membangun relasi dan interaksi dengan individu lain. Tetapi

patut diwaspadaibahwa perbedaan kepribadian yang terus menerus ditonjolkan dapat

menjadi sumber konflik yang akan menggrogti keharmonisan rumah tangga.

Perbedaan itu seyogianya bukan untuk ditonjolkan, melainkan dikelola sebagai bagian

dari harmoni hidup berumah tangga.

Sebagai contoh seseorang sebelum menikah memiliki pribadi yang kritis,

analitis dan cenderung lamban memeberikan reaksi karena selalu memikirkan secara

mendalam tindakan yang diambilnya. Jika ia menikah dengan pasangan yang ia

memiliki pribadi riang, hangat, bertindak cepat dan bersemangat, kemungkinan

terjadinya konflik akan sangat terbuka.7

Untuk bisa menangani konflik secara baik dan benar, tentunya diperlukan

pengenalan yang baik dari akar timbulnya konflik tersebut. Banyak hal yang dapat

mendatangkan terjadinya konflik, baik dari faktor internal maupun eksternal. Siti

Zainab merumuskan bahwa ada lima aspek yang saling saling mempengaruhi dalam

kehidupan seseorang. Kelima aspek tersebut adalah pikiran, suasana hati, perilaku,

reaksi fisik, dan lingkungan. Seperti pada gambar 1.1.8 Garis-garis penghubung

menunjukkan bahwa setiap aspek yang berbeda dari kehidupan seseorang

mempengaruhi aspek lainnya. Misalnya, perubahan perilaku seseorang berpengaruh

bagaimana cara kita berfikir dan merasa (baik secara fisik maupun emosional).

Perubahan perilaku juga bisa mengubah lingkungan. Demikian halnya juga dengan

6

Mohammad Zaka al-Farisi, When I Love You: Menuju Sukses Hubungan Suami Istri. (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), h. 113

7

EB Subakti. Sudah Siapkah Anda Menikah? Panduan bagi siapa saja yang dalam proses menemukan hal penting dalam hidup, (Jakarta: Elekmedia Komputindo, 2008), h. 274_

8

(7)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 7 perubahan pemikiran akan mengubah perilaku, suasana hati, reaksi fisik, dan juga bisa

menyebabkan terjadinya perubahan di dalam lingkungan sosial seserang tersebut.

Gambar 1.1

Dari lima enam faktor yang dapat mempengaruhi adanya konflik tersebut, faktor

yang dianggap sentral oleh Zainab adalah faktor agama. Agama yang termasuk di

dalamnya masalah aqidah, syari’ah dan muamalah. Keagamaan tersebut bukan

sekedar pengetahuan, namun termasuk (bahkan sangat penting) adalah

pengalamannya. Seberapa besar/kuat agama seseorang, akan berpengaruh pada

perubahan pikiran, suasana hati, perilaku, reaksi fisik, serta lingkungannya (faktor

dari luar). Karenya bisa dikatakan bahwa agama adalah faktor sentral dan dominan

yang bisa mempengaruhi hidup dan kehidupan seseorang.9

Konflik dalam rumah tangga bisa terjadi dari berbagai sebab. Terkadang sebab

tersebut hanya satu, namun tidak jarang terdiri lebih dari satu sebab. Bahkan

penyebab pertama bisa mendatangkan penyebab berikutnya. Adapun sebab-sebab

terjadinya knflik tersebut, yaitu:

a. Agama

9

Siti zainab, Manajemen Konflik Suami Istri dala Pe spektif Al u ’a , Tesis: Konsentrasi Dakwa Dan Komunikasi Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 23

Aahjkjkm Lingkungan Pikiran

Reaksi Fisik

Perilaku

(8)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 8 Seringkali konflik terjadi karena ketidaksiapan/ketidakmampuan seserang

mengurus rumah tangga dan ketidaktahuan akan hak dan kewajiban suami istri yang

telah ditentukan oleh hukum agama.

Karenanya sangat relevan Rasulullah SAW menganjurkan memilih pasangan

hidup (suami tau istri), faktor yang perlu diperhatikan adalah agama.

Allah memberikan perumpamaan bagaimana orang yang hidup bukan

berdasarkan ketentuan-Nya karena menjadikan panutan dan pelindung selain-Nya

seperti rumah laba-laba, yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Firman Allah SWT:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba -laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba -laba kalau mereka mengetahui.” (QS. al-Ankabut/29: 41)

b. Pikiran

Pikiran yang buruk dan tidak benar akibat dari dangkalnya pengetahuan dan

pengalaman agama diantaranya adalah: perasangka buruk, baik terhadap pasangan

(suami atau istri) atau keluarganya, maupun lingkungannya. Prasangka buruk ini

sangatlah berbahaya terhadap keharmonisan hubungan manusia dalam setiap lini

kehidupan bahkan hubungan kepada Allah. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba -sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba -sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka mema kan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hujurat/49:12)

c. Suasana Hati

(9)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 9 marah dari salah satu pasangan misalnya suami, maka istri biasanya timbul respon

menolak. Dalam situasi seperti ini diperlukan sikap mental atau pikiran yang matang

untuk mempertimbangkan reaksi yang diberikan, sehingga tidak menyebabkan

perlawanan yang berujung pada pertengkaran. Oleh karena itu sabar menjadi senjata

yang ampuh dimana istri bisa menunggu suasana hati suaminya kembali stabil karena

penghargaan terhadap waktu sangat dibutuhkan dalam penyelesaian konflik.

Hal yang sangat mendasar adalah dalam hati seseorang besemayam niat. Yaitu

menentukan nilai yang berharga atau sia-sia, mulia atau nista. Menejemen qalbu

diperlukan agar setiap keinginan, perasaan atau dorongan apapun yang keluar dari

perasaan seseorang tersaring niatnya sehingga melahirkan kebaikan, kemuliaan dan

kemanfaatan, baik dunia maupun akhirat, baik keperluan fisik atau rohani.

d. Perilaku

Niat tersebut dikelola dengan proses akal pikiran agar bisa direalisasikan

dengan efektif dan efisien dalam bentuk perilaku atau perbuatan.

Perilaku yang buruk dapat diakibatkan karena kurangnya pengetahuan agama

maupun pengaruh lingkungan sekitar. Al-Qur‟an memberikan contoh tentang perilaku

istri yang khianat kepada suaminya, yaitu firman Allah SWT:

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang-orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (ma sing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang ma suk (jahannam)". (QS. al-Tahrīm [66]: 10)

e. Reaksi Fisik

Reaksi-reaksi yang ditimbulkan dari pikiran yang buruk, suasana hati yang

tidak stabil dan perilaku yang menyimpang adalah menuduh, amarah dan sampai

memukul. Reaksi seperti ini akan mempersulit pemecahan masalah. Misalnya

kecenderungan istri menuduh suami atau sebaliknya akan menurunkan rasa tanggung

jawab terhadap persoalan yang dihadapi. Maka untuk mengatasi hal ini sebaiknya

(10)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 10 Reaksi marah pun demikian, emosi ini akan mengakibatkan timbul kata-kata

yang tidak enak di dengar dan mengeluarkan tuduhan yang sembrono. Dalam situasi

seperti ini marah yang ringan bisa ditahan sebelum datang marah yang tinggi dengan

harapan marah tersebut dapat lenyap karena marah yang tinggi sekalipun tidak ada

gunanya jika dipikirkan baik-baik.

Namun jika suami sudah terlanjur marah tinggi, sebaiknya istri berusaha fokus

kepada permasalahan bukan keegoisan masing-masing.

Dari kesemua sebab-sebab konflik di atas bisa dikatakan bahwa akar

permasalahan utamanya adalah ketidakdewasaan dari masing-masing pihak dan masih

mengedepankan ego (nafsu) masing-masing. Ketidakdewasaan tersebut dapat

diakibatkan oleh kurang matangnya proses berfikir, emosi dan pengalaman spiritual

(pengetahuaan keagamaan) serta pengaruh lingkungan buruk sekitar. Allah SWT

mengancam dalam al-Qur‟an bahwa dunia akan hancur jika mengikuti hawa nafsu

manusia, yaitu firmannya-Nya:

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. al-Mu‟minūn [23]: 71)

Prinsip Qur’ani

a) Pembagian Tugas Suami dan Istri

Keadilan atau keseimbangan dalam hak dan kewajiban merupakan dasar

utama pembagian tugas antara suami dan istrinya, sebagaimana disebutkan dalam

firman Allah SWT:”... bagi mereka para istri hak yang seimbang dengan kewajiban sesuai dengan yang ma’ruf (yakni kebiasaan yang telah diakui dan disetujui secara umum). Dan pa ra suami memiliki satu tingkat kelebihan atas istri-istri mereka (yakni dalam kedudukan sebagai kepala rumah tangga)” (QS. al-Baqarah [2]: 228).

Untuk mencapai keseimbangan dalam hak dan kewajiban masing-masing,

agama Islam memberikan petunjuk agar pergaulan timbal balik antara suami istri

berlangsung atas dasar fitrah dan kondisi biologis dan fisiologis masing-masing

(11)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 11 bekerja keras dan berdaya upaya dalam mencari nafkah di luar rumah, sedangkan

seorang istri lebih mampu bekerja di dalam rumah memelihara ketertiban dan

ketenanan rumah tangganya, mendidik anak-anaknya dan mempersiapkan segala

sesuatu demi kenyamanan suami serta semua anggota keluarga lainnya.

Itulah sebabnya Rasulullah SAW membagi tugas antara putri beliau (Fatimah

r.a.) dan suaminya (Ali bin Abi Thalib r.a.), dengan mewajibkan pengaturan rumah

tangga dan kesejahteraan keluarga atas fatimah r.a. sedangkan tugas pekerjaan dan

pencarian nafkah di luar rumah atas Ali r.a.

Al-Bukhari dan al-Muslim merawikan bahwa Ali r.a. pernah mengantarkan

istrinya, Fatimah r.a., menghadap Rasulullah SAW., mengeluhkan kepadanya betapa

Fatimah r.a. merasa kelelahan akibat melakukan sendiri segala pekerjaan rumah

tangga dan pengurusan putra putrinya. Mereka mengharapkan sekiranya Rasulullah

Saw. berkenan memberinya salah serang pembantu (mungkin yang dimaksud adalah

dari kalangan para tawanan yang belum diselesaikan urusannya, sebagaimana yang

berlaku secara umum pada waktu itu). namun, rupanya beliau tidak begitu saja

memenuhi harapan mereka, bahkan menganjurkan yang lain. Sabda beliau kepada mereka berdua, “Tidakkah kalian ingin sekiranya aku memberi kalian sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Apabila kalian bersiap untuk tidur bacalah

subhanallah sebanyak tiga puluh kali, alhamdulillah sebanyak tiga puluh tiga kali, dan

Allahu Akbar sebanyak tiga puluh empat kali. Yang demikian itu lebih utama bagi

kalian daripada seorang pembantu.

Demikianlah yang ditetapkan oleh Rasulullah berkenanaan dengan pembagian

tugas para suami dan istri, termasuk antara Ali r.a. dan Fatimah r.a. serta para sahabat

yang lain, dalam urusan rumah tangga mereka. pengurusan rumah tangga dan

pemeliharaan anak menjadi kewajiban pokok para istri, sedangkankewajiban pokok

mencari nafkah bagi kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan keluarga. Dengan

cara pembagian tugas seperti inilah akan terpenuhi hak dan kewajiban masing-masing

suami istri sebagaimana yang telah ditetapkan al-Qur‟an diatas.10

b) Penafsiran-penafsiran yang Kontradiktif

10

(12)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 12 Mereka yang menganggap suami diperbolehkan memukul istri menurut

kehendaknya-saat istri dianggap salah- mendasarkan klaimnya pada ayat dalam al-Qur‟an, yang di dalamnya dipercaya bahwa kebolehan memukul telah disebutkan. Jelaslah, jika sesuatu dinyatakan halal dalam al-Qur‟an, dan tidak dinyatakan haram

pada tempat lain dalam al-Qur‟an, maka ia harus tetap halal. Subjek pertentangan

berakar dalam al-Qur‟an berikut:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita -wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(QS. an-Nisa: 34)

Sejumlah penafsiran klasik menunjukkan bahwa memukul istri diperbolehkan

dengan pukulan yang tidak menyakitkan-ketika tidak taat kepada suami-setelah suami

tidak berhasil memberikan nasihat da memisahkan diri dari tempat tidur. Para

mufassir juga menjelaskan pengutamaan laki-laki atas wanita wanita disebabkan dari

berbagai segi, diantaranya: segi kekuasaan adalah dikhususkan untuk laki-laki,

kenabian, kerasulan, penghususan mereka dalam berbagai macam ibadah seperti jihad, shalat Hari raya dan shalat Jum‟at, dan apa yang Allah telah berikan secara khusus kepada mereka berupa akal pikiran yang matang, kesabaran dan ketegaran

yang tidak dimiliki oleh wanita demikian juga Allah menghususkan kewajiban nafkah

kepada istri, maka dapat diketahui bahwa laki-laki adalah seperti wali dan tuan bagi

istrinya, sedangkan istri adalah pendamping atau pelayan. Maka tugas laki-laki adalah

memerintahkan apa yang Allah telah perintahkan untuk dilindungi, dan tugas wanita

adalah melakukan ketaatan kepada RabbNya dan ketaatan kepada suaminnya, oleh karena itulah Allah berfirman: “Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat” yaitu ia taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada”.

(13)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 13 Muhammad Abduh menjadi salah seorang pemikir paling progresif dimasanya

yang mengevaluasi perilaku suami dan istri. Dalam tafsirnya, yang dikutip oleh

Khalid Hidayatullah,11 Abduh menjelaskan bahwa perintah memukul istri bukanlah

suatu yang bertentangan akal dan fitrah dengan akal dan fitrah memukul diperlukan

jika keadaan sudah memburuk dan akhlak sudah rusak. Suami boleh memukul istri

ketika suami melihat bahwa rujuknya istri hanya dengan memukulnya. Menurutnya

setiap keadaan mengharuskan hukuman yang sesuai, sementara kita diperintahkan

untuk menyayangi kaum perempuannya dengan cara yang baik, tidak menganiaya,

menjaganya dengan cara yang baik dan jika menceraikannya harus dengan cara yang

baik pula. Menurut Abduh „pukulan‟ yang dipahaminya sebenarnya bukanlah pukulan

secara harfiyahnya; tetapi cenderung bermakna metafora yaitu mendidik atau

memberi pelajaran.

Rashid Ridha menolak tegas anggapan orang yang terbaratkan, bahwa Islam

menindas kaum perempuan karena adanya perintah pemukulan. Ia menggariskan,

bahwa pemukulan dilakukan sebagai langkah terakhir jika langkah-langkah

sebelumnyatidak berhasil, dan itupun harus tidak menyakiti (ghayr mubarrih). Untuk itu ia mengutip hadis Rasulullah SAW: “Ketahuilah aku kabarkan kepada kalian ahli

neraka itu adalah laki-laki yang keras hati, kasar, sombong, yang suka menyakiti istrinya, yang bakhil, dan terlalu banyak berzina.” Menurutnya pemukulan adalah obat pahit dan dia mengtakan bahwa laki-laki yang shaleh tidak akan memukuli

perempuan walaupun diperbolehkan.

Rasyid Ridha sepakat dengan pendapat Abduh tentang tindakan yang harus

ditempuh suami terhadap istri yang nusyuz. Untk menguatkan pendapatnya ia menmengemukakan beberapa hadis tentang larangan memukul istri. Salah stunya adalah hadis yang diriwayatka oleh Aisyah r.a: “Tidaklah salah seorang dianta ra kalian merasa malu memukul istrinya seperti memukul budak,,”

Quraish Shihab, dalam tafsir al-Mishbah menjelaskan bahwa kata dharaba

mempunyai banyak arti selain memukul. Kata ini tidak selalu dipahami menyakiti

atau melakukan tindakan keras dan kasar. Dengan mengutip pendapat ulama dahulu,

disini Quraish Shihab nampak tidak beranjak dari kata dharaba dalam pengertian

11

(14)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 14 „memukul‟ yang memang paling sering digunakan, namun ia menegaskan untuk tidak memahami kata „memukul‟ dalam arti „menyakiti‟. Pemukulan yang diperintahkan di sini adalah yang tidak mencederai atau menyakitkan. Pada penjelasan selanjutnya, ia

mengutip pula pendapat ulama misalnya-Ibn al-„Arabi-yang menolak mengartikan „memukul secara literal.

Ada sebuah hadis yang menarik dan dapat dipakai untuk memaknai kata

dharaba dalam ayat tanpa mengartikan dengan memukul, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Mu‟adz bin Jabal tatkala Rasulullah SAW mengutusnya ke Yaman:12

كل ض ع ا إ يضْقت فْيك ق يْلا ىلإ ا عم ثعْبي ْ أ دا أ َ ل مَلس هْيلع ََ ىَلص ََ س َ أ

ْ جت ْمل ْ إف ق مَلس هْيلع ََ ىَلص ََ س ةَنسبف ق ََ تك يف ْ جت ْمل ْ إف ق ََ ت ب يضْقأ ق ء ضق لآ َ ييْأ تْجأ ق ََ تك يف َ مَلس هْيلع ََ ىَلص ََ س ةَنس يف هَ ىهلص هَ لوسر برضف

رْ ص هلس ْ ل ََ س ي ْ ي ل ََ س س َف َلا َ ْ ْلا ق

Dalam hadis tersebut dharaba mempunyai arti “menepuk” bahwasannya

Rasulullah Saw. menepuk dadanya seraya berucap hamdallah. Menepuk dada tidak mungkin dilakukan dengan keras. Apabila kata dharaba ini kita ambil ayat diatas akan lebih sesuai dengan prilaku untuk memperbaiki istri supaya lebih menyentuh

kepada hatinya, disertai dengan komunikasi yang baik (qaulan ma’rufan), sebagaimana firman Allah SWT: “...ucapkanlah kepada mereka kata -kata yang baik”(QS. an-Nisa[4]: 5). Karena bisa jadi nasihat pertama yang diberikan oleh suami tidak diterima karena suasana hati suami masih dikuasai emosi (ghadhab).

Maqasid Syariah

Kami mendasarkan penjelasan dan komentar kami mengenai kekerasan dalam

rumah tangga-kaitannya dengan tujuan syariat-dalam lima prinsip berikut.

Prinsip Pertama: Perlindungan terhadap Agama (Hifdz al-Din)

Islam menjaga hak dan kewajiban berkeyakinan dan beribadah. Hak dan

kewajiban ini mulai diajarkan oleh orang tua dalam kepada anak lingkungan keluarga.

Etika dalam beragama orang tua akan berpengaruh sedikit banyat kepada anaknya.

Maka dibutuhkan kerjasama yang kuat dari pihak ayah dan ibu.

12

(15)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 15 Terkadang konflik muncul dari cara mengajarkan kedisiplinan yang berbeda

antara suami dan istri kepada anak-anaknya. Tindakan kekerasan pun berpotensi besar

dalam hal ini. Diantaranya pertengkaran suami istri akibat tingkah laku anaknya.

Menjaga agama ini sama halnya dengan menjaga jatuhnya seseorang pada

lubang kesesatan yang dapat mengantarnya layak mendapat siksa dari Allah SWT.

Allah SWT berfirman agar seseorang dapat menjaga diri dan keluarganya dari

murka-Nya, yaitu firman-Nya , “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Prinsip kedua: Perlindungan terhadap Jiwa (Hifdz an-Nafs)

Jiwa manusia sangat dimuliakan, dijaga dan dipertahankan, tidak

membiarkannya dekat dengan sumber-sumber kerusakan/kehancuran. Allah SWT berfirman, “...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan...” (QS. al-Baqarah [2]: 195)

Meskipun ayat ini diturunkan untuk menjelaskan keadaan orang yang menolak

mengeluarkan zakat, namun pengambilan konklusi adalah berdasarkan umumnya

teks, bukan khususnya sebab.

Dalam ayat lain Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Kekerasan merupakan salah satu bentuk perusakan jiwa. Sikap aniaya ini

dapat merusak fondasi sosial peradaban masyarakat yang mulai dibangu dari sebuah

keluarga. Hal ini penting bahwa sikap aniaya merupakan seorang hamba kepada

(16)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 16 Dalam pergaulan rumah tangga, istri berhak atas dirinya mendapatkan

perlakuan yang baik dari suaminya, sesuai dengan firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan

jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali

sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan

pekerjaan keji yang nyata[279]. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila

kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai

sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa’: ) Prinsip ketiga: Perlindungan terhadap Akal (Hifdz al-‘Aql)

Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata

hati, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat

perintah dari Allah SWT disampaikan, dengannya pula manusia berhak menjadi

pemimpin di muka bumi, dan dengannya manusia menjadi sempurna, mulia, dan

berbeda dengan makhluk lainnya,13 Allah SWT berfirman:

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di

daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka

dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS.

al-Isra [17]: 70)

Nabi SAW bersabda, Akal adalah ahaya hati ya g e edaka a ta a pe ka a ya g hak da atil

Dari sini Islam memerintahkan kita untuk menjaga akal, mencegah segala bentuk penganiayaan yang ditujukan kepadanya, atau yang bisa menyebabkan rusak dan berkurangnya akal tersebut untuk menghormati dan memuliakan mereka, dan untuk

13

(17)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 17 merealisasikan semua kemasahatan umum yang menjadi pondasi kehidupan manusia, yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga benda.

Prinsip keempat: Perlindungan terhadap Kehormatan/Keturunan (Hifdhz al-‘Ard)

Islam menjaamin kehormatan manusia dengan me memberikan perhatian yang

sangat besar, yang dapat digunakan untuk memberikan spesialisasi hak kepada hak

asasi mereka. perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang dijatuhkan dalam

masalah zina, dan masalah qadzaf. Islam Juga memberikan perlindungan-perlindungan lain yang bersinggungan dengan kehormatan dan kemuliaan manusia

diantaranya pengharaman ghibah (menggunjing), mengadu domba, memata-matai, mengumpat, mencela dengan menggunakan panggilan buruk, dan sebagainya.

Terkait hifd al-nasl atau perlindungan terhadap hak reproduksi, Masdar F. Mas‟udi menyebutkan tiga hak kaum perempuan (istri) sebagai pengemban fungsi reproduksi yang harus dijamin dan dilindungi, yakni: (1) hak jaminan keselamatan

dan kesehatan. Hak ini sifatnya mutlak, sebab resiko yang bisa terjadi pada para istri

dalam menjalankan fungsi-fungsi repreduksinya sangat sangat besar, mulai dari

mensturasi, berhubungan seks, mengandung, melahirkan dan menyusui. (2) hak

jaminan kesejahteraan, bukan saja selama proses vital reproduksi (mengandung,

melahirkan, dan menyusui) berlangsung, tapi juga di luar masa-masa itu dalam

statusnya sebagai istri dan ibu dari anak-anak. Dan, (3) hak ikut mengambil keputusan

yang menyangkut kepentingan perempuan (istri) khususnya yang berkaitan dengan

proses-proses reproduksi reproduksi.14

Prinsip maqashid a s-syari’ah (perlindungan maslahah primer, kepentingan umum, dan hak-hak dasar manusia), sexual equality (persamaan hak bagi laki-laki dan

perempuan) dan mu’asyarah bi al-ma’ruf (reaksi suami istri yang baik dan patut) sebagaimana yang diajarkan (hukum) Islam.15

Perinsip kelima: Perlindungan terhadap harta benda (Hifdz al-Mal)

14 Masdar M. as’udi,

Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan: Dialog Fiqh Pemberdayaan, edisi revisi (Bandung: Mizan, 2000), h. 81-83. Lihat juga QS. al-Baqarah [2]: 223 dan as-Syu’ara [ ]:

15

(18)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 18 Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dari kehidupan, sebagaimana firman Allah,

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(QS. al-Kahfi[18]: 46)

Dalam menikmati harta demi menjaga eksistensinya al-Qur‟an telah mengatur

untuk tidak berlebihan karena pemborosan dapat mengakibatkan kerusakan, firman

Allah SWT:

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A’raf [ ]: )

Perolehan harta yang halal dan baik pastinya berasal dari usaha yang halal dan baik, namun perlu disadari bahwa harta yang kita peroleh merupakan harta Allah. Sama halnya dengann anak juga merupakan karunia Allah, sehingga di lalam rumah tangga, seorang bapak tidak dapat menguasai hartanya sesuka hatinya (atau istri jika ia juga berpenghasilan) begitu juga berbuat sesuka hati kepada anak. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik suami dan istri untuk menjaga karunia tersebut.

Allah SWT berfir a : “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang

Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan

kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (QS. al-Mukminun [23]: 55)

(19)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 19 Kesimpulan

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu tindakan yang tidak

bertanggung jawab seseorang dihadapan keluarganya maupun dihadapan Allah SWT.

Agama, akal dan hati, merupakan karunia dari Allah yang wajib dijaga dengan

cara-perilaku-tanggung jawab. Selain menjadi sumber manfaat, ketiganya dapat menjadi

sumber konflik yang sangat berkaitan, salah satu diantaranya jika tidak dikelolah

dengan baik akan mempengaruhi yang lain. Kekerasan dalam rumah tangga menjadi

reaksi buruk seseorang akibat dari rendahnya pemahaman agama serta kuarangnya

kecerdasan emosional seseorang di dalam menghadapi masalah, sehingga hati pun

mudah dikuasai dengan nafsu negatif.

Islam adalah agama yang menyediakan hukum-hukum yang sesuai dengan

sifat manusia dan yang secara meyakinkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Konflik dalam rumah tangga tidak selalu dapat dihindarkan. Dengan demikian Islam

menawarkan konsekuensi atas penjagaan diri dan martabat seseorang melalui maqashid syari’ah. Kekerasan dalam rumah tangga dapat merusak tujuan syari‟at

yang diharapkan karena pada dasarnya agama sangat menjaga an-nasl (yang berkaitan

(20)

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Antara Teori Konflik dan Maqashid Syari’ah Page 20 DAFTAR PUSTAKA

Bagir, Muhammad. Fiqih Praktis II: Menurut al-Qur’an As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Karisma, 2008

Ciciek, Farha Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga [Belajar dari Kehidupan Rasulullah]. Jakarta: Lembaga Kajian Agama & Gender. 1999 Dzuhayatin, Siti Ruhaini “Marital Rape: Suatu Keniscayaan?” dalam Islam dan

Konstruksi Seksualitas. Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, The Ford Foundation, dan Pustaka Pelajar, 2002

EB Subakti. Sudah Siapkah Anda Menikah? Panduan bagi siapa saja yang dalam proses menemukan hal penting dalam hidup. Jakarta: Elekmedia Komputindo, 2008

al-Farisi, Mohammad Zaka. When I Love You: Menuju Sukses Hubungan Suami Istri.

Jakarta: Gema Insani Press, 2008

Hidayatullah, Kholid. Kontekstualisasi Ayat-ayat Jender dalam Tafsir al-Manar. Jakarta: el-Kahfi, 2012

Jauhar, Ahmad al-mursi Husain. Penerjemah: Khikmawati, Maqasid Syari’ah.

Jakarta: Amzah, 2009

Marlia, Milda, Marital Rape. Kekeraan Seksual Terhadap Istri (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Kelompok Penerbit LKiS, 2007

Mas‟udi, Masdar M. Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan: Dialog Fiqh Pemberdayaan, edisi revisi. Bandung: Mizan, 2000

Mulia, Siti Musdah Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan. Bandung: Mizan, 2005

Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Paramida, 2001

YLBHI dan PSHK. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Panduan Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Edisi 2006. Jakarta: YLBHI, 2007

Zainab, Siti Manajemen Konflik Suami Istri dalam Perspektif Alqur’an, Tesis:

Konsentrasi Dakwa Dan Komunikasi Program Pasca Sarjana UIN Syarif

Gambar

Gambar 1.1 Dari lima enam faktor yang dapat mempengaruhi adanya konflik tersebut, faktor

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk kekerasan seksual yang paling banyak dialami oleh responden SMA adalah pelecehan seksual berupa kata-kata tidak senonoh, sedangkan bentuk kekerasan seksual pada

Sesuai dengan data hasil belajar serta keaktifan siswa yang meningkat dari kondisi awal ke siklus I kemudian ke siklus II maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi

Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan audit komunikasi kegiatan penempatan dan pemindahan kerja pegawai dalam kegiatan employee relations Perwakilan BKKBN

Tujuan utama Kerja Praktek adalah memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai dunia industri serta aplikasi ilmu yang telah diperoleh di perkuliahan secara nyata selama

[r]

Notes: TCO = total customer orientation, COA = customer orientation asymmetry toward sellers relative to buyers (i.e., orientation toward sellers minus orientation toward buyers),

Melalui penerapan CMHN di pelayanan primer, dapat menjadi panduan bagi upaya puskesmas dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada di masyarakat kemampuan perawat

 Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan dan sikuenstratigrafi, didapatkan bahwa Formasi Telisa memiliki porositas yang lebih tinggi dari Formasi Bekasap apabila