PENGEMBANGAN ALAT UJI PUNTIRAN SEBAGAI MEDIA
BELAJAR UNTUK POKOK BAHASAN PUNTIRAN
DALAM MATAKULIAH MEKANIKA TEKNIK
Heru Suryanto
Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang
Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk membantu proses pembelajaran puntiran melalui prosedur eksperimental dalam menentukan kaidah-kaidah dalam materi puntiran dan sebagai upaya rintisan pengadaan sarana praktikum pengujian fenomena dasar mesin. Hasil yang diperoleh pada kegiatan ini berupa media belajar alat uji puntiran. Karakteristik dari alat ini adalah mampu membebani batang puntir dengan beban maksimum 3 Nm, dapat digunakan untuk batang puntir dengan diameter antara 9,6 – 10 mm dan panjang maksimum 430 mm. Alat uji puntiran memberikan hasil modulus geser yang lebih mendekati kondisi yang ada direferensi untuk logam aluminium sehingga lebih tepat bila digunakan untuk logam yang lunak
Kata-kata kunci: puntiran, modulus geser, media belajar
Dalam lingkup pendidikan, upaya meningkatkan kualifikasi lulusan
teru-tama dibidang keteknikan maka
diperlukan untuk memperbaiki pengem-bangan pembelajaran teknik. Terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan pembelajaran
teknologi, yaitu: (1) aspek pengajaran teoritik harus sejajar dan bersamaan dengan kemajuan IPTEKS, (2) aspek pengajaran terapan harus terkait dengan perkembangan dunia industri, dan (3) perlu pengembangan kemampuan
pengua-saan alih prinsip umum sebagai
pengembangan daya adaptasi. Tuntutan ke tiga aspek tersebut menempatkan betapa
penting keberadaan dan peranan
laboratorium, baik sebagai sumber belajar maupun sebagai pengembangan pembela-jaran (Mukhadis, 2000).
Pelaksanaan kegiatan pembela-jaran teknik sangat tidak cocok jika hanya
mengunakan metode ceramah/verbal,
melainkan harus memberikan instruksi terlebih dahulu sesuai dengan tema yang dibicarakan dan siswa, kemudian pengajar menunjukkan bagian-bagian, kegunaan dan proses kerja dari tema yang dibicarakan kemudian melakukan demon-strasi alat. Jadi dalam pembelajaran teknik, alat praktikum adalah media belajar yang perlu untuk diadakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sosrohadisewoyo (1997) dalam Mukhadis (2000) bahwa dalam pelaksanaan pendidikan profe-sional (teknisi, guru SMK, instruktur pelatihan), kegiatan praktikum di labora-torium memberikan kontribusi besar dalam pembentukan kompetensi yang telah ditetapkan. Ketiadaan dukungan alat praktikum mengakibatkan kesulitan dalam mengembangkan metode pengajaran dan menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Mekanika Teknik merupakan
matakuliah dasar keteknikan yang wajib
Matakuliah ini memiliki tuntutan prasyarat prinsip dan konsep yang memadai. Target kompetensi yang ingin dicapai adalah penguasaan teori dan sikap yang benar terhadap suatu permasalahan keteknikan (bidang mekanika). Tanpa dukungan peralatan maka proses belajar mengajar matakuliah tersebut dihadapkan pada suatu tantangan yang serius, dimana mahasiswa hanya akan mengetahui teori saja, tanpa memiliki kemampuan dalam menerapkan teori pada problema yang nyata sehingga skill dan sikap sebagai teknolog akan sulit untuk tertanam. Dalam kondisi demikian, diperlukan upaya untuk merintis pengadaan komponen-komponen sistem pengajaran untuk memperkuat kondisi pengajaran matakuliah tersebut.
Berdasarkan kajian materi
perkuliahan Mekanika Teknik maka kondisi perkuliahan di kelas selama ini, menunjukkan fakta bahwa banyak materi perkuliahan yang memungkinkan meng-gunakan media pembelajaran berupa alat
yang aktual untuk visualisasi dan
pembuktian suatu teori secara eksperi-mental, seperti materi tekuk (buckling), puntiran dan lendutan/defleksi. Selama ini perkuliahan mekanika khususnya pokok bahasan puntiran hanya disampaikan dengan metode ceramah dan perhitungan teoritis biasa. Karena perkulihan bersifat teoritis maka mahasiswa tidak mem-peroleh pengalaman teknik praktis sebagai aplikasi dari teori yang diperoleh. Padahal dalam pengajaran teknik, pengajaran materi perkuliahan yang menyangkut proses kerja suatu mesin dan prosedur pengujian bahan atau mesin tentunya akan lebih tepat apabila mahasiswa dihadapkan pada peralatan yang nyata. Dengan demikian mahasiswa akan mempunyai pengalaman teknik yang lebih matang. Jadi pada proses pembelajaran puntiran akan lebih baik bila dalam perkuliahan
tersebut menggunakan media untuk
memvisualisasikan konsep persoalan
puntiran baik untuk poros maupun balok dan membuktikan secara eksperimental
konsep puntiran yang meliputi sudut
puntir, momen torsi dan modulus
elastisitas geser sehingga dapat
menajamkan konsep dan memudahkan pemahaman mahasiswa. Dengan demikian
materi yang disajikan dan poses
pembelajaran akan semakin berkualitas dan akan memperkuat minat mahasiswa untuk belajar.
Menurut Worm (1984) dalam Paryono (2000), tujuan pembelajaran
adalah memfasilitasi terbentuknya
kemampuan alih belajar sehingga dapat menerapkan dan mengembangkan peri-laku hasil belajar dalam hal pemecahan masalah baik institusi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, maka perlu adanya alat pendukung yang dapat mempermudah pemahaman mahasiswa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.
Bruner (1966) dalam pengem-bangan teori pembelajarannya, mengemu-kakan bahwa suatu pembelajaran harus bergerak dari pengalaman langsung, ke representasi ikonik (seperti gambar dan film), dan selanjutnya ke representasi simbolik (seperti: kata atau simbol-simbol
lain). Pengalaman langsung dapat
diperoleh melalui media belajar yang berupa alat konkrit. Alat pendukung sebagai media belajar dapat berupa benda konkrit, yang dapat berfungsi meng-hindarkan pengajar untuk selalu mela-kukan penyampaian secara verbal.
Verbalisme terjadi apabila
belajar-mengajar karena apa yang dimaksudkan oleh pengajar bisa ditafsirkan lain oleh mahasiswa. Gangguan proses komunikasi juga dapat terjadi karena terbentuknya persepsi yang keliru tentang suatu objek, peristiwa, atau gejala. Gangguan ini biasanya dapat diminimalkan dengan
menggunakan variasi media yang
dilibatkan dalam proses komunikasi itu (Degeng, 2000).
Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu: kemampuan kognitif, afektif (sikap), dan psikomotorik (ketrampilan). Setiap aspek menuntut penggunaan media yang berbeda. Artinya, belajar aspek kognitif memerlukan media yang berbeda dibandingkan mahasiswa yang belajar dengan aspek lain. Karena itu kegiatan pembelajaran adalah tidak hanya cukup dengan metode ceramah melainkan harus didukung dengan peralatan pembelajaran yang dapat membantu dalam
mening-katkan pemahaman dalam rangka
pemecahan masalah pada pokok pembe-lajaran yang dibicarakan. Oleh karena
bahwa dalam pelaksanaan kegiatan
praktikum yang efektif adalah bila dalam menyampaikan suatu materi praktikum, pengajar harus memberikan instruksi terlebih dahulu dengan menunjukkan komponen-komponen, kegunaan, kons-truksi, dan cara kerja dari bagian-bagian tersebut. Dengan cara seperti ini, pebelajar
selain mendengarkan instruksi dari
pengajar juga dapat melihat secara detail
komponen-komponen yang sedang
dibicarakan, mencoba, dan
memprak-tekkan sesuai dengan yang telah
didemonstrasikan pada saat instruksi. Metode pembelajaran yang cukup baik yang dapat menggunakan media alat praktikum adalah metode eksperimental. Hal itu disebakan karena dengan metode eksperimental maka peserta didik aktif mengalami dan membuktikan sendiri tentang apa yang dipelajarinya. Melalui metode ini peserta didik secara total dilibatkan dalam: melakukan sendiri,
mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Melalui metode eksperimen ini diharap-kan peserta didik dapat menemudiharap-kan sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapi.
Menurut Winataputra (1993),
eksperimental adalah pekerjaan yang menggunakan alat-alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru atau mengetahui apa yang terjadi kalau diadakan suatu proses tertentu. Dengan menggunakan metode eksperiman peserta didik dilatih menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah secara benar dan
sesungguhnya. Peserta didik dilatih
membaca data secara obyektif menurut
apa adanya, mengambil kesimpulan
berdasarkan fakta-fakta yang mendukung, menyadari keterbatasan sains,
keterba-tasan penelitian suatu pengukuran,
keterbatasan suatu hukum atau teori, memahami makna suatu teori, dan sebagainya. Hal seperti ini sulit untuk untuk dimengerti hanya dengan cara mendengarkan melalui ceramah.
Perangkat praktikum puntiran
digunakan untuk melakukan simulasi terhadap berbagai perubahan parameter dalam puntiran dan nilai menentukan sifat-sifat seperti modulus elastisitas geser secara eksperimental, dengan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam proses puntir adalah (1) Poros lurus dan seragam pada penampang lintang lingkar
sepanjang batang; (2) Torsi yang
dikenakan konstan sepanjang batang dan bekerja pada sumbu polar; (3) Gaya-gaya
yang bekerja tidak melebihi batas
proporsional; (4) Penampang lintang datar
kembali ke posisi semula setelah
memuntir; (5) Garis-garis radial kembali ke posisi awal setelah memuntir.
Untuk memperoleh pendekatan
distribusi tegangan yang seragam
batang bulat. Media ini merujuk pada rumusan (Sigley and Mitchel, 1983):
Gambar 1. Batang Yang Mengalami
Puntiran. Keterangan: T = torsi (N.m); r = jejari batang punter; G = modulus elastisitas geser (N/m2); Ip = momen
inersia polar = .d4/32 (m4); L = panjang batang puntir (m); = sudut puntir sepanjang L (rad)
Tegangan geser:
p
I r T.
N/m2 ... (1)
dengan: T = torsi (N.m); r = jejari batang puntir; Ip = momen inersia polar (m4) =
.d4/32
Regangan geser:
L r
m/m ... (2) Modulus geser atau modulus kekakuan:
G N/m2 ... (3)
Dengan demikian diperoleh hubungan:
p
I L T G
.
N/m2 ... (4)
dengan: G = modulus elastisitas geser (N/m2); L = panjang batang puntir (m); = sudut puntir (rad)
METODE PELAKSANAAN
Alur kegiatan yang dilakukan adalah: (1) pengadaan media belajar
perangkat puntiran, (2) Pengujian
karakteristik peralatan untuk sampel yang berbeda, (3) perbandingan hasil dengan data teoritis, dan (4) Evalusi alat.
Adapun diagram alir kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Alur Pelaksanaan Kegiatan
Sebelum melakukan kegiatan maka dilakukan penetapan tujuan pembelajaran praktikum yang akan dicapai. Melalui tujuan tersebut kemudian ditetapkan cara untuk mencapai melalui desain alat. Desain alat ini dilakukan dengan tahapan kegiatan: (1) Pengamatan pada alat uji puntir yang ada dan dari referensi buku. Dari pengamatan ini akan dibuat desain model alat yang relevan dengan teori puntiran yang mampu menunjukkan rumusan teoritis menjadi gambaran yang praktis. Desain ini untuk menentukan dimensi alat dan kemampuan alat untuk menghasilkan gaya puntiran, (2) melaku-kan pembuatan alat praktikum puntiran yang dilakukan dengan bantuan teknisi laboratorium teknik mesin Universitas Negeri Malang. Pada proses ini hal yang
perlu diperhatikan adalah kelurusan
spesimen, kekuatan pencekam spesimen, lengan penunjuk sudut puntir untuk penunjukkan sudut puntir melalui dial indikator, (3) uji coba peralatan puntiran, meliputi: kemudahan penggunaan, tingkat akurasi alat ukur, karakteristik pembe-banan, dan ketepatan hasil kemudian dibandingkan dengan referensi yang ada, (4) menyusun prosedur kerja (panduan
praktikum), meliputi tujuan khusus
pembelajaran, dasar teori puntiran,
petunjuk penggunaan alat, gambar, dan
T
T
L r
x y
z T
T
L r
x y
z
Rancangan alat
Pembuatan alat dan panduan
Uji coba
Evaluasi
Revisi/perbaikan Perbandingan
Referensi Rancangan alat
Pembuatan alat dan panduan
Uji coba
Evaluasi
Revisi/perbaikan Perbandingan
lembar kerja praktikum, (5) melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap alat, panduan dan materi pembelajarannya, dan bila diperlukan akan direvisi.
Berdasarkan rujukan, rumusan yang digunakan maka parameter yang dapat
dicoba untuk disimulasikan adalah
panjang spesimen, beban puntir, dan jenis material. Data yang dapat diambil dalam praktikum ini adalah beban puntir yang teramati dari skala pegas, yang kemudian dengan perhitungan dinyatakan sebagai momen puntir. Data lain yang teramati adalah sudut puntir yang teramati dari perubahan arah jarum dial indikator akibat puntiran dari poros. Skala yang diperoleh ini kemudian dihitung sehingga dapat diperoleh sudut puntir poros. Dari data-data yang diperoleh diketahui modulus
geser bahan melalui perhitungan dengan rumusan puntiran. Hasil akhir dari berbagai variasi parameter puntiran dapat dilakukan secara eksperimental kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian dengan perangkat lain yang sudah ada sebagai kalibrasi ataupun data teoritis.
HASIL
Peralatan puntiran yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3. Spesifikasi teknis dari perangkat uji torsi antara lain: panjang: 650 mm, lebar: 400 mm, Tinggi: 840 mm, Radius pulli: 72,4 mm, Panjang spesimen: 500 mm, diameter spesimen: 9,5~10 mm, indikator pegas: 5 kg maksimum, momen maksimum: 3 Nm.
Gambar 3. Alat Uji Puntiran
Metode pembebanan dilakukan
dengan menggunakan tarikan kabel yang terikat pada puli dan besar gaya tarikan pada kabel terukur pada neraca pegas dengan kapasitas maksimum 5 kg. Nilai pembebanan puntir diperoleh setelah dilakukan pengurangan terhadap beban tertera pada pegas untuk mengatasi gesekan poros puli dan berat neraca pegas yang secara keseluruhan memberikan nilai sebesar 300 gram. Pengukuran gesekan dari poros puli dilakukan dalam
kondisi pencekam bebas tanpa spesimen,
dilakukan dengan menarik pegas
sehingga poros puli mulai mengalami
gerakan memutar. Torsi peralatan
merupakan hasil perkalian antara beban puntir dengan jejari puli ditambah jejari kabel penarik.
melakukan pengamatan terhadap beban
sedangkan yang lain melakukan
pengamatan terhadap sudut puntir yang terwakili oleh putaran jarum pada dial
indikator dan mencatat data-data.
Pengujian puntir dilakukan mulai dari beban terendah sampai beban tertinggi dalam satu siklus beban yang kontinyu. Hasil dari pengujian ini berupa sudut puntir, torsi, dan modulus geser (G).
Sebagai pedoman dari kelayakan alat uji ini adalah modulus geser bahan yang sifatnya konstan untuk setiap jenis bahan. Bahan untuk uji coba diambil poros pejal Aluminium dan kuningan dengan diameter berturut-turut 9,9 mm dan 9,6 mm dengan jumlah 3 sampel. Hasil dari percobaan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Modulus geser material adalah (Sigley and Mitchel, 1983): Aluminium: 26,2 GPa = 2,62 E+10 dan Kuningan: 40,1 GPa = 4,01 E+10
Dari percobaan tersebut tampak bahwa nilai modulus geser untuk tiap-tiap panjang batang puntir tidak sama baik
untuk bahan aluminium maupun
kuningan. Perbedaan tersebut diduga
disebabkan oleh adanya ketidaklurusan
batang puntir diseluruh panjang
spesimen dan keakuratan pembacaan dari dial indikator.
Bila modulus geser hasil
percobaan dibandingkan dengan modu-lus geser pada referensi maka tampak bahwa untuk alumunium dengan panjang
batang puntir 400 mm, modulus
gesernya mendekati referensi dengan perbedaan sebesar 1%, lebih tinggi dari data referensi sedangkan untuk batang puntir dengan panjang 200mm terdapat perbedaan harga sebesar 11% lebih
tinggi dari data referensi. Untuk
kuningan, modulus gesernya relatif cukup jauh jaraknya, dengan perbedaan antara 15% sampai 29% lebih rendah dari data referensi. Kecenderungan terjadi perbedaan yang ada cukup besar diduga karena data dari referensi bukan menunjukkan kondisi kekuatan aktual dari bahan yang dicoba. Modulus geser yang lebih rendah ini bisa berarti bahwa bahan yang dicoba lebih lunak dari bahan yang ada di referensi. Disamping itu Penulis kesulitan untuk menemukan alat uji puntir yang masih bisa dipakai
untuk pembanding hasil pengujian
kekuatan puntir sebagai kalibrasi.
Dari hasil tersebut tampak bahwa kecenderungan untuk mendekati kondisi yang sesuai dengan referensi lebih terwujud apabila batang puntir memiliki panjang yang maksimum pada alat uji puntiran dan bahan uji coba yang digunakan lebih lunak.
Pada pelaksanaan uji coba,
kesederhanaan alat dan kemudahan dalam penggunaannya dirasakan cukup mengingat alat ini memiliki komponen yang tidak rumit hanya saja perlu kecermatan dalam menentukan kondisi awal dari percobaan karena kondisi awal ini menentukan hasil akhir percobaan.
SIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilak-sanakan dapat disimpulkan bahwa: (1) Tabel 1. Hasil Percobaan Puntiran Dengan Bahan Aluminium Diameter 9,9 mm
2,93E+10
Panjang 200 mm Panjang 300 mm
Panjang 400 mm Torsi (Nm)
Panjang 200 mm Panjang 300 mm
Panjang 400 mm Torsi (Nm)
Tabel 2. Hasil Percobaan Puntiran Dengan Bahan Kuningan Diameter 9,6 mm
2,84E+10
Panjang 200 mm Panjang 300 mm
Panjang 400 mm Torsi (Nm)
Panjang 200 mm Panjang 300 mm
Alat uji puntiran memberikan hasil modulus geser yang lebih mendekati kondisi yang ada direferensi untuk logam aluminium sehingga lebih tepat apabila digunakan untuk logam yang lunak; (2) Pengujian dengan alat uji puntiran cenderung memberikan hasil yang lebih baik apabila dilakukan melalui panjang spesimen uji yang maksimum; (3) Alat uji puntiran yang dihasilkan mampu mem-bebani batang puntir dengan beban maksimum 3 Nm, dapat digunakan untuk batang puntir dengan diameter antara 9,6
– 10 mm dan panjang maksimum 430
mm.
DAFTAR RUJUKAN
Bruner, J.S. 1966. Toward a Theory of
Instruction. New York: Norton
Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Materi
Pelatihan Pekerti. Univ. Negeri
Malang: LP3
Mukhadis, Amat. 2000. Fungsi
Labora-torium Sebagai Pusat
Pengem-bangan Pembelajaran Dalam
Bidang Teknologi. Makalah
di-sampaikan pada lokakarya Kua-litas Pengajaran Praktek In-dustri dan Pening-katan Fungsi Labora-torium Program Studi PTM FT UM. Malang: LPIU DUE-Like.
Paryono. 2000. Pengembangan Model
Pompa Injeksi Potongan Jenis In Line Untuk Meningkatkan Kua-litas Pembelajaran Motor Diesel Pada Pokok Bahasan Pompa
Injeksi. Malang: Laporan Hibah
Pengajaran Due-like, Jurusan
Teknik Mesin, UM.
Sigley, J.E and Mitchel, L.D. 1983.
Mechanical Engineering Design.
Singapore: Mc Graw Hill
International Book Co.
Winataputra, Udin S. 1993. Strategi
Belajar Mengajar IPA. Jakarta: