NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM ADAT RITUAL KEAGAMAAN DESA TULEHU KECAMATAN SALAHUTU
KEBUPATEN MELUKU TENGAH Wa Ode Intan
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Ambon
Email: waode.intan8@gmail.com
A.Latar Belakang.
Pendidikan lahir seiring dengan keberadaan manusia, behkan dalam proses pembentukan masyarakat ikut adil untuk menyumbangkan proses-proses perwujudal pilar-pilar penyangga masyarakat. Dalam hal ini, kita bisah mengingat salah satu ungkapan parah tokoh antropologi seperti Goodenough, Spredley dan Geertz mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada. Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul ggagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Oleh karena itu, dalam sejarah pertumbuhan masyaraka, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat.1
1
▸ Baca selengkapnya: nilai-nilai dharmasastra yang terdapat pada zaman kaliyuga adalah
(2)Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusiaberbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tsnggung jawab. Dalam masyarakat yang dinami, pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksitensi dan perkembangan masyarakat, hal ini karena pendidikan merupakan proses usaha melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural-relegius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu kewaktu.2
Berbicara budaya adalah berbicara pada ranah social sekaligus ranah individual. Pada ranah social, budaya lahir ketika manusia ketemu dengan manusia lainnya dan membangun kehidupan yang bersama dan lebih dari sekedar pertemuan-pertemuan insidental. Dari sana muncul aturan-aturan, nilai-nilai kebiasaan-kebiasaan sampai pada kepercayaan-kepercayaan transedental yang semuanya berpengaruh dan sekaligus menjadi karangka perilaku dari individual-individual yang masuk dalam kehidupan bersama. Semua tata nilai, perilaku dan kepercayaan yang dimiliki sekelompok individu itulah yang di sebut adat.3
Pada hakekatnya, budaya tidak hanya membatasi masyarakat, tetapi juga eksistensi biologisnya, tidak hanya bagian dari kemanusiaan, tetapi struktur instingtifnya sendiri. Namun demikian, batasan tersebut merupakan prasyarat dari sebuah kemajuan dan secara nyata adatmembari pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang. Disinilah kepribadian manusia yang merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dan pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak
2
Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 7-8. 3
sebagai aspek fundamental dari setiap individu yang tidak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstruk sosial. Nilai-nilai konstruksi sosial secara tidak langsung akan menjiwai eksitensi pemikiran keagamaan secara kokoh dengan bersumber pada inti ajaran agamanya. Misalnya adat ab’daud pada Desa Tulehu yang senantiasa dilakukan guna mempererat siraturahmi keluarga dikalangan masyarakat Desa Tulehu.4
Biasanya dalam melihat eksitensi tradisi dan nilai agama dalam kehidupan masyarakat, dimana akan terjadi proses pembauran, maka terdapat tiga tipologi hubungan Agama dengan budaya Lokal (tradisi) tersebut. Tipologi tersebut bisa dimaknai sebagai tipe sinkretis, akulturasi, dan sinkretis-akultiirasi. Tipe sinkresi umumnya terlihat diwilayah pedesaan yang cenderung agak tertutup. Tradisi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan, tumbuh dan berkembang secara historis pada masyarakat pendukungnya, yang berfungsi mengukuhkannorma-norma sosial dan nilai-nilai luhur.
Adat Ab’daud merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tulehu dengan berkumpul dalam beberapa marga yang memiliki tali persaudaraan baik secara garis keturunan maupun karena faktor perkawinan dan persahaban antar sesama. Pertanyaan yang muncul adalah apakah adat ini mangandung nilai-nilai pendidikan islam kepada masyarakat dan generasi penerus lainnya.
Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian yang penulis angkat yaitu : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM ADAT RITUAL KEAGAMAAN DESA TULEHU KECAMATAN SALAHUTU KEBUPATEN MELUKU TENGAH.
B.Rumusan Masalah. 1. Rumusan Masalah.
4
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Bagaiman proses pelaksanaan adat Ab’daud Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah?
b. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandungang dalam adat Ab’daud Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah?
2. Batasan Masalah.
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak menyimpang, maka pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada permasalahan tentang analisa nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam adat Ab’daud Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
C.Tujuan Penelitian.
a. Tujuan Penelitian.
adapun tujuan dan kegunaan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan adat Ab’daud Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
2. Untuk mengetahui tujuan adat Ab’daud bagi kehidupan masyarakat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam adat Ab’daud Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
b. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapakan setidaknya berguna pada dua aspek yaitu sebagai berikut:
2. Kontribusi praktis. Menjdai masukan bagi pihak-pihak terkait yakni menyangkut peran budaya dalam pembentukan kepribadian masyarakat.
D. Landasan Teori.
A. Nilai-Nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai Secara Umum
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengertian yang memuaskan. Beberapa ahli merumuskan pengertian nilai dari beberapa perspektif seperti menurut Chabib Thoha bahwa nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).5
Maupun perilaku Menurut Zakiah Darajat, mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, keterikatan.6
5
Chabib. H.M. Tahoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm 18.
6
Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.
2. Pengertian Pendidikan Islam.
Dr. Muhammad Fadhli Al- Jamali memberikan pengertian pendidikan islam sebagai uapya menggembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.7
3. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Islam.
Dunia pendidikan akhir-akhir ini tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang, baik sains, teknologi, komunikasi maupun bidang lainnya. Kemajuan-kemajuan tersebut tidak semuanya memberikan nilai manfaat pada generasi muda, namun tentu saja banyak sisi negatif yang diakibatkan oleh seiring dengan kemajuan zaman. Kalau setiap orang tidak waspada terhadap ekses negatif kemajuan zaman, maka secara langsung kemajuan zaman itu berpengaruh juga terhadap nilai-nilai, adat budaya, maupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
S.Trimo dalam Chalijah Hasan mengatakan: “Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah berhasil membuat dunia semakin kecil, membawa pengaruh
7
yang besar pada norma-norma dan system nilai masyarakat, perilaku manusia organisasi, struktur keluarga, mobilitas masyarakat, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.8
Mencermati beberapa gejala-gejala yang terjadi pada akhir-akhir ini maka tugas guru sebagai pendidik adalah menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam kepada anak dengan kokoh agar nilai-nilai yang diajarkan kepadanya menjadi sebuah keyakinan yang dapat membentengi diri dari berbagai ekses-ekses negatif. Ada tiga tanggung jawab guru dalam menanamkan nilai-nilai Islam.
1. Nilai Aqidah
Kata aqidah berasal dari Bahasa Arab, yaitu aqada-yakidu, aqdan yang artinya mengumpulkan atau mengokohkan. Dari kata tersebut dibentuk kata Aqidah. Kemudian Endang Syafruddin Anshari mengemukakan aqidah ialah keyakinan hidup dalam arti khas yaitu pengikraran yang bertolak dari hati.9
Aqidah adalah sesuatu yang perlu dipercayai terlebih dahulu sebelum yang
8
Chalijah Hasan, Dimensi-Dimensi Pendidikan, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), h. 201.
9
lainnya. Kepercayaan tersebut hendaklah bulat dan penuh, tidak tercampur dengan syak, ragu dan kesamaran.
Jadi aqidah adalah sebuah konsep yang mengimani manusia seluruh perbuatan dan prilakunya dan bersumber pada konsepsi tersebut. Aqidah islam dijabarkan melalui rukun iman dan berbagai cabangnya seperti tauhid ulluhiyah atau penjauhan diri dari perbuatan syirik, aqidah islam berkaitan pada keimanan. Anak pada usia 6 sampai 12 tahun harus mendapatkan pembinaan aqidah yang kuat, sebab apabila anak telah dewasa mereka tidak terombang-ambing oleh lingkungan mereka. Penanaman aqidah yang mantap pada diri anak akan membawa anak kepada pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.
Sesudahnya, guru memiliki peluang yang sangat besar dalam membentuk, membimbing dan membina anak, apapun yang diberikan dan ditanamkan dalam jiwa anak akan bisa tumbuh dengan subur, sehingga membuahkan hasil yang bermanfaat bagi orang tua kelak. Di dalam al-Quran ada ayat yang menyatakan tentang beriman, diantara ayat tersebut adalah:
ب اݐنمآ اݐنمآ نيګ݁ا ۰ݎڬيأ ۰ي
۱۰تܾ݁اݏ ه݁ݐسݏ ّ۰
۱۰تܾ݁اݏ ه݁ݐس ݒ݂ع ܿګܒن ݓګ݁ا
نمݏ ݀۴ق نم݁ܒنأ ݓګ݁ا
ܐخآا ݃ݐي݁اݏ ه݂سݏ ه۴تكݏ هتܾئامݏ ّ۰ب ܐفܾي
ګ݀ض دقف
:ء۰سن݁ا( ًاديعب ًااض
٦٣١
)
yang Allah Swt turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah Swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya10. (QS an-Nisaa’:136)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang mukmin mesti beriman kepada hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Keyakinan kepada hal-hal yang ditetapkan oleh Allah tersebut disebut sebagai aqidah. Dalam Islam keyakinan terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah Swt dikenal dengan rukun iman yang terdiri dari beriman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir dan Qadha dan Qadhar dari Allah.
Dalam menanamkan kepercayaan seperti yang telah disebutkan di atas maka orang tua sebagai pendidik di dalam rumah tangga memiliki tanggungjawab yang berat agar membimbing dan mengarahkan anak melalui berbagai upaya dan pendekatan agar sejak dini anak sudah memiliki keyakinan yang jelas terhadap agamanya. Penanaman keyakinan terhadap akidah agama Islam terhadap anak tidak hanya menjadi pengetahuan semata, akan tetapi nilai-nilai akidah tersebut dapat diimplementasikan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari.
1. Nilai Ibadah
Abdurrahman An-Nahlawi mengungkapkan bahwa “keimanan merupakan landasan aqidah yang dijadikan sebagai guru, ulama untuk membangun pendidikan agama islam”.10
a). Arti dan Penghayatan Ibadah
“Ibadah berasal darikata Abd yang berarti pelayan dan budak. Jadi hakikat ibadah adalah penghambaan. Sedangkan dalam arti terminologinya ibadah adalah usaha mengikuti hukum dan aturan- aturan Allah Swt dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan perintahnya, mulai dari akil balig sampai meninggal dunia”.11
Dapat dipahami bahwa ibadah merupakan ajaran islam yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan, karena ibadah merupakan bentuk perwujudan dari keimanan. Dengan demikian kuat atau lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh kualitas imannya. Semakin tinggi nilai ibadah yang dimiliki akan semangkin tinggipula keimanan seseorang. Jadi ibadah adalah cermin atau bukti nyata dari aqidah. Sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an.
ً۰قܑ ك݁أسن ا ۰ݎي݂ع ܐ۴طصاݏ ۵اګص݁۰ب ك݂هأ ܐمأݏ
:هط( ݑݐقګت݂݁ ۶۴ق۰ع݁اݏ كقܑܐن نحګن
٦٣١
)
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberikan rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa12 (QS Thaha: 132).
Dalam pembinaan ibadah ini.Seluruh tugas manusia dalam kehidupan ini berakumulasi pada tanggung jawabnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Pada usia
11Abdul A’ala al-Maududi,
Dasar-dasar Islam, (Bandung, Pustaka, 1994), h. 107
12
anak 6 sampai 12 tahun bukanlah masa pembebanan atau pemberian kewajiban, tetapi merupakan masa persiapan latihan dan pembiasaan, sehingga ketika anak memasuki usia dewasa, pada saat mereka mendapatkan kewajiban kesadaran dalam beribadah, segala jenis ibadah yang Allah Swt wajibkan dapat mereka lakukan dengan penuh dan keikhlasan, sebab sebelumnya ia terbiasa dalam melaksanakan ibadah tersebut.
2. Nilai Pendidikan Akhlak
Pendidikan Akhlak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama, karena yang baik menurut akhlak , baikpula menurut agama, dan yang buruk menurut ajaran agama buruk juga menurut akhlak. Akhlak merupakan realisasi dari keimanan yang dimiliki oleh seseorang.
Akhlak berasal dari bahasa arab jama’ dari khuluqun, yang secara bahasa berarti: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa akhlak berhubungan dengan aktivitas manusia dalam hubungan dengan dirinya dan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Ahmad Amin merumuskan “akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.13
Dengan demikian akhlak menurut Ahmad Amin adalah deskripsi baik, buruk sebagai opsi bagi manusia untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukannya. Akhlak merupakan suatu sifat mental manusia dimana hubungan dengan Allah Swt
13Hamzah Ya’qub,
dan dengan sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Secara umum ahlak dapat dibagi kepada tiga ruang lingkup yaitu akhlak kepada Allah Swt, Akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan.
3. Nilai Masyarakat
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antar Negara , hubungan antar manusia dalam dimensi sosial , dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai kaidah muamalah.14
B. Islam dan Kebudayaan
1. Islam
Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk Aslama yang berarti berserah diri dalam kedamaian.
2. Kebudayaan
C. Hubungan antara Islam dan Kebudayaan
Dari pengertian penjelasan di atas kata Islam dekat dengan arti agama begitu juga hubungan agama dan kebudayaan dalah dua bidang yang dapat di bedakan tetapi tidak dapat di pisahkan. Agam bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar budaya di dasarkan pada agama, tidak pernah sebaliknya.
Oleh karena itu agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa pada tingakat praktis, Agam Islam merupakan produk budaya karena ia tumbuh dan berkembang melalui pemikiran ulama’ dengan cara ijtihad, Disamping itu, Ia tumbuh dan berkembang karena terjadi interaksi social masyarakat.16
D. Pendidikan dalam Lingkungan Kebudayaan
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan basil peroleban manusia Selama menjalin interaksi kebidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil
perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses
bubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu
rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akbimya proses tersebut mampu
melahirkan sistem gagasan, tindakan dan basil karya manusia. Disini kebudayaan
dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah
16
mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk
mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupanya.17
Dalam konteks hidupnya demi membentuk ketuhanan hasil buah budi
tersebut manusia melanjutkan dalam suatu tatanan simbol yang memberi arah bagi
kehidupan. Sistem simbol ini menjadi rujukan utama bagi masyarakat pendukung
dalam berpikir maupun bertindak. Proses selanjutnya yang terjadi adalah hubungan
transformatif dan penguatan sistem simbol agar dapat diteruskan kepada anggota
berikutnya.Selain itu selama kehidupan berjalan unsur-unsur kebudayaan selalu
berubah menyesuaikan perkembangan jaman.
Dalam hal ini sistem simbol dengan sendirinya melakukan reaksi
untuk mengintegrasikan perubahan atas unsur kebudayaan. Agen yang berfungsi
sebagai transmitor produk budaya kepada anggota (khususnya generasi muda)
adalah pendidikan.Hal ini mengingat pendidikan itu tiada lain adalah wahana
pembelajaran segala bentuk kemampuan bagi sang pembelajar agar menjadi
manusia dewasa. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang
sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni
nilai-nilai. Dalam konteks kebudayan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen
pengajaran nilai-nilai budaya. Dari paparan terakhir dapat ditangkap bahwa pada
dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas
manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
17
Djamarah , Agama Dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta : Direktoral
Afinitas mengenai pendidikan dan kebudayaan terlihat dalam ciri khas
manusia sebagai makhluk simbolik.Hanya manusialah yang mengenal dan
memanfaatkan simbol-simbol didalam kelanjutan kehidupannya. Simbol-simbol itu
dapat kita lihat didalam kebudayaan manusia. Mengingat kebudayaan dilestarikan
dan dikembangkan melalui simbol-simbol maka semua tingkah laku manusia
terdiri dari, dan tergantung pada simbol-simbol tersebut. Sebaliknya kebudayaan
bisa lestari apabila memiliki daya kerja yang kuat dalam memberikan arahan para
pendukungnya.Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya
lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku.Sehingga secara
wujudnya,substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian
anggota-anggotanya.18
E. Manusia dan Kebudayaan
Ekstensi manusia didunia ini ditandai dengan upaya tiadahenti hentinya
untuk menjadi manusia. Upaya ini berlanggsung dalam dunia ciptaannya sendiri,
yang berbeda dengan dunia alamah yakni kebudayaan.Kebudayaan menempati
posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia, tak ada manusia yang dapat
hidup diluar ruang lingkup kebudayaan, kebudayaanlah yang memeberi nilai dan
makna pada hidup manusia, seluruh banggunan hidup manusia dan masyarakat
berdiri atas landasan kebudayaan. karena itu penting sekali artinya bagi kita untuk
memehami hakekat kebudayaan.
Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat –
bangsa di dunia ini memiliki kebudayaan, meskipun bentukdan coraknya berbeda-
beda dari masyaraka–bangsa yang satu kemasayarakat bangsa yang lainya,
kebudayaan secara jelas menampakan kesamaan kodrat manusiadari berbagai
suku, bangsa, dan ras. Orang bias mendefenisikan manusia dengan caranya
masing-masing, namun manusia sebagai cultural being , mahluk budaya
merupakan suatu fakta historis yang tak terbantahkan olehsiapapun juga,sebagai
cultural being, manusia adalah pencipta kebudayaan.Dan sebagai ciptaan
manusia,kebudayaan adalah ekspresi eksitensi manusia didunia.Pada kebudayaan,
manusia menampakan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah.
Manusia dan kebudayaan memang saling mengandaikan, adanya manusia
mengandaikan adanya kebudayaan, begitu pula sebaliknya, tanpa manusia tak aka
nada kebudayaan, manusia tak dapat melangsungkan hidupnya secara manusiawi.
Tanpa kebudayaan manusia tetap terjerat dalam determenisme absolute alam primer,
dan terkurung dalam“ kerajaan“ hewan. Tanpa kebudayaan, hidupdan prilaku
manusia tak berbeda dngan hidup dan prilaku hewan. padahal manusia dilahirkan
untuk merelisasikan diri menjadi manusia yang bermartabat luhur, dan bukan untuk
menjadi setaraf dengan hewan.
Demi perealisasian diri inilah manusia harus menciptakan suatu duniayang
khas baginya, yakni kebudayaan ; suatu dunia yang pada dasarnya di tandai dengan
E. Metode penelitian A. Tipe Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini maka tipe penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian Kualitatif, dengan srategi pendekatan deskripsi analisis. Strategi pendekatan ini diharapakan dapat mengungkap fakta dari berbagai pendapat guna mendapat pengertian yang jelas tentang makna dari fakta dan pendapat yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yakni sejak tanggal 23 mei – 18 juni.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mamala Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.
C. Sumber Data
1. Data Primer yaitu sumber yang diperoleh dari sumber-sumber Asli. Untuk mendapatkan data tersebut, maka peneliti akan memperoleh sumber data secara langsung di masyarakat melalu informan yang bisa dijadikan sebagai sumber data.
2. Data Sekunder yaitu data yang di peroleh bukan dari sumber asli. Data tersebut disusun sesuai dengan katagori atau klasifikasi menurut keperluan tertentu. Data tersebut di peroleh dari sumber bahan bacaan atau dokumentasi seperti surat kabar, serta dokumen resmi dari istansi pemerintah, dan beberapa hasil penelitian.19
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif terhadap para informan lebih bersifat selektif. Pengambilan subyek dalam penelitian ini diangkat berdasarkan kondisi pada masyarakat yang mengalami dan mengetahui tentang budaya Lumatau dalam kehidupan sehari-hari. Subyek yang diangkat antara lain para tokoh adat dan masyarakat setempat yang mengalami secara langsung proses pelaksanaan adat ab’dau.20
E. Teknik Pengumpulan Data
19
Lexy. J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2004.). hlm. 24.
20
Oleh karena bentuk penelitian ini adalah kualitatif bersama dengan sumber data yang ditetapkan maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi partisipatif: Dimana teknik ini dilakukan secara langsung oleh peneliti saat memperoleh kedalaman data, nampak adanya kondisi interaktif antara peneliti dan informan.
2. Wawancara mendalam, teknik ini dilaksanakan dengan struktur yang ketat dan formal dengan maksud agar informasi yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang cukup. Teknik ini akan dipandu dengan daftar pertanyaan yang ditujukan kepada para informan.
3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulkan data yang dilakukan dengan cara menganalisis data-data tertulis dalam dokumen-dokumen seperti catatan harian, transkip, surat kabar, buku, dan media cetak lainya.
F. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini peneliti perlu menjelaskan mekanisme kerja model analisis interaktif dalam penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh miles dan huberman bahwa yang nantinya akan dimanfaatkan dalam penyajian data. Untuk mempermudah pemahaman peneliti terhadap teknik analisa data tersebut di atas Maka. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
permasalahan penelitian terjawab melalui bukti-bukti empiris yang diperoleh di lapangan.
2. Reduksi data adalah: Proses mengubah rekaman kedalam pola, Fokus katagori, atau pokok permasalahan tertentu. Pada tahap ini data yang terkumpul dan terekam dalam catatan-catatan lapangan dirangkum dan diseleksi. Kegiatan ini juga menyangkut proses penyusunan data dalam berbagai fokus kategori, atau pokok permasalahan yang sesuai.
3. Pengambilan kesimpulan atau Verfikasi: dari proses reduksi data, penyajian data, peneliti menghasilkan pemahaman dan pengertian yang mendalam tentang keseluruhan data yang diolah. Pada tahap ini dicari kesimpulan dari data yang telah direduksi dan disajikan.21
21
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi, Abdul A’ala Dasar-dasar Islam, (Bandung, Pustaka, 1994), h. 107.
Djamarah , Agama Dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta : Direktoral Pendidikan
dan Kebudayaan,1998), him. 89.
Endang Syafruddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-pokok Pemikiran Tentang Islam, (Jakarta, Raja Wali, 1990), cet-2, h. 24.
Chabib, Tahoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm 18.
Hakim, Atang Abd Dan Mubarrok Jaih. Metodologi Study Islam (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2010). hlm.55.
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: CV, Diponegoro, 1996), h. 11.
.