• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ORGANISASI DAN MANAJEMEN TEORI B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ORGANISASI DAN MANAJEMEN TEORI B"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ORGANISASI DAN MANAJEMEN

TEORI BIROKRASI

MAX WEBER

Disusun Oleh

Novan Arifanto (1510201049) Aprilia Ayu Nugraheni (1510201042)

Nur Ma’rifah (1510201048) Fara Indah Damayanti (1510201054)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TIDAR

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Organisasi dan Manajemen ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Organisasi dan Manajemen.

Dalam kesempatan ini Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang sudah memberikan kesempatan untuk menyusun makalah ini, yaitu kepada Ibu Anisa selaku dosen Mata Kuliah Organisasi dan Manajemen yang sudah banyak membantu selama perkuliahan. Tidak lupa juga kepada teman-teman yang selalu menemani, membantu dan mendukung selama pembuatan makalah ini. Sehingga, makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas dari kerjasama semuanya.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Penyusun harapkan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Magelang, 17 Maret 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1 1.3 Tujuan 1

1.4 Manfaat 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Max Weber on Bureaucracy 3

2.2 Kritik atas Pandangan Weber mengenai Birokrasi 6 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Weberian 9

2.4 Analisa Teori Weberian terhadap Organisasi 11 BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN 13 DAFTAR PUSTAKA 15

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tipe ideal birokrasi Max Weber memuat sejumlah unsur sebagai berikut : Pembagian divisi pegawai yang terdefinisi secara jelas, Struktur otoritas impersonal, Memiliki jenjang hirarki, Bergantung pada aturan formal, Menggunakan sistem merit pada pegawai, Ketersediaan karir, dan Pemisahan jarak antara kehidupan sebagai anggota organisasi dan kehidupan pribadi. Max Weber menyatakan pula bahwa sebagai bentuk representasi organisasi, aktivitas birokrasi merupakan rasionalisasi aktivitas kolektif guna mencapai tingkatan tertinggi dari efisiensi.

Konsep-konsep birokrasi secara awam lekat dengan stempel “tak efektif”, “lambat”, “kaku”, bahkan “menyebalkan.” Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi menemui sejumlah kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain merupakan stereotipe yang sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya.

Pada materi ini, kita akan kembali kepada tema awal maksud dari gagasan birokrasi. Konsep birokrasi yang dikaji pada materi ini mengikut pada dua teoretisi yang cukup berpengaruh di bidang ini. Pertama adalah konsep birokrasi yang disodorkan Max Weber. Kedua adalah konsep birokrasi yang disodorkan oleh Martin Albrow.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, dapat disusun beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana Teori Birokrasi menurut Max Weber ?

2. Bagaimana kritik beberapa ahli terhadap Teori Birokrasi Max Weber ? 3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Teori Birokrasi Max Weber ? 4. Bagaimana analisa Teori Weberian terhadap organisasi ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakaang yang telah dipaparkan sebelumnya maka tujuan yang ingin dicapai dalampembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

(5)

3. Menjelaskan kritik beberapa ahli terhadap Teori Birokrasi Max Weber. 4. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari Teori Birokrasi Max Weber. 5. Menganalisa Teori Weberian terhadap organisasi.

1.4 Manfaat

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Max Weber on Bureaucracy

Sebelum masuk pada pandangan Weber soal Birokrasi ada baiknya ditinjau etimologi (asal-usul) konsep ini yang berasal dari kata “bureau”. Kata “bureau” berasal dari Perancis yang kemudian diasimilasi oleh Jerman. Artinya adalah meja atau kadang diperluas jadi kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau kantor. Di masa kontemporer, birokrasi adalah "mesin" yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang ada di organisasi baik pemerintah maupun swasta. Pada pucuk kekuasaan organisasi terdapat sekumpulan orang yang menjalankan kekuasaan secara kurang birokratis, dan dalam konteks negara, mereka misalnya parlemen atau lembaga kepresidenan.

Hal yang perlu disampaikan, Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di waktu hidup Weber, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.

Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi.

Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu:

(7)

2. tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;

3. jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);

4. aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;

5. anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;

6. pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;

7. administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan

8. sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, jika ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional. Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah sebagai berikut:

1. para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka;

2. terdapat hirarki jabatan yang jelas;

3. fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;

(8)

5. para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;

6. para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan;

7. pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat;

8. suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior);

9. pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos terbut, dan;

10. pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yang seragam.

Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan fenomena kontrol superordinat atas subordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi kekuatan absolut di tangan superordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka. Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut:

(9)

2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.

3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut.

4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.

5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

2.2 Kritik atas Pandangan Weber mengenai Birokrasi

(10)

Robert K. Merton. Dalam artikelnya “Bureaucratic Structure and Personality”, Merton mempersoalkan gagasan birokrasi rasional Weber. Bagi Merton, penekanan Weber pada reliabilitas (kehandalan) dan ketepatan akan menimbulkan kegagalan dalam suatu administrasi. Mengapa? Peraturan yang dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan, dapat menjadi tujuan itu sendiri. Selain itu, birokrat yang berkuasa akan membentuk solidaritas kelompok dan kerap menolak perubahan. Jika para pejabat ini dimaksudkan untuk melayani publik, maka norma-norma impersonal yang menuntun tingkah laku mereka dapat menyebabkan konflik dengan individu-individu warga negara. Apa yang ditekankan Merton adalah, bahwa suatu struktur yang rasional dalam pengetian Weber dapat dengan mudah menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan dan mengganggu bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Philip Selznick. Selznick mengutarakan kritiknya atas Weber tentang Disfungsionalisasi Birokrasi. Ia fokus pada pembagian fungsi-fungsi did alam suatu organisasi. Selznick menunjukkan bagaimana sub-sub unit mewujudkan tujuan organisasi secara keseluruhan. Pembentukan departemen-departemen baru untuk meniadakan kecenderungan lama, hanya akan memperburuk situasi karena akan muncul lebih banyak sub-sub unit tujuan.

Talcott Parsons. Parsons fokus pada kenyataan bahwa staf administrasi yang dimaksud Weber, telah didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional dan juga hak untuk memerintah. Atribut-atribut seperti itu, kilah Parsons, dapat memunculkan konflik di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk memastikan bahwa posisi dalam hirarki otoritas akan diiringi oleh keterampilan profesional yang sepadan. Akibatnya, timbul persoalan bagi angggota organisasi: Siapa yang harus dipatuhi? Orang yang memiliki hak untuk memerintah atau orang yang memiliki keahlian yang hebat?

(11)

Dua sikap yang berbeda terhadap peraturan ini memiliki pengaruh yang mencolok pada pelaksanaan organisasi yang efisien.

R.G. Francis dan R.C. Stone. Francis dan Stone melanjutkan kritik Gouldner dalam buku mereka Service and Procedure in Bureaucracy. Francis dan Stone menunjukkan bahwa walaupun literatur resmi tentang organisasi dapat melarang impersonalitas dan kesetiaan yang kuat pada prosedur yang sudah ditentukan, tetapi dalam prakteknya para staf birokrasi dapat menyesuaikan tindakan mereka dengan keadaan-keadaan yang cocok dnegan kebutuhan-kebutuhan individu.

Rudolf Smend. Smend sama seperti Weber, berasal dari Jerman. Ia mengeluhkan bahwa Weber bertanggung jawab terhadap kesalahpahaman pemahaman tentang administrasi sebagai mesin rasional. Sementara pada pejabatnya hanyalah mengemban fungsi-fungsi teknis. Hakim dan pejabat administrasi bukan merupakan etres inanimes. Mereka adalah makhluk berbudaya (gestig) dan makhluk sosial yang secra aktif mengemban fungsi-fungsi tertentu di dalam keseluruhan budaya. Apa yang dilakuka oleh manusia-manusia seperti itu ditentukan oleh keseluruhan budaya, yang diorientasikan melalui fungsi-fugnsinya, dan pada gilirannya membantu menentukan hakikat dari seseluruhan budaya tersebut. Dalam menerangkan hal ini, Smend menambahkan, masuk akal jika orang-oorang sosialis mengeluhkan “keadilan yang borjuistis.”

Reinhard Bendix. Bendix berpendapat bahwa efisiensi organisasi tidak dapat dinilai tanpa mempertimbangkan aturan-aturan formal dan sikap-sikap manusia terhadapnya. Dalam bukunya Higher Civil Servants in American Society, Bendix membantah adanya kemauan mematuhi undang-undang tanpa campur tangan dari nilai-nilai sosial dan politik yang umum. Semua peraturan diterapkan pada kasus-ksus tertentu, dan dalam menentukan apakah suatu kasus berada di bawah peraturan, seorang pejabat arus mengemukakan alasan-alasan yang dapat dijadikan pertimbangan. Dalam membuat pertimbangannya, pejabat menemukan suatu dilema. Di satu sisi, jika terlalu tunduk dengan undang-undang ia secara populer disebut bersikap birokratis. Tetapi, di sisi lain, jika ia terlalu percaya pada inisiatif semangat kemanusiaan, sepanjang hal itu tidak tertulis di dalam kitab perundang-undangan, maka tindakannya secara populer disebut sebagai suatu penyalahgunaan kekuasaan, karena mencampuri hak prerogatif badan legislatif.

(12)

faktor-faktor di luar peraturan harus dipertimbangkan oleh ilmuwan sosial dalam menginterpretasikan tindakan pejabat. Kemungkinan interpretasi ini menggambarkan perlunya pilihan untuk digunakan sebagai pertimbangan setiap administrator. Ini berlawanan dengan pendapat Weber, yang membenarkan birokrati untuk menghindari semua tanggung jawab atas tindakannya. Bagi Friedrich, seorang birokrat bisa bertindak di luar ketentuan teknis, ataupun menurut instruksi. Friedrich, sebab itu, mengkritik Weber karena mengabaikan tanggung jawab tersebut. Ia menganggap penekanan Weber terhadap otoritas membuat organisasi sosial jadi menyerupai organisasi militer. Ia menghalangi setiap jenis konsultasi, dan hanya mengandalkan pola kooperatisme.

Peter Blau. Bagi Blau, dalam bukunya The Dynamic of Bureaucracy, pandangan yang fleksibel tetap harus berlangsung di organisasi rasional sekalipun (birokrasi). Di dalam lingkungan yang berubah, pencapaian atas tujuan organisasi bergantung pada perubahan secara terus-menerus di dalam struktur birokrasi. Karena itu, efisiensi tidak dapat dijamin dengan membelenggu pejabat melalui seperangkat undang-undang yang kaku. Hanya dengan membolehkan pejabat mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi sebagai suatu keseluruhan, dan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan persepsinya tentangng keadaan yang berubah, maka akan dihasilkan suatu administrasi yang efisien.

R. V. Presthus, W. Delaney, Joseph Lapalombara. Presthus mengamati kecenderungan birokrasi di negara-negara non Barat. Ia menganggap konsep birokrasi Weber belum tentu cocok bagi lingkungan non Barat. Ia menemukan bahwa pada industri batubara di Turki, dorongan-dorongan ekonomis dan material untuk melakukan usaha tidaklah seefektif dengan mereka yang mengusahakan hal yang sama di Barat. Kesimpulan kontra Weber juga dikemukakan W. Delaney. Bagi Delaney, administrasi bercorak patrimonial justru mungkin saja cocok bagi masyarakat dengan pembagian kerja yang sederhana dan tradisional. Juga, Joseph Lapalombara menemukan fakta bahwa birokrasi ala Cina dan Rusia lebih efektif ketimbang birokrasi Weber.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Weberian

Kelebihan Birokrasi Weberian :

(13)

2. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam.

3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan dari Max Weber

a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.

b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.

c. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.

d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.

4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik Pentingnya Birokrasi

(14)

b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security and loyalty".

c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1) bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.

Kelemahan Birokrasi Weberian :

1. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi Weber a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal: 1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional 2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki 3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi 4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained incapacity''.

(15)

2.4 Analisa Teori Weberian terhadap Organisasi

Weber membedakan suatu kelompok kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Kelompok kerjasama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan yang dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang konstan baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai administrasi. Berikut adalah unsur-unsur propertis organisasi atau kelompok kerjasama:

1. Organisasi merupakan tata hubungan sosial

Dalam hal ini seorang individu melakukan proses interaksi sesamanya di dalam organisasi tersebut.

2. Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu

Seorang individu yang melakukan hubungan interaksi tidak didasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi mereka dibatasi oleh peraturan tertentu.

3. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan yang membedakan dengan kumpulan kemasyarakatan lainnya

Tata aturan ini menyusun proses interaksi antara orang-orang yang bekerja sama didalamnya, sehingga interaksi tersebut tidak muncul begitu saja. 4. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang terstruktur

Didalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi tertentu.

(16)

mudah untuk diwujudkan. Adapun para individu harus paham dan patuh terhadap peraturan-peraturan organisasi sehingga mereka tidak bertindak semaunya sendiri dalam menjalankan tugasnya di suatu organisasi. Pada hakekatnya sifat kerjasama dalam organisasi ini lebih bercorak asosiatif dan bukan kerjasama yang komunal atau kerjasama seperti dalam keluarga. Jadi terlihat jelas antara atasan dan bawahan. Contoh kasus: Deni adalah seorang mandor di sebuah pabrik plastik. Ia sangat menghormati dan menghargai Joni yang merupakan atasannya, meskipun usianya lebih muda dari Deni. Sedangkan kepada Pak Markus, Deni bisa bertindak semaunya, dikarenakan Pak Markus merupakan bawahannya. Hubungan ketiga orang tersebut telah ditentukan menurut struktur formal yang ditetapkan oleh organisasinya. Adanya hubungan semacam ini membuat seseorang menghargai orang lain dengan melihat bagaimana kedudukan, pangkat, dan jabatan seseorang. Hal tersebut tidak di dasarkan atas orang sebagai manusia dengan kata lain hubungan tersebut dalam organisasi ditentukan oleh kriteria siapa orang tersebut dan bukan ditentukan oleh apa yang bisa dikerjakan oleh orang tersebut. Dalam hubungan ini simbol memegang peranan penting, orang yang mempunyai simbol mempesona misalnya pangkat, jabatan, kedudukan atau pun kekayaan akan dihargai oleh orang lain. Sebaliknya orang yang tidak memiliki simbol tersebut sulit mendapat tempat dalam panggung penghargaan. Dalam model birokrasi Weberian memang tidak memberikan kesempatan informalitas masuk dalam tatanan organisasi. Sehingga organisasi diatur sebagai mesin yang bergerak menurut aturan-aturan yang sudah ditentukan.

BAB III PENUTUP

3.1KESIMPULAN

 Pertama. Weber tidak pernah secara spesifik membangun sebuah teori birokrasi. Weber hanya mengamati organisasi negara yang dijalankan sebuah dinasti di masa hidupnya. Birokrasi tersebut bercorak patrimonial sehingga tidak efektif di dalam menjalankan kebijakan negara. Sebab itu, Weber membangun pengertian birokrasi sebagai sebuah organisasi yang legal rasional.

(17)

diterjemahkan sebagai penciriannya atas birokrasi sebagai sebuah organisasi yang lega-rasional.

 Ketiga. Weber juga telah membangun 10 ciri staf yang bekerja di dalam birokrasi sebagai sebuah organisasi yang bersifat legal-rasional. Ke-10 ciri tersebut kini melekat pada sifat pejabat yang kita sebut sebagai birokrat.

 Keempat. Weber juga telah memahami dampak negatif dari akumulasi kekuasaan orang di dalam birokrasi. Sebab itu, Weber menyodorkan 5 mekanisme yang mudah-mudahan dapat mencegah efek negatif kekuasaan orang-orang yang ada di dalam sebuah birokrasi.

 Kelima. Konsepsi Weber tentang birokrasi menghadapi kritik tajam dari sejumlah ahli. Para ahli tersebut berkisar pada sosiolog, teoretisi manajemen, hingga praktisi administrasi negara. Secara garis besar, keberatan pada tipikal birokrasi Weber berkisar pada masalah rasionalitas kerja orang-orang yang ada di dalam birokrasi. Peraturan mungkin saja rasional, tetapi oknum yang menjalankan aturan tersebut sangat manusiawi dan sukar untuk dinyatakan selalu rasional.

 Keenam. Martin Albrow, setelah mengkritisi pendapat Weber, membangun 7 konsepsinya mengenai birokrasi. Konsepsi-konsepsinya tersebut adalah : (1) Birokrasi sebagai organisasi rasional; (2) Birokrasi sebagai inefesiensi organisasi; (3) Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan para pejabat; (4) Birokrasi sebagai administrasi negara (publik); (5) Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat; (6) Birokrasi sebagai suatu organisasi; dan (7) Birokrasi sebagai masyrakat modern.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Hafusi Jonathan Mavanyisi, The Nature of Political Control over the Bureaucracy with Reference to the Northern Province, Thesis Master Degree on Public Administration, University of South Africa, 2002.

John Toye, Modern Bureaucracy, Research Paper No. 2006/52, Unived Nations University, May 2006.

Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet.3, 2004)

(19)

Referensi

Dokumen terkait

besar dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi adalah faktor di luar kekuasaan manager yang dikenal sebagai perspektif simbolis terhadap manajemen...

Organisasi Proyek Matriks adalah organisasi proyek murni yang melekat pada divisi fungsional pada organisasi induk sehingga pada dasarnya menggabungkan kelebihan

Untuk itu penulis mengangkat sebuah judul buku yaitu Organisasi Birokrasi dan Manajemen Pemerintahan, yang merupakan hasil dari pengamatan dan penelitian selama

Unsur dalam organisasi adalah tata kelola yang disebut dengan manajemen Islam sebagai wadah dan proses yang dilakukan bersama-sama dengan cara-cara yang sama yang

Organisasi adalah merupakan suatu wadah atau tempat dimana orang-orang dapat bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh

Permasalahan yang sering muncul dalam masyarakat dan menjadi topik yang hangat saat adalah perseteruan antara perusahaan sebagai organisasi bisnis dan karyawan

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh