• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAPS UNTUK CLUSTERING KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DESA DI KABUPATEN MAGETAN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAPS UNTUK CLUSTERING KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DESA DI KABUPATEN MAGETAN 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

234 | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAPS UNTUK CLUSTERING

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DESA DI KABUPATEN

MAGETAN 2014

Kanthi Wulandari, Akhmad Fauzy

Program Studi Statistika, FMIPA Universitas Islam Indonesia kanthiwuland@gmail.com

ABSTRAK. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup dalam kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupun kuantitasnya. Penduduk miskin memiliki resiko tinggi dan rentan terhadap kerawanan pangan. Meskipun di Kabupaten Magetan mendapatkan penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara tahun 2011, namun persentase kemiskinan pada tahun 2012 meningkat yakni 12,19%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik desa pada masing-masing cluster. Indikator yang digunakan adalah jumlah warung/toko kelontong, persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, jumlah penderita gizi buruk, jumlah kematian bayi dan ibu saat melahirkan, jumlah sarana/fasilitas kesehatan. Metode yang digunakan adalah clustering dengan Self Organizing Maps. Hasil analisis terbentuk 6 cluster, yakni cluster 1 sejumlah 3 desa, cluster 2 sejumlah 210 desa, cluster 3 sejumlah 6 desa, cluster 4 sejumlah 11 desa, cluster 5 sejumlah 3 desa, dan cluster 6 sejumlah 2 desa.

Kata Kunci: Pangan, Cluster, Self Organizing Maps

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan (Sofiati, 2009). Di Indonesia, UU No. 18 tahun 2012 mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kondisi sebaliknya dari ketahanan pangan adalah kerawanan pangan, menurut Undang-undang nomor 7 tahun 1996 kondisi rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup dalam kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Kabupaten Magetan adalah salah satu kabupaten yang berada pada kondisi tahan pangan jika dianalisis berdasarkan kecamatan-kecamatan yang ada. Hasil analisis menunjukkan bahwa 18 kecamatan di Kabupaten Magetan berada pada prioritas 6 atau dalam tingkatan tahan pangan. Berbeda dengan analisis yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pusat pada tahun 2010, terdapat dua kecamatan di Kabupaten Magetan yang berada di peringkat 1 atau dalam tingkatan sangat rawan pangan (BKP Jatim, 2015).

(2)

penyusunan FSVA kabupaten, penduduk miskin adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan dan kerentanan pangan suatu daerah. Penduduk miskin memiliki resiko tinggi dan rentan terhadap kerawanan pangan. Kemiskinan menyebabkan rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi anggota rumah tangganya untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang produktif (Sofiati, 2009).

Dalam rangka membantu pemerintah menentukan kebijakan, dilakukan segmentasi dan identifikasi kondisi ketahanan pangan di Magetan dengan cara membuat segmentasi berdasarkan faktor-faktor homogenitas ketahanan pangan. Salah satu cara yang dilakukan untuk identifikasi tersebut melalui pemetaan profil wilayah atau clustering. Tujuan utama dari metode cluster adalah pengelompokan sejumlah data/obyek ke dalam cluster (group) sehingga dalam kelompok cluster akan berisi data yang semirip mungkin. Clustering digunakan untuk menempatkan obyek yang mirip (jaraknya dekat) dalam satu cluster dan membuat jarak antar cluster sejauh mungkin (Santosa, 2007).

Analisis cluster yang digunakan dalam tulisan ini merupakan analisis cluster dalam data mining, yaitu Self Organizing Maps (SOM). SOM merupakan algoritma yang efektif dalam memvisualisasikan data berdimensi tinggi dengan cara mereduksi dimensinya dari sebuah input n-dimensi ke n-dimensi yang lebih rendah dengan tetap mempertahankan hubungan topologi aslinya. Selain itu SOM merupakan pendekatan non parametrik yang tidak membutuhkan asumsi terkait distribusi populasi. Dari hasil analisis situasi ketahanan dan kerentanan pangan sampai dengan wilayah desa diharapkan menjadi manfaat bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dan tepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, sehingga dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat.

METODE PENELITIAN

Populasi pada penelitian ini adalah data ketahanan dan kerentanan pangan yang ada di Kabupaten Magetan yang meliputi 235 desa. Dalam penelitian ini data ketahanan dan kerentanan pangan yang digunakan adalah data tahun 2014 yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Magetan. Alat bantu yang digunakan untuk analisis data adalah software R i386 3.1.2 dan Quantum GIS untuk pemetaan.

Penelitian ini menggunakan indikator ketahanan dan kerentanan pangan tingkat desa sebagai variabel dalam penelitian:

a. Jumlah warung atau toko kelontong

Jumlah warung/toko kelontong adalah tempat usaha untuk menjual barang keperluan sehari-hari termasuk pangan didalamnya secara eceran tanpa ada system pelayanan mandiri. Jumlah warung/toko kelontong diasumsikan sebagai tempat penyimpanan atau penyedia pangan (stok pangan), semakin banyak jumlah warung/toko kelontong semakin banyak ketersediaan pangannya.

b. Persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan

Persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan, menunjukkan ketidakmampuan untuk mendapatkan kecukupan pangan , karena rendahnya daya beli atau ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dll. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut (Sarabella, 2005).

c. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

Tersedianya fasilitas listrik di suatu wilayah akan membuka peluang yang lebih besar untuk akses pekerjaan. Ini juga merupakan indikasi kesejahteraan suatu wilayah atau rumah tangga.

(3)

236 | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang

Manfaat fasilitas kesehatan sangat penting untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) penduduk dan dengan demikian akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyerap makanan ke dalam tubuh dan memanfaatkannya. Akses yang lebih dekat ke fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedic, dan sebagainya) merupakann indikator yang sangat penting untuk menunjukkan bagaimana rumah tangga mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan/Puskesmas.

e. Jumlah penderita gizi buruk

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang sangat baik digunakan pada kelompok Penyerapan Pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah situasi ketahanan pangan rumah tangga, status gizi dan kesehatan ibu, pendidikan ibu, pola asuh anak, akses terhadap air bersih, akses terhadap pelayanan kesehatan yang tepat waktu. f. Jumlah kematian balita dan ibu melahirkan

Jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan adalah jumlah kematian balita (usia dibawah 5 tahun) dan ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas (40 hari setelah persalinan).

Analisis Cluster merupakan salah satu dari teknik penggerombolan peubah ganda (multivariate) yang tujuan utamanya adalah mengelompokkan objek berdasarkan atas kriteria yang dimiliki. Analisis gerombol mengelompokkan objek, sehingga antara satu objek dengan objek lainnya yang terletak dalam satu gerombol akan memiliki kesamaan tinggi yang sesuai dengan kriteria pemilihan yang ditentukan. Hasil dari pengelompokkan harus memperlihatkan keragaman yang homogen di dalam gerombol dan keragaman yang heterogen antar gerombol yang terbentuk (Hair dalam Thaha, 2013).

Algoritma Self Organizing Map (SOM) merupakan suatu metode JST yang diperkenalkan oleh Teuvo Kohonen pada tahun 1980-an. SOM merupakan salah satu bentuk topologi dari Unsupervised Artificial NeuralNetwork (Unsupervised ANN) dimana dalam proses pelatihannya tidak memerlukan pengawasan (Target keluaran) SOM yang digunakan untuk mengelompokkan (clustering) data berdasarkan karakteristik/fitur-fitur data (Shieh dan Liao, 2012).

Metode ini memungkinkan untuk menggambarkan data multidimensi ke dalam dimensi yang lebih kecil, biasanya satu atau dua dimensi. Proses penyederhanaan ini dilakukan dengan mengurangi vektor yang menghubungkan masing-masing node. Cara ini disebut juga dengan Vektor Quantization. Teknik yang dipakai dalam metode SOM dilakukan dengan membuat jaringan yang menyimpan informasi dalam bentuk hubungan node dengan training set yang ditentukan (Annas,et al, 2007).

Pada jaringan ini suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan masukan nilai tertentu dalam suatu kelompok yang dikenal dengan istilah cluster. Selama proses penyusunan diri, cluster yang memiliki vector bobot paling cocok dengan pola masukan (memiliki jarak yang paling dekat) akan terpilih sebagai pemenang. Neuron yang menjadi pemenang beserta neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki bobot-bobotnya. Apabila ingin dibagi data-data menjadi K-cluster , maka lapisan komperatif akan terdiri atas K buah neuron (Yunus, 2014).

Berikut adalah langkah-langkah algoritma SOM (Siang, 2005):

1. Mengisikan bobot antar neuron input dan output𝑤𝑖𝑗 dengan nilai random 0 sampai 1, 2. Menetapkan parameter learning rate(ƞ),

3. Memilih salah satu input dari vektor input yang ada,

(4)

5. Mencari nilai terkecil dari seluruh bobot (𝑑𝑗). Index dari bobot (𝑑𝑗) yang paling mirip disebut winning neuron,

6. Memperbarui setiap bobot µ𝑖𝑗 dengan menggunakan rumus:

𝑤𝑗𝑖 𝑛𝑒𝑤= 𝑤𝑗𝑖 𝑜𝑙𝑑+ ƞ (𝑥𝑗 –𝑤𝑗𝑖 𝑜𝑙𝑑) (2) 7. Memperbarui learning rate,

8. Menyimpang bobot yang telah konvergen,

9. Mengulangi langkah 6 sampai dengan langkah 7 hingga tidak ada perubahan pada bobot map atau telah mencapai iterasi atau epoch maksimal.

Kondisi penghentian iterasi adalah selisih antara 𝑤𝑗𝑖 saat itu dengan 𝑤𝑗𝑖 pada iterasi sebelumnya. Apabila semua 𝑤𝑗𝑖 hanya berubah sedikit saja, berarti iterasi sudah mencapai konvergensi sehingga dapat dihentikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap kecamatan di Kabupaten Magetan, dengan tabel rata-rata yang menggambarkan kondisi tiap kecamatan berdasarkan variabel ketahanan dan kerentanan pangan tingkat desa yakni jumlah warung/toko kelontong, persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, jumlah penderita gizi buruk, jumlah kematian bayi dan ibu saat melahirkan, jumlah sarana/ fasilitas kesehatan. Sedangkan, analisis deskriptif yang menggambarkan karakteristik tiap desa dapat dilihat pada lampiran 3. Berikut adalah tabel rata-rata variabel ketahanan dan kerentanan pangan setiap kecamatan di Kabupaten Magetan:

Tabel 1. Rata-rata Variabel di Wilayah Kecamatan

No Kecamatan Jumlah

(5)

238 | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang

warung/toko kelontong kecamatan yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kecamatan Parang, sedangkan rata-rata terendah adalah Kecamatan Nguntoronadi.

Variabel persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, Kecamatan Kartoharjo merupakan kecamatan yang memiliki rata-rata persentase penduduk dengan garis kemiskinan yang tinggi dibanding kecamatan lain, sedangkan rata-rata terendah adalah Kecamatan Magetan. Rata-rata variabel persentase rumah tangga tanpa akses listrik di Kabupaten Magetan adalah 0,35% hal ini menunjukkan fasilitas listrik sudah dapat diakses oleh rumah tangga di wilayah Kabupaten Magetan. Kecamatan yang memiliki rata-rata persentase rumah tangga tanpa akses listrik terbanyak adalah Kecamatan Karangrejo, untuk kecamatan yang lain memiliki rata-rata persentase rumah tangga tanpa akses listrik sekitar 0-1 %.

Variabel jumlah sarana/fasilitas kesehatan kecamatan yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kecamatan Magetan dengan rata-rata jumlah sarana kesehatan adalah 9, sedangkan Kecamatan Nguntoronadi dan Kecamatan Kawedanan memiliki rata-rata jumlah sarana terendah dibanding kecamatan lain yakni sejumlah 5. Variabel jumlah penderita gizi buruk di Kabupaten Magetan memiliki rata-rata sejumlah 3, Kecamatan yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kecamatan Ngariboyo yakni sejumlah 10. Rata-rata jumlah penderita gizi buruk yang terendah yakni di Kecamatan Sidorejo yang tidak memiliki jumlah penderita gizi buruk Variabel jumlah kematian bayi dan ibu meninggal saat melahirkan di Kabupaten Magetan memiliki rata-rata sejumlah 1, kecamatan yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kecamatan Lembeyan dengan rata-rata 3. Rata-rata jumlah kematian bayi dan ibu saat melahirkan berjumlah 0 berada di Kecamatan Poncol, Magetan, Ngariboyo, Sidorejo, Maospati, Karangrejo, dan Kartoharjo.

Penilaian ketahanan pangan dan kerawanan pangan dikategorikan menjadi enam prioritas, yakni prioritas 1 merupakan wilayah sangat rawan pangan, prioritas 2 wilayah rawan pangan, prioritas 3 wilayah agak rawan pangan, prioritas 4 wilayah cukup tahan pangan, prioritas 5 wilayah tahan pangan, dan prioritas 6 wilayah sangat tahan pangan (DKP dan WFP dalam Khaira, 2012).

Pada algoritma Self Organizing Maps, dibutuhkan iterasi untuk mendapatkan hasil pengelompokan terbaik. Gambar dibawah ini menjelaskan banyaknya training progress yang menunjukkan banyaknya iterasi dan berdampak terhadap jarak rata-rata ke unit terdekat yang semakin kecil. Dapat dilihat bahwa iterasi menunjukkan ke-konvergen-an mulai saat iterasi ke 300.

Gambar 1. Training Progress

(6)

Gambar 2. Fan Diagram

Berdasarkan output pada gambar 2 dapat dilihat fan diagram menggunakan tampilan rectangular grid 6x6. Diagram di atas dibentuk berdasarkan hasil olah data menggunakan algoritma kohonen menggunakan 6 variabel. Fan diagram menunjukkan distribusi dari variabel pada peta. Pada gambar 2 tersebut dapat diketahui visualisasi dan pewarnaan untuk masing-masing variabel: Jumlah warung/toko (toko) diberi warna hijau tua, persentase penduduk miskin diberi warna hijau muda, persentase rumah tangga tanpa akses listrik (persentase tanpa listrik) diberi warna kuning, jumlah sarana/ fasilitas kesehatan (jumlah tempat kesehatan) diberi warna orange, jumlah penderita gizi buruk (gizi buruk) diberi warna pink, jumlah kematian bayi dan ibu saat melahirkan (balita dan ibu) diberi warna putih. Pola dapat dilihat dengan memeriksa warna yang dominan pada hasil output fan diagram.

Gambar 3. Hasil Cluster SOM

Berdasarkan gambar 5.8 di atas proses memahami diagram di algoritma SOM adalah ketika diagram telah memiliki suatu warna dan diberi batasan dengan vektor-vektor yang tervisualisasi dalam plot pemetaan. Model yang terbentuk dengan algoritma kohonen kemudian dibentuk menjadi 6 cluster dengan metode hierarki cluster. Dari masing-masing cluster yang terbentuk memiliki karakteristik tersendiri. Penomoran cluster tidak menunjukkan tingkatan. Berikut adalah karakteristik dari masing-masing cluster:

a. Cluster 1, dengan lingkaran berwarna biru muda, memiliki karakteristik rumah tangga tanpa akses listrik yang tinggi, persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan yang sedang.

Cluster 4

Cluster 1

Cluster 3

Cluster 6

Cluster 2

(7)

240 | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang

b. Cluster 2, dengan lingkaran berwarna hijau muda, memiliki karakteristik penderita gizi buruk yang tinggi, persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan, jumlah warung/toko kelontong, jumlah sarana/fasilitas kesehatan yang rendah

c. Cluster 3, dengan lingkaran berwarna ungu, memiliki karakteristik persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan yang tinggi, jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan, jumlah penderita gizi buruk yang rendah.

d. Cluster 4, dengan lingkaran berwarna orange, memiliki karakteristik jumlah sarana/fasilitas kesehatan yang tinggi, jumlah warung/toko kelontong yang rendah.

e. Cluster 5, dengan lingkaran berwarna hijau tua, memiliki karakteristik jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan yang tinggi, jumlah penderita gizi buruk, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, jumlah sarana/fasilitas kesehatan yang rendah.

f. Cluster 6, dengan lingkaran berwarna biru tua, memiliki karakteristik jumlah warung/toko kelontong yang tinggi, persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan yang sedang, jumlah penderita gizi buruk, jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan yang rendah.

Tabel 2. Jumlah dan Anggota Kelompok SOM

Cluster Jumlah Anggota Anggota Kelompok

1 3 Sambirambe, Prampalan,

Rejomulyo_Panekan

2 210 Gonggang, Cileng, Sombo, Sumbersawit

3 6 Mojorejo, Semen, Kleco, Klagen

Gambiran, Pandeyan, Baluk

4 11 Alastuwo, Nguri, Maospati, Kraton,

Temboro, Selosari, Magetan, Tambran, Kepolorejo, Tawanganom, Plaosan

5 3 Pupus, Taji, Sumberagung

6 2 Parang dan Genengan

Pengelompokan berdasarkan Analisis SOM kemudian dibuat peta, dengan hasil seperti di bawah ini.

Gambar 4. Pemetaan Pengelompokkan Desa dengan SOM

(8)

tidak menunjukkan prioritas ketahanan dan kerentanan pangan pada desa, namun warna-warna tersebut disesuaikan dengan warna pada hasil cluster gambar 3.

PENUTUP

Algoritma Self Organizing Maps dapat diimplementasikan dalam hal clustering ketahanan dan kerawanan pangan desa di Kabupaten Magetan. Berdasarkan hasil analisis terbentuk 6 cluster dengan karakteristik yang berbeda-beda dan hasilnya dapat divisualisasikan dengan baik, dengan tetap mempertahankan hubungan topologi aslinya.

Adapun saran yang diberikan penulis khususnya bagi pengambil kebijakan yakni diharapkan dapat memberikan program yang sesuai dengan karakteristik setiap cluster berdasarkan hasil analisis.

DAFTAR RUJUKAN

Anas S, Kanai T, Koyama S. 2007. Principal component analysis (PCA) and Self-organizing mas (SOM) for visualizing and classifying fire risks in forest regions. Osaka Prefecture University, Japan. Agricultural Information Research 16(2): 44-51

Anis, Yunus dkk. 2014. Penerapan Metode Self-Organizing Map (SOM) Untuk Visualisasi Data Geospasial Pada Informasi Sebaran Data Pemilih Tetap. Jurnal sistem Informasi Bisnis.

Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Magetan. 2014. Data Rawan Pangan. BKP Magetan. Magetan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan. 2015. Kabupaten Magetan dalam Angka Kabupaten

Magetan Dalam Angka. Diakses di http://bps.go.id/ pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.47 Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2012. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan Garis

Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2012. Diakses di http://jatim.bps.go.id pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 22.23

Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013. Diakses di http://jatim.bps.go.id pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 22.24

Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2014. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2014. Diakses di http://jatim.bps.go.id pada tanggal 6 Februari 2016 pukul 5.54

Bappenas. 2015. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Bappenas. Jakarta.

Khaira, Ulfa. 2012. Integrasi Self-Organizing Maps Dan Algoritme K-Means Untuk Clustering Data Ketahanan Pangan Kabupaten di Wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Jurusan Komputer. Institut Pertanian Bogor.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten. BKP Kabupaten Magetan. Magetan

Radarmadiun. 2012. Ketahanan Pangan Magetan Terbaik. http://kotamagetan.com/ketahanan-pangan-magetan-terbaik.html diakses pada tanggal 21 Februari 2016 pukul 11.36

Santosa, Budi. 2007. Data Mining Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta

Sarabella. 2005. Model Persamaan Struktural Kerawanan Pangan. Tesis. Jurusan Statistika. Institut Pertanian Bogor.

(9)

242 | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang

Sofiati, Erna Luciasari. 2009. Analisis Kerawanan Pangan Di Tingkat Kecamatan Kota Bogor. Tesis. Jurusan Manajemen Ketahanan Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Variabel di Wilayah Kecamatan
Gambar 1. Training Progress
Gambar 3. Hasil Cluster SOM
Tabel 2. Jumlah dan Anggota Kelompok SOM

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, analisis regresi berganda digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah (X1), Sumber Daya Manusia

Dalam fase ini akan terjadi proses dialog antara pappakarawa (orang yang menuntun) dan memberikan kenang-kenangan kepada penjaga pintu , jika tawaran dan kenang-kenangan

(Questioning), masyarakat belajar (learning Community), pemodelan (modelling), Reflektif (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). 1) Kontruktivisme

Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja

sajikan, pelayan harus memberikan pelayanan yang baik, cepat dan tanggap, dalam hal ini menyajikan menu makanan tentunya akan membuat pelayan memberikan catalog

Xu dan Chang (2007) telah mengekstraksi antioksidan total tanaman dari jenis kacang- kacangan dengan cara maserasi menggunakan beberapa jenis pelarut, yaitu 80% aseton, 50% aseton,

Tugas Akhir ini akan membahas perhitungan perencanaan tebal konstruksi perkerasan lentur menggunakan metode Bina Marga (Analisis Komponen) dan konstruksi perkerasan kaku

minimal pada ledakan amarah, kecuali untuk memastikan keamanan anak dan orang lain. Hal yang perlu diingat adalah tujuan dari perilaku itu adalah agar anak memperoleh apa