• Tidak ada hasil yang ditemukan

NEKA HEMONG WAE REBO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NEKA HEMONG WAE REBO"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

Ada 7 Mbaru Niang kerucut, dibalut dengan ijuk

dan alang-alang, menjadi tempat berteduh.

Tempat itu dikenal dengan nama Wae Rebo.

NEKA

HEMONG

WAE REBO

BULOK

MBARU NIANG NAN KOKOH

KOMUNITAS

COFER

O

NE

PROFIL

NUGIE “THE DANCE COMPANY”

ED

ISI

17

Free M agazi

(2)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

1

CATPER

15 MENCECAP KEHANGATAN WAE REBO

GALERI

25 FOTO WAE REBO

PENGANAN

43 TIMPHAN

AKSESORIS

46 GADGET SUPPORTING TOOLS

TIPS

47 MANFAATKAN COLOKAN LISTRIK

RESENSI

49 PESAN DARI WAE REBO

JEDA

51 SOLO BACKPACKIN? KENAPA TIDAK?

INTERAKSI

NEKA HEMONG WAE REBO

Tersebutlah sebuah lembahdi Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Tepatnya di Kecamatan Satar Mese Barat, kabupaten Manggarai.

11

PANDU

MENUJU WAE REBO

Sampai di Dintor umumnya sudah sore atau malam hari, sehingga perlu menginap lagi semalam di sini.

WEBSITE

WAE REBO DESTINASI LUAR biasa. Di sini ada peman-dangan indah, kearifan lokal, tradisi yang kuat, serta kesederha-naan dan keramahan penduduknya.

Tentu ada pelajaran hidup yang dapat dipetik dalam setiap perjalanan, terlebih di Wae Rebo ini. Persiapkan dirimu untuk jatuh cinta dengan Wae Rebo!

Selamat ulang tahun Indonesiaku ke 67!! Semoga alammu tetap terjaga dan dapat dinikmati hingga generasi setelah kami.

Tak lupa kami mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, Maaf Lahir Batin bagi BM Readers yang merayakannya. Sempatkan liburan di libur lebaran ya. Selamat makan ketupat!

REDAKSI

Redaksi menerima saran, kritik, dan artikel dari BM Readers

yang bisa dikirim melalui alamat email kami.

(3)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

NEKA HEMONG

W A E R E B O

ORDINAT

TERSEBUTLAH SEBUAH LEMBAH di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Tepatnya di Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai. Terdapat tujuh rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut besar, dibalut ijuk dan alang-alang, men-jadi tempat berteduh para penghuninya. Tempat itu dikenal dengan nama Wae Rebo.

OLEH: AMBAR ARUM| FOTO: IKA SOEWADJI, FLORES EXOTIC TOURS, MARTINUS ANGGO

(4)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

5 6

Tidak banyak yang mengenal Wae Rebo, penduduk yang ada dalam satu kabu-paten pun belum tentu tahu tentang Wae Rebo, apalagi berkunjung ke sini. Sementara itu, sudah banyak sekali orang dari negara asing keluar masuk kampung ini.

Ketenangan, kesederhanaan, dan ke-hangatan penduduk, serta keindahan alamnya menjadi daya tarik utama yang menjadikan Wae Rebo populer, sementara bagi wisatawan asing. Mayoritas penduduk Wae Rebo beragama Kato-lik, namun mereka masih memegang teguh adat dan tradisi kepercayaan leluhur.

LINGKARAN BERPUSAT

Sawah di Waerebo berbentuk ling-karan, dengan banyak garis yang sama-sama

menuju pusat lingkaran, mirip seperti sarang laba-laba. Pola lingkaran berpusat seperti itu juga tampak di tujuh rumah Mbaru Niang, dengan batu besar di tengah-tengahnya sebagai titik pusat.

Bangunan Mbaru Niang pun berben-tuk kerucut, yang apabila dilihat dari atas, juga

membentuk lingkaran, dengan satu titik pusat di tengahnya. Pegunungan dan hutan berdiri gagah melingkar, membentuk lembah, semen-tara di tengah-tengahnya terdapat Wae Rebo. Lagi-lagi lingkaran berpusat.

Lingkaran berpusat menjadi semacam ciri khas Wae Rebo. Titik tengah atau pusat dianggap begitu sakral. Di tiang utama Mbaru Niang (bongkok) misalnya, diletakkan sesajen untuk leluhur. Sementara batu di tengah-te-ngah bangunan Mbaru Niang yang melingkar merupakan tempat untuk melakukan upacara adat. Lingkaran berpusat dapat diumpamakan seperti persaudaraan yang tidak terputus di Wae Rebo, dan semua itu berpusat ke tengah, yaitu kepada leluhur. Pada kenyataannya me-mang setiap warga Wae Rebo tidak melupakan

tanah leluhurnya. Semangat itu tertuang dalam ungkapan “neka hemong kuni agu kalo”, yang artinya “jangan lupakan tanah kelahiran”.

MUSANG MENJADI SAHABAT

Masyarakat Wae Rebo menganggap musang sebagai hewan yang sangat berjasa, sehingga tidak boleh dimakan. Konon menu-rut kisah yang dituturkan secara lisan dan turun-menurun, beratus tahun silam seekor musang pernah menyelamatkan leluhur Wae Rebo dari bahaya.

Di manapun masyarakat Wae Rebo hidup dan berpijak, meski bukan di ta-nah Wae Rebo, dipercaya akan kedapatan sial apabila memakan musang, baik sen-gaja maupun tidak. Sial itu baru bisa hilang setelah dilakukan upacara adat.

Saat ini keturunan Wae Rebo su-dah mencapai generasi ke-18. Di usia yang sudah sangat tua itu, tanpa adanya budaya tulis-menulis, sangat sulit mendapatkan cerita atau informasi yang akurat mengenai leluhur mereka. Para tetua yang mengetahui kisah leluhur sudah banyak yang meninggal, sementara yang masih hidup sebagian lupa. Kebiasaan menurunkan kisah tentang leluhur melalui budaya tutur alias lisan berpotensi menimbulkan pergeseran cerita atau makna, sehingga orisinalitasnya luntur.

SAWAH BERBENTUK

(5)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 8

BERKEMBANGNYA EKOTURISME

Sebelum ramai pengunjung seperti beberapa tahun terakhir ini, Wae Rebo sem-pat mengalami kondisi perekonomian yang terpuruk. Posisi Wae Rebo yang terisolasi membuat akses pembangunan serta bahan pokok menjadi sulit. Angin kencang pun telah merobohkan beberapa rumah Mbaru Niang sehingga tersisa hanya empat rumah.

(6)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

Lama waktu berselang, secara ber-gantian muncul beberapa wisatawan yang jatuh cinta kepada Wae Rebo dan bertekad memberi bantuan. Tidak main-main, seba-gian dari mereka menjabat posisi penting di organisasi ternama, baik lokal maupun inter-nasional, antara lain UNESCO dan Kedutaan Besar Spanyol. Mereka membantu dengan beragam cara, salah satunya adalah mem-berikan pendidikan pariwisata dan bahasa asing.

Bantuan lain baik dari yayasan, kor-porasi, ataupun individu terus berdatangan dalam berbagai bentuk, termasuk bantuan pembangunan rumah Mbaru Niang. Dari empat rumah yang tersisa, dua di antaranya sudah dalam kondisi rusak parah sehingga

harus diganti baru. Secara bertahap Wae Rebo mendapat bantuan pembangunan lima rumah Mbaru Niang. Dua rumah dari Yayas-an Tirto, sisYayas-anya dari Aqua DYayas-anone, Arifin Panigoro, dan Laksamana Sukardi.

Kini Mbaru Niang di Wae Rebo sudah kembali berjumlah tujuh buah, sama seperti yang diwariskan oleh leluhur. Jum-lah ini akan terus dipertahankan, artinya mereka tidak akan membangun Mbaru Niang lebih dari tujuh buah, agar sesuai dengan peninggalan leluhur.

Sementara itu, penduduk Wae Rebo terus bertambah, dan tidak semuanya dapat ditampung dalam tujuh Mbaru Niang. Untuk itu sebagian penduduk, terutama yang berusia sekolah, tinggal beberapa kilometer dari Wae

Rebo, yaitu di Kombo. Mereka bersekolah di sana. Orang tua mereka ada yang ikut ting-gal di Kombo, ada juga yang menitipkan anak mereka ke kakak atau adiknya yang tinggal di Kombo. Namun minimal sebulan sekali, setiap penduduk Wae Rebo pasti kembali ke kam-pung halaman mereka barang sehari-dua hari, ini mencerminkan persaudaraan masyarakat Wae Rebo yang begitu erat.

Seiring meningkatnya bantuan dan kunjungan wisatawan, perekonomian Wae

Rebo pun berangsur membaik. “Sekarang sudah lebih baik, kalau dulu makan beras hanya bisa seminggu dua kali, sekarang syukurlah bisa setiap hari makan beras,” kata Martinus Anggo.

Wae Rebo membuat semua wisa-tawan termenung oleh keteguhan warganya menjaga tradisi dan alamnya. Semua itu membuat Wae Rebo mendapat tempat di hati setiap wisatawan, yang tidak akan bisa terlupakan. Neka hemong Wae Rebo!*

*Jangan Lupakan Wae Rebo

Artikel ini disarikan dari cerita perjalanan Lathiful Amri dan Ika Soewadji, buku Pesan dari Wae Rebo (Editor: Yori Antar), serta wawan-cara dengan Martinus Anggo.

MENINGKATNYA BANTUAN

DAN KUNJUNGAN WISATA

PEREKONOMIAN MEMBAIK

(7)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

PANDU

12

11 B A C K P A C K I N I J U N I - J U L I 2 0 1 2 J U N I - J U L I 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

MASYARAKAT MANGGARAI (FLORES)

termasuk Wae Rebo memiliki kalender sendiri. Hitungannya sama, 12 bulan, namun dimulai dari bulan November. Di tanggal itulah diadakan upacara awal tahun yang disebut penti. Umum-nya tanggal pelaksanaan dipilih di tengah bulan dengan pertimbangan di tanggal itu cuaca sedang baik-baiknya.

Caci adalah tradisi pertarungan dari tanah Manggarai, termasuk Wae Rebo, di mana dua orang pemuda yang saling mencambuk, diiringi dengan tabuhan gendang dan nyanyi-nyanyian. Dua orang tersebut tidak boleh saling mengenal, apalagi sedarah. Tradisi ini juga tidak sembarang dilakukan, hanya boleh diadakan dalam 4 upacara adat yaitu: randang (pembu-kaan wilayah kebun), syukuran seusai mem-bangun rumah gendang, pernikahan adat, dan upacara penti (ritual tahun baru). Masyarakat Wae Rebo tidak tergerus komersialisasi. Dibayar berapapun, mereka tidak mau mengadakan caci di luar 4 upacara adat yang disebutkan di atas.

SISI LAIN WAE REBO

PENTI & CACI

(8)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

13

1. Untuk pesan penginapan, biasakan dari jauh-jauh hari via sms atau e-mail, karena sinyal ponsel di Dintor suka terganggu.

2. Siapkan minuman, makanan dan cemilan cu-kup untuk perjalanan Dintor – Wae Rebo. 3. Banyak pacet sepanjang trekking Dintor – Wae Rebo, maka sebaiknya memakai celana panjang, kaos kaki dan sepatu atau sandal gunung.

4. Terdapat peraturan lisan (yang biasanya dis-ampaikan kepada tamu asing), yaitu tidak me-makai baju minim dan tidak berkata dan ber-perilaku kasar atau senonoh.

5. Ada baiknya membawa sesuatu yang ber-manfaat untuk penduduk Wae Rebo, seperti buku, atau lainnya. Bisa ditanyakan kepada pemandu untuk mengetahui barang apa yang sedang dibutuhkan atau disukai oleh mereka.

TIPS

1. Martinus Anggo

0852 3934 4046

martin_anggo@yahoo.com

2. Leonardus Nyoman (Flores Exotic Tours)

08123662110

CONTACT PERSON

PANDU

14

Bisa menggunakan otokol, yaitu truk bak terbuka dengan tempat duduk yang berfungsi sebagai kendaraan umum di Flores. Dari Labuan Bajo naik otokol transit di Ruteng terlebih dahulu untuk menginap semalam di sana karena perjala-nan memakan waktu lama.

Keesokan harinya dilanjutkan dengan kem-bali naik otokol menuju Dintor. Di Ruteng ada pe-nginapan hotel atau rumah-rumah biara dengan tarif rata-rata 200.000 per malam per kamar.

MENUJU DINTOR

Waktu terbaik mengunjungi Wae Rebo umumnya di bulan Mei – Oktober karena cuaca sedang cerah-cerahnya, namun sekarang cua-ca memang tidak menentu. Rajin-rajinlah me-ngontak penduduk Waerebo untuk mengetahui perkembangan cuaca di sana.

WAKTU TERBAIK

A G U S T U S _ S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

Sampai di Dintor umumnya sudah sore atau malam hari, sehingga perlu menginap lagi semalam di sini. Biaya penginapan rata-rata 200.000 per orang sudah termasuk makan malam dan makan pagi.

Besoknya dilanjutkan dengan trekking ke Wae Rebo dengan lama perjalanan sekitar 4-5 jam. Jalur memasuki hutan sehingga tidak panas, dan menanjak hingga kemiringan 45 derajat.

MENUJU WAE REBO

Jalur udara

Update hingga Agustus 2012 hanya ada maskapai Lion Air dan Merpati

1. LION AIR

(9)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

M e n c e c a p Ke h a n ga t a n

W A E R E B O

MENUJU WAEREBO MENJADI perjalanan panjang buat saya. Berawal dari Ruteng, saya naik truk selama lima jam dengan jalan berkelok-kelok, penumpang tak henti bergoyang selama perjalanan. Penuh cerita di dalam truk yang sesak itu. Bercanda sama para mama yang akan berjualan ke pasar, hingga akhirnya sampai di Desa Dintor.

OLEH: IKA SOEWADJI| FOTO: IKA SOEWADJI

CATPER

(10)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

Perjalanan dilanjutkan menuju rumah Pak Martin yang kemudian menjadi tempat saya menginap. Hanya kata syukur yang saya teriakan ketika sampai di sana. Rumah Pak Martin adalah rumah panggung, menghadap ke pematang sawah, dikelilingi pegunungan di sebelah kanan, serta laut biru dan pemandan-gan Pulau Mules di sebelah kiri. Subhanallah.

Malam itu saya dijamu kopi Flores plus singkong rebus. Tidak ketinggalan menu makan malam yang nikmat: ikan tongkol bakar, nasi merah, tumis bayam dengan kembang pepaya, kerupuk, dan lombok de-ngan garam. Saya baru tahu bahwa ternyata

18

orang Manggarai tidak suka makan pedas, sehingga lombok di sini diberi garam. Oh ya, di Dintor tidak ada listrik sehingga masyara-kat mengunakan genset yang dinyalakan dari jam 6 sore hingga jam 4 pagi. Hmm … benar-benar damai, jauh dari hiruk-pikuk keramaian perkotaan. Suasana begitu tenang dan hangat. Alam dan manusia hidup ber-dampingan secara harmonis. Akhirnya saya tertidur karena harus bangun subuh untuk siap-siap berangkat trekking menuju Wae Rebo.

Ketika pagi menjelang, dengan ditemani Pak Marsel sang pemandu, kami

siap berangkat menuju Way Rebo. Perjalan-an dimulai dengPerjalan-an naik ojek dahulu sampai ke Desa Denge. Dari Denge, tepatnya di sebuah sekolah SD, langkah kami mulai di-hentakkan memasuki hutan kecil, kemudian melewati sungai Wae Lomba.

Tidak jauh dari situ, saya bertemu dengan Ame Allex dan Ine Veronica yang kebetulan habis membeli kebutuhan pokok di desa. Sepanjang perjalanan saya ngobrol dengan mereka sambil menikmati alam yang indah dan berudara sejuk ini. Sesekali kami istirahat. Oh ya, di sini banyak sekali pacet, jadi sebaiknya mengunakan sepatu.

(11)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

19 20

Tidak terasa sudah tiga jam berjalan kaki, akhirnya kami tiba di Ponto Nao. Di sini ada jembatan untuk mencari sinyal jika ingin berkomunikasi dan melepas rindu dengan keluarga atau sahabat. Selepas jembatan ini, sinyal tidak lagi dapat dite-mui. Ah, lagipula siapa yang butuh sinyal, kalau suasana di Wae Rebo sudah cukup menentramkan hati.

Menuju Wae Rebo membutuhkan waktu satu jam lagi dari jembatan ini. Terlihat dari sini lansekap pemandang-an Wae Rebo, sebuah dusun sederhpemandang-ana yang memperlihatkan asap yang menge-pul dari kerucut-kerucut rumah yang ber-kumpul melingkar dalam sebuah tanah lapang hijau di balik-balik bukit. Itulah

sisa-sisa bangunan Mbaru Niang yang hampir punah.

Akhirnya setelah perjalanan pan-jang, tibalah kami di dusun Wae Rebo. Spontan saya langsung berlari dan me-nyapa anak-anak yang sedang bermain. “Halooo!” Mereka menjawab dengan

lam-baian tangan dan langsung memeluk saya saat itu juga. Subhanallah, senangnya saya. Dusun ini sangat jauh dari keramaian dan dikelilingi pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat tujuh rumah kerucut Mbaru Niang. Inilah Wae Rebo, salah satu tempat yang masih mem-pertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang terancam ditinggalkan, tergerus dengan modernitas.

Sesampainya di sana, saya disambut

hangat oleh kepala suku tetua Pak Rafael dan warga Wae Rebo yang lain. Suguhan khas di sini adalah kopi, teh sumang ditambah ubi, talas, dan daging ayam. Rasanya saya seperti mimpi berhari-hari bisa sampai juga ke sini. Perjalanan yang begitu panjang tidak melelahkan bagi saya, karena saya memang menikmati itu semua dan benar-benar ingin sampai di sini. Ada kesan khusus buat saya yang tidak tergantikan oleh perjalanan apapun, karena hanya satu kali pengalaman seperti ini terjadi di Wae Rebo.

Saya menyempatkan diri ngobrol dengan Pak Yosh yang merupakan generasi ke-18 suku Wae Rebo. Dari beliau saya me-ngetahui bahwa mata pencarian warga Wae Rebo adalah bertani kopi, sementara wanita-nya menenun kain tradisional.

Letak Wae Rebo yang terpencil serta jauh terpisah oleh lembah dan bukit-bukit membuat banyak orang tidak mengenal desa ini. Namun tidak untuk wisatawan asal Jerman, Belanda, Brazilia, Perancis, Amerika, dan beberapa negara Asia. Mereka sudah sering ke sini dan sangat terkesan sekali dengan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut sebagai Mbaru Niang.

Rumah kerucut ini terdiri dari 5 tingkat yang terdiri dari: pertama lutur atau tenda untuk tempat tinggal penghuninya, kedua Lobo atau loteng tempat menyimpan bahan makanan dan barang, ketiga lentar untuk menyimpan benih jagung dll, ke empat lempa rae untuk menyimpan cadangan makanan jika suatu saat mengalami gagal panen, kelima hekang kode tempat untuk menyimpan sajian leluhur.

(12)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

CATPER

21 22

ADA PANTANGAN MAKAN

MUSANG YANG DIANGGAP

PENYELAMAT DARI MUSUH

Di sini ada pantangan untuk tidak makan satu binatang bernama musang. Dari penuturan yang saya dapat, hewan ini dipercaya suatu kali pernah berhasil menyelamatkan suku Wae Rebo dari se-rangan musuh, sehingga musang hingga kini dianggap bagian dari leluhur mereka. Memakan musang, baik disengaja mau-pun tidak, dipercaya akan mendapat sial, yang baru bisa hilang setelah diadakan upacara adat.

Masyarakat Wae Rebo yakin bahwa tanah, air, dan hutan mempunyai perasaan yang tidak boleh disakiti, sehingga suku Wae Rebo memandang tanah sebagai bagian dari mereka yang patut dihormati seperti manusia.

Para orang tua membebaskan anak-anaknya di usia sekolah untuk keluar Wae Rebo untuk memperoleh pendidikan SD, SMP, SMA, ataupun Perguruan Tinggi, hingga bekerja

(13)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

CATPER

23

Banyak pengalaman yang saya petik dari perjalanan kali ini tentang arti sebuah kebersamaan, kekeluargaan, dan pemeli-haraan adat budaya leluhur yang banyak terbuang karena kemajuan teknologi. Terima kasih saya ucapkan untuk seluruh keluarga besar Wae Rebo atas sambutan yang luar biasa, kalian akan selalu saya ingat.

SELAMAT HARI RAYA

IDUL FITRI 1433 H

(14)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

GENERASI WAE REBO

FOTO :FLORES EXOTIC TOURS

ALAT MUSIK

FOTO :FLORES EXOTIC TOURS

FAJAR DI WAE REBO

FOTO : IKA SEOWADJI

25 26

Kirimkan foto koleksi kamu ke redaksi Backpackin Magazine melalui email kami redaksiezinebi@yahoo.com

GALERI

T

AMP

AK D

ALAM

FOTO :

FLORES EX

OTIC TOURS

A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 26

(15)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

BULOK

R U M A H T U A N A N K O K O H

ADA TUJUH RUMAH adat yang disebut Mbaru Niang. Salah satu di antaranya berukuran lebih besar, disebut Mbaru Tembong, merupakan tempat tinggal kepala adat keturunan langsung dari leluhur. Tidak banyak perbedaan antara Mbaru Tembong dan Mbaru Niang selain ukuran dan fungsi adatnya..

OLEH: AMBAR ARUM| FOTO: IKA SOEWADJI, FLORES EXOTIC TOURS, MARTINUS ANGGO

(16)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 II B A C K P A C K I N B A C K P A C K I N

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

29 30

BULOK

Satu rumah Mbaru Tembong me-nampung hingga 8 keluarga sekaligus, sementara Mbaru Niang hanya menam-pung 6-7 keluarga.

Rumah ini diwariskan dari le-luhur mereka, dan sudah berusia 18 generasi. Walau sudah berdiri ratusan tahun, tetapi masih bisa berdiri kokoh. Rasanya kita harus bilang “wow” untuk fakta yang satu ini.

Bangunan ini memiliki lima lantai dengan fungsi masing-masing:

LANTAI PERTAMA DISEBUT TENDA

Merupakan tempat istirahat para penghuni. Lantai ini terbagi menjadi dua bagian yaitu nolang dan lutur. Nolang (area privat) adalah tempat masyarakat beraktivitas, termasuk memasak. Se-mentara lutur (area publik) merupakan tempat tetamu beraktivitas dan

istira-hat. Pembagian ini menunjukkan budaya saling menghormati antara penduduk setempat dan pendatang. Meski ada pe-misahan, namun mereka tinggal di satu lantai, alias sederajat.

LANTAI KEDUA, LOBO (LOTENG)

Berfungsi menyimpan makanan dan segala macam barang kebutuhan sehari-hari penduduk Wae Rebo.

LANTAI KETIGA MERUPAKAN LENTAR

Yaitu area menyimpan benih-benih untuk kebutuhan berladang dan bertani, seperti benih padi, jagung, dan kacang-kacangan.

LANTAI KEEMPAT, YAITU LEMPA RAE

Merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan sebagai antisipasi apabila terjadi bencana atau kekeringan.

LANTAI KELIMA, HEKANG KODE

Yaitu tempat untuk menyimpan sajian leluhur.

Terdapat 26 tahapan dalam mem-bangun Mbaru Niang. Berikut ini adalah tahapan pembangunan rumah adat Mbaru Niang yang disadur dari buku Pesan dari Wae Rebo (Editor Yori Antar)

1. MENGGALI TANAH

Untuk pondasi hiri ngaung sedalam 80 cm, sementara untuk hiri mehe sedalam 1 meter.

2. MELETAKAN HIRI NGAUNG

Terdiri dari 42 kayu worok, disu-sun tersebar ke beberapa titik

memben-tuk lingkaran.

3. MELETAKKAN TANGGANG, sejum-lah 7 kayu dengan panjang disesuaikan posisinya masing-masing.

4. MELETAKKAN ELAR untuk tenda (lantai 1). Terdiri dari minimal 40 kayu dengan panjang beragam, disusun berla-wanan arah dengan tanggang.

5. MELETAKKAN HIRI MEHE

Adalah pondasi sembilan tiang, titik tengah hiri mehe selanjutnya akan menjadi bongkok alias pondasi utama Mbaru Niang.

6. MELETAKKAN LEBA di atas hiri mehe dengan menggunakan kayu rukus dan kayu moak.

7. MELETAKKAN DOROT (LANTAI 2) Yaitu kayu dengan panjang bera-gam sebanyak sekitar 20 buah, diletakan di atas leba untuk pondasi lantai.

8. MEMASANG WOO

Untuk mengurangi gaya tekan di dorot, terdiri dari sekitar 4 buah kayu wojong yang disematkan di bawah dorot.

9. MELETAKKAN WAHE LELES UNTUK TENDA

(17)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 II B A C K P A C K I N B A C K P A C K I N

Satu batang kayu besar yang melanjutkan pondasi pusat hiri mehe.

11. MEMASANG PENGA NGANDO Terdiri dari empat kayu panjang yang dipasang ke empat sudut untuk menyeimbangkan ngando, terbuat dari kayu ntorang.

12. MEMASANG TANGGANG dan elar dan hiri lentar (lantai 3). Pondasi pendu-kung untuk membangun lantai baru, dipa-sang tanggang dan elar (tahap 3 dan 4).

13. MEMASANG HIRI LELES

Yaitu kayu yang dipasang miring di bawah wahe leles, untuk menahan

beban wahe leles.

14. MEMBANGUN LEMPA RAE(lantai 4), dipasang tanggang dan elar (tahap 3 dan 4).

15. MEMBANGUN HEKANG KODE(lantai 5), dipasang tanggang dan elar (tahap 3 dan 4).

16. MEMASANG WAHE LENTAR, wahe lempa rae, wahe hekang kode, dan wahe kili kiang. Mengulangi tahapan 9 de-ngan menyesuaikan diameter tiap lantai, menggunakan kayu kenti, kecuali wahe kili liang menggunakan rotan.

17. MEMASANG HAPO Yaitu tungku yang berada di belakang tiang bongkok, di lantai satu.

18. MEMASANG PENGA LANTAI. Taha-pan ke-11 dilakukan di setiap lantai den-gan memasang kayu dalam posisi miring dengan maksud untuk mengantisipasi angin kencang.

19. MEMASANG BUKU

Yaitu rangka terluar yang menau-ngi bangunan Mbaru Niang, terbuat dari bambu utuh.

20. MEMASANG HANGKONG dan para (pintu masuk), terletak di depan bongkok.

21. MEMASANG SENGGE, membentuk ruang tambahan di depan pintu.

22. MEMASANG KONGKONG dan tetep, yaitu tudung atap di depan pintu masuk.

23. MEMASANG PAPAN LANTAI, meng-gunakan kayu dari pohon ajang.

24. MEMASANG TANGGA dan dinding di depan pintu masuk.

25. MEMASANG WEHANG atau penu-tup atap Mbaru Niang menggunakan alang-alang dan ijuk sepanjang 9 meter.

(18)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

PENGANAN

34 33

LEBARAN IDUL FITRI menjadi hari keluarnya hampir seluruh makanan khas Indonesia. Yang tidak biasa keluar juga ikut-ikutan keluar. Salah satu yang begitu khas dari Aceh adalah timphan.

OLEH : FAISAL SYAHPUTRA|FOTO: FAISAL SYAHPUTRA

Bentuk timphan dari luar seperti lemper mini, sama-sama lonjong dan berbungkus daun. Pembungkus timphan adalah pucuk daun pisang alias daun pi-sang muda. Kenapa pucuk daun pipi-sang? Karena akan lebih lemas ketika dilipat nantinya dan warnanya akan lebih me-narik ketimbang menggunakan daun tua.

Mencari pucuk daun pisang itu bukan perkara mudah, terutama di kota-kota besar. Apalagi harus berasal dari pohon pisang kepok/pisang batu. Proses berikutnya tidak kalah rumit. Isi timphan pada umumnya adalah srikaya, atau terkadang kelapa. Isi ini akan digulung /dibalut dengan adonan berbahan utama tepung beras ketan

Timphan

BIKINNYA

SUSAH,

MAKANNYA

SEKALI HAP

dan pisang, yang kemudian dibungkus dengan pucuk daun pisang.

Untuk memastikan supaya adonan tidak lengket dengan pucuk daun pisang yang membungkusnya, maka daun di-lumuri dengan minyak kelapa/minyak makan. Pelumuran minyak harus hati-hati. Kalau kebanyakan bisa kelewat berminyak dan kalau kurang bisa lengket sehingga timphan sulit dibuka.

Jam terbang pembuat timphan bisa dilihat dari ketepatan dia melumurkan minyak. Agak rumit memang. Jadi timphan ini bikinnya susah, makannya sekali hap langsung habis. Daya tahannya pun tidak panjang, dalam seminggu bisa sudah basi kalau tidak di-lemari es-kan.

Di Aceh, timphan mudah ditemui saat lebaran atau di hari-hari besar se-perti pesta pernikahan dan sunatan. Bisa kita temui juga di warung-warung kopi dengan harga Rp. 1.000-Rp. 2.000. Kalau di luar Aceh, terkadang bisa kita dapati timphan di warung mie Aceh. Kalau tidak dapat, bisa kunjungi rumah orang-orang Aceh terdekat. Semoga berhasil :)

33

JAM TERBANG PEMBUAT TIMPHAN

DILIHAT DARI KETEPATAN

(19)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 II B A C K P A C K I N B A C K P A C K I N

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

PINGIN JADI MENTERI PARIWISATA

36

Nugie

“The Dance Company”

PROFIL

OLEH: AMBAR ARUM| FOTO: AMBAR ARUM

NUGIE SEJATINYA BERNAMA Agustinus Gusti Nugroho. Selain sibuk di dunia hiburan, pria yang tergabung dalam grup band “The Dance Company” ini juga aktif kegiatan so-sial yang berhubungan dengan penyelamatan lingkungan. Nugie didapuk sebagai duta dari WWF dan Walhi.

Di sela-sela kesibukannya, rupanya Nugie suka jalan-jalan juga. Backpackin’ mendapat kesempatan berbincang dengan Nugie di salah satu kafe di Jakarta. Berikut beberapa petikannya:

Gimana menurut Mas Nugie tentang fakta bahwa orang Indonesia saja tidak semuanya tahu tentang negerinya sendiri?

Betul betul. Salah satu kendalanya sebenernya akomodasi ya. Banyak orang yang anggap kalau wisata Indonesia itu mahal. Pemerintah harusnya mensubsidi kegiatan-kegiatan pariwisata. Akhirnya kan orang milih ke Singapura misalnya.

(20)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 II B A C K P A C K I N B A C K P A C K I N

Ngajak orang Indonesia untuk jalan-jalan keliling Indonesia daripada ke luar negeri itu memang harus. Aku pengen banget. Salah satu yang aku incar kalau jadi menteri ya itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Mas Nugie, tahu gak, kalau kita googling, ada beberapa yang anggap Miangas itu masuk ke Filipina loh.

Sekarang gak usah jauh-jauh deh, Karimun Jawa, itu deket loh. Sekarang orang Perancis yang ambil. Kan nyebelin. Itulah makanya aku bilang, kalau kita serahin ke pemerintahan, akhirnya kayak gitu. Mereka hanya mikirin yang menguntungkan untuk jangka waktu mereka lima tahun ke depan. Kayak ngurusin Miangas ini, mereka mana mau.

Kalau tentang pariwisata di Indonesia sendiri, menurut Mas Nugie gimana?

Sudah saatnya kita stop eksploitasi, tapi terus eksplorasi pariwisata. Stop eksploi-tasi alam misalnya pertambangan itu sudah harusnya di-stop. Sudah cukup. Kebutuhan kita sudah cukup sebenernya dengan apa yang kita punya sekarang, mulai dari pertambangan, perkebunan, dll. Untuk menghidupi kita sendiri ya, jangan berpikir ekspor dulu.

Lima pulau besar di Indonesia kalau bisa aku pengen angkat ke arah pariwisata yang khusus. Jawa, kalau mau eksplor soal ar-tefak budaya. Di Papua, ada kesukuan (tribes) yang sangat kental. Kalimantan, untuk hutan. Sulawesi, kelautan. Jadi masing-masing desti-nasi kepulauan harus dijabarin kekhususannya. Juga harus ada infrastruktur yang baik, kalau enggak orang mana mau.

Saya pernah berdebat sama teman-teman yang kiprahnya ke konservasi. Mereka

bilang, “Jangan dibuka tempat-tempat itu (untuk wisata, red), ntar bisa hancur.” Kenapa bisa hancur, karena orang gak tahu gimana cara jaganya.

Semakin ditutup, semakin eksklusif. Ketika ada orang masuk, mereka jadi lupa daratan, mau vandalisme lah, buang sampah sembarangan, rusak terumbu karang, misalnya begitu. Nah itu, bukan cuma dibuka, tapi harus ada pengaturan yang tepat supaya hal yang sifatnya konservasi tadi itu bisa dinikmati ma-syarakat dunia. Insentif silangnya harus kuat.

Sekarang temen-temen Mas Nugie kalau mau jalan-jalan, ke luar negeri apa dalam negeri?

Tetep luar negeri. Karena gak ada endorsement. Itu yang aku sayangin. Makanya jujur kalau aku punya kesempatan, tanpa harus masuk partai politik, aku mau jadi menteri itu (Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, red). Aku mau bikin regulasi, moga-moga berdampak banyak.

Bagus lho kamu bikin majalah ini. aku ikut deh meng-endorse apa yang kalian ker-jakan. Aku sangat support. Karena itu tadi, hal kecintaan sama Indonesia akan mulai muncul pada saat orang bisa diajak ke tempat yang seperti itu ya harusnya. Trip yang pada saat sampai sana kita omongin soal kearifan lokal-nya, kita bahas dengan ringan lah.

Okelah Mas Nugie, siap!! Tinggal atur waktu aja. Mas Nugie kan super sibuk.hehe

Mas Nugie pernah jalan-jalan hemat ala back-packer belum? Kemana?

Aku pernah lho, dengan 100 ribu aku harus sampai Bali. Aku seminggu lebih loh di Bali, pas zaman kuliah. Naik kereta barang, ke rumah sodara, numpang makan. Hehe.

(21)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

39 B A C K P A C K I N I M A R E T - A P R I L 2 0 1 1 F E B R U A R I - M A R E T 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 40

Adventure

FACEBOOK.TWITTER.ISSUU

Live

Love

Adventure

J O I N U S .

(22)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

43 B A C K P A C K I N I F E B R U A R I - M A R E T 2 0 1 2 F E B R U A R I - M A R E T 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 44

Membidik

Momen

Lewat Ponsel

KOMUNITAS

FOTOGRAFER PROFESIONAL, ARBAIN Rambey mengatakan, “Kamera terbaik adalah kamera yang kamu miliki saat ini.” Nggak punya kamera pro, ka-mera handphone pun bisa jadi alat hunting. Dan be-lum semua orang tahu: hasil motret dengan kamera handphone bisa sebagus (atau malah lebih bagus)

(23)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

KOMUNITAS

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar bisa menghasilkan foto sebagus kamera mahal? Kata kunci pertama adalah latihan dan coba terus. Kata kunci kedua, gabung di komunitas CoferONE!

CoferONE adalah komunitas fotografi ponsel di Indonesia. Terbentuk pada 6 November 2011 atas inisiatif Marken Nainggolan. Awalnya komunitas ini tumbuh di Kaskus, kemudian Face-book, lalu merambah ke Twitter. Nama lengkap komunitas ini adalah Community Photographer Camera Phone. Biar ringkas dan terlihat keren, disingkat menjadi CoferONE.

Berbagi ilmu tentang dunia fotografi ponsel, unggah hasil foto dan saling memberi masukan

merupakan aktivitas inti dari CoferONE. Sesekali ko-munitas ini juga melakukan kopi darat untuk hunting foto dan belajar foto langsung di lapangan. Apabila semua itu konsisten dilakukan, bukan tidak mungkin visi CoferONE tercapai, yaitu menjadi komunitas fotografi ponsel terbaik di Indonesia yang mampu bersaing di dunia internasional.

CoferONE juga berbagi tips bagaimana cara membuat lensa macro, sehingga tidak perlu membeli lensa tambahan. Selain itu, juga

bagaima-na caranya membuat studio foto mini, sebagai sarana penunjang untuk melakukan pengambilan objek yang sesuai dengan kebutuhan.

Komunitas CoferONE terbuka bagi siapa saja yang mau belajar dan berbagi apapun menge-nai fotografi ponsel. Beberapa anggota aktif malah telah membentuk kepengurusan di daerahnya masing-masing, salah satunya adalah di Semarang.

BERBAGI FOTOGRAFI PONSEL,

UNGGAH HASIL FOTO

DAN SALING MEMBERI MASUKAN

43

PRESTASI C

O

F

E

R

O

N

E

PENGHARGAAN

Terpilih di ‘Weekly Showcase Mobile Photography Awards’.

http://the-mpas.com/the-mpa-weekly-showcase-for-april-11-18/#respond

‘Weekly Showcase Mobile Photography Awards’, 10-19 Mei 2012.

http://the-mpas.com/the-mpa-weekly-showcase-for-may-10-19/

Juara 1 fuelyourphotography June 2012 Photography Contest – tema ‘Friend’.

http://www.fuelyourphotography.com/fyp-july-2012-photography-contest/

yahoo.com

fotografi

kamera phone

44

Won Featured Store on June, 2012.

http://www.viewbug.com/photo/1902731

http://coferone.com http://coferone.blogspot.com

(24)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

COLOKAN “T”

CHARGER

Gadget

Supporting

Tools

45

Punya lebih dari satu HP, atau pergi bersama banyak orang, berarti butuh banyak charger. Siasati hal itu dengan charger multi gadget yang dapat mengisi baterai ke lebih dari satu jenis HP sekaligus. Ringkas dan praktis. Bentuknya pun bervariasi. Pilihlah yang tidak terlalu besar agar tidak makan tempat. Bisa didapat di toko-toko elektronik terdekat.

Saat bepergian, ketersediaan tempat untuk menyolok listrik seringkali sulit ditemukan. Kalaupun ada, jumlahnya terbatas. Karena itu, bawalah colokan T ke mana-mana. Sekali colok, dua-tiga gadget terisi baterainya.

PORTABLE CHARGER

Punya uang lebih dan suka bepergian keluar masuk hutan atau ke tempat yang sulit listrik? Maka

portable charger alias power bank alias traveler charger bisa menjadi solusi. Bentuk dan jenisnya beragam, ada yang memanfaatkan sinar matahari atau air sebagai sumber listriknya, ada juga yang harus diisi penuh sebelum bepergian dengan listrik seperti biasa. Pilihlah portable charger yang dapat mengisi baterai lebih dari satu gadget.

GADGET UMUMNYA TIDAK bisa dipisahkan dari sebuah perjala-nan, baik sekadar untuk mengabadikan momen, atau untuk janjian dengan teman seperjalanan. Berikut seperangkat aksesori pendu-kung keberlangsungan gadget yang perlu kamu bawa (atau kamu minta teman seperjalanan kamu untuk bawa):

Masukkan semua perangkat di atas dalam satu tas kecil agar tidak terpisah-pisah dan tidak kesulitan mencarinya ketika dibutuhkan. Lalu masukkan diam-diam tas kecil tersebut ke dalam tas teman kamu, supaya bawaan kamu lebih ringan.

AKSESORIS

(25)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 48

TIPS & TRIK

DALAM DUNIA PELANCONG, akses terha-dap listrik menjadi hal yang mewah. Warung di stasiun, terminal, atau tempat umum lainnya kesempatan tidak ragu mematok harga untuk sekali colok.

Untuk itulah, diperlukan keterampilan me-manfaatkan colokan listrik saat bepergian. Berikut beberapa tips dari Backpackin’:

1. BAWALAH COLOKAN T KE MANA-MANA.

Ini sepele, namun sering luput dari per-hatian pelancong. Bepergian dalam jumlah banyak, lebih baik bawa colokan T lebih banyak lagi.

2. CARI COLOKAN GRATIS

Manfaatkan semaksimal mungkin colo-kan gratis yang ada di beberapa stasiun kereta api dan pelabuhan.

3. PILIH TEMPAT

Hindari warung makan atau toko pulsa, baik di dalam stasiun maupun terminal, kecuali kepepet. Selain harus bayar, di sini colokan T tidak berlaku karena biayanya sesuai dengan jumlah

gadget yang dicolok.

4. OBSERVASI

Colokan gratis bisa didapat di ruang petugas stasiun atau terminal, bisa juga ke warung makan di luar stasiun. Biasanya mereka lebih ikhlas memberikan keleluasaan bagi para fakir listrik untuk memperpanjang usia alat elektroniknya.

5. JANGAN LUPA

Setelah selesai nyolok, jangan terbiasa mencabut hanya charger-nya, karena, itu kan colo-kan T kamu! Masak lupa?

7. NABUNG

Menabunglah untuk membeli ‘sumber listrik’ yang bisa dibawa ke mana-mana, seperti solar charger.

8. MODE PESAWAT

Untuk menghemat baterai, alihkan mode tele-pon ke mode peerai HP, ketika berada di tempat yang tidak ada sinyal tapi ingin menyetel musik atau menggunakan kamera, alihkan mode telepon ke mode pesawat agar baterai tidak terbuang untuk mencari sinyal.

MANFAATKAN

COLOKAN LISTRIK

SAAT TRAVELLING

A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

47 B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

(26)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N 5050

RESENSI

BEBERAPA ARSITEK MUDA, merayakan ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-53 (2008) di bumi Flores. Mereka menyimpan sebuah foto kampung Wae Rebo dan hendak ke sana. Tapi sayang, sulit sekali mencari orang yang tahu apa atau di mana Wae Rebo itu. Sampai di sebuah rumah makan di Ruteng mereka melihat foto kampung Wae Rebo. Harapan muncul kembali untuk bisa sampai ke kampung yang masih

memiliki rumah tradisional berbentuk bundar tersebut.

Hari itu juga mereka mencari, dan betul-betul sampai setelah melewati track yang

cukup melelahkan, hujan-hujanan pula. Melihat tetamunya yang basah kuyup

be-gitu, masyarakat Wae Rebo meminjami mereka baju, celana, dan kain tenun

Manggarai. Sungguh penyambutan yang sangat hangat. Sejak saat itu

para arsitek muda tersebut jatuh cinta pada Wae Rebo, juga warga

dan kain tenunnya.

Sekembalinya mereka ke Jakarta, ide lama untuk membuat Program Rumah Asuh seperti bergelora kembali. Konsep segera disusun untuk membangun kembali dua buah rumah adat Wae Rebo. Buku Pesan Dari Wae Rebo yang terbitan Gramedia ini menjadi semacam dokumenter peker-jaan besar tersebut. Bagaimana mereka menyusun konsep, sampai mengaplikasikannya bersama war-ga Wae Rebo. Termaktub catatan harian personal beberapa orang yang terlibat dalam pembangunan rumah adat tersebut.

Yang membuat buku ini sangat menarik adalah koleksi foto di dalamnya. Kelihatannya malah lebih banyak foto daripada tulisan. Setiap tahapan, ada fotonya. Termasuk juga foto-foto adat budaya masyarakat Wae Rebo, bahkan sampai foto flora-fauna yang ada di sana. Buku ini agak sulit dicari di toko-toko buku saat ini. Akan lebih efektif jika mencari ke penerbitnya langsung atau ke toko-toko online. Sangat cocok dibaca oleh para arsitek dan pecinta budaya lokal.

A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

(27)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

51 52

Solo Backpacking

?

Kenapa Tidak

?!

Oleh

:

Noor Aufa Shiddiq

Memang banyak orang jahat di muka bumi ini, tapi juga jangan lupa kalau ba-nyak juga orang baik di dunia ini. Intinya sih, tetap waspada saja dengan orang yang baru dikenal di daerah asing, tapi jangan menutup pintu buat berteman dengan orang baru. Menjalin pertemanan atau sekadar ngobrol basa-basi dengan kernet bus, penjual nasi di terminal, atau satpam itu malah penting. Apalagi jika kita di tanah orang dan tidak kenal siapapun. Kepada siapa lagi kita berte-man kalau bukan dengan mereka?

Jalan-jalan sendirian bukan berarti kita menjadi anti sosial. Sendiri tidak berarti kese-pian. Teman itu ada di mana-mana. Jalan-jalan sendiri justru membuat kita harus bisa lebih berempati dengan orang lain. Belajar toleransi dengan orang yang baru kita kenal.

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Berbaurlah dengan masyarakat

sekitar, jangan malah sibuk dengan HP sen-diri. Banyak solo backpacker dari Indonesia yang sudah keliling dunia sendirian, malah beberapa di antaranya perempuan lho, sebut saja Trinity, Claudia Kaunang, dan Deedee Chaniago.

Intinya, mau jalan ramai-ramai atau jalan sendirian itu tidak masalah. Tapi jangan sampai kamu tidak jadi jalan-jalan hanya gara-gara takut jalan sendirian.

Selamat melancong!

JALAN-JALAN SENDIRIAN

BUKAN BERARTI KITA

MENJADI ANTI SOSIAL

51

JEDA

F O T O : I S T I M E W A B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

(28)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

53

INTERAKSI

H A

. .

H A

. .

H A N T U

!!!

Siapa sangka bisa ketemu hantu pas travelling. Buat yang biasa ngelihat seh, ya pastinya

bakal biasa aja. Tapi buat yang penakut, tentu bisa bikin bulu kuduk merinding...hiiiiii!!!

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

YELLY MOMO @YellyMomo

@backpackin_magz spt ‘kera’ tp hitam,matanya bkilat2 gtu.. ;( tampak cma 2dtk

@backpackin_magz yg it g mau kenalan,tp d Gn.Rinjani ada wanita serba putih dg chaya putih mau kenalan ;)

@backpackin_magz ktmu d gn.Agung-Bali jm4 subuh, lg istirahat malah ada yg lwat..jelas bgt!

@backpackin_magz temen malah dgr nyanyian wanita it,kt org sna it b’arti kami dsmbt baik d Rinjani ;)

@Backpackin_magz wkt mendaki gn.Merapi lwt jln alternatif ad yg siul2 ddasar jurang wkt dsorot senter g ad sapa2 :(

VIENAOCTA @dtravelerz

@Backpackin_magz waktu jalan dari ranu pane ke ranu kumbolo banyak banget berseliweran bayan-gan hitam,tp ttp positive tkg aja #hantu

CIKA FRISKA CIKO @cikafriskaciko

Ketemu waktu kemaren ngetrip ke Pantai Papuma

DESSY TAN

Hantu itu menakutkan seperti kamu yang membuat aku takut kehilangan kamu #eaaa. Punya pengalaman ketemu hantu pas travelling? Sharing yuk!

KLIK

(29)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

GAPAI KEINGINAN

BUTUH PERJUANGAN

...

IKA

soewadji

Mau jadi kontributor? Kirim tulisan kamu sesuai

dengan rubrik ke redaksiezinebi@yahoo.com

Gadis mungil yang gak bisa diam.

Ka-mera adalah pacar pertamanya,

se-mentara ransel jadi pacar keduanya.

Akrab dipanggil Simon.

Pe-kerjaan utama: jalan-jalan.

Pekerjaan sambilan: PNS.

NOOR

a.sidiq

LATHIFUL

amri

Mendambakan boleh cuti hamil

dari kantor supaya bisa

jalan-jalan 3 bulan.

LEONARDUS

nyoman

Nyoman yang satu ini

bukan asli Bali, tapi dari

Flores. Kini

mengembang-kan ekoturisme di Flores.

FAISAL

syahputra

Harusnya namanya

Faswan (Faisal

Buday-awan). Lulusan kelautan,

tapi hobinya motret

burung, bukan ikan.

MARTINUS

anggo

Penduduk asli Wae

Rebo generasi ke-18.

(30)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2 I B A C K P A C K I N

57 58

BM

EDISI

DEP

AN!

B U K I T T I N G G I

BACKPACKIN MAGAZINE

SIMAK!

EDISI 18

(31)

B A C K P A C K I N I A G U S T U S - S E P T E M B E R 2 0 1 2

HAVE FUN

WITH

BACKPACKIN

MAGAZINE

di

ISSUU.C

M

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Fungsi utama kelompok tani pada dasarnya adalah: Sebagai unit belajar, anggota kelompok tani memperoleh inovasi dari penyuluh atau sumber yang lain.. Sebagai unit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk organik briket Rawa Pening yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik tunggal terhadap pertumbuhan batang

Peran Media Massa : Kesuksesan Opini Publik dalam Inefektifitas Kampanye Negatif terhadap Pencalonan Joko Widodo-Jusuf Kalla..

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perceived distributive justice secara langsung dengan motivasi berprestasi dengan

Semarang terpilih sebagai lokasi terbaik dikarenakan dianggap memiliki keunggulan dibandingkan dengan lokasi lainnya, terutama dari sisi pasar yaitu jalan nasional

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berisikan studi kasus komunikasi massa mengenai media massa dan kaitannya terhadap peran pencegahan tindak pidana

Within the scope of the regency/ municipality, Local Development Planning Board or can be abbreviated Planning Board (Bappeda) has a strategic role in the

Pada kasus yang berat dapat terjadi sikatrik, simblefaron dan ulkus kornea.l2Pada kasus ini dijumpai kelainan kulit berupa vesikel dan bula serta erosi pada mukosa