• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Teori Struktural Fungsional Inter (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Teori Struktural Fungsional Inter (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PEMIKIRAN

SOSIOLOGI

Review Teori Struktural Fungsional, Interaksionisme Simbolik, dan Teori Pertukaran

13/353830/SP/26010

Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Gadjah Mada

(2)

Daftar Isi

Teori Fungsionalisme Struktural 2

Kritik 6

Teori Interaksionisme Simbolik 8

Kritik 12

Teori Pertukaran Sosial 13

Kritik 19

(3)

Fungsionalisme Struktural

Menurut George Ritzer (1985: 25), asumsi dasar teori fungsional struktural adalah bahwa

setiap struktur dalam sistem sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya

kalau tidak fungsional maka maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan

sendirinya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu system atau peristiwa terhadap sistem

yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem

dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu system sosial.

Fungsional yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sebuah sistem untuk terus bertahan,

kecenderungan masyarakat menciptakan konsensus (kesepakatan) antar anggotanya dan

kontribusi peran dan stastus yang dimainkan individu/institusi dalam keberlangsungan sebuah

masyarakat. Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya

terintegrasi menjadi satu, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi saling

berkaitan dan menciptakan konsensus dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen akan

saling beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari masyarakat.

Fungsionalisme struktural mengkaji peran atau fungsi dari suatu struktur sosial atau

institusi sosial dan tipe perilaku tindakan sosial tertentu dalam sebuah masyarakat dan pola

hubungannya dengan elemen-elemen lainnya. Selain itu, juga mengkaji status, peran dan proses

kerja keseluruhan masyarakat. Masyarakat dianlogikan seperti organisme raksasa yang terdiri

dari banyak struktur, semuanya berfungsi secara bersama-sama untuk memelihara keseluruhan

sistem, sama halnya dengan kita yang hidup, paru-paru, ginjal, hati dan organ lainnya berfungsi

(4)

Prinsip-Prinsip Pokok Fungsionalisme Struktural

Secara essensial prinsip-prinsip pokok fungsionalisme structural menurut Stephen K. Sanderson

(1993:9) adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat merupakan system yang kompleks yang tediri dari bagian-bagian yang saling

berhubungan dan saling tergantung, dan setiap bagian saling berpengaruh secara signifikan

terhadap bagian-bagian lainnya.

2. Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting

dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan.

3. Semua masyarakat memiliki mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu

mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu. Salah satu bagian penting

dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaan

dan nilai yang sama.

4. Masyarakat cenderung mengarah kepada satu keadaan equilibrium atau homeostatis,dan

gangguan pada salah satu bagian cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar

tercapai harmoni dan stabilitas.

5. Perubahan sosial merupakan kejadian yag tidak biasa dalam masyarakat tetapi

bila itu terjadi juga maka perubahan itu pada umumnya akan membawa kepada

(5)

Fungsionalisme struktural Talcott Parsons

Pembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema penting

mengenai fungsi untuk semua sistem tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema

AGIL., fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system.

Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social,

meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L).

empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive),

penjelasannya sebagai berikut:

 Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri

dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya. –

 Goal attainment (Pencapaina tujuan) ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

 Integration (Integrasi) : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola

ketiga fungsi (AGL).

 Latency (latensi atau pemeliharaan pola) berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola

individu dan cultural .

Contoh pemabahasan :

Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi

adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi

pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkan

(6)

oleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja

Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi

actor untuk bertindak. Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat

yang paling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk

tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat

yang ada dibawahnya.

(7)

Pada intinya parson menjelaskan teori fungsionalisme strukturalnya kepada suatu

pemahaman mengenai sistem yang mengacu kepada konsep equilibrium dalam kehidupan

masyarakat. Menurutnya untuk dapat memahami atau mendeskripsikan suatu sistem maka harus

ada suatu fungsi mengenai hal tersebut. Maka dari itu Parson percaya, bahwa ada empat

persyaratan mutlak yang harus ada suypaya fungsionalis masyarakat dapat berjalan, yakni AGIL.

pada dasarnya parson melihat bahwa AGIL ini mampu menjadi sebuah fungsi sebagai

keteraturan yang harus dimiliki dan dijalankan setiap masyarakat. AGIL mempunyai arti :

Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian tujuan), Integration (Integrasi) dan Latensi

(Pemeliharaan pola). Dengan adanya hal ini, Parson yakin bahwa tingkat keseimbangan dalam

masyarakat akan tersusun dan terjaga sehingga terhindar dari adanya kerusakan fungsional antar

pribadi di dalamnya, hal ini, menimbulkan banyak asumsi-asumsi yang kontroversial yang

seharusnya Parson teliti lebih lanjut, bahwa jika fungsi AGIL ini hanya mampu melenggangkan

atau mempertahankan suatu kekuasaan atas kedudukan individu, maka tidak mungkin suatu

sistem organisme yang ia jelaskan mampu terlaksana, serta ia terlalu merendahkan konsepsi

mengenai perubahan sosial secara revolusioner yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Dalam

teorinya ini, Parson lebih tertuju kepada sistem sebagai satu kesatuan daripada aktor sebagai

peran yang menduduki suatu kendali sistem, bukannya mempelajari bagaimana aktor tersebut

mampu menciptakan dan memelihara sistem tetapi sebaliknya. Hal yang patut untuk di kaji lebih

dalam mengenai konsep AGIL ini, ialah mengenai subsistem fungsionalis strukturalnya, yakni :

Ekonomi (Sebagai subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri

terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi sehingga masyarakat mampu

(8)

atau sistem politik dengan dasar sebagai pencipta tujuan-tujuan yang di dasari akan kepentingan

masyarakat).

Kesimpulannya ialah, bahwa teori Parson tersebut, terlalu mengedepankan strukturalisasi

pencapaian yang menekankan konsep equilibrium dalam dalam sistem di masyarakat secara

fakta, serta ia terlalu subjektif dengan angan-angannya bahwa setiap individu senantiasa

mensosialiasikan diri terhadap lingkungan dan lingkungan juga menyesuaikan fungsinya

terhadap diri, dan ia lebih menekankan pada aspek perubahan sosial secara evolusioner di

(9)

Interaksionisme Simbolik

Interaksi simbolik sebagai salah satu pendekatan dalam sosiologi diperkenalkan pertama

kali oleh Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika Serikat (Suprapto,

2002:127). Menurut Mead, interaksi sosial dalam masyarakat terjadi dalam bentuk utama yaitu :

(1) percakapan isyarat (interaksi nonsimbolik) dan (2) penggunaan simbol-simbol penting

(interaksi simbolik). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penekanan interaksi simbolik

adalah pada konteks simbol, sebab di sini orang mencoba memahami makna atau maksud dari

suatu aksi yang dilakukan satu dengan yang lain.

Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead adalah ; (1) Manusia

bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya, (2) Asal muasal arti atas

benda-benda tersebut muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang, (3) Makna yang demikian

ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses interprestasi yang digunakan oleh manusia

dalam berurusan dengan benda-benda lain yang diterimanya. Ketiga asumsi tersebut kemudian

melahirkan pokok-pokok pemikiran interaksi simbolik yang menjadi ciri-ciri utamanya

yaitu ; (1) Interaksi simbolik adalah proses-proses formatif dalam haknya sendiri, (2) Karena hal

tersebut, maka ia (interaksi simbolik) membentuk proses terus menerus yaitu proses

pengembangan atau penyesuaian tingkah laku, dimana hal ini dilakukan melalui proses dualisme

definisi dan interpretasi, (3) Proses pembuatan interpretasi dan definisi dari tindakan satu orang

ke orang lain berpusat dalam diri manusia melalui interaksi simbolik yang menjangkau

bentuk-bentuk umum hubungan manusia secara luas (Mead dalam Suprapto (2002:163) Sementara itu,

Ritzer (1992:209) menyatakan bahwa teori interaksionisme simbolik mengandung beberapa

(10)

manusia dikaruniai kapasitas berpikir, (2) Kapasitas berpikir tersebut terbentuk oleh adanya

interaksi sosial, (3) Dalam interaksi sosial, manusia mempelajari arti simbol-simbol yang

memungkinkan mereka menggunakan kemampuan khusus untuk berpikir (4) Makna-makna dan

simbol-simbol memungkinkan manusia secara khusus membedakan aksi dan interaksi, (5)

Manusia dapat mengubah makna-makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam aksi

dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka terhadap situasi tertentu, (6) Manusia dapat

membuat modifikasi dan perubahan-perubahan karena kemampuan mereka berinteraksi dengan

diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji aksi yang mana yang mungkin dapat

dijalankan, menilai kerugian dan keuntungan, serta memilih salah satunya, (7) Pola-pola aksi dan

interaksi yang telah jalin menjalin membentuk kelompok-kelompok dan masyarakat.

Interaksionisme simbolik pada awalnya terbagi dalam dua tradisi yaitu Chicago school dan Iowa

school dengan beberapa pokok pikiran masing-masing sebagaimana dijelaskan Littlejohn (1999:

156-160) yang dapat dirangkum sebagai berikut.

Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis

manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan,

menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa

individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau

struktur yang ada diluar dirinya. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun

berubah melalui interaksi. Jadi interaksi lah yang dianggap sebagai variable penting yang

menentukan perilaku manusia bukan struktur masyarakat.Struktur itu sendiri tercipta dan

berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara

stabil terhadap seperangkat objek yang sama. Senada dengan asumsi di atas, dalam fenomenologi

(11)

sosial siapa pun. Dalam pandangan Schutz, kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan

unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap muka dengan orang lain (Mulyana, 2001:61-62).

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek.

Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang

memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan

ekspektasi orag lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada

orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka.

Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya

atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanyalah berdasarkan definisi atau penafsiran mereka

atas objek-objek di sekeliling mereka. Tidak mengherankan bila frase-frase “definisi situasi” ,

“realitas terletak pada mata yang melihat” dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil,

situasi tersebut riil dalam konsekuensinya” sering dihubungkan dengan interaksionisme simbolik

(Mulyana, 2001:70).

Konsep penting teori interaksionisme simbolik Mead

a. Pikiran (Mind)

Kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol yang signifikan untuk merespon apa yang kita

lihat kemudian untuk difikirkan dalam benak kita. Dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi

(12)

Salah satu aktivitas penting yang diselesaikan orang melalui pemikiran adalah pengambilan

peran, atau kemampuan secara simbolik menempatkan diri seseorang di posisi orang lain.

b. Diri (self )

Kemampuan untuk memahami diri sendiri dari perspektif orang lain. Melalui pandangan orang

lain terhadap kita, kita akan mengetahui lebih jauh tentang pribadi kita sendiri dan

membayangkan bagaimana kita dilihat orang lain. Melalui diri, seseorang dapat menjadi orang

yang telah mencerminkan mereka dalam banyak interaksi yang telah dilakukan dengan orang

lain.

Diri terbagi menjadi dua segi :

 I adalah bagian dari diri anda yang menurutkan pada kata hati, tidak teratur, tidak terarah, dan tidak dapat ditebak. Contoh : Andi adalah seorang remaja yang sanantiasa selalu

merubah gaya rambutnya, hal ini disebabkan karena Andi adalah anak yang mudah

bosan. Perubahan yang dilakukan andi disini berdasarkan kehendaknya sendiri.

 Me adalah refleksi umum orang lain yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan tetap yang dibagi dengan orang lain. Me disini berperan sebagai objek dan lebih memberi

petunjuk dan bersikap hati-hati.

(13)

1. Aliran utama interaksionisme simbolik terlalu mudah membuang teknik ilmiah

konvensional. Eugene Weinstein dan Judith Tanur dengan tepat menyatakan hal ini:

“hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tak berarti pengungkapan keluarnya tak

dapat dikodekan, diklasifikasi, atau bahkan dihitung. Ilmu dan subjektivisme tidaklah

saling terpisah satu sama lain

2. M. Khun (1964), W. Kolb (1944), B. Meltzer, J. Petras dan L. Reynold (1975) dan

banyak lagi yang lainnya mengkritik ketidakjelasan konsep-konsep esensial Meadian

seperti: pikiran,diri, I dan me. Lebih umum lago khun bericara tentang ambiguitas dan

kontradiksi dalam teori teori Mead. Di luar toeri Meadean, mereka mengkritik berbagai

konsep dasar teoritisi interaksionisme simbolik yang dinilai keliru,tidak tepat,dank arena

itu tak mampu menyediakan basis yang kuat untuk membangun teori dan riset. Karena

konsep-konsep itu tak tepat, maka sulit mengoprasionalkannya; akibatnya adalah tak

dapat dihasilkan proposisi-proposisi yang dapat diuji (Stryker,1980)

3. Interaksionalisme simbolik meremehkan atau mengabaikan peran struktur beskala luas.

Sheldon Stryker menyatakan bahwa pemusatan perhatian interaksionisme simbolik

terhadap interaksi mikro berfungsi “meminimalkan atau menyangkal fakta struktur sosial

dan memengaruhi gambaran control masyarakat atas perilaku.

4. Interaksionisme mengabaikan factor psikologis seperti kebutuhan,motif,tujuan,dan

aspirasi. Dalam upaya untuk menyangkal adanya kekuatan abadi yang memaksa aktor

bertindak, teoritisasi interaksionisme simbolik malahan memusatkan perhatian pada arti,

simbol, tindakan, dan interaksi. Mereka melupakan factor psikologis yang mungkin

membatasi atau menekan aktor.

Pertukaran Sosial

(14)

Menurut Molm dan Cook yang meninjau sejarah perkembangan teori pertukaran,akar dari teori

pertukaran adalah behaviorisme

Behaviorisme

Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor

terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar

untuk pengondisian operan (operan condition) atau proses belajar yang melaluinya “perilaku

diubah oleh konsekuensinya”. Lingkungan merupakan tempat munculnya perilaku entah itu

berupa sosial atau fisik, dipengaruhi oleh perilaku selanjutnya bertindak kembali dengan

berbagai cara. Reaksi ini entah positif,negative,atau netral,mempengaruhi aktor berikutnya. Bila

reaksi telah menguntungkan aktor ,perilaku yang sama mungkin akan diulang di masa depan

dalam suatu yang serupa. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara

sejarah reaksi lingkungan atau akibat dan sifat perilaku kini. Sosiologi perilaku mengatakan

bahwa akibat masa lalu,kita dapat meramalkan apakah aktor akan menghasilkan perilaku yang

sama dalam situasi kini. Sosiologi perilaku sangat tertarik pada reward (hadiah: dan punishmen

(hukuman). Hadiah ditentukan oleh kemampuannya memperkuat perilku,sedangkan biaya

mengurangi kemungkinan perilaku.Behaviorisme pada umumnya,mmeruapakn gagasan tentang

rewrard dan punishment yang memiliki pengaruh besar terhadap teori pertukaran awal.

Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasioanl memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia

(15)

tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang memepunyai

pilihan (nilai,keperluan). Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan apa

yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor. Yang penting adalah

kenyataan bahwa tindakan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tindakan pilihan aktor.

Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini

memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbasan

sumber daya. Aktor mempunyai sumber yang berbeda mempunyai akses yang berbeda terhadap

sumberdaya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar,pencapaian tujuan

mungkin akan relative mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya

sedikit,pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali.

Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya kesempatan

(opportunity cost) atau “biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya yang sangat

menarik tak jadi dilakukan” (Friedman dan Hecther,1988:202). Dalam mengejar tujuan

tertentu,aktor tentu memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi

dilakukan itu. Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat

tinggi bila sumber dayanya tidak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam

peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang sngat bernilai. Aktor dipandang berupaya

mencapai keuntungan maksimal dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang

untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai peluang yang tersedia untuk mencapai

tujuan kedua yang paling bernila.

Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Hambatan

kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negative yang membantu

(16)

Teori Pertukaran George Homans

Inti teori pertukaran Homans terletak pada sekumpulan proposisi fundamental. Meski beberapa

proposisinya menerangkan setidaknya dua individu yang berinteraksi. Menurut Homans

proposisi itu bersifat psikologis karena dua alasan yaitu :

1. Proposisi itu biasanya dinyatakan dan diuji secara empiris oleh orang yang menyebut

dirinya sendiri “psikolog.

2. Proposisi itu bersifat psikologis karena menerangkan fenomena individu dalam masyarakat

: “proposisi itu lebih mengenai perlilaku individu daripada kelompok atau masyarakat; dan

perilaku manusia,sebagai manusia, umumnya dianggap bidang kajian psikologi

Dalam memusatkan perhatian pada jenis situasi ini dan dengan mendasarkan pemikirannya pada

temuan Skinner, Homans mengembangkan beberapa proposisi yakni :

1. Proposisi sukses

Ada beberapa hal yang ditetapkan Homans mengenai proposisi sukses. Pertama, meski

umumnya benar bahwa makin sering hadiah diterima menyebabkan makin sering

tindakan dilakukan,namun pembahasan ini tidak dapat berlangsung tanpa batas. Kedua,

makin pendek jarak waktu antara pelaku dan hadiah, makin besar kemungkinan orang

mengulai perilaku. Sebaliknya, makin lama jarak waktu antara perilaku dan hadiah,

makin kecil kemungkinan orang mengulangi perilaku. Ketika, menurut Homans,

pemberian hadiah secara intermiten lebih besar kemungkinannya menimbulkan

(17)

meinmbulkan kebosanan dan kejenuhan, sedangkan hadiah yang diterima dalam jarak

waktu yang tak teratur sangat mungkin menimbulkan perulangan waktu. 2. Proposisi Pendorong

Bila dalam kejadian masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah

menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin serupa dorongan kini dengan

dorongan masa lalu, makin besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa

(Homans,1974:23) 3. Proposisi Nilai

Makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia

melakukan tindakan itu (Homans, 1974:25). 4. Proposisi Deprivasi-Kejemuan

Makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang

bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya (Homans, 1974:29) 5. Proposisi Persetujuan Agresi

Proposisi A: Bila tindakan orang tak mendapatkan hadiah yang ia harapkan atau

menerima hukuman yang tidak diharapkan, ia akan marah; besar kemungkinan ia akan

melakukan tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya

Proposisi B: Bila tindakan seseorang menerima hadiah yang dia harapkan, terutama

hadiah yang lebih besar, daripadd yang ia harapkan, atau tidak menerima hukuman yang

ia bayangkan, maka ia kan puas: makin besar kemungkinannya melaksanakan tindakan

yang disetujui dan akibat seperti itu akan makin bernilai baginya (Homans, 1974:39)

6. Proposisi Rasionalitas

Dalam memilih diantara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih studi

antaranya, yang dia anggap saat itu memilki value (V), sebagai hasil, dikalikan dengan

(18)

Teori Pertukaran Peter Blau

Tujuan Peter Blau adalah untuk memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial

yang memengaruhi hubungan antara individu dan kelompok. Pertanyaan mendasar adalah

bagaimana cara kehidupan sosial tersusun menjadi struktur sosial yang makin kompleks.

Blau memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan

perilaku manusia dan melandasi hubungan antarindividu maupun antar kelompok. Blau

membayangkan empat langkah berurutan, mulai dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial

hingga ke perubahan sosial:

 Langkah 1: Pertukaran atau transaksi antarindividu yang meningkat ke…

 Langkah 2: Diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke…

 Langkan 3: Legitimasi dan pengorganisian yang menyebarkan bibit dari …

 Langkah 4: Oposisi dan perubahan

Mikro ke Makro. Di tingkat individual, Blau dan Homans tertarik pada proses yang sama.

Tetapi,konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan yang tergantung pada reaksi

pemberian hadiah dari orang lain—tindakan yang segera berhenti bila reaksi yang diharapkan

tidak kunjung dating. Orang saling tertarik karena berbagai alasan yang membujuk untuk

membangun kelompok sosial. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tak selalu dapat

memberikan hadiah secara setara. Bila terjadi ketimpagan dalam pertukaran hadiah,maka akan

timbul perbedaan kekuasaan dalam kelompok.

Bila satu orang membutuhkan sesuatu dari orang lain,tetapi tidak memberikan apa pun

yang sebanding sebagai tukarannya,maka akan tersedia empat kemungkinan:

1. Orang dapat memaksa orang lain untuk membantunya

(19)

3. Orang itu dapat mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mendapatkan apa yang

dibutuhkannya dari orang lain.

4. Orang itu mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian

memberikan orang lain itu “penghargaan yang sama” dalam antar hubungan mereka.

Kemudian orang lain dapat menarik penghargaannya yang diberikan itu ketika menginginkan

orang yang ditundukkan itu melakukan sesuatu.

Kritik

Menurut Homans teori pertukaran sosial seosial sebagai pertukaran aktivitas, dengan kata lain

manusia dipandang melakukan sesuatu dengan pertimbangan untuk mendapatkan ganjaran atas

tindakan tersebut, tentu hal ini tidak berlaku sepenuhnya, tindakan tidak semata-mata terkait

ganjaran, rasanya di Indonesia yang terkenal akan sifat gotong royongnya teori ini sedikit tidak

berlaku karena tidak semua tindakan didasarkan atas ganjaran dan seolah olah setiap indivdu

memiliki sifat pragmatis. Tidak selamanya setiap tindakan didasarkan atas ganjaran (reward)

(20)

membantu, misalnya bersama-sama membangun rumah tetangga, padahal tidak mendapatkan

ganjaran sedikit pun. Hal ini didasarkan atas budaya gotong royong yang sudah mendarah daging

dan bukan didasarkan atas pertimbangan ganjaran.

Selain itu juga teori ini juga masih terlihat tidak bisa melepaskan diri dari baying-bayang

psikologi, hal ini memang berkaitan dengan teori itu sendiri yang berawal dari psikologi. Padahal

dalam sejumlah publikasi Homans merinci program untuk “mengembalikan orang ke dalam”

sosiologi akan tetapi ia pun mencoba untuk mengembangkan sebuah teori yang memusatkan

perhatian pada psikologi tentu hal tersebut menunjukkan adanya kontradiksi antara publikasi

yang ia utarakan. Sehingga menurut saya teori ini masih dibayang-bayangi oleh psikologi.

Daftar Pustaka

Ritzer, George. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. RajaGrafindo Persada.

Jakarta

Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Prenada Media Group. Jakarta.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma yang disajikan dalam makalah ini yang didasari oleh clonal selection dengan mekanisme seleksi positif dan seleksi negatif, terbukti berhasil menggantikan

Fungsi tujuan pada model linier programming adalah ingin mencapai suatu tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum. Fungsi tujuan yang ditentukan

Salah satu sumber Nairn, Kivlan Zein menuturkan bahwa pensiunan jenderal maupun yang masih aktif setuju dengan FPI—dan gelombang Aksi Bela Islam yang digelar kelompok Islamis..

Penggunaan singkatan dan akronim pada pedoman umum ejaan bahasa Indonesia, yaitu (1) nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti degan tanda titik

Hasil uji t didapat bahwa secara parsial variabel pendapatan konsumen kopi Robusta berpengaruh signifikan terhadap permintaan kopi Robusta di pasar inpres,

Os mengeluh nyeri perut yang dominan pada kanan bawah sejak 4 hari SMRS. Awalnya nyeri terasa hilang timbul dan terlokalisir di kanan bawah namun kelamaan nyeri meluas dan terasa

N o Data Yang Diuji Hasil Yang Diharapkan Hasil Pengujia n Keterangan 1 Halama n input criteria Setelah criteria diinput maka criteria akan disimpan kedalam

DUKUH KUPANG 44 158 SURABAYA Jl Wachid hasym 159 SURABAYA jl.usman sadar no.22 160 SURABAYA jl.jombang 5 babat-lamongan 161 SURABAYA jl.kalimantan no.144 gresik 162 SURABAYA