• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN KINERJA TERHADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN KINERJA TERHADA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Layanan kesehatan adalah fungsi yang paling terlihat dari sistem kesehatan, baik untuk pengguna dan masyarakat umum. Penyediaan layanan mengacu pada cara input seperti, staf, peralatan dan obat-obatan yang dikombinasikan untuk memungkinkan pemberian penanganan kesehatan (http://www.who.int/topics/health_services/en/).

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis, dan kualitasnya serta terdistribusi secara adil dan merata (www.binfar.kemkes.go.id).

Pelayanan keperawatan kesehatan pada rumah sakit atau puskesmas merupakan salah satu pelayanan yang sangat penting dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada penerapan asuhan keperawatan secara profesional sesuai standar keperawatan sangat tergantung pada bagaimana kinerja perawat di rumah sakit atau puskesmas dalam menerapkan standar asuhan keperawatan (Ilyas, 2004).

(2)

masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan kegiatan utama adalah kegiatan pencegahan dan promosi kesehatan (Permenkes 75, 2014 _ (http://www.depkes.go.id).

Puskesmas berperan sebagai ujung tombak dalam memberikan layanan kesehatan dasar (primary health care) yaitu pelayanan kesehatan minimal kepada masyarakat berupa layanan preventif, berkesinambungan, dan tentunya dapat diakses bagi seluruh masyarakat. Puskesmas di seluruh Indonesia saat ini berjumlah 9,599 buah dimana yang masih dalam kondisi rusak bahkan sampai ada yang tidak bisa difungsikan (Kemenkes, 2013a).

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu pembangunan upaya pembangunan nasional dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah mau pun masyarakat sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu dan terjangkau. Hal ini perlu didukung dengan komitmen yang tinggi terhadap kemauan, etika dan dilaksanakan dengan prioritas kepada upaya kesehatan dan pengendalian penyakit disamping penyembuhan dan pemulihan (Febri,2006).

(3)

layanan yang diberikan (Anna Kurniati,Ferry Effendi:2012, Kajian SDM Kesehatan di Indonesia).

Peran tenaga perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sangatlah penting khususnya sebagai tenaga pelaksana pelayanan yaitu tenaga perawat relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, maka wajarlah jika kinerja perawat sangat berperan untuk menjadi penentu bagi citra rumah sakit atau puskesmas. Oleh karena itu perawat harus senantiasa dipertahankan dan ditingkatkan seoptimal mungkin, serta perlu mendapatkan dukungan dari pihak puskesmas atau pun instansi kesehatan lainnya (Depkes, 2004 dalam Nurul Azmi).

Kinerja perawat sangat berkaitan erat dengan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan. Beberapa provinsi di Indonesia yang terdiri dari provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan DKI Jakarta telah dilakukan penelitian oleh Direktorat Pelayanan Keperawatan Depkes bekerja sama dengan WHO (World Health Organization) tahun 2004 didapatkan hasil bahwa selama 3 tahun terakhir sebanyak 70,9% perawat tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% perawat di rumah sakit mengerjakan tugas-tugas non keperawatan, 47,4% perawat yang tidak mempunyai uraian tugas yang jelas dan tertulis, belum adanya pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja perawat secara khusus (Kemenkes RI, 2005).

(4)

kinerja perawat dan bidan baik di puskesmas maupun di rumah sakit yang disebut model Pengembangan Manajemen Kinerja yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme perawat dan bidan [ CITATION Kem05 \l 1033 ].

Selain itu baik atau buruknya suatu kinerja sangat dipengaruhi oleh beban kerja, semakin tinggi beban kerja maka akan berdampak buruk bagi kinerja perawat, kinerja yang buruk akan berdampak buruk pula pada karier perawat, adanya reward, tidak adanya sistem promosi, serta tidak ada punishment terhadap perawat yang kinerjanya buruk [ CITATION Kan13 \l 1033 ].

Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek – aspek seperti tugas – tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya., begitu pun tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia peroleh, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung tiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Irwandy, 2007 dalam Batuah Nurnaningsi).

(5)

melahirkan 250 ribu calon tenaga perawat baru (https://moveamura.wordpress.com).

Rasio tenaga keperawatan di Sulsel hingga tahun 2009 sebesar 94,36 per 100.000 penduduk. Namun bila dirinci menurut jenisnya maka di Sulsel, pada tahun yang sama tercatat jumlah perawat sebanyak 7.859 orang dengan jumlah lulusan terbanyak berasal dari D-3 keperawatan (58,27%) dan SPK sebesar 29,21%. Proporsi tenaga perawat 61,12% dari seluruh tenaga kesehatan. Bila dibandingkan dengan target pencapaian IIS 2010 sebesar 117,5 per 100.000 penduduk maka Sulsel belum mencapai target atau masih butuh sekitar 1.927 tenaga perawat (http://datinkessulsel.wordpress.com).

(6)

Sesuai data awal dari Puskesmas Binamu Kota, angka kunjungan pada tahun 2011 sebanyak 11.180 orang, tahun 2012 sebanyak 32.377 orang sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi 43.605 orang. Jumlah ini menempatkan Puskesmas Binamu Kota sebagai Puskesmas dengan jumlah kunjungan terbesar di Kabupaten Jeneponto. Sedangkan jumlah perawat untuk Puskesmas Binamu Kota pada tahun 2012 tercatat terdapat 27 tenaga perawat yang terbagi atas 8 tenaga PNS dan 19 tenaga non PNS (Data Primer PKM Binamu Kota 2013).

Tingginya angka kunjungan setiap tahun dan masih minimnya jumlah perawat adalah sebuah daya tarik bagi penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Binamu Kota terlebih lagi tidak adanya penilaian terhadap beban kerja dan kinerja juga prestasi kerja perawat di wilayah kerja Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dengan angka jumlah kunjungan yang setiap tahun meningkat, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada “Hubungan Beban Kerja dan Kinerja Terhadap Prestasi Kerja Perawat di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto”.

(7)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada “Hubungan beban kerja dan kinerja terhadap prestasi kerja perawat di puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto”.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan beban kerja dan kinerja terhadap prestasi kerja perawat di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hubungan beban kerja perawat dengan prestasi kerja perawat di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto.

b. Diketahuinya hubungan kinerja dengan prestasi kerja perawat di puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto.

C. Manfaat Penelitan 1. Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi peneliti selanjutnya dan mahasiswa.Sebagai bahan kajian ilmiah yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

2. Manfaat bagi Institusi

(8)

bahan masukan untuk penelitian dalam hal ini beban kerja dan kinerja terhadap prestasi kerja perawat di Kabupaten Jeneponto.

3. Manfaat bagi Peneliti

Memperoleh gambaran nyata tentang hubungan beban kerja dan kinerja terhadap prestasi kerja perawat yang dapat mempengaruhi perawat dalam mengelola beban kerja agar tidak terjadi penurunan kinerja dan prestasi kerja.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja Perawat

Beban kerja merupakan sejumlah tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau 5 pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu (Menpan, 1997).

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas – tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, ketrampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. (Tarwaka,2010). Beban kerja karyawan perlu diperhatikan agar tidak terjadi over yang dapat menimbulkan stres dan dapat berakibat pada menurunnya kerja karyawan (Mudayana, 2012 dalam Yuckho V. R. Silanno).

Menurut Irwady (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata – rata dari masing – masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik, psikologis/mental dan waktu kerja.

(10)

2. Aspek psikologis yang berkaitan dengan hubungan perawat dengan perawat lain, atasan dan dengan pasien.

3. Aspek waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari.

Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan, dimana 53,2% waktu yang benar – benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang ( Irwady, 2007 ).

Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang merosot (Bina Diknakes, 2008).

Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh perawat meliputi (French dan Caplan, 1973) :

1) Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.

(11)

3) Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien.

4) Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam. 5) Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah pasien.

6) Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan.

7) Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas. 8) Tuntutan keluarga untuk keselamatan dan kesehatan pasien.

9) Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

10) Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien di ruangan.

11) Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

12) Setiap sat melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat-obatan secara intensif).

13) Tindakan untuk selalu menyelamatkan pasien.

(12)

Salah satu cara untuk mengurangi beban kerja perawat yang terlalu tinggi adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya sesuai dengan tuntutan kerja. Semakin banyak pasien yang ditangani seorang perawat selama periode waktu tertentu, maka semakin berat/ besar beban kerja perawat tersebut (Gilles, 1996; 278). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga perawat dengan beban kerjanya di suatu rumah sakit.

Pada tenaga keperawatan beban kerja dipengaruhi oleh fungsinya untuk melaksanakan asuhan keperawatan serta kapasitasnya untuk melakukan fungsi tersebut. Beban kerja seorang perawat dapat dihitung dari waktu efektif yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi bebannya. Sehingga dalam kapasitasnya sebagai perawat yang melaksanakan tugas dan fungsi asuhan keperawatan serta waktu yang telah digunakan ( Depkes RI, 2007).

(13)

Beban kerja yang dimiliki seseorang dapat memberi pengaruh terhadap kemampuan kerja yang dilaksanakan, dimana hal ini berhubungan dengan maksimalisasi hasil kerja demi memberikan kepuasan dan kualitas dari pekerjaan tersebut.

Selain itu, beban kerja yang berlebihan dapat pula mengganggu penampilan kerja dari seorang perawat yang akhirnya berdampak positif kepada kinerja perawat tersebut serta secara otomatis juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas kerjanya. Miasalnya, pemberian tugas tambahan yang tidak sesuai dengan kemampuan perawat seperti jumlah pasien yang harus di rawat,waktu kerja dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain pekerjaan dan lama kerja. Uraian pekerjaan yang dihasilkan oleh analisis pekerjaan dapat memberikan informasi tentang beban kerja setiap unit kerja, namun pekerjaan ini berisi tentang tugas yang dilakukan sebagai seorang tenaga kesehatan baik tugas pokok maupun tugas tambahan ( Bina Diknakes, 2008).

i. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Menurut Manuaba (2000), faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain :

(14)

1. Tugas – tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas – tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan.

2. Organisasi kerja, seperti lainnya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja, kerja malam, system pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

b. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

(15)

konsumen/ klien, adalah faktor ketrampilan majemen perawat/ pengalaman kerja perawat dan faktor tingkat pendidikan perawat (Samba S., 2000;66-68).

ii. Jenis Beban Kerja

Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :

1. Beban kerja kuantitatif, meliputi :

a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja. b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan. c. Kontak langsung perawat pasien secara terus menerus selama jam kerja. d. Rasio perawat dan pasien.

2. Beban kerja kualitatif, meliputi :

a. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.

b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis. c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas. d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.

e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat. f. Tugas memberikan obat secara intensif.

(16)

iii. Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stress kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi – reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari – hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan, sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000).

iv. Pengukuran Beban Kerja

Untuk mengetahui beban kerja, suatu pekerjaan dapat dilakukan pengukuran kerja. Pengukuran beban kerja adalah penerapan tehnik yang dirancang untuk menetapkan bagi seorang pekerja yang memenuhi syarat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Pendekatan – pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur beban kerja perawat antara lain :

a. Work sampling

Teknik ini melihat beban kerja personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga kerja tertentu. Pada pengamatan dengan pendekatan work sampling dapat diamati :

(17)

2) Apakah aktivitas personil berkaitan dengan fungsi dan tugas pada waktu jam kerja.

3) Proporsi waktu kerja untuk kegiatan produktif/kegiatan langsung atau tidak produktif/kegiatan tidak langsung.

4) Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja. Pada work sampling yang menjadi pengamatan adalah aktivitas keperawatan yang dilaksanakan perawat dalam menjalankan tugasnya sehari – hari di ruang kerjanya.

Langkah – langkah pengamatan beban kerja dengan metode work sampling yaitu :

1. Ditentukan personil yang akan diteliti.

2. Bila jenis personil jumlahnya banyak dilakukan pemilihan sampel sebagai subyek yang akan diamati.

3. Membuat fomulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung atau tidak langsung.

4. Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2 – 15 menit atau tergantung kebutuhan peneliti, makin pendek jarak waktu pengamatan makin banyak sampel pengamatan yang bisa diamati oleh peneliti. Personil yang diamati tidaklah penting tetapi apa yang dikerjakan yang jadi pengamatan.

(18)

Pada teknik ini peneliti mengamati dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pelaksana pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah seorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi. Pengamatan dapat dilakukan secara shift dan pengamatan bisa dihentikan bila pengamatan telah memenuhi standar kompetensi penelitian.

Menurut Barry Rander 1991 time study atau studi waktu adalah sebuah metode pengukuran waktu kerja dari suatu sampel penelitian kerja, para pekerja dan penggunaannya untuk menetapkan standar waktu kerja. Langkah – langkahnya :

1. Mengidentifikasi jenis – jenis pekerjaan yang diamati.

2. Membagi jenis – jenis kegiatan yang akan diamati ke dalam elemen elemen kerja.

3. Masing – masing elemen kerja harus mempunyai titik awal dan titik akhir yang pasti untuk memudahkan pengukuran.

4. Menentukan berapa kali pengukuran atau pengamatan akan dilakukan terhadap elemen – elemen kerja tersebut (berapa sampel yang diperlukan) 5. Mengamati dan mengukur waktu tiap elemen kerja dari titik akhir

sebanyak sampel yang telah ditentukan dan mencatat hasil pengukuran tersebut.

(19)

Merupakan bentuk sederhana dari work sampling dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang akan digunakan untuk suatu kegiatan. Penggunaan teknik ini sangat bergantung terhadap kerjasama dan kejujuran dari personil yang sedang diteliti. Peneliti biasanya membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari dan diisi sendiri oleh subyek personil yang diteliti. Sebelum dilakukan penelitian perlu diberi penjelasan dan cara pengisian formulir. Dengan menggunakan formulir kegiatan dapat dicatat jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan. Kegiatan mulai masuk kerja sampai pulang, pencatatan dilakukan oleh informan sendiri.

Hasil analisis dapat digunakan untuk pola beban kerja, kapan beban kerja tinggi, apa jenis kerjaan yang membutuhkan waktu banyak, sangat membutuhkan kerjasama karyawan yang diteliti untuk menghasilkan perhitungan yang baik. Lama waktu mengerjakan setiap jenis pekerjaan juga penting untuk melihat beban kerja perlu waktu dan jumlah produksi, karena produktivitas dapat diukur dengan jumlah produksi dibagi dengan waktu ( Ilyas, Yaslis. Perencanaan Sumber Daya manusia Rumah Sakit. UGM ). v. Penilaian Beban Kerja

(20)

analisis beban kerja. Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu ( Permenpan, 2008. Reformasi Birokrasi ).

Analisis beban kerja merupakan salah satu cara dalam perencanaan kebutuhan sumber daya manusia (Kepmenkes 81, 2004). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja, disebutkan bahwa dalam perencanaan tenaga kerja baik mikro mau pun makro dihitung berdasarkan beban kerja yang kemudian dituangkan dalam rencana tenaga kerja yang disusun dalam jangka waktu lima tahun. Setiap tahunnya dilakukan penilaian untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dari masing – masing lembaga atau pun perusahaan. Hasil dari perhitungan analisis beban kerja sangat bermanfaat sebagai alat ukur terhadap kebutuhan sumber daya manusia dalam norma waktu penyelesaian kerja, tingkat efisiensi kerja, prestasi kerja, penyusunan formasi pegawai, dan penyempurnaan sistem prosedur kerja ( Kemenkes, 2013b).

(21)

secara teknis, komprehensif, realistis, serta memberikan kemudahan dalam menentukan variasi kebutuhan SDM dalam berbagai tipe layanan kesehatan seperti puskesmas maupun rumah sakit (WHO, 2010). Kelengkapan data sekunder merupakan salah satu kunci keberhasilan dari penerapan metode WISN ini (WHO, 2010).

Langkah kerja dalam metode WISN sesuai dengan pedoman WHO tahun 2010.

1. Menentukan prioritas jenis tenaga kesehatan dan tipe fasilitas kesehatan. 2. Memperkirakan waktu kerja yang tersedia.

3. Mendefinisikan komponen – komponen beban kerja. 4. Menentukan standar aktivitas.

5. Menentukan standar beban kerja. 6. Menghitung faktor kelonggaran.

7. Menetapkan kebutuhan tenaga berdasarkan WISN. 8. Analisis dan interpretasi hasil WISN.

(22)

Perhitungan jumlah tenaga dilakukan dengan memasukkan data primer yaitu jumlah waktu setiap pola kegiatan dan data sekunder ke dalam rumus Workload Indicator of Staffing Need (WISN). Langkah - langkah yang 1. Menetapkan waktu kerja tersedia, dengan rumus :

Waktu Kerja Tersedia = A-(B+C+D+E) X F, dimana A = Hari kerja yang mungkin dalam setahun

B = Cuti Tahunan

C = Pendidikan pelatihan sesuai dengan aturan rumah sakit D = Hari Libur Nasional

E = Ketidakhadiran kerja karena sakit, izin dan lain sebagainya F = Waktu kerja dalam satu hari

2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM, dalam hal ini unit kerja. 3. Menyusun standar beban kerja

(23)

jumlah waktu setiap kegiatan pokok (produktif langsung dan tidak langsung) dalam satu hari dibagi dengan rata – rata jumlah kegiatan pokok dalam satu hari kerja.

Standar Beban Kerja= Waktu Kerja Tersedia

RatarataWaktu PerKegiatan Pokok

4. Menyusun standar kelonggaran

Standar kelonggaran diperoleh dari jumlah waktu kegiatan produktif lain dan kegiatan lain di luar kegiatan yang berhasil diamati.

Standar Kelonggaran=Jumlah ratarata waktu PerFaktor Kelonggaran Waktu Kerja Tersedia

5. Perhitungan kebutuhan tenaga dengan rumus :

Kebutu h an SDM=Kuantitas Kegiatan PokokStandar Beban Kerja + Standar Kelonggaran

Jika rasio WISN = 1 artinya SDM cukup dan sesuai beban kerja

berdasarkan SOP yang telah ditetapkan.

Jika rasio WISN < 1 artinya SDM yang ada belum cukup dan belum

sesuai beban kerja. Misal tenaga yang ada 6 sedangkan yang dibutuhkan adalah 8 maka 6/8 = 0.75 atau 75% tenaga yang tercapai.

Jika rasio WISN > 1 maka SDM berlebihan.

vi. Tinjauan Umum Tentang Waktu Kerja

(24)

pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari (Irwady, 2007). Waktu kerja seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan dan tidak disertai efisiensi yang tinggi biasanya memperlihatkan penurunan produktifitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Yang dimaksud dengan waktu kerja dalam observasi ini adalah jumlah jam kerja produktif yang digunakan oleh perawat untuk mengerjakan tugas utamanya sesuai dengan uraian tugas perawat, maupun tugas – tugas tambahan yang dikerjakannya yang tidak tercantum dalam uraian tugas perawat.

Waktu kerja yang dikeluarkan oleh Depkes RI yaitu waktu kerja normal per hari adalah 8 jam ( 5 hari kerja ), jadi waktu kerja yang efektif untuk tiap pegawai adalah 6,4 jam per hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja standar pegawai adalah 80 % - 100 % dari waktu kerja normal atau 6,4 – 8 jam/hari.

B. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Kinerja i. Definisi Manajemen Kinerja

(25)

pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2012).

Bacal (2004) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya . Proses komunikasi ini meliptui kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang dilakukan[ CITATION Bac04 \l 1033 ]. Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi, Amstrong (2004) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan atribut yang disepakati. Menurut Amstrong (2004) manajemen kinerja diartikan “ an HRM process concerned with getting the best performance from individuals in an

organization , as well as getting the best performance from teams and the

organization as a whole”. Manajemen kinerja juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses menetapkan tujuan dan mengukur performance untuk mencapai tujuan tersebut (Australian Government, 2012).

ii. Manfaat Manajemen Kinerja

(26)

manfaat antara lain dalam mempertahankan karyawan yang terbaik, memberikan dasar/alasan bagi pekerja dalam menjaga dan meningkatkan performance mereka, menurunkan performa karyawan yang buruk dan meningkatkan skill dan produktifitas pekerja (Australian Government, 2012).

Menurut Wibowo, 2012 manfaat manajemen kinerja bagi organisasi antara lain untuk menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar keterampilan, mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis perencanaan karier, membantu menahan pekerja terampil untuk tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan pelanggan serta mendukung program perubahan budaya. Sementara itu, manfaat manajemen kinerja bagi individu antara lain untuk memperjelas peran dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu mengembangkan kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar objektifitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar objektifitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja dan memformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan (Wibowo, 2012). iii. Sistem Pengukuran Kinerja

(27)

kepadanya. Hal ini dilakukan dengan penilaian kinerja [ CITATION Bes03 \l 1033 ]. Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui pakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan (Wibowo, 2012).

Pengertian penilaian kinerja menurut Siagian (2004) merupakan pengukuran dan perbandingan hasil-hasil kinerja nyata dengan hasil-hasil yang diharapkan akan tercapai. Sony Yuwono (2004) menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rentan nilai yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dilakukan sebagai umpan balik yang akan memberikan prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dalam perusahaan yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan atau sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya (yang berupa kebijakan atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran) agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

(28)

Terdapat beberapa macam pengklasifikasian dalam mengukur kinerja/performance. Menurut Mulyadi (2001) terdapat tiga ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif :

a. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criteria) . Ukuran kriteria tunggal adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran dalam menilai kinerja.

b. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criteria) . Ukuran kriteria beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja sebuah perusahaan.

c. Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criteria) . Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja perusahaan.

Terdapat beberapa macam pengklasifikasian pengukuran kinerja, Sebaiknya dipakai sebagai alat yang bersifat saling melengkapi, berikut adalah beberapa sistem pengklasifikasian (Wibowo, 2012):

a. Sifat Ukuran

Tipe pengukuran dapat diklasifikasi menurut sifatnya menjadi langsung dan tidak langsung, dan menurut caranya menjadi subjektif dan objektif. (William Werther, 1996).

 Pengukuran Langsung-Tidak Langsung.

(29)

melihat kinerja. Observasi tidak langsung dilakukan apabila supervisor tidak berhadapan langsung dengan karyawan.

 Pengukuran Objektif-Subjektif

Pengukuran kinerja secara objektif merupakan indikator prestasi kerja yang dapat diperiksa oleh orang lain dan biasanya bersifat kuantitatif; Pengukuran kinerja yang subjektif merating berdasar standar pribadi atau pendapat dari yang melakukan evaluasi dan tidak dapat dikoreksi oleh lainnya.

b. Lingkup Ukuran

Mastrong dan Baron (2009) membagi tipe ukuran kinerja berdasarkan pada lingkup penggunaannya, dalam lingkup individual, tim dan organisasional.  Ukuran Individual

Ukuran kinerja individu berhubungan dengan akuntabilitas dan ditetapkan dalam kriteria kuantitas, kualitas, produktifitas, ketetapan waktu dan efektifitas biaya. Dengan demikian, ukuran kinerja individual sangat bervariasi menurut pekerjaan dan tanggung jawabnya.

 Ukuran Tim

Ukuran kinerja tim dapat menghubungkan dengan output, proses tim, hubungan tim dengan pelanggan, standar kualitas, kecepatan respons atau waktu pengiriman, manajemen proyek, hasil keuangan dan pengawasan biaya.

 Ukuran Organisasional

Terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi, antara lain :

(30)

A balanced Score card merupakan serangkaian ukuran yang memberi manajer puncak pandangan bisnis yang cepat tetapi komprehensif. Manajer harus melihat bisnis dalam empat perspektif yaitu customer perspectives, internal perspectives, innovation and learning

perspectives dan financial perspectives.

2. The European Foundation for Quality management.

Terdapat Sembilan elemen yang dipakai dalam model ini yakni kepemimpinan, kebijakan dan strategi, manajemen sumber daya.

3. Economic Value Added dan Traditional Financial Measures c. Sistem Ukuran

Lawson (2005) menyarankan ada tiga yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja yaitu rating system, ranking system dan narrative system dengan deskripsi sebagai berikut :

(31)

dapat mengikuti penjelasan singkat atau instruksi jelas lainnya, (4) tidak dapat melihat kesalahan sendiri, (5) mempunyai hubungan buruk dengan rekan, (6) mempunyai kehadiran buruk atau catatan terputus-putus. 2. Ranking System. Apabila rating menciptakan gambaran yang jelas

kinerja pekerja individual, ranking menciptakan perbandingan langsung kinerja diantara lebih dari satu pekerja dalam posisi yang sama. Ranking menunjukkan pekerja yang mana yang paling berhasil secara keseluruhan dalam tugas-tugas penting.

3. Narrative System. Narrative umumnya menjadi bagian dari review kinerja. Ini merupakan gaya esai deskriptif memperinci kinerja individual. Sistem ini dipergunakan karena memberikan kesempatan untuk mengurangi sifat baku dari formulir penilaian dan bekerja terbaik ketika dipertimbangkan sebagai pelengkap terhadap ranking atau rating. d. Tujuan Ukuran

Ukuran kinerja ditentukan oleh tujuannya. Harbour (1997) memberikan tipe ukuran lebih mendasarkan pada tujuan dari penggunaan kinerja, yaitu sebagai berikut :

Baseline Performance Measures

Baseline performance measures merupakan alat ukur yang paling penting karena menjadi dasar dan awal bagi ukuran lainnya. Menciptakan baseline untuk kinerja sekarang berarti membentuk dasar untuk ukuran kinerja berikutnya.

Trending Performances Measures

(32)

telah ditentukan terlebih dahulu. Ukuran kinerja ini menunjukkan kecenderungan selama periode waktu tertentu terhadap baseline, bisa bersifat menaik maupun menurun secara bervariasi.

Control Performance Measures

Control performance measures mengukur kondisi kinerja dibandingkan dengan batasan atau toleransi yang telah ditentukan sebelumnya. Control measures memberikan peringatan dini bahwa segala sesuatu dimulai dari tingkat kinerja yang ditentukan sebelumnya atau dibutuhkan.

Diagnostic Performance Measures

Seringkali, masalah kinerja harus diidentifikasi melalui pengukuran kinerja, meskipun sebenarnya kadang-kadang bahkan tidak dapat mengidentifikasi apa yang salah dengan kinerja sampai dilakukan pengukuran terhadap proses kinerja.

Planning Performances Measures

Semua organisasi harus melakukan perencanaan, baik pada tingkat mikro maupun makro. Merencanakan pengukuran kinerja merupakan merupakan ukuran prediktif. Ukuran tersebut menjawab pertanyaan, dengan informasi tertentu dan tingkat kinerja yang lalu, bagaimana rencana untuk masa yang akan datang.

C. Tinjauan Umum Tentang Kinerja Perawat

(33)

masing-masing, tidak melanggar hukum, aturan serta sesuai moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa. Untuk aktivitas seorang perawat adalah mengumpulkan data kesehatan mengenai pasien, membuat diagnosis menurut ilmu keperawatan, menetapkan tujuan keperawatan, melaksanakan keperawatan serta evaluasi terhadap perawatan (Suryadi, 2009 dalam Nurul Azmi).

Menurut Gibson, et al, (1994) kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Dengan demikian kinerja adalah sebagai pelaksanaan fungsi – fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampilan. Individu yang memiliki kinerja yang tinggi umumnya berorientasi pada prestasi, memiliki kepercayaan diri, berpengendalian diri, dan memiliki kompetensi (Nursalam, 2014).

(34)

diterima, keberadaan pekerjaan yang dilakukan, dan hubungan dengan organisasi (Timbul Sinaga, 2013).

Menurut Supriyanto dan Ratna (2007) kinerja adalah efforts (upaya atau aktivitas) ditambah achievments (hasil kerja atau pencapaian hasil upaya).

Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan ( achievment ) suatu program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi (efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi baik secara kuantitas dan kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawabnya, legal dan tidak melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja sendiri merupakan penjabaran visi, misi, tujuan dan strategi organisasi (Nursalam 2014 : 120).

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap umum individual terhadap pekerjaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah hasil kerja (Supriyatno dan Ratna, 2007 dalam Nursalam, 2014).

Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu :

(35)

2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribasian, motivasi dan kepuasan kerja.

3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

Faktor yang mempengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins, 2002). Faktor kemampuan ( ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah sebagai berikut :

1. Human Performance = ability + motivation. 2. Motivation = attitude + situation.

3. Ability = knowledge + skill.

(36)

karyawannya melalui pemberian sarana pendidikan khusus bagi karyawan yang memerlukannya.

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. (Swanburg, 1987 dalam Nursalam 2007). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier, serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat. Melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer harus dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat, memperbaiki pelaksanaan kerja, memberitahu mereka apabila pelaksanaan kerja kurang memuaskan, mempromoskan jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan, serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus (Nursalam, 2013).

(37)

mahasiswa atau karyawan yang melakukan tugas-tugas tertentu dengan benar dan efisien. Evaluasi ini memungkinkan industri kesehatan dalam menilai perkembangan[ CITATION Dun10 \l 1033 ]. Evaluasi kinerja perawat adalah sebuah penilaian tertulis tentang performa perawat, yang juga lebih dikenal dengan pencapaian kinerja/performance appraisal. Evaluasi biasanya dilakukan secara teratur, yang mungkin triwulanan, semesteran, atau tahunan. Seorang supervisor secara umum akan mengevaluasi kinerja karyawannya, dan review kemudian akan diinterpretasikan oleh atasan atau manajer . Semua aspek pekerjaan akan ditinjau, termasuk kebiasaan kerja dan etika. Ulasan kinerja adalah prosedur umum digunakan oleh pengusaha dalam banyak profesi. Sebuah evaluasi kinerja keperawatan biasanya akan didokumentasikan pada sebuah form , yang biasanya akan tangan ditandatangani oleh penilai, serta perawat.. Kebiasaan kerja dan kinerja dapat dinilai dengan menggunakan sistem nomor. Biasanya, "1" mungkin menjadi nilai terendah atau tidak memuaskan, dengan "5" sebagai nilai kinerja tertinggi [ CITATION Pat13 \l 1033 ].

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan evaluasi kinerja perawat untuk memperoleh hasil evaluasi secara optimal, antara lain aspek-aspek yang akan dinilai, masalah yang dihadapi dalam penilaian (Agus Kuntoro,2010).

(38)

Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat, yaitu kualitas pekerjaan yang diselesaikan, kuantitas pekerjaan, tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan dan inisiatif serta ketepatan dalam bekerja. Faktor lain yang dapat dinilai adalah kecepatan dalam bekerja, perilaku selama bekerja, tingkat kemandirian, hubungan dengan staff lain, kehadiran atau pemanfaat waktu, dan keterampilan dalam bekerja

2. Pelaksana penilaian

Pelaksana penilaian pada umunya disesuaikan dengan kebutuhan penilaian. Untuk mencapai hasil penilaian yang objektif,evaluasi kinerja terhadap perawat dapat dilakukan oleh berbagai unsur yaitu, perawat sendiri, konsultan penilaian kerja, dan dapat juga dilakukan oleh pasien atau keluarga pasien. 3. Masalah dalam penelitian

Dalam melakukan penilaian kinerja, perawat diperhadapkan pada berbagai masalah, permasalahan yang dapat dijumpai dalam melaksanakan evaluasi kinerja terhadap perawat di terdapatnya kekerasan atau kelonggaran, kecenderungan ke pusat. Kelonggaran mungkin terjadi jika penilaian terlalu mudah untuk dilaksanakan.

(39)

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja perawat yaitu antara lain ; penilaian berorientasi masa lain yang dapat dibuang dengan menggunakan metode penilaian kelompok. Adapun metode lain yang dapat digunakan adalah melalui penilaian yang berorientasi masa depan yang mencakup penilaian diri sendiri, penilaian psikologis, pendekatan MBO dan penilaian Pusat.

5. Management by Objektives (MBO)

Management by objectives merupakan bahwa setiap tingkat organisasi masing-masing pejabat atau pimpinan hendaknya menetapkan suatu tujuan yang konkret sedemikian rupa sehingga tujuan tersebut mampu menunjang tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan (Agus Kuntoro, 2010). i. Tinjauan Tentang Disiplin Kerja

Disiplin dapat didefinisikan sebagai suatu pelatihan atau pembentukan pikiran atau karakter untuk memperoleh perilaku yang diinginkan. Perilaku disiplin karyawan merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin kerja dapat dilakukan melalui dua cara (Hapsari, 2008) yaitu :

1) Preventive dicipline.

(40)

mempertinggi kesadaran pekerja tentang kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan kinerja pekerja itu sendiri. 2) Corrective discipline.

Corrective discipline merupakan suatu tindakan yang mengikuti pelanggaran dari aturan – aturan, hal tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut sehingga diharapkan untuk perilaku dimasa mendatang dapat mematuhi norma-norma peraturan. Tingkat tertinggi dan paling efektif dari disiplin adalah disiplin diri.

Disiplin diri terdorong jika karyawan merasa aman, jelas dan dihargai nilainya, identitasnya dan integritasnya. Disiplin diri mungkin ada jika setiap individu mengetahui aturan-aturan dan memahami manfaatnya. Dalam suatu institusi pengembangan disiplin kerja akan sangat bergantung dengan manajemen itu sendiri. Manajer harus mendiskusikan dengan jelas aturan dan kebijakan tertulis dengan bawahannya, menjelaskan manfaat keberadaannya. Rasa saling percaya antara manajer dan bawahan juga harus terbentuk. Manajer harus mempercayai bahwa bawahannya mampu dan secara aktif membentuk disiplin diri.

(41)

Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies,1989). Dengan demikian, standar asuhan keperawatan dapat membuat pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah.

Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yaitu mengacu pada tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Nursalam, 2013).

Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan meliputi :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemerikasaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

(42)

3. Data fokus yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi : a. Status kesehatan klien masa lalu.

b. Status kesehatan klien saat ini.

c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. d. Respon terhadap terapi

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal f. Risiko – risiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru) (Nursalam, 2013).

Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

2. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).

3. Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru (Nursalam, 2013).

Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Krteria proses meliputi :

(43)

2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. 3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien.

4. Mendokumentasi rencana keperawatan (Nursalam, 2013). Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. 2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien

4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien (Nursalam, 2013).

Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses meliputi :

(44)

2. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengatur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4. Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencaanaan (Nursalam, 2013).

Dengan standart asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah.

Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan ada kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai.

Standart pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies,1989).

D. Tinjauan Umum Tentang Prestasi Kerja

(45)

pasti akan berusaha untuk mendapatkan hasil kerja yang baik (Denis G. Lagale, 2014).

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2008:94).

Samsudin (2005:159) mendefinisikan prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang adadan batasan – batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan (dalam Sri Langgeng, 2013). i. Pengukuran Prestasi Kerja

Prestasi kerja berasal dari kata job performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang pernah dicapai seseorang). Pengertian prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Simamora, 2012).

Prestasi kerja yang baik merupakan langkah awal untuk menuju tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu, perlu diupayakan untuk meningkatkan prestasi kerja perawat, meskipun hal tersebut tidak mudah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah penilaian prestasi kerja itu sendiri (Simamora, 2012).

(46)

atau suasana kerja yang buruk. Dalam kasus seorang perawat yang memiliki sikap buruk serta tingkat ketrampilan rendah, masalah utama mungkin dalam proses seleksi dan biaya yang besar untuk memperbaiki ketrampilan maupun sikap sehingga perawat tersebut lebih baik dipindahkan atau diberhentikan. Seorang perawat yang mempunyai tingkat ketrampilan rendah tetapi memiliki sikap yang baik mungkin membutuhkan pelatihan. Suatu strategi memotivasi tepat dilakukan dalam kasus ketiga, yaitu seorang memiliki keterampilan tetapi tidak mempunyai keinginan. Dalam kasus lain, para perawat mungkin berbakat dan bermotivasi, tetapi tidak mampu menyelesaikan tugas – tugas kerja mereka karena keterbatasan wewenang atau sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaannya (Simamora, 2012).

Handoko (1992) menjelaskan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja perawat. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan personalia dan memberi umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka (Manajemen Keperawatan:Ns.Roymond H.,2002 dalam Simamora, 2012).

Sutrisno (2010:152-153) mengemukakan bahwa pengukuran prestasi kerja diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci bagi organisasi yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut adalah sebagai berikut :

(47)

b) Pengetahuan pekerjaan. Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.

c) Inisiatif. Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah – masalah yang timbul.

d) Kecekatan mental. Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.

e) Sikap. Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

f) Disiplin waktu dan absensi. Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran. Menurut Supardi (1989: 69) indikator- indikator penilaian prestasi kerja adalah :

1. Kualitas kerja. Kualitas kerja ini meliputi akurasi, ketelitian, kerapian dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang diberikan, mempergunakan dan memelihara alat – alat, memiliki ketrampilan dan kecakapan dalam bekerja. 2. Kuantitas kerja, meliputi keluaran atau out put dan target kerja dalam

kuantitas kerja.

(48)

4. Penyesuaian pekerjaan, merupakan penilaian prestasi kerja yang ditinjau dari kemampuan dalam melaksanakan tugasnya di luar pekerjaan maupun adanya tugas baru dan kecepatannya berpikir dan bertindak dalam bekerja.

5. Ketangguhan merupakan pengukuran dari segi kemampuan orang atau kehandalan karyawan dalam melaksanakan tugas.

6. Keselamatan kerja, yaitu penilaian tentang bagaimana perhatian karyawan terhadap keselamatan kerjanya.

ii. Proses Kegiatan Penilaian Kerja

Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaan dan potensinya untuk pengembangan (Dale S. Beach, 1970, hlm. 257 diterjemahkan Ahmad S., 2001).

Proses penilaian kerja meliputi :

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf keperawatan-rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya, sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan kontribusi berupa hasil. 2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh

karyawan dalam kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan.

3. Melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan kesempatan serta bantuan yang telah ditetapkan.

(49)

cara memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.

iii. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Individu

Byars dan Rue (dalam Sutrisno, 2010:151), mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yakni faktor individu dan lingkungan. Faktor – faktor yang dimaksud adalah :

1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

2. Abilities, yaitu sifat – sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.

3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (dalam Tubagus,2013).

Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi kerja menurut Nulani (1992) dipengaruhi oleh :

1. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik dan lingkungan kerja, meliputi : waktu kerja, waktu istirahat, suhu dan sirkulasi udara, penerangan, suara, umur serta tugas – tugas senada.

(50)

Di samping hal tersebut di atas terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja/ produktivitas kerja antara lain ( Sedarmayanti: 2001;72-78) :

(1) Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja. (2) Pendidikan

Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas.

(3) Ketrampilan

Pada aspek tertentu apabila tenaga kerja semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Tenaga kerja akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan/ kemampuan/ ability dan pengalaman kerja yang cukup.

(4) Manajemen

Sistem yang diterapkan oleh pimpinan kepada bawahannya, apabila tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga kinerja bawahannya semakin meningkat.

(5) Hubungan inter personal (HIP)

Dengan penerapan hubungan inter personal yang baik, maka akan :

 Menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi kerja, sehingga prestasi kerja akan lebih baik.

(51)

(6) Tingkat penghasilan

Apabila tingkat penghasilan memadai, maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kerja.

(7) Kebutuhan gizi dan kesehatan

Apabila tenaga kerja dapat dipenuhi kebutuhan gizi dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja dan semangat yang tinggi dalam meningkatkan kualitas kerja.

(8) Jaminan sosial

Jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah atau organisasi kepada tenaga kerja dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial tenaga kerja mencukupi, maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja.

(9) Lingkungan dan iklim kerja

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong tenaga kerja senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik.

(10) Sarana untuk bekerja/sarana produksi

(52)

(11) Teknologi

Apabila tehnologi yang digunakan tepat dan lebih maju tingkatannya, maka akan memungkinkan tepat waktu dalam penyelesaian proses kegiatan, jumlah kegiatan yang dihasilkan lebih banyak & berkualitas, memperkecil terjadinya pemborosan bahan.

(12) Kesempatan berprestasi

Pegawai/ tenaga kerja yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun organisasi/institusi tempat bekerja.

Apabila terbuka untuk kesempatan berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kinerjanya.

iv. Tinjauan Umum Tentang Sistem Penghargaan

(53)

kompensasi dalam bentuk finansial dan aspek hubungan antara karyawan satu dengan lainnya. Di dalamnya termasuk juga perasaan senang, puas, dan bergairah secara fisik, sosial, kesehatan mental, mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan memperoleh simbol status yang dinilai berharga oleh individu (Nawawi, 2008).

(54)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel.

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan dan tugas – tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, ketrampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. (Tarwaka, 2010). Beban kerja karyawan perlu diperhatikan agar tidak terjadi over yang dapat menimbulkan stres dan dapat berakibat pada menurunnya kinerja karyawan (Mudayana, 2012).

B. Hubungan Antar Variabel

Variabel Independent Variabel Dependent

Keterangan :

: Variabel Independent

Prestasi Kerja Perawat Beban Kerja

Kinerja

Waktu Kerja

Disiplin Kerja

(55)

: Variabel Dependent

: Variabel Yang Tidak Diteliti

C. Identifikasi Variabel

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Kelana Kusuma Dharma, 2011).

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Kelana Kusuma Dharma, 2011).

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Beban Kerja

(56)

Depkes RI,2007). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Guttman. Jumlah pertanyaan ada 8 pertanyaan. Jika perawat menjawab Ya maka skornya adalah 2 dan jika perawat menjawab tidak maka skornya adalah 1. Rumus yang digunakan adalah :

skor tertinggi x jumlah pertanyaan+skor terendah x jumlah pertanyaan 2

Penyelesaian : KO=2×8+1×8

2

KO=16+8 2

KO=242

KO=12

Kriteria Obyektif :

Dikatakan baik : jika skor responden ≥ 12 Dikatakan tidak baik : jika skor responden < 12

2. Kinerja

(57)

pertanyaan. Jika perawat menjawab Ya maka skornya adalah 2 dan jika perawat menjawab tidak maka skornya adalah 1. Rumus yang digunakan :

skor tertinggi x jumlah pertanyaan+skor terendah x jumlah pertanyaan 2

Penyelesaian : KO=2×8+1×8

2

KO=16+8 2

KO=242

KO=12

Kriteria Obyektif :

Dikatakan baik : jika skor responden ≥ 12 Dikatakan tidak baik : jika skor responden < 12

3. Prestasi Kerja

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. (Hasibuan,2008:94). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Guttman. Jumlah pertanyaan ada 8 pertanyaan. Jika perawat menjawab Ya maka skornya adalah 2 dan jika perawat menjawab tidak maka skornya adalah 1. Rumus yang digunakan :

(58)

Penyelesaian : KO=2×8+1×8

2

KO=162+8

KO=24 2

KO=12

Kriteria Obyektif :

Dikatakan baik : jika skor responden ≥ 12 Dikatakan tidak baik : jika skor responden < 12

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan – kemungkinan hasil penelitian (Kelana Kusuma Dharma, 2011).

1. Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada hubungan beban kerja dan kinerja terhadap prestasi kerja perawat di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

(59)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain crosssectional study atau study potong lintang. Cross sectional study merupakan desain penelitian yang dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel independen Beban Kerja dan Kinerja dengan variabel dependen Prestasi Kerja pada waktu yang bersamaan.

B. Lokasi Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Binamu Kabupaten Jeneponto. 2. Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015. C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(60)

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada ( Nursalam, 2013 ).

Sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat yang ada di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus :

d 1+N(¿¿2)

n=N¿

Keterangan :

Penentuan dengan rumus tersebut diatas tidak mutlak, khususnya jika tujuan penelitian tidak untuk digeneralisasi.

a) Besar Sampel

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang dijadikan sampel. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 27 orang.

b) Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini dengan menggunakan Total Sampling dimana teknik penentuan sampel

(61)

dengan mengambil keseluruhan anggota populasi sebagai responden atau sampel (Notoatmodjo, 2010).

c) Kriteria sampel

1) Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Perawat yang bertugas di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto

b. Bersedia menjadi responden.

2) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Perawat yang tidak hadir (sakit, izin ) pada saat pengambilan data.

b. Tidak bersedia menjadi responden. D. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian data dikumpulkan dengan menggunakan teknik kuesioner disusun dengan mengacu pada uraian pada defenisi operasional variabel penelitian.

1. Data primer

Data primer diperoleh dari responden melalui kuesioner yang dibagikan kepada masing-masing responden.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto, dan Puskesmas Binamu Kota.

(62)

1. Pengolahan

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Tahap Editing

Tahap ini dilakukan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar. Pada tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan jawaban dan jelas tidaknya jawaban.

b. Pengkodean

Pengkodean dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh agar memudahkan mengolah dan menganalisis data dengan memberikan kode-kode dalam bentuk angka.

c. Tabulasi

Pada tahap ini data yang sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel Distribusi Frekuensi.

2. Analisa Data a. Univariat

Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan sampel penelitian dari semua variabel penelitian dengan cara menyusun secara tersendiri untuk masing – masing variabel. Adapun variabel independent yang akan diteliti yaitu, beban kerja dan kinerja perawat.

(63)

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik karena penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk di uji chi-square yaitu terdapat 2 sel yang frekuensi harapan (fh) < 5, maka digunakan alternatif dari uji chi-square yaitu dengan tingkat kepercayaan 95% (α < 0,05).

Interprestasi Data :

1) Jika nilai ρ ≤ α (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf kepercayaan 95%, yang berarti ada hubungan antara variabel dependent dan independent.

2) Jika nilai ρ ≥ α (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak pada taraf kepercayaan 95%, yang berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dan independent (Ibnu Fajar, 2009).

3) Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel dan naratif berdasarkan variabel yang diteliti.

F. Etika Penelitian

(64)

Setelah itu peneliti menemui subyek yang akan dijadikan responden untuk menekan permasalahan meliputi :

1. Informed consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan akan diberikan kepada setiap petugas kesehatan di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawei Selatan yang menjadi subjek penelitian dan memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Jika bersedia, maka subyek harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden sebagai tanda bersedia. Apabila subyek tidak bersedia menjadi responden, maka peneliti tetap menghormati hak - hak petugas.

2. Anonimity (tanpa nama)

Nama subyek tidak akan dicantumkan pada lembar pengumpulan data dan untuk mengetahui keikutsertaannya, peneliti hanya menggunakan kode dalam bentuk inisial atau nomor pada masing - masing lembar pengumpulan data.

3. Confidentially (Kerahasiaan)

(65)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto. Puskesmas ini terletak di bagian barat yang berbatasan sebelah utara dengan Kel. Monro – Monro, di sebelah Timur berbatasan dengan laut flores, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kel, Biring kassi, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kel. Panaikang.

Secara umum administrasi pemerintahan Puskesmas Binamu Kota terbagi atas 4 Kelurahan 1 desa, yaitu : Kel. Pabiringa, Kel. Balang, Kel.Balang Toa, Kel. Monro – Monro, dan Desa Sapanang. Jumlah penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Binamu Kota berdasarkan hasil Registrasi Penduduk oleh Kantor Statistik Kab. Jeneponto tahun 2013 sebanyak 22.071 jiwa yang terdiri dari laki – laki 10.826 jiwa dan perempuan 11.245 jiwa dan terdiri atas 5.273 KK.

Gambar

Tabel 6.1Distribusi Responden Menurut Umur di
Tabel 6.2Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 6.3Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 6.4Hubungan Beban Kerja Dengan Prestasi Kerja Perawat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang proses pembelajaran melalui penerapan strategi TANDUR pada konsep sistem ekskresi manusia siswa Kelas IX- 2 SMP

Hasil penelitian ini adalah sebuah sistem perbandingan algoritma certainty factor dan naïve bayes untuk mendianos penyakit epilepsi yang dapat digunakan untuk melakukan

Indikator pertumbuhan eksplan pada kultur in vitro berupa warna dan tekstur kalus. Warna dan tekstur kalus menggambarkan penampilan visual kalus sehingga

Bahwa penderita cacat kejiwaan yang melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP, tidaklah dipidana karena penderita cacat kejiwaan tidak mampu

Setelah mengetahui fitur apa saja yang akan terdapat dalam aplikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan perancangan sistem dengan menentukan kelas- kelas apa

Controller sederhana tidak dapat melakukan I/O dalam waktu yang bersamaan, maka dilakukan interleaving (skip blok), memberi waktu untuk tranfer data ke memori..

Hasil penelitian yang dijsaikan pada Tabel 3.26 rekapitulasi data menunjukkan bahwa secara keseluruhan jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan pada variabel