• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSES PARU DAN HEMATOTORAK. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSES PARU DAN HEMATOTORAK. docx"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ABSES PARU

DEFINISI

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .

Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.

ETIOLOGI

Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:

1. Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)

2. Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu

3. Perluasan abses subdiafragmatika

4. Berasal dari luka traumatik paru

5. Infark paru yang terinfeksi

(2)

Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995) adalah:

1. Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium sp; Anaerobic cocci: Microaerophilic streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.

2. Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci

Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru:

1. Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei

2. Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M. Kansasii.

3. Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini

4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfeksi

2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia

(3)

Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu: a. Panas badan

Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.

b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).

c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.

d. Nyeri dada ( 50% kasus)

e. Batuk darah ( 25% kasus)

f.Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2. Gambaran Radiologis

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya.

Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran  2 – 20 cm.

Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus)

bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan

meningkat > 58 mm / 1 jam.

Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left

(4)

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

PATHOFISIOLOGI

1. PATHOLOGI

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10).

2. PATHOFISIOLOGI

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.

Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.

(5)

PATHWAY

(6)

1. Laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3

bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan

meningkat > 58 mm / 1 jam.

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.

d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri

2. Radiologi

Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

3. Bronkoskopi

Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

DIAGNOSA

(7)

Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : 1. Riwayat penyakit sebelumnya.

Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.

2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru.

3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi.

4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.

5. Bronkoskopi

Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

DIAGNOSA BANDING

1.Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.

2.Tuberkulosis paru atau infeksi jamur

3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.

4.Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi. 5.Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.

6.Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.

7.Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.

8.Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.

9.Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.

(8)

1. MedikaMentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan β Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

2. Drainage

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3. Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

c. Infeksi paru yang berulang

(9)

HAEMOTOTHORAX

DEFINISI

Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.Trauma misalnya :

 Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.

 Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh pembuluh internal.

Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura Henoch-Schönlein dapat

menyebabkan spontan hemotoraks. Adenomatoid malformasi kongenital kistik: malformasi ini kadang-kadang mengalami komplikasi, seperti hemothorax.

ETIOLOGI

1. Traumatik

 Trauma tumpul.

 Trauma tembus (termasuk iatrogenik)

2. Nontraumatik / spontan

(10)

 komplikasi antikoagulan.

 emboli paru dengan infark

 robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan.

 Bullous emphysema.

 Nekrosis akibat infeksi.

 Tuberculosis.

 fistula arteri atau vena pulmonal.

 telangiectasia hemoragik herediter.

 kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma aorta pars thoraxica, aneurisma arteri

mamaria interna).

 sekuestrasi intralobar dan ekstralobar.

 patologi abdomen ( pancreatic pseudocyst, splenic artery aneurysm, hemoperitoneum).

 Catamenial

PATOFISIOLOGI

Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.

Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler, kolaps terjadi pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil , sehingga takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun. Vs :T ,S , N. Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia. Gejala / tanda klinis Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

Pemeriksaan diagnostik.

(11)

2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.

3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).

4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

TANDA DAN GEJALA · Denyut jantung yang cepat · Kecemasan

· Kegelisahan · Kelelahan

· Kulit yang dingin dan berkeringat · Kulit yang pucat

· Rasa sakit di dada · Sesak nafas

KOMPLIKASI

1. Komplikasi dapat berupa :

1. Kegagalan pernafasan

2. Kematian

3. Fibrosis atau parut dari membran pleura

4. Syok

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar toraks)

memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut pneumotoraks ).

DERAJAT PERDARAHAN

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

(12)

 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.

 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan

nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.

 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.

c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oliguria,

dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.

 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan

darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.

 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah

seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit

(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.

 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

PROGNOSIS

Apabila dibiarkan tidak dirawat, akumulasi darah akan sampai pada titik dimana mulai menekan mediastinum dan trakea

FAKTOR RESIKO

1. a. Risiko terjangkit Hemotoraks meningkat bila Anda:

 Sebelumnya pernah menjalani Bedah Dada

 Sebelumnya pernah menjalani Bedah Jantung

(13)

 Sedang menderita Tuberkulosis

 Telah didiagnosa mengidap Kanker Paru

DIAGNOSIS

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Inspeksi : ketinggalan gerak

Perkusi : redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling rendah

Auskultasi : vesikuler

Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah :

 Tachypnea

 Pada perkusi redup

 Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan takikardia.  Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragi.

Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen toraks akan didapatkan gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada hemotoraks masif akan didapatkan gambaran pulmo hilang.

PX. PENUNJANG

1. Hematokrit cairan pleura

Biasanya tidak diperlukan untuk pasien hemotoraks traumatik. Diperlukan untuk analisis dari efusi yang mengandung darah dengan penyebab nontraumatik. Dalam kasus ini, efusi pleura dengan hematokrit lebih dari 50% dari hematokrit sirkulasi mengindikasikan kemungkinan kemotoraks

 Chest X-ray

 USG

 CT-scan

DX BANDING

KONDISI PENILAIAN

Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal

• Distensi vena leher

(14)

• Bising nafas (-)

Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal

• Vena leher kolaps

• Perkusi : dullness

• Bising nafas (-)

Cardiac tamponade • Distensi vena leher

• Bunyi jantung jauh dan lemah

• EKG abnormal

2.12 PENANGANAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks adalah

1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube ( WSD ).

2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum pleura.

1. Macam WSD adalah :

WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.

(15)

Pemasangan WSD :

Setinggi SIC 5 – 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .

a. Persiapkan kulit dengan antiseptik

b. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.

c. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura

d. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis

e. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga

f. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura dan perlebar lubangnya

g. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke dalam kulit

h. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi dengan satu jahitan.

i. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage tertutup air

j. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.

3. Thoracotomy.

Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:

1. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.

2. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung terus.

3. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 – 4 jam.

(16)

oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

Tranfusi darah diperlukan selam ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah ( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhi bitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik (s-IgA). Glikopdrotein yang dihasilkan oleh sel mucus penting

Hipotesis nol: Pemberian tugas rumah tidak efektif dalam mendorong peserta didik di kelas PGMI A dan B Semester 3 Jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan 2 telah terbukti bahwa pada periode awal masa jabatan CEO baru, terjadi praktik manajemen laba menurunkan laba (income decreasing), akan

menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kurun waktu tersebut terutama terjadi atau bersumber dari sektor-sektor yang cenderung padat modal..  Kurangnya

[r]

bagi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a memiliki asuransi sebagai jaminan kerugian bagi Pemilik

poznati učenjak Abdul-kadir el-Bagdadi (umro 429. hidžretske) napisao je svoje poznato djelo El-ferku bejnel-firek gdje je nabrojao sedamdeset i tri skupine. Od vremena kada je

Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah