• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS PENUTUP SUMBER GULA DAN P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH JENIS PENUTUP SUMBER GULA DAN P"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS PENUTUP, SUMBER GULA DAN PENAMBAHAN

MgSO

4

PADA PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN PROSES

FERMENTASI OLEH Acetobacter xylinum

Badar Ilham Anggawijaya*), Mayantya K. H., M. Kenichi J. R.

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

Abstrak

Nata de coco adalah hidangan penutup yang terlihat seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Nata termasuk dalam produk fermentasi. Bakteri yang ditumbuhkan dalam pembuatan nata yaitu Acetobacter xylinum. Tujuan percobaan mengkaji proses pembuatan nata dari air buah kelapa muda dan air buah kelapa tua dengan cara fermentasi, mengkaji hasil yang diperoleh dengan bahan baku, nutrisi, jenis gula, dan jenis penutup yang digunakan. Perlakuan yang diterapkan dalam percobaan ini adalah perbedaan jenis gula yaitu gula jawa 8%w dan glukosa anhidrit, serta perbedaan jenis penutup

yaitu koran dan daun pisang dan perbedaan penambahan MgSO4. Dari praktikum yang dilakukan,

didapatkan kadar glukosa (%S) akhir pada variabel 1 dan 3 mengalami penurunan dan pada variabel 2, 4, 5, dan 6 mengalami peningkatan dari kadar glukosa (%S) awal. Densitas akhir pada masing- masing variabel mengalami peningkatan dari densitas awal. Selain itu, terjadi penurunan pH pada masing- masing variabel. Nata yang dihasilkan pada medium yang ditutupi dengan daun pisang memiliki ketebalan yang lebih baik dibanding nata pada medium yang ditutupi koran. Nata dengan ketebalan yang lebih baik juga didapatkan pada medium yang diberi glukosa anhidris, dibanding nata pada medium yang diberi gula jawa karena kandungan sukrosa yang lebih tinggi.

Kata kunci: Acetobacter xylinum; Air buah kelapa; Nata de coco

Abstract

[Effect of Cover, Sources of Sugar and Addition of MgSO4 In The Making of Nata de Coco With

Fermentation Process by Acetobacter xylinum] Nata de coco is a dessert that looks like jelly, white to translucent and chewy texture. Nata included in fermented products. The bacteria were grown in making nata is Acetobacter xylinum. Assessing experimental purposes the process of making nata from young coconut water and old coconut water by fermentation. Treatment used in this experiment are different types of sugars that are 8% w of brown sugar and glucose anhydrite, as well as different types of cover that is newspapers and banana leaves and differences in the addition of MgSO4. From the experiments, obtained glucose concentration (% S) late in the variable 1 and 3 decreased and the variable 2, 4, 5, and 6 increased from glucose (% S) early. The final density in each variable increased from the initial density. In addition, there is a decrease in the pH of each variable. Nata generated on the medium are covered with banana lea ves has a better thickness that is better than nata on a medium that is covered paper. Nata with better thickness was also found in a medium that was given glucose anhidris, compared nata on a medium which was given sugar as sucrose higher.

Keywords: Acetobacter xylinum; Coconut Water; Nata de coco

1. Pendahuluan Nata de coco adalah hidangan penutup yang

terlihat seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Makanan ini dihasilkan dari fermentasi air kelapa, dan mulanya dibuat di Filipina. Nata de coco dalam bahasa Spanyol berarti krim kelapa. Krim yang dimaksudkan adalah santan kelapa.

--- *) Penulis Korespondensi

(2)

Penamaan nata de coco dalam bahasa Spanyol karena Filipina pernah menjadi koloni Spanyol.

Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan. Produk ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan lainnya. nata de coco dapat dipakai sebagai sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi. Konon, produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.

Keunggulan lain dari nata de coco adalah kandungan serat dietary fiber-nya yang cukup tinggi, terutama selulosa. Tanpa adanya serat dalam makanan, kita akan mudah mengalami gejala sembelit atau konstipasi (susah buang air besar), wasir, penyakit divertikulosis, kanker usus besar, radang apendiks, kencing manis, jantung koroner, dan kegemukan (obesitas). Dengan adanya serat dari nata de coco atau bahan pangan lainnya, proses buang air besar menjadi teratur dan berbagai penyakit tersebut dapat dihindari.

Nata pada dasarnya dapat dihasilkan dari cairan fermentasi yang mengandung dekstrosa, galaktosa, sukrosa, laktosa maupun maltosa sebagai sumber karbon. Pada cairan fermentasi maltosa, laktosa dan galaktosa dihasilkan nata yang tipis dan lunak. Nata yang tebal dan kukuh dihasilkan dari cairan fermentasi dekstrosa dan sukrosa dan konsentrasi 10% adalah konsentrasi yang optimum. Sumber karbon terbaik adalah glukosa dan sukrosa dan dengan konsentrasi optimumnya adalah 5-10%.

Menurut Sridjajati (2006), Acetobacter xylinum melakukan aktivitas yang mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa berdasarkan reaksi berikut :

Acetobacter xylinum tumbuh pada media yang mengandung gula dan dapat mengubah gula menjadi selulosa (Sridjajati, 2006). Selulosa yang dikeluarkan

ke dalam media itu berupa benang – benang membentuk

jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata.

Metabolisme Acetobacter xylinum selama

fermentasi dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga

perubahan keasaman media fermentasi akan

mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. pH optimum

pembuatan nata berkisar antara 4-5. Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas Acetobacter xylinum terhambat. Beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi nata adalah temperatur, pH, sumber karbon, kebutuhan oksigen, sumber cahaya, dan waktu fermentasi.

2. Bahan dan metode

Pada praktikum kali ini menggunakan medium air kelapa muda dan air kelapa tua, serta gula jawa dan gula anhidris masing-masing 8% w guna mengamati

pertumbuhan nata berdasarkan jenis gula. MgSO4

sebanyak 10 gr, yeast ekstrak 12 gr, dan starter Acetobacter xylinum sebanyak 20%V untuk setiap variabel. Bahan yang digunakan untuk penutup ialah daun pisang dan kertas koran. Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, gelas ukur, indikator pH, neraca ohauss, pengaduk, buret, klem, statif, erlenmeyer, dan pipet.

Metode yang digunakan dalam percobaan ini ialah dengan menggunakan proses fermentasi aerob oleh Actobacter xylinum dengan bahan baku air kelapa muda dan air kelapa tua. Bahan baku diterilisasi dengan cara didihkan kemudian didinginkan hal ini bertujuan untuk menghilangkan bakteri yang terdapat pada bahan baku dan dapat menghambat pertumbuhan dari Acetobacter

xylinum. Setelah itu bahan baku sebanyak 120 mL

dituangkan kedalam beaker glass kemudian

ditambahkan nutrisi variabel tetap yaitu KH2PO4 dan

yeast extract. Selanjutnya ialah penambahan nutrisi variabel berubah yaitu gula jawa, glukosa anhidris, dan MgSO4 sesuai dengan variabel. Setelah semua nutrisi

ditambahkan kemudian bahan baku diatur pH nya

sampai dengan 4,5 dengan menambahkan CH3COOH

atau NaOH. Pengaturan pH ini didasarkan pada kemampuan dari Acetobacter xylinum untuk tumbuh secara optimum yaitu pada kisara pH 4-5. Setelah itu tuang starter dari Acetobacter xylinum sebanyak 30 mL (20% V) kedalam beaker glass dan tutup dengan koran ataupun daun pisang sesuai dengan variabel, lalu fermentasikan selama 6 hari pada suhu 30°C. Analisa yang dilakukan meliputi kadar glukosa dengan menggunakan metode titrasi, analisa pH, densitas serta

ketebalan nata. Kadar glukosa nata dihitung

menggunakan rumus:

%� = � − � �

� � � (� � � � ) 0,0025

(3)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Perbandingan %S awal dan %S akhir

Gambar 1 Perbandingan %S awal dengan %S akhir

Berdasarkan gambar 1, dapat dilihat bahwa %S mengalami penurunan dan kenaikan, yang artinya kadar glukosa semakin berkurang dan ada yang bertmbah. Penurunan kadar glukosa ini terjadi karena adanya pengambilan glukosa dari air buah kelapa muda oleh

Acetobacter xylinum. Sel – sel Acetobacter xylinum

memanfaatkan glukosa dari larutan gula dan

menggabungkannya dengan asam lemak, membentuk

suatu ‘prekursor’ pada jaringan sel bersama enzim

mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa diluar sel Acetobacter xylinum (Uliyanti, 2009).

Terbentuknya pelikel (lapisan tipis nata) mulai dapat dilihat di permukaan media cair setelah 24 jam

inkubasi, bersamaan dengan terjadinya proses

penjernihan cairan di bawahnya. Jaringan halus yang transparan yang terbentuk dipermukaan membawa sebagian bakteri yang terperangkap didalamnya. Gas karbon dioksida yang dihasilkan secara lambat oleh

Acetobacter xylinum mungkin menyebabkan

pengapungan nata, sehingga nata didorong

kepermukaan. Polisakarida bakteri yang dibentuk oleh enzim – enzim Acetobacter xylinum berasal dari suatu prekursor yang berkaitan β (1-4) yang tersusun dari komponen gula yaitu glukosa, manosa, ribosa, dan rhamnosa. Prekursor dalam pembentukan selulosa bakteri Acetobacter xylinum ialah UDPG ( Urasil Difosfo Glukosa).

Namun pada praktikum ini terjadi kenaikan kadar glukosa pada beberapa variabel. Menurut Gaman dan Sherington (1994), kadar gula justru memperlambat proses metabolisme dari bakteri Acetobacter xylinum. Hal ini terjadi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh kepekatan konsentrasi zat terlarut pada larutan tersebut. Meningkatnya pertumbuhan koloni bakteri Acetobacter xylinum sesuai dengan kadar gula yang diberikan. Hanya saja pertumbuhan mikroba pada suatu media tidak selamanya berbanding lurus dengan penambahan kadar gula dalam proses fermentasi, karena proses fermentasi juga menghasilkan alkohol, asam- asam organik, dan zat- zat lain. Kondisi ini dapat menjadi pembatas pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba tidak berkembang secara terus menerus

melainkan menurun seiring dengan penurunan sumber karbon yang dimiliki dan asam- asam organik yang dihasilkan. Tingginya kadar gula dan Total Soluble Solid pada suatu larutan dapat menjadi penyebab kematian pada mikroba, karena dapat terjadi proses osmosis dari mikroba ke larutan. Hal ini menyebabkan kadar glukosa akhir lebih besar dar kadar glukosa awal (Putri, 2010).

3.2. Perbandingan besar pH awal dan akhir

Gambar 2 Perbandingan pH awal dan pH akhir

Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat

perbandingan pH awal dan akhir pada masing- masing variabel. Terjadi penurunan pH pada semua variabel. Menurut Rahayu (2007), pada umumnya, semakin meningkatnya kandungan asam suatu bahan maka nilai pH akan semakin turun. Penurunan pH disebabkan oleh peningkatan konsentrasi zat- zat asam selama proses fermentasi. Sreeramulu (2000) dalam Afifah (2010) menyatakan bahwa penurunan pH terjadi karena selama proses fermentasi, yeast mensintesis gula menjadi etanol dan oleh bakteri asetat dirombak menjadi asam- asam organik, seperti asam asetat dan asam glukonat dan beberapa konsentrasi asam- asam organik tersebut mengakibatkan penurunan pH media fermentasi.

Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu (3- 6) akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak (Uliyanti, 2009).

3.3. Perbandingan densitas awal dan akhir

(4)

Dapat dilihat bahwa semua densitas pada hari terakhir jika dibandingkan dengan hari awal mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi masih ada kontaminan dalam medium, meskipun sudah disterilisasi sebelumnya. Hal ini disebabkan karena proses fermentasi, Acetobacter Xylinum merubah kandungan gula dalam bentuk asam dan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O.

CO2 dalam media terlepas ke atas sehingga

mengakibatkan volume berkurang dan massa media

bertambah. Berdasarkan rumus ρ=m/v , densitas

sebanding dengan massa. Jika massa bertambah, maka densitas bertambah dan volume berkurang. Karena

adanya produk asam asetat dan H2O (Mayukazumi,

2012).

3.4. Pengaruh penambahan MgSO4 pada pertumbuhan

mikrobakter

Gambar 4 Sampel dengan penambahan MgSO4 (1) dan

sampel tanpa penambahan MgSO4 (2)

Hasil percobaan menunjukan pembuatan nata

dengan penambahan MgSO4 ke dalam variabel

membuat hasil nata lebih sedikit. Gambar menunjukan variabel 5 (tanpa penambahan MgSO4) memiliki tinggi

nata yang lebih tingi daripada varibael 6 (ada

penambahan MgSO4). Hal ini disebabkan magnesium

(Mg) merupakan salah satu nutrient bagi mikrobacter namun hanya dalam skala mikro, konsentrasi Mg yang

berlebihan dapat mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan mikrobakter. Hasil percobaan menunjukan

pembuatan nata dengan penambahan MgSO4 ke dalam

variabel membuat hasil nata lebih sedikit. Gambar

menunjukan variabel 5 (tanpa penambahan MgSO4)

memiliki tinggi nata yang lebih tingi daripada varibael 6

(ada penambahan MgSO4). Hal ini disebabkan

magnesium (Mg) merupakan salah satu nutrient bagi mikrobacter namun hanya dalam skala mikro, konsentrasi Mg yang berlebihan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan mikrobakter.

Dalam praktikum ini kebutuhan magnesium

dipenuhi dengan cara penambahan MgSO4 sebanyak 2

gr dengan basis 200 ml, sedangkan penambahan MgSO4

yang optimum untuk memenuhi kebutuhan nutrient dari mikrobakter ialah hanya sebesar 0,03% (b/v) (Awwaly, 2011) atau jika dikonversi pada praktikum ini sebanyak 0.06 gram dalam basis 200 ml. MgSO4 sebanyak 2 gr

dengan densitas medium sebesar 0,93 gr/ml dan

sebanyak 200 ml membuat penambahan MgSO4

sebanyak 2 gr telah melewati batas optimum konsentrasi yang harus ditambahkan yaitu sebesar 0,03% (b/v), pada

praktikum ini penambahan MgSO4 menjadi 1,075%

(b/v). Persentase banyaknya magnesium yang

ditambahkan dapat dihitung dengan persamaan :

%� ��4= � �� 4

Dengan jumlah MgSO4 yang berlebih ini

membuat pertumbuhan mikrobakter terhambat sehingga mempengaruhi proses pembuatan nata yang menjadi lebih sedikit. Pada variabel 5 (tanpa penambahan

MgSO4) kebutuhan mikrobakter akan magnesium telah

terpenuhi dari media yang digunakan, karena air kelapa tua sebagai media telah mengandung nutrient mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mikrobakter (Ida, 2014).

3.5. Pengaruh perbandingan jenis penutup terhadap pembentukan nata

Gambar 5 Perbandingan nata dengan penutup koran (1) dan nata dengan penutup daun pisang (2)

Pada praktikum ini, digunakan dua jenis penutup media yang berbeda; yaitu daun pisang dan koran. Dari perbedaan perlakuan tersebut, didapatkan nata dengan lapisan yang lebih tebal pada media yang ditutupi dengan menggunakan daun pisang. Hal ini disebabkan karena bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri mikroaerofil, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup dalam dalam suasana yang aerob ataupun anaerob dengan sempurna, karena oksigen bebas hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit sekali atau hanya kira-kira 20% dalam atmosfer atau kurang dari persentasi oksigen dalam atmosfer (Agus, 2011).

Acetobacter xylinum termasuk mikroaerofil, sehingga jika terlalu banyak oksigen, pertumbuhannya kurang baik. Udara lebih mudah melewati koran dibanding daun pisang karena porositas koran lebih besar dari daun pisang. Koran memiliki diameter pori sebesar 4,2 µm, sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Niken, dkk (2015), daun tumbuhan rata-rata memiliki diameter pori yang berkisar antara 1 sampai dengan 3,24 µm. Hal ini menyebabkan udara

1

2

(5)

pada variabel 3 lebih banyak dibanding variabel 5 sehingga pertumbuhan bakteri pada variabel 5 lebih baik dari variabel 3. Semakin baik pertumbuhan bakteri semakin banyak nata yang dihasilkan.

3.6. Perbandingan Jenis Gula yang Digunakan

Gambar 6 Perbandingan jenis gula yang digunakan, gula jawa (1) dan gula anhidris (2)

Beberapa jenis gula yang dapat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum diantaranya glukosa, sukrosa, maltosa, dan fruktosa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daika (2011), adanya interaksi antara bahan dasar pembuatan nata dengan pemberian jenis gula yang sesuai akan menghasilkan tebal lapisan nata yang tinggi. Interaksi bahan dasar dan jenis gula tersebut memiliki interaksi yang baik pada saat fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum.

Pada praktikum ini, digunakan jenis gula yang berbeda yaitu gula jawa dan gula anhidris. Dari perbedaan tersebut, didapatkan nata dengan lapisan yang lebih tebal pada media yang menggunakan nutrisi gula anhidris yang memiliki kandungan sukrosa lebih tinggi dibanding gula jawa. Pada gula anhidris, kandungan gula reduksi sebanyak 1,24% sedangkan kandungan sukrosa adalah 91,10%. Sedangkan pada gula jawa, mengandung maksimal 77% sukrosa, 50% untuk glukosa dan fruktosa, serta gula produksi maksimal 10%. Secara teoritis, kandungan karbon yang banyak dapat membentuk lapisan nata yang lebih tebal karena adanya proses polimerisasi oleh Acetobacter xylinum. Jenis gula glukosa memiliki enam atom C (C6H12O6), sedangkan jenis sukrosa memiliki 12 atom C

(C12H22O11). Semakin tinggi kandungan sukrosa pada

media substrat cair, maka akan semakin tinggi pula tebal lapisan nata yang dihasilkan (Melinda, 2015).

4. Kesimpulan

Kadar glukosa pada setiap variabel mengalami kenaikan ataupun penurunan dari kadar glukosa awal. pH larutan pada setiap variabel mengalami penurunan akibat dari terbentuknya asam asetat. Densitas akan mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Nata yang terbentuk lebih baik adalah nata dengan menggunakan sumber gula berupa glukosa anhidris sedangkan untuk jenis penutup, nata dengan jenis penutup daun pisang terbentuk lebih baik.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada Dosen Pembimbing beserta Asisten Laboratorium Bioproses Teknik Kimia Undip yang telah membimbing selama proses pembuatan artikel ini.

Daftar Pustaka

Awalludin, Ade. 2005. Karboksimetilasi Selulosa Bakteri.http://digilib.batan.go.id/ppin/katalog /file/1411-2213-1-305.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.

Budiyanto, Agus. 2010. Nutrisi Mikroorganisme. https://zaifbio.wordpress.com/2010/11/08/nut risimikroorganisme/. Diakses tanggal 27 September 2015.

Dreecold and Cumn. Industrial Mikrobiology 2nd ed Mc. Graw Hill book Inc, New York.

Effendy, NH. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati pada Pembuatan Nata de Coco dalam Medium Fermentasi Acetobacter xylinum.http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/11220/1/09E02625.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.

Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies Tanaman Dikotil dan Monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol XVIII, No. 2.

Holmstad, R., Antoine, C., Silvy, J., Costa, A.P., dan Antoine, J. 2012. Modelling The Paper Sheet Structure According To The Equivalent Pore

Concept. Norwegian Pulp and Paper

Research Institute, PFI, Norway.

Indria, Noni. 2012. Fermentasi Nata de Coco. http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=24 36.pdf.Diakses tanggal 14 September 2015. Melinda, Hana. 2015. Fermentasi Substrat Cair :

Fermentasi Nata de Coco.http://download14. documents.tips/uploads/.../55cf866d5503464

84b978258.pdf. Diakses tanggal 25

September 2015.

Pratiwi, A. 2014. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Sifat Fisik dan Kimia pada

Pembuatan Minuman Kombucha dari

Rumput Laut Sargasssum sp. http://ejournal .unsri.ac.id/index.php/maspari/article/downlo ad/1438/513.pdf. Diakses tanggal 23 September 2015.

Saleh, Abdullah.dkk. 2013. Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat, dan Wa ktu Fermentasi

Terhadap Kualitas Nata de

Corn.http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/articl e/viewFile/127/125.pdf. Diakses tanggal 22 September 2015.

Swissa, M., Aloni, Y., Weinhouse, H. &Benziman, M.

1980. Intermediary step in

Acetobacterxylinum Cellulose Synthesis”

(6)

Studies whit whole Cells and Cell Free Preparation of the Wild Type and A Celluloses Mutant. J.Bacteriol. 143: 1142 – 1150.

Uliyanti, 2009. Proses Fermentasi pada Pembuatan Nata.https://apwardhanu.wordpress.com/200 9/07/11/proses-fermentasi-pada-pembuatan-nata/.Diakses tanggal 12 September 2015.

Wagino, Eva. 2011. Nata de Cassava.

Gambar

Gambar 3  Perbandingan densitas awal dan densitas akhir
Gambar 4  Sampel dengan penambahan MgSO4 (1) dan sampel tanpa penambahan MgSO4 (2)
Gambar 6  Perbandingan  jenis gula yang digunakan, gula jawa (1) dan gula anhidris (2)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

• Pemb Jalan Rabat Beton Desa Malapari Kec Muara Bulian (sisa usulan PNPM - 13). • Pemb Jalan Rabat Beton Desa Napal Sisik Kec Muara Bulian (sisa usulan PNPM

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit, seperti tingkat pendidikan, kompetensi, motivasi,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk meningkatkan Kedisiplinan dan

Penelitian ini bertujuan membangun sistem pendukung keputusan untuk memberikan penentuan daerah berpotensi kemiskinan absolut berdasarkan skor pengelompokan tahap

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Dalam statistika terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan antara lain

Performa dari Hybrid DE untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan flow shop dengan fungsi obyektif total flow time dievaluasi dengan melakukan simulasi