• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perempuan Dalam Politik Merujuk Pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Perempuan Dalam Politik Merujuk Pa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Arti Perempuan

Gender dan Perempuan. Kebanyakan masyarakat di dunia memberi sambutan yang berbeda atas kelahiran anak laki-laki dan anak perempuan. Hal ini berkaitan dengan Gender dan Peran yang akan dijalani oleh bayi perempuan dan bayi laki-laki. Salah satu hal yang paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya.

Gender. Secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Menurut Oakley (1972) Istilah gender berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender menentukan berbagai pengalaman hidup yang akan kita alami, gender pula dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, pekerjaan, alat-alat dan sumber daya yang akan diperlukan untuk industri dan keterampilan. Sedangkan didalam konteks pendidikan dimana percakapan yang memainkan peranan yang sangat penting dalam belajar di kelas :

Cara mengantarkan gagasan-gagasan, cara membuat gagasan-gagasan benar-benar tergantung seseorang mampu memikirkannya, dan cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah mempertimbangkannya. Jadi, perbincangan bukan hanya sekedar suatu cara untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang ada kepada orang lain; tapi juga merupakan suatu cara bagi kita untuk mengekplorasi gagasan, menjelaskannya, dan menjadikannya sebagai kuasa kita. Membincangkan berbagai hal memberi kesempatan untuk memilah gagasan dan merumuskan penerapannya dan dengan cepat dan sungguh-sungguh mengarah pada pewujudan gagasan tersebut. (Marland, 1977, hal 129)

(2)

Karena banyak alasan mengenai ketidaksepadanan semacam ini yang sekurang-kurangnya dibebankan pada tanggung jawab guru. Sebagai contoh, ada bukti bahwa guru lebih banyak memperhatikan anak laki-laki, menyampaikan lebih banyak kritikan dan juga lebih banyak menghargai dan mendorong mereka. (Clarricoates, 1983). Bahkan, kesadaran untuk membagi perhatian secara adil antara anak perempuan dan laki-laki mungkin sukar dicapai. Para guru juga memperlakukan dengan wajar pada anak laki-laki atas perilaku yang anak perempuan dianggap tidak pantas melakukannya. Sebagai misal, Sadker dan Sadker menemukan bahwa anak laki-laki delapan kali lebih cenderung meneriakkan jawaban dibandingkan anak perempuan, dan para guru menerima jawaban-jawaban semacam itu dari anak laki-laki, tapi memarahi anak perempuan jika berteriak semacam itu. French dan French (1984a) merinci analisis bahwa anak laki-laki memanfaatkan berbagai macam strategi untuk melakukan partisipasi yang lebih besar –mereka mungkin saja merencanakan hal-hal yang lebih menarik dan lebih berarti untuk dikatakan, sehingga mendorong guru untuk mempertanyakan lebih jauh lagi.

(3)

dari konferensi PBB tahun 1975, dengan tema Women In Development (WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan.

Permasalahan Gender di Indonesia, didukung dengan lambatnya pemahaman tentang gender itu sendiri. Perlu adanya peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai gender yang harus didukung dengan adanya keterwakilan perempuan-perempuan dalam lembaga-lembaga negara, terutama lembaga pembuat kebijakan. Munculnya Konsep Hak Asasi Perempuan (HAP), yang sedikitnya memiliki dua makna yang terkandung didalamnya. Yang pertama, Hak Asasi Perempuan hanya dimaknai sekedar berdasarkan akal sehat. Logika yang dipakai adalah pengakuan bahwa perempuan adalah manusia, dan karenanya sudah sewajarnya mereka juga memiliki hak asasi. Makna yang kedua, dibalik istilah Hak Asasi Perempuan terkandung visi dan maksud transformasi relasi sosial melalui perubahan relasi kekuasaan yang berbasis gender. Makna Hak Asasi Perempuan yang kedua ini memang lebih revolusioner karena adanya pengintegrasian Hak Asasi Perempuan kedalam standar Hak Asasi Manusia (HAM). Hak asasi perempuan di Indonesia cukup menonjol. Menurut UUD 1945 secara formal tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

(4)

serta anak adalah bagian dari hak asasi yang tidak dapat dicabut (inalienable), integral, dan tidak dapat dipisahkan (indivisible).”

Ada tiga isu utama yang berkaitan dengan hak perempuan di Indonesia, yakni kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, kewarganegaraan, dan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak. Dari isu utama itulah memunculkan tiga UU, antara lain : UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT); UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI; UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).

Hak Perempuan Dalam Naskah

1. 1945 : Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27

2. 1958 : Undang-Undang No.68 Tahun 1958, Konvensi Hak Politik Perempuan

3. 1984 : Undang-Undang No.7 Tahun 1984, Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita (CEDAW)

4. 1966/1976 : Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi Indonesia)

5. 1993 : Deklarasi Wina, Pasal I /18

6. 1998 : S.K. Presiden No.181, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) didirikan

7. 2002 : Protocol dari CEDAW ditandatangani

(5)

Mendasari dari ketiga isu utama yang telah dipaparkan diatas, kami mencoba menganilisis dari sebuah survei yang dilakukan oleh My World 2015 Analytics, yang merupakan salah satu program survei global dari PBB (United Nation) kepada warga dunia. Kami mengambil sampel Negara Indonesia kemudian fokus pada jenis kelamin perempuan dan kisaran usia antara 16-30 tahun yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan ditingkat sekolah menengah atas. Terdapat 1.583 responder perempuan (29/04), tersebut menyatakan bahwa ada lima harapan besar dari perempuan mengenai kehidupan mereka selanjutnya, antara lain :

1. A good education

2. An honest and responsive government

3. Better Healthcare

4. Better job opportunities

5. Protection against crime and violence

Dari kelima harapan inilah kita mampu mengamati bahwasanya kualitas pendidikan yang baik diharapan oleh kaum perempuan sebagai pemecah batu dari berbagai permasalahan yang terus melanda kaum perempuan. Dengan harapan saat seorang perempuan mempunyai pendidikan yang memadai sesuai dengan bidang yang ia tekuni maka ia akan mampu berkontribusi dalam pembangunan nasional, seperti misalnya saja ikut terlibat dalam ranah politik, kegiatan kelembagaan perempuan, dan pembuat kebijakan publik di negeri ini.

Perempuan dan Politik

Hak Politik Perempuan. dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan negaranya, diatur didalam pasal 7 CEDAW, antara lain :

1. Hak untuk memilih dan dipilih

(6)

3. Hak untuk memegang jabatan dalam pemerintah dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan disegala tingkat

4. Hak berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik bernegara.

Pasal 8. Mereka pada tingkat internasional dan berpartisipasi dalam pekerjaan untuk mewakili pemerintah dalam tingkat internasional dan berpatisipasi dalam organisasi-organisasi internasional.

Konvensi Hak Politik Perempuan, yang pada 1952 diterima PBB dan telah diratifikasi oleh DPR menjadi UU No. 68 Tahun 1958, pada Pasal I menetapkan bahwa: “Perempuan berhak memberikan suara dalam semua pemilihan dengan status sama dengan pria tanpa diskriminasi (Women shall be entitled to vote in all elections on equal terms with men without any discrimination).” Hak ini telah dilaksanakan dalam Pemilu 1955, sebelum Indonesia meratifikasi konvensi ini. Pasal II menyatakan: “Perempuan dapat dipilih untuk semua badan elektif yang diatur dengan hukum nasional, dengan status sama dengan pria tanpa diskriminasi (Women shall be eligible for election to all publicly elected bodies established by national law, on equal terms with men, without any discrimination)”; “Perempuan berhak menduduki jabatan resmi dan menyelenggarakan semua fungsi resmi yang diatur semua hukum nasional, dengan status sama dengan pria tanpa diskriminasi (Women shall be entitled to hold public office and to exercise all public functions, established by national law, on equal terms with men, without any discrimination).”

(7)

Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW—The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination againts Women) yang diterima oleh PBB pada 1979 dan oleh DPR diratifikasi menjadi UU No. 7 Tahun 1984, memberi perlindungan terutama dibidang ketenagakerjaan.

Hak politik perempuan dirumuskan juga dalam UU No.12 Tahun 2003 tentang pemilu memberi peluang baru dengan menetapkan dalam Pasal 65 (1) : “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memerhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” Dalam Pemilu 2004 ternyata perempuan belum dapat memenuhi kuota sebagaimana yang diharapkan. Terlansir didalam surat kabar harian Kedaulatan Rakyat (22/04) dalam rangka memperingati hari Kartini belum lama ini, menyatakan bahwa jangan sampai keterwakilan perempuan dalam pemilu 9 April yang lalu hanyalah pelengkap kuota saja, namun ada harapan agar siapapun calon legislatif perempuan yang terpilih dan menduduki kursi jabatan mampu menunjukkan bahwa mereka bisa mewakili rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya, selain itu ia mampu memperjuangkan berbagai dimensi perempuan seperti halnya mengenai diskriminasi gender yang masih berkembang, perlunya regulasi yang memberdayakan kapasitas perempuan sehingga tidak banyak lagi kaum perempuan yang menjadi TKW. Ditambah LSI mengungkapkan, dalam hal kemampuan laki-laki dan perempuan, masyakarat menilai sama. Bahkan, dalam hal anti korupsi, masyarakat lebih mendukung perempuan karena dinilai lebih mampu menahan keserakahannya untuk tidak melakukan korupsi. Tingkat kepercayaan kepada laki-laki untuk tidak melakukan korupsi hanya 30%, sedagkan untuk perempuan diatas 50%.

(8)

terlihat dari total partisipasi perempuan dalam parlemen yang dibatasi hanya sebesar 30% semata.

Tentunya, menjadi sebuah tragedi bagi negeri yang menjunjung genderisasi, namun masih memiliki pandangan yang tak rasional bagi peran perempuan. Hingga saat ini, peran perempuan dan representasi politiknya di parlemen serta pada pemerintahan, baik secara global maupun nasional masih sangat rendah dan memprihatinkan. Rendahnya partisipasi perempuan tersebut bisa jadi disebabkan oleh berbagai faktor, yakni tidak ada pendidikan politik dan pendidikan pemilih khususnya di negara-negara berkembang dan terbelakang, selain itu tidak adanya pelatihan dan penguatan keterampilan politik perempuan untuk memperkuat keterampilan politiknya, kurang adanya kesadaran perempuan untuk aktif dan terlibat di dalam kegiatan-kegiatan politik terutama untuk berpartisipasi dalam institusi politik formal seperti lembaga legislatif dan partai politik, serta masih adanya sistem perundang-undangan politik yang membatasi aksesibilitas dan partisipasi perempuan dalam pemilu, parlemen dan dalam pemerintahan. Pada dasarnya, peranan perempuan merupakan jawaban dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain perempuan yang berkontribusi dalam legislatif dapat menyuarakan kepentingan perempuan dan aspirasi masyarakat.

Representasi Politik (perempuan). Di Indonesia sendiri hak untuk memilih dan dipilih yang setara antara laki laki dan perempuan sudah berlaku sejak pemilu 1995 sampai sekarang. Namun dalam relalitasnya partisipasi perempuan dalam menjadi calon legislatif masih belum memenuhi harapan. UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum Anggota, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 53 menegaskan bahwa daftar calon anggota legislatif memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan, namun usaha meningkatkan status dan peran perempuan sama sekali belum maksimal jika dibandingkan laki-laki. Jumlah perempuan wakil rakyat di DPRD secara kuantitas belum sesuai UU.

Berikut ini adalah kursi DPR yang dimiliki perempuan dan periode waktu seperti dikutip dari laporan IPU (Inter-Parliamentary Union) :

(9)

 Pemilu tahun 1971 : 7,17% (33 perempuan dari total 460)

 Pemilu tahun 1977 : 7,39% (34 perempuan dari total 460)

 Pemilu tahun 1982 : 8,26% (38 perempuan dari total 460)

 Pemilu tahun 1987 : 11,4% (57 perempuan dari total 500)

 Pemilu tahun 1992 : 12,2% (61 perempuan dari total 500)

 Pemilu tahun 1997 : 11,4% (57 perempuan dari total 500)

 Pemilu tahun 1999 : 8% (40 perempuan dari total 500)

 Pemilu tahun 2004 : 11,2% (62 perempuan dari total 550)

 Pemilu tahun 2009 : 18,6% (104 perempuan dari total 560)

Di DPRD Kota Yogayakarta misalnya, pada pemilu tahun 2009, meskipun jumlah kursi perempuan naik 6 kursi namun kenaikannya baru mencapai 20%. Secara kuantitas jumlah tersebut tentu tidak terpenuhi. Lalu secara kualitas, perempuan yang duduk menjadi anggota dewan terkadang memiliki banyak hambatan dalam mengembangkan potensinya, keluarga, sekolah, partai politik dan lingkungan sosial lainnya. Namun tahun 2014 ini, jumlah partisipasi calon legislatif Perempuan mengalami peningkatan dibanding tahun 2009 lalu. Jika dipresentase caleg perempuan naik sebanyak 7%, dengan begitu tahun ini caleg perempuan mencapai 37% yang dulunya hanya 30%. Dari 6.607 caleg 2.467 diantaranya adalah Caleg Perempuan.

Efektivitas Peran Perempuan dalam Pembangunan Nasional

(10)

Kualitas pendidikan perempuan juga merupakan aspek yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Kaum perempuan harus berusaha meraih jenjang pendidikan setinggi mungkin. Peningkatan derajat kesehatan perempuan juga seiring dengan upaya peningkatan akses pendidikan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan. Terlepas dari semua kekurangan dan keterbatasan perempuan Indonesia, saat ini perempuan Indonesia berbeda dengan perempuan Indonesia masa lalu. Bila dulu perempuan Indonesia beraktivitas hanya di sekitaran keluarga dan rumah tangga, kini bisa disaksikan bagaimana perempuan Indonesia berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan profesi. Bahkan, salah seorang presiden Indonesia adalah perempuan. Tidak sedikit pula yang berprofesi sebagai pimpinan dalam perusahaan atau lembaga. Hal ini menunjukkan bagaimana kualitas perempuan Indonesia, sesungguhnya tidak kalah dari kaum laki-laki. Optimisme akan pembangunan nasional dan daerah yang bertumpu pada semua pihak akan terselenggara dengan baik. Dukungan semua pihak tetap diperlukan, agar keseimbangan yang telah terjadi selama ini, dapat terus disempurnakan, saling mengisi dan memberikan kontribusi pada pembangunan daerah dan nasional.

Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan. dapat dilakukan melalui beberapa jalur, yaitu :

1. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara formal dapat berperan aktif di lingkungannya sendiri melalui berbagai kegiatan yang mendukung program pemeritahan, seperti PKK, Posyandu, KB, dan kegiatan lainnya yang dapat menggerakkan ibu-ibu ke arah kepentingan bersama.

2. Perempuan yang menginginkan karier di bidang politik dapat menjadi anggota salah satu partai politik yang sesuai dengan ideologinya, terutama dalam memperjuangkan kaum perempuan, dan yang bersangkutan dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk dipilih oleh masyarakat pada saat pemilu.

(11)

4. Perempuan yang bekerja di bidang yudikatif atau yang berhubungan dengan hukum sebagai pengacara, jaksa, hakim, atau sebagai polisi penyidik perkara dapat bekerja dengan jujur dan adil demi tegaknya hukum itu sendiri, tanpa membedakan latar belakang agama, suku, budaya, daerah, pendidikan, golongan, dan lain-lain.

Kesimpulan

Menarik sebuah kesimpulan dari seluk-beluk gender dan perempuan sekaligus lika-liku dinamika perjuangan hak asasi perempuan serta usaha untuk ikut ambil bagian dalam peranan kepemimpinan dan menjamah wilayah politik di dalam pemerintahan. Perempuan seyogyanya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mendapat anugerah berlimpah. Karena jika ia mendapatkan fasilitas pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sama dengan kaum laki-laki. Kami percaya bahwa perempuan akan mampu berjalan setara dengan laki-laki dalam membangun Indonesia yang lebih maju dan jaya.

(12)

negaranya. Perlu kiranya, kita apresiasi karena dengan demikian kaum perempuan yang semula mendapat ketidak adilan serta ketidak seimbangan gender mulai hilang dan bertranformasi mengarah pada keterwakilan dan peran perempuan dalam pembangunan nasional maupun internasional. Menurut Plato, seorang Filosof era Yunani, ia percaya bahwa kaum wanita bisa memerintah sama efektifnya dengan kaum pria karena alasan sederhana, yaitu bahwa para pemimpin mengatur negara berdasarkan akal mereka. Kaum wanita menurut Plato mempunyai kemampuan penalaran yang sama persis dengan kaum pria, asalkan mereka mendapatkan pelatihan yang sama dan dibebaskan dari kewajiban membesarkan anak dan mengurusi rumah tangga. Dalam kitab Hukum yang ditulis Plato yang menggambarkan “negara konstitusional” sebagai negara terbaik kedua setelah negara ideal. Plato menegaskan bahwa :

“... sebuah negara yang tidak mendidik dan melatih kaum wanita itu seperti orang yang hanya melatih tangan kanannya...”

Akhirnya, dapat kita katakan bahwa seorang Filosof Plato mempunyai pandangan positif tentang kaum wanita. Dan dalam suasana politik di hari Kartini belum lama ini yang merupakan sebuah momentum bagi perempuan untuk menjadikan evaluasi bersama sekaligus sebagai penggugah isu penguatan peranan perempuan dalam bidang politik dimasa ini dan masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Julia Cleves Mosse, 1993. Gender & Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jostein Gaarder, 1991. Dunia Sophie, pengantar Dr. Bambang Sugiharto. Bandung: PT. Mizan Pustaka

Prof. Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

David Graddol dan Joan Swann, 1989. GENDER VOICES, Telaah Kritis Relasi Bahasa-Jender. Pasuruan: Pedati

(13)

http://eprints.uny.ac.id/9812/2/BAB%202%20-%2008110241024.pdf

diunduh pada tanggal 02 Mei 2014 pukul 08.30 WIB

_______ My World 2015 Analytics http://data.myworld2015.org/ diakses pada tanggal 29 April 2014 pukul 20.54 WIB

_______ Jangan Hanya Jadi Pelengkap Kuota Saja Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat terbit pada tanggal 22 April 2014

Referensi

Dokumen terkait

yang tentunya meminta ganti rugi atas kehilangan kendaraannya harus berhadapan dengan dalil pengelola parkir bahwa perjanjian parkir adalah perjanjian sewa lahan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta (FEB UMJ) didirikan pada tanggal 18 Juni 1963 bersamaan dengan beberapa fakultas lain diantaranya fakultas Hukum

dialami oleh siswa dalam menulis teks deskripsi sebagai berikut: a) siswa dinilai masih sulit membedakan antara tema dengan judul dalam teks deskripsi karena

Berdasarkan hasil Kuesioner analisis kebutuhan (pendapat responden), faktor-faktor penting dan berpengaruh dalam pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan di wilayah

Jika melihat dari kajian beberapa penelitian pengembangan media pembelajaran mobile learning diatas pengembanganaplikasiandroidsebagaimedia pembelajaran

Variabel Gaya kepemimpinan (X3) berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Y) karena mempunyai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 5,983 > 2,008. Hasil penelitian ini

Berdasarkan Uji UAT (User Acceptance Testing) dengan pengambilan sample menggunakan metode slovin sebanyak 28 siswa dengan margin eror 10% dan mendapatkan hasil

Dari tabel 4 terlihat koefisien nilai sig 0.008, dengan tingkat alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.05, maka hipotesis kedua diterima yaitu kompensasi