Perhitungan Lintas Ekuivalen Kendaraan Berbasis Kelas Jalan
Oleh: Samun Haris
Abstrak
Dalam proses perencanaan tebal struktur perkerasan lentur jalan, data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR), memberikan kontribusi dan diperlukan sebagai dasar, berkaitan dengan beban rencana yang akan dilayaninya. Berkenaan dengan diperlukannya kesesuaian antara kemampuan menerima beban dari struktur perkerasan lentur jalan, dengan beban lalu lintas yang disesuaikan dengan kelas jalan yang ditetapkan, maka pertimbangan standar beban dan konfigurasi sumbu kendaraan dalam perhitungan lintas ekuivalen, berpedoman kepada Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) dan Jumlah Berat Kombinasi yang Diizinkan (JBKI).
Maksud penulisan ini adalah dalam rangka studi literatur atas Buku Pedoman Survai Pencacahan Lalu Lintas Dengan Cara Manual. Tujuan penulisan adalah untuk menyusun perhitungan lintas ekuivalen kendaraan, berbasis pendekatan kelas jalan yang ditetapkan,
Hasil simulasi perhitungan lintas ekuivalen kendaraan pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban sumbu kendaraan rencana sesuai ketentuan kelas jalan eksisting yaitu kelas III, menghasilkan jumlah kumulatif ekuivalen sebesar 3.608.503,82. Sedangkan hasil simulasi perhitungan lintas ekuivalen kendaraan pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban sumbu kendaraan rencana sesuai ketentuan kelas jalan baru yaitu kelas II, menghasilkan jumlah kumulatif ekuivalen sebesar 5.792.434,43.
Kata Kunci: Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR); Kelas jalan; JBI dan JBKI; Jumlah kumulatif ekuivalen;
1. Pendahuluan
Transpor adalah angkutan,
mentranspor artinya adalah
memindahkan atau mengangkut,
sedangkan transportasi artinya adalah pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi (Departemen
Pendidikan Nasional, 2012).
Kendaraan sebagai sarana transportasi, dan jalan sebagai salah satu prasarana transportasi, menjadi unsur-unsur penting bagi terselenggaranya aktivitas transportasi. Norma utama yang
menjadi rujukan dalam
penyelenggaraan prasarana
transportasi jalan adalah
undang-undang tentang jalan, dan norma yang
menjadi rujukan dalam
penyelenggaraan layanan sarana transportasi jalan adalah undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
kendaraan, maupun berdasarkan konfigurasi sumbu kendaraan. untuk mewujudkan keselamatan lalu
lintas, yaitu suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan,
jalan, dan/atau lingkungan.
Keselamatan jalan dan keselamatan lalu lintas, merupakan unsur-unsur penting yang saling bersinergi di
dalam membangun terwujudnya
keselamatan transportasi jalan.
Pada kondisi ideal, berat, daya angkut, dan dimensi kendaraan yang akan melewati suatu jalan menjadi acuan dalam pembangunan jalan dan jembatan. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi darat, masih menjadi andalan bagi pergerakan orang dan barang, dari dan ke berbagai pelosok. Volume penggunaannya terus meningkat dari tahun ke tahun, tidak hanya dalam jumlah, juga dalam hal beban kendaraan, khususnya angkutan barang. Upaya efisiensi
dalam angkutan barang telah
mendorong digunakannya kendaraan besar yang mempunyai daya angkut lebih besar. Beban jalan yang terus meningkat, baik dalam volume maupun dalam berat per satuan kendaraan, menuntut tingginya kualitas infrastruktur jalan yang harus dipersiapkan dan disesuaikan dengan beban kumulatif ekuivalen kendaraan yang akan melewatinya.
Pengelompokkan kelas jalan sesuai penggunaan jalan, didasarkan kepada: (1) fungsi dan intensitas lalu lintas; sehubungan kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (2) daya dukung, sehubungan dengan muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Salah satu bentuk penyesuaian pada ketentuan yang
baru, adalah ditetapkannya perubahan
dalam pengelompokan jalan
berdasarkan kepada tuntutan
peningkatan kemampuan jalan secara umum untuk mampu memikul beban lalu lintas dengan muatan sumbu terberat minimal 8 ton.
Volume lalu lintas rencana,
dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan di dalam
mempersiapkan desain perkerasan lentur jalan. Dalam proses perhitungan volume lalu lintas untuk memperoleh besaran jumlah kumulatif lalu lintas kendaraan dalam satuan lintas ekuivalen sumbu as tunggal 8,16 ton, terdapat keterkaitan antara kelas jalan, tipe kendaraan bermotor, konfigurasi sumbu kendaraan, MST, Jumlah Berat Yang Diizinkan (JBI), dan Jumlah Berat Kombinasi Yang Diizinkan (JBKI). JBI adalah berat maksimum
kendaraan bermotor berikut
muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. JBKI adalah berat maksimum rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui (Pemerintah Republik Indonesia, 2012).
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Penggolongan Kendaraan
Penggolongan kendaraan
merupakan hal yang penting dalam memperhitungkan jenis kendaraan yang mempengaruhi besaran beban kendaraan yang diterima oleh struktur perkerasan lentur jalan.
Penggolongan kendaraan
ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain berdasarkan fungsi kendaraan, ukuran kendaraan, muatan
dan tingkat kerusakan jalan yang ditimbulkannya.
Penggolongan kendaraan, didasarkan pada jenis kendaraan dan konfigurasi
sumbu kendaraan, secara garis besar jenis kendaraan dikelompokkan ke dalam 8 golongan, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penggolongan Kendaraan (Sumber: Pedoman Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara Manual: Pd T-19-2004-B)
Golongan
Kendaraan Jenis Kendaraan
Gol. 1 Sepeda motor, kendaraan roda-3 Gol. 2 Sedan, jeep, station wagon Gol. 3 Angkutan penumpang sedang
Gol. 4 Pick up, mikro truk dan mobil hantaran Gol. 5a Bus Kecil
Gol. 5b Bus Besar
Gol. 6a Truk ringan 2 sumbu
Gol. 6b Truk sedang 2 sumbu Gol. 7a Truk 3 sumbu
Gol. 7b Truk gandengan Gol. 7c Truk semitrailer
Gol. 8 Kendaraan tidak bermotor
2.2. Jumlah Berat yang Diijinkan (JBI)
Jumlah Berat yang Diijinkan (JBI), adalah berat maksimum
kendaraan bermotor berikut
muatannya yang diijinkan untuk melalui suatu ruas jalan. Sedangkan
Jumlah Berat Kombinasi yang
Diijinkan (JBKI) adalah berat kombinasi maksimum kendaraan
bermotor berikut muatannya termasuk kereta tempelan/kereta gandengannya, yang diijinkan untuk melalui suatu ruas jalan. Besaran JBI untuk suatu kendaraan berdasarkan konfigurasi sumbu kendaraan dan kelas jalan yang dilalui, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2, sedangkan besaran JBKI untuk suatu kendaraan, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Jumlah Berat yang Diijinkan (JBI) untuk Kendaraan (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2008)
MST Maksimal (ton) No. KonfigurasiSumbu KendaraanJenis *) Kelas
Jalan
JBI (ton) Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6
1. 1.1 Truk Ringan II 6 6 - - - - 12
III 5 5 - - - - 10
2. 1.2 Truk Besar II 6 10 - - - - 16
3. 11.2 Truk Tronton II 5 6 10 - - - 21
III 5 6 8 - - - 19
Tabel 2.2 Jumlah Berat yang Diijinkan (JBI) untuk Kendaraan
(Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2008) (Lanjutan)
MST Maksimal (ton) No. Konfigurasi
Sumbu
Jenis Kendaraan*)
Kelas Jalan
JBI (ton) Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6
4. 1.22 Truk Tronton II 6 9 9 - - - 24
III 6 7,5 7,5 - - - 21
6 6 9 9 - - 30
5. 1.1.22 Truk Tronton
II
III
6 7 10 10 - - 33
6 7 9 9 - - 31
6 6 7,5 7,5 - - 27
6 7 8 8 - - 29
6 7 7,5 7,5 - - 28
6 6 7 7 7 - 33
6. 1.1.222 Truk Tronton
II
III
6 7 8 8 8 - 37
6 7 7 7 7 - 34
6 6 6 6 6 - 30
6 7 7 7 7 - 34
7. 1.222 Truk Tronton
6 7 6 6 6 - 31
II 6 7 7 7 - - 27
6 8 8 8 - - 30
III 6 6 6 6 - - 24
6 7 7 7 - - 27
Keterangan: *) = tipikal jenis kendaraan pendekatan;
Tabel 2.3 Jumlah Berat Kombinasi yang Diijinkan (JBKI) untuk Kendaraan (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2008)
MST Maksimal (ton) No. Konfigurasi
Sumbu
Jenis Kendaraan*)
Kelas Jalan
JBKI (ton) Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6
1. 1.2-22 Truk Trailer II 6 10 9 9 - - 34
III 6 8 7,5 7,5 - - 29
II 6 9 9 9 9 - 42
III 6 7,5 7,5 7,5 7,5 - 36
2. 1.22-22 Truk Trailer II 6 10 10 10 10 - 46
III 6 8 8 8 8 - 38
II 6 9 9 10 10 - 44
III 6 7,5 7,5 8 8 - 37
II 6 9 9 7 7 7 45
III 6 7,5 7,5 6 6 6 39
II 6 10 10 10 10 10 56
3. 1.22-222 Truk Trailer III 6 8 8 8 8 8 46
II 6 9 9 10 10 10 54
III 6 7,5 7,5 8 8 8 45
II 6 10 10 10 10 10 26
III 6 8 8 8 8 8 46
4. 1.2+2.2 TrukGandengan II 6 10 10 10 - - 36
III 6 8 8 8 - - 30
2.3 Beban Sumbu Standar Kendaraan
Pengaruh kendaraan terhadap struktur perkerasan lentur jalan,
ditentukan oleh beban sumbu
kendaraan dan lama pembebanan (statis atau dinamis). Kendaraan yang berat dan sedang berhenti akan lebih merusak struktur perkerasan lentur jalan, dibandingkan dengan kendaraan yang ringan dan sedang berjalan. Besarnya pengaruh beban sumbu terhadap kerusakan perkerasan dinyatakan dengan Faktor Ekivalen (FE), merupakan faktor konversi beban sumbu kendaraan terhadap beban sumbu standar yang beratnya sebesar 8,16 ton.
Nilai faktor ekivalen tidak akan dapat ditentukan tanpa mengetahui struktur perkerasan, yang seharusnya diperoleh dari nilai faktor ekivalen (beban lalu lintas rencana) tersebut. Oleh karena itu, rumus pendekatan yang diturunkan oleh Liddle (1962), seringkali digunakan dalam praktek desain, sebagaimana Persamaan 2.1.
4
)
Keterangan:
L = beban sumbu kendaraan (ton);
k = 1 ; untuk sumbu tunggal; = 0,086 ; untuk sumbu tandem; = 0,021 ; untuk sumbutriple;
Selain dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.1, metode perhitungan angka ekivalen (E) dijelaskan pula dalam Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan (Pd T-05-2005-B), yang dibedakan berdasarkan jumlah sumbu kendaraan, sebagaimana diuraikan
dalam Persamaan 2.2 sampai
Persamaan 2.5, dengan tambahan kete-rangan:
STRT : Sumbu Tunggal Roda
Tunggal;
STRG : Sumbu Tunggal Roda
Ganda;
SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda; STrRG : SumbuTripleRoda Ganda.
L
FEL k ………..(2.1
8,16
beban sumbu (ton)4
Angka ekuivalen STRT
5,4 ...(2.2)
Angka ekuivalen beban sumbu (ton)4
STRG
8,16 ...(2.3)
Angka ekuivalen beban sumbu (ton)4
SDRG 13,76 ...(2.4)
4
Angka ekuivalen beban sumbu (ton)
...(2.5)
STrRG 18,45
Hasil perhitungan angka
ekuivalen (E) dengan Persamaan 2.2 sampai Persamaan 2.5 untuk berbagai
Tabel 2.4 Ekuivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Beban Sumbu (ton)
Ekuivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
STRT STRG SDRG STrRG
1 0,00118 0,00023 0,00003 0,00001
2 0,01882 0,00361 0,00045 0,00014
3 0,09526 0,01827 0,00226 0,00070
4 0,30107 0,05774 0,00714 0,00221
5 0,73503 0,14097 0,01743 0,00539
6 1,52416 0,29231 0,03615 0,01118
7 2,82369 0,54154 0,06698 0,02072
8 4,81709 0,92385 0,11426 0,03535
9 7,71605 1,47982 0,18302 0,05662
10 11,76048 2,25548 0,27895 0,08630
11 17,21852 3,30225 0,40841 0,12635
12 24,38653 4,67697 0,57843 0,17895
13 33,58910 6,44188 0,79671 0,24648
14 45,17905 8,66466 1,07161 0,33153
15 59,53742 11,41838 1,41218 0,43690
16 77,07347 14,78153 1,82813 0,56558
17 98,22469 18,83801 2,32982 0,72079
18 123,45679 23,67715 2,92830 0,90595
19 153,26372 29,39367 3,63530 1,12468
20 188,16764 36,08771 4,46320 1,38081
Setiap jenis kendaraan memiliki konfigurasi sumbu yang berbeda, sehingga setiap kendaraan akan memiliki daya rusak yang berbeda pula. Daya rusak kendaraan (Vehicle Damage Factor, VDF) merupakan jumlah angka ekivalen beban sumbu depan, sumbu tengah, dan sumbu belakang. Formula Daya Rusak Kendaraan, sebagaimana Persamaan 2.6.
VDF= DFsb_depan+ DFsb_tengan+ DFsb_belakang
……….(2.6)
Keterangan :
DFsb_depan = angka ekuivalen beban sumbu depan;
DFsb_tengah = angka ekuivalen beban sumbu tengah;
DFsb_belakang = angka ekuivalen beban sumbu belakang;
2.4 Penggolongan Kelas Jalan
Pengelompokkan jalan menurut kelas jalan sesuai penggunaan jalan, terdiri atas:
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) millimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) millimeter, dan
muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton;
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) millimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu) millimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) millimeter, dan
muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton;
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) millimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) millimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton;
e. Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 ton, yaitu pada
keadaan lalu lintas yang
membutuhkan prasarana jalan adalah lalu lintas dengan muatan sumbu terberat kurang dari 8 ton,
dan/atau pada keadaan
penyelenggara jalan belum mampu membiayai penyediaan prasarana lalu lintas untuk lalu
lintas dengan muatan sumbu terberat paling berat 8 (delapan) ton.
Sebagai kelanjutan dari
penetapan ketentuan kelas jalan, pada tahun 1999 beberapa ruas Jalan
Nasional di Pulau Jawa yang
ditetapkan sebagai jalan Kelas II, dinyatakan dapat dilalui kendaraan bermotor dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) yang diizinkan 10
(Sepuluh) ton (Departemen
Perhubungan, 1999), dan seiring terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, ditingkatkan menjadi Kelas I.
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 58/KPTS/M/2012
menetapkan kelas jalan berdasarkan daya dukung untuk menerima MST dan dimensi kendaraan bermotor di Pulau Jawa dan di Pulau Sumatera. Perincian panjang jalan untuk masing-masing kelas jalan untuk Pulau Jawa yaitu (a) 4.694,92 km (Kelas I); (b) 14,83 km (Kelas II) dan; (c) 931,13 km (Kelas III).
Perincian panjang jalan untuk masing-masing kelas jalan untuk Pulau Sumatera yaitu (a) 5.132,63 km (Kelas I); (b) 432,59 km (Kelas II) dan; (c) 5.991,35 km (Kelas III).
Jalan Provinsi sebagai jalan kolektor, secara umum dituntut memiliki kemampuan struktur yang meningkat, agar dapat melayani beban lalu lintas kendaraan bermotor dengan MST 8 (delapan) ton.
dilayaninya, baik angkutan orang maupun angkutan barang.
3. Perhitungan Lintas Ekuivalen Kendaraan
3.1 Perincian Data LHRT
Data Lalu Lintas Harian
Rata-rata Tahunan (LHRT) menurut
golongan kendaraan yang
dipergunakan sebagai dasar untuk simulasi, adalah data ruas jalan yang menghubungkan Kota A ke Kota B, sebagaimana diuraikan dalam Lampiran 1. Lalu lintas golongan 8, adalah lalu lintas kendaraan tidak bermotor, serta lalu lintas golongan 1, merupakan lalu lintas yang tidak diperhitungkan dalam simulasi ini.
3.2 Perincian Nilai Vehicle Damage Factor(VDF) kendaraan
Perhitungan nilai Vehicle Damage Factor (VDF), yaitu perhitungan nilai daya rusak kendaraan bermotor, didasarkan pada konfigurasi sumbu kendaraan, dan beban masing-masing sumbu kendaraan dengan merujuk kepada ketentuan JBI/JBKI yang disesuaikan dengan kelas jalan. Uraian nilai ekuivalen pada masing-masing sumbu kendaraan, yang memberi kontribusi terhadap nilai VDF, sebagaimana diuraikan di dalam Lampiran 2.
Nilai besaran Vehicle Damage Factor (VDF) hasil perhitungan dengan berdasarkan beban sumbu rencana sesuai ketentuan Kelas III, sebagaimana diuraikan di dalam Lampiran 3. Sedangkan nilai besaran Vehicle Damage Factor (VDF) hasil perhitungan dengan berdasarkan beban
sumbu rencana sesuai ketentuan Kelas II, sebagaimana diuraikan di dalam Lampiran 4.
3.3 Perhitungan Jumlah Kumulatif ESAL
Nilai Equivalent Single Axle Load (ESAL), adalah nilai yang mencerminkan besaran daya rusak yang diberikan oleh masing-masing sumbu kendaraan kendaraan. Jumlah keseluruhan nilai daya rusak
masing-masing sumbu kendaraan, akan
mencerminkan besaran nilai daya rusak kendaraan.
Perhitungan nilai ESAL
masing-masing golongan kendaraan,
dilakukan dengan mengalikan LHRT dengan VDF dan dengan konstanta 365 (jumlah hari dalam satu tahun). Jumlah keseluruhan nilai ESAL dari seluruh kendaraan bermotor pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B, adalah merupakan nilasi CESAL (Cumulative ESAL), sebagai jumlah kumulatif daya rusak dari seluruh kendaraan yang melintas pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B.
Nilai CESAL pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban bumbu kendaraan sesuai ketentuan kelas jalan III, adalah sebesar 3.608.503,82, sebagaimana
diuraikan pada Lampiran 4.
Sedangkan nilai CESAL pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban bumbu kendaraan sesuai ketentuan kelas jalan II,
adalah sebesar 5.792.434,43
sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5.
4. Simpulan
1. Volume lalu lintas rencana,
pertimbangan di dalam mempersiapkan desain perkerasan lentur jalan;
2. Dalam proses perhitungan volume lalu lintas untuk memperoleh besaran jumlah kumulatif lalu lintas kendaraan dalam satuan lintas ekuivalen sumbu as tunggal 8,16 ton, terdapat keterkaitan antara kelas jalan, tipe kendaraan bermotor, konfigurasi sumbu kendaraan, MST, JBI, dan JBKI;
3. Nilai CESAL sebagai jumlah kumulatif ekuivalen hasil simulasi pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban bumbu kendaraan sesuai ketentuan kelas jalan III, adalah sebesar 3.608.503,82;
Sedangkan nilai CESAL sebagai jumlah kumulatif ekuivalen hasil simulasi pada ruas jalan antara Kota A ke Kota B dengan beban bumbu kendaraan sesuai ketentuan kelas jalan II, adalah sebesar 5.792.434,43;
5. Daftar Pustaka
Departemen Permukiman Dan
Prasarana Wilayah, 2004, Pedoman Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara Manual Nomor Pd. T-19-2004-B;
Departemen Pekerjaan Umum, 2005, Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Nomor Pd T-05-2005-B,
Departemen Pendidikan Nasional, 2012,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Pusat Bahasa;
Kementerian Perhubungan, 2008, Surat Edaran Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor
SE.02/AJ.108/DRJD/2008 Tentang Panduan Batasan Maksimum JBI dan
JBKI untuk Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan Penarik berikut Kereta Tempelan/Kereta Gandengan;
Kementerian Pekerjaan Umum, 2012, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 58/KPTS/M/2012 Tentang Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Daya Dukung Untuk Menerima MST Dan Dimensi Kendaraan Bermotor Di Pulau Jawa Dan Di Pulau Sumatera.
Liddle, W. J. 1962. Application of AASHTO Road Test Result to the Design of Flexible Pavement Structures, Prosiding The International Conference on The Structural Design of Asphalt Pavement, Ann Arbor, Michigan (University of Michigan), USA.
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan;
Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan;
Pemerintah Republik Indonesia, 2012, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan;
6. Riwayat Penulis
Samun Haris,
Lampiran 1. Data Lalu Lintas Menurut Golongan Kendaraan pada Ruas Jalan Kota A ke Kota B
Nama Ruas Jalan
AADT / LHRT *) (kendaraan/hari/
2 arah)
Data Lalu Lintas Harian Rata-rata (kendaraan/hari/2 arah)
S
001 Kota A–Kota B 20.089 32.229 11.932 3.738 8.697 3.461 289 258 1.271 846 1.159 224 146 208
Keterangan : *) AADT / LHRT =Annual Average Daily Traffic/ **) MBT =Total Motorised Traffic, seluruh golongan
Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan; kendaraan bermotor (Golongan 2 sampai Golongan 7c);
Lampiran 2. Hasil Perhitungan NilaiVehicle Damage Factor(VDF) Kelas III Gol
Kend
Jenis
Kendaraan Konfigurasi Sumbu
Beban Sumbu Kendaraan (ton) JBI *)
Angka Ekivalen (E)**)
VDF
Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6 Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6
Gol 2 Sedan 1.1 STRT.STRT 1 1 - - - - 2 0,00118 0,00118 - - - - 0,00236
Gol 7A Truk Tronton 11.2 STRT.STRT.STRG 5 6 8 - - - 19 0,73503 1,52416 0,92385 - - - 3,18304
Truk Tronton 1.22 STRT.SDRG 6 7,5 7,5 - - - 21 1,52416 0,73252 0,73252 - - - 2,98920
Truk Tronton 1.1.22 STRT.STRT.SDRG 6 7 8 8 - - 29 1,52416 2,82369 0,92385 0,92385 - - 5,19555
Truk Tronton 1.1.222 STRT.STRT.STrRG 6 7 7 7 7 - 34 1,52416 2,82369 0,54154 0,54154 0,54154 - 5,97247
Truk Tronton 1.222 STRT.STrRG 6 7 7 7 - - 27 1,52416 0,54154 0,54154 0,54154 - - 3,14878
Gol 7B Truk Gandeng 1.2+2.2 STRT.STRG+STRG.STRG 6 8 8 8 - - 30 1,52416 0,92385 0,92385 0,92385 - - 4,29571
Gol 7C Truk Trailer 1.2-22 STRT.STRG-SDRG 6 8 7,5 7,5 - - 29 1,52416 0,92385 0,73252 0,73252 - - 3,91305
Truk Trailer 1.22-22 STRT.SDRG-SDRG 6 8 8 8 8 - 38 1,52416 0,92385 0,92385 0,92385 0,92385 - 5,21956
Truk Trailer 1.22-222 STRT.SDRG-STrRG 6 8 8 8 8 8 46 1,52416 0,92385 0,92385 0,92385 0,92385 0,92385 6,14341
Keterangan : *) JBI = Jumlah Berat yang Diijinkan, lihat Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 **) Perhitungan Angka Ekivalen menggunakan Persamaan (2.1); atau
Lampiran 3. Hasil Perhitungan NilaiVehicle Damage Factor(VDF) Kelas II Gol
Kend
Jenis
Kendaraan Konfigurasi Sumbu
Beban Sumbu Kendaraan (ton) JBI *)
Angka Ekivalen (E)**)
VDF
Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6 Sb.1 Sb.2 Sb.3 Sb.4 Sb.5 Sb.6
Gol 2 Sedan 1.1 STRT.STRT 1 1 - - - - 2 0,00118 0,00118 - - - - 0,00236
Jeep 1.1 STRT.STRT 1 1 - - - - 2 0,00118 0,00118 - - - - 0,00236
Gol 3 Minibus 1.1 STRT.STRT 1 1 - - - - 2 0,00118 0,00118 - - - - 0,00236
Gol 4 Pick Up 1.1 STRT.STRT 1 1 - - - - 2 0,00118 0,00118 - - - - 0,00236
Gol 5A Mikrobus 1.1 STRT.STRT 3 3 - - - - 6 0,09526 0,09526 - - - - 0,19052
Gol 5B Bus Kecil 1.2 STRT.STRG 6 6 - - - - 12 1,52416 0,29231 - - - - 1,81647
Bus Besar 1.2 STRT.STRG 6 8 - - - - 14 1,52416 0,92385 - - - - 2,44801
Gol 6A Truk Ringan 1.1 STRT.STRT 6 6 - - - - 12 1,52416 1,52416 - - - - 3,04832
Gol 6B Truk Besar 1.2 STRT.STRG 6 10 - - - - 16 1,52416 2,25548 - - - - 3,77964
Gol 7A Truk Tronton 11.2 STRT.STRT.STRG 5 6 10 - - - 21 0,73503 1,52416 2,25548 - - - 4,51467
Truk Tronton 1.22 STRT.SDRG 6 9 9 - - - 24 1,52416 1,47982 1,47982 - - - 4,48380
Truk Tronton 1.1.22 STRT.STRT.SDRG 6 7 10 10 - - 33 1,52416 2,82369 2,25548 2,25548 - - 8,85881
Truk Tronton 1.1.222 STRT.STRT.STrRG 6 7 8 8 8 - 37 1,52416 2,82369 0,92385 0,92385 0,92385 - 7,11940
Truk Tronton 1.222 STRT.STrRG 6 8 8 8 - - 30 1,52416 0,92385 0,92385 0,92385 - - 4,29571
Gol 7B Truk Gandeng 1.2+2.2 STRT.STRG+STRG.STRG 6 10 10 10 - - 36 1,52416 2,25548 2,25548 2,25548 - - 8,29060
Gol 7C Truk Trailer 1.2-22 STRT.STRG-SDRG 6 10 9 9 - - 34 1,52416 2,25548 1,47982 1,47982 - - 6,73928
Truk Trailer 1.22-22 STRT.SDRG-SDRG 6 10 10 10 10 - 46 1,52416 2,25548 2,25548 2,25548 2,25548 - 10,54608
Truk Trailer 1.22-222 STRT.SDRG-STrRG 6 10 10 10 10 10 56 1,52416 2,25548 2,25548 2,25548 2,25548 2,25548 12,80156
Keterangan : *) JBI = Jumlah Berat yang Diijinkan, lihat Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 **) Perhitungan Angka Ekivalen menggunakan Persamaan (2.1); atau
Persamaan (2.2) sampai Persamaan (2.5); atau dengan membaca Tabel 2.4;
Lampiran 4. Hasil Perhitungan NilaiCumulative Equivalent Single Axle Load(CESAL) untuk Jalan Kota A ke Kota B (Kelas III)
Nama Ruas Jalan CESAL
ESAL
Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5a Gol 5b Gol 6a Gol 6b Gol 7a Gol 7b Gol 7c Gol 8
Kota A–Kota B 3.608.503,82 3.219,91 7.491,60 2.981,31 20.097,00 230.529,10 681.982,88 755.921,01 1.346.537,33 351.217,25 208.526,43
Lampioran 5.Hasil Perhitungan NilaiCumulative Equivalent Single Axle Load(CESAL) untuk Jalan Kota A ke Kota B (Kelas II)
Nama Ruas Jalan CESAL
ESAL
Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5a Gol 5b Gol 6a Gol 6b Gol 7a Gol 7b Gol 7c Gol 8