BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Beton merupakan salah satu bahan/ material yang paling banyak dan
mendominasi pemakaian bahan konstruksi di bidang teknik sipil, baik pada bangunan
gedung, jembatan, bendung, maupun konstruksi yang lain. Hal ini disebabkan bahan
pembuatan beton mudah didapat, lebih murah, peraktis dalam pengerjaannya dan
mampu memikul beban yang cukup besar.
Secara sederhana, beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air,
agregat haluas (pasir), dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Terkadang
ditambahkan pula campuran bahan lain (admixture) untuk memperbaiki kualitas beton.
Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai
bahan ikat, sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi
sebagai bahan pengisi dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Ikatan
antara pasta semen dengan agregat ini menjadi satu kesatuan yang kompak dan akhirnya
dengan berjalan waktu akan menjadi keras serda padat
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan
beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara
9%-15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan beton sebagai komponen struktural
bangunan, umumnya diperkuat dengan batang seperti tulangan baja sebagai bahan yang
dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang
menahan gaya tarik. Dalam hal ini batang tulangan baja bertugas memperkuat dan
menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan menahan gaya tekan.
Kerja sama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan
didasarkan pada keadaan sebagai berikut:
1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.
2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu
melindungi dan mencegah terjadinya karat pada baja.
3. Angka muai kedua bahan hampir sama, di mana untuk setiap kenaikan suhu satu
derajat celcius angka muai beton 0,00001 sampai 0,000013, sedangkan baja
0,000013, sehingga perbedaan nilai muai dapat diabaikan.
2.2. Sifat Bahan 2.2.1. Bahan Beton
Pada beton bertulang, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana perilaku
komponen struktur pada waktu menahan berbagai beban antara lain: gaya aksial,
lenturan, gaya geser, puntiran ataupun merupakan gabungan dari gaya-gaya tersebut.
Perilaku tersebut tergantung pada hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada beton
dan juga jenis tengangan yang dapat ditahannya. Karena kelemahan beton, maka yang
diperhitungkan adalah beban yang bekerja dengan baik pada daerah tekan penampang,
dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut
digunakan sebagai dasar pertimbangan.
Hubungan tegangan-regangan pada beton di daerah yang mengalami tekan dapat
Gambar 2.1 Regangan-Tegangan Beton
Kuat tekan beton diwakili dengan tegangan tekan maksimum (f’c) dengan satuan
N/mm2 atau Mpa dan dalam satuan SI menjadi kg/cm2. Dan untuk struktur beton
bertulang pada umur 28 hari umumnya memiliki kuat tekan 17-30 Mpa, dan struktur
beton pratekan dibutuhkan memiliki kuat tekan 30-45 Mpa. Untuk keperluan khusus,
beton ready-mix mampu menghasilkan 62 Mpa.
Kuat tekan bton (f’c) yang diperoleh dari pengujian standar ASTM (American
Society for Testing Materials) C39-86, bukanlah tegangan yang timbul pada saat beton
hancur, melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai nilai ±
0,002.
Gambar 2.2. Berbagai Kuat Tekan Beton
Sesuai dengan teori elastisitas bahwa kemiringan kurva kuat tekan beton pada tahap
awal menggambarkan nilai modulus elastisitasnya. Karena kurva pada beton berbentuk
lengkung, berarti nilai regangan tidak berbanding lurus dengan tegangan berarti bahan
beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan nilai modulus elastisitas
berubah-ubah sesuai dengan kekuatannya. Sesuai dengan SNI T–15–199–03, bahwa penetapan
modulus elastisitas beton sebagai berikut:
...2.2
Dimana: Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc = berat isi beton Kg/M
f’c = kuat tekan beton (MPa).
Rumus empiris tersebut hanya untuk beton dengan berat isi berkisar antara
1500–2500 Kg/M .. Untuk beton dengan kepadatan normal berat isi ± 23 Kg/M .
Tabel 2.1. Nilai Modulus Elastisitas Beton (Ec) berbagai mutu beton
f’c (Mpa) Ec (Mpa)
17 19500
20 21000
25 23500
30 25700
35 27800
40 29700
Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo.
2.2.2. Bahan Baja Tulangan.
Sifat umum dari beton, yaitu sangat kuat terhadap beban tekan, bersifat
getas/mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Untuk itu agar beton dapat bekerja
dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan
penulangan yang akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang akan timbul di dalam
struktur tersebut.
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam
perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan leleh (fy) dan modulus
elastisitas (Es). Suatu diagram hubungan regangan-tegangan tipikal untuk batang
Gambar 2.3. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja
Tegangan leleh (fy) adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya
tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Menurut SK–SNI T–15–
199–03 bahwa modulus elastisitas baja (Es) adalah 200000 Mpa, sedangkan modulus
elastisitas untuk beton prategang harus dibuktikan melalui pengujian.
2.3. Lentur Murni
Bila suatu penampang beton bertulang yang dibebani lentur murni dianalisis,
pertama-tama perlu dipakai sejumlah kriteria agar penampang itu mempunyai
probabilitas keruntuhan yang layak pada keadaan batas hancur.
Anggapan-anggapan yang digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang
diberi beban lentur murni adalah :
1. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan
A
2. Perubahan bentuk tanpa berupa pertambahan panjang dan perpendekan (regangan
tarik dan tekan) pada serat-serat penampang, berbanding lurus dengan jarak tiap
serat ke sumbu netral. Ini merupakan kriteria yang kita kenal, yaitu penampang
bidang datar akan tetap berupa bidang datar.
3. Hubungan antara tegangan (σs) dan regangan (εs) dapat dinyatakan secara
skematis. Untuk menentukan kuat lentur berlaku rumus sebagai berikut :
I
Tinjauan sebuah balok beton bertulang tertumpu bebas dengan dua beban
terpusat P di atasnya, bila berat balok sendiri diabaikan, maka diagram gaya lintang dan
diagram momen lentur disajikan dalam gambar sebagai berikut:
Di antara kedua beban P gaya lintang V adalah nol dan momen lentur M
konstan, sehingga balok ini mendapat beban lentur murni.
a L-2.a
Gambar 2.4 Balok Dibebani Lentur Murni
Berdasarkan anggapan-anggapan yang telah ditemukan di atas, dapat dilakukan
pengujian regangan, tegangan dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang
menahan momen lentur, yaitu momen akibat beban luar yang timbul akibat keruntuhan.
Selama tegangan tarik pada penampang tidak melebihi kuat tarik beton f’c
penampang tersebut belum retak, di mana kuat tarik beton sekitar 0,7 √f'c. . Keadaan ini
disajikan pada gambar 2.5 untuk penampang balok yang diberi beban momen lentur
dengan lebar b dan tinggi efektif d. Tinggi daerah (yang diarsir) adalah c, sedangkan
regangan tekan dan regangan tarik (dalam beton dan baja) berbanding lurus dengan
jarak terhadap garis netral (gambar 2.6). Gambar 2.4. Menyatakan distribusi tegangan
pada bagian yang belum retak. Tegangan tarik maksimum beton fc masih kecil, diagram
distribusi masih linier.
Bila beban P pada balok diperbesar, σc akan melebihi fc, beton akan retak,
akibat gaya tarik dilawan tulangan, sedangkan diagram distribusi tegangan tekan pada
beton berubah menjadi bentuk lengkung yang lebih mendekati diagram
tegangan-regangan yang sebenarnya. Pada saat balok hancur distribusi tegangan pada penampang
adalah sesuai dengan gambar 2.5. pada daerah tekan, hubungan antara
tegangan-regangan sesuai dengan diagram σ–ε yang sebenarnya bagi beton. Tegangan pada serat
atas sama dengan tegangan tekan hancur σ’cu, sedangkan pada daerah tekan telah
mencapai tinggi minimum cu, bagian daerah tarik yang tidak retak sangat kecil dan
dapat diabaikan, tegangan pada tulangan beton dapat dianggap sama dengan tegangan
Gambar 2.5. Distribusi Tegangan-Regangan Pada Penampang Beton Bertulang Dengan Momen Yang Semakin Besar
2.4. Kuat Lentur Balok Persegi
Telah ditemukan bahwa distribusi tegangan tekan beton pada penampang
bentuknya setara dengan kurva tegangan-regangan tekan beton. Bentuk distribusi
tegangan tersebut berupa garis lengkung dengan nilai nol pada garis netral, seperti pada
gambar berikut :
Gambar 2.6. Diagram Tegangan Dan Regangan
Berdasarkan anggapan-anggapan seperti yang telah dikemukakan di atas, dapat
dilakukan pengujian regangan, tegangan dan gaya-gaya yang timbul pada penampang
balok yang bekerja menahan momen batas yaitu momen akibat beban luar yang timbul
tepat pada saat terjadi hancur.
Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya mekanisme
tegangan-regangan dalam yang timbul di dalam balok, pada keadaan tertentu dapat
diwakili oleh gaya-gaya dalam. ND adalah resultante gaya tekan dalam, merupakan
resultante gaya tekan pada daerah di atas garis netral. Sedangakan NT adalah resultante
gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk
daerah di bawah garis netral. Kedua gaya ini arah garis netralnya sejajar, sama besar
tapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk Koppel kuat
lentur, atau momen tahanan penampang komponen struktur tersebut.
Menentukan momen tahanan dalam merupakan hal yang kompleks sehubung
dengan diagram tegangan tekan di atas garis netral yang membentuk garis lengkung.
Kesulitan tidak hanya pada waktu menghitung besarnya ND, tetapi juga menentukan
letak garis netral kerja gaya relatif terhadap pusat berat tulangan baja tarik.
Untuk tujuan penyederhanaan, Whitney telah mengusulkan bentuk persegi
panjang sebagai distribusi tegangan tekan beton ekivalen. Standard SK–SNI T–15–199–
03 juga menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan, meskipun pada ayat 6 tidak
menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk-bentuk yang lain, sepanjang hal
tersebut merupakan hasil-hasil pengujian.
Berdasarkan bentuk empat persegi panjang seperti tampak pada gambar,
intensitas tegangan tekan beton rata-rata ditentukan sebesar 0,85f’c dan dianggap
bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b dan sedalam a, yang mana
besarnya ditentukan dengan rumus :
a = β1.c……….……2.1
Dimana : c = jarak serat terluar ke garis netral
β1= konstanta merupakan fungsi dari kuat tekan.
Standar SK–SNI T–15–199–03, menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa,
berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa kuat beton dan nilai tersebut tidak boleh
kurang dari 0,65.
2.5 Metode Perkuatan Struktur Beton Bertulang Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :
a. Memperpendek bentang ( L ) dari struktur dengan konstruksi beton ataupun
dengan konstruksi baja.
b. Memperbesar dimensi l e b a r b a l o k ( b ) d a n t i n gg i b a l ok ( h ) dari pada
konstruksi beton.
c. Menambah plat baja.
Dari metode perkuatan di atas, ada beberapa kendala yang dijumpai di lapangan
sebagi berikut:
1. Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari
material perkuatan hingga mampu memikul beban).
2. Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan
ducting AC yang ada.
3. Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara dll.
4. Adanya sambungan-sambungan apabila bentang yang harus diperkuat cukup
panjang (metode perkuatan dengan plat baja).
5. Perlunya lapisan pelindung untuk meningkatkan keawetan terhadap korosi.
Sejak tahun 90-an, mulai banyak digunakan metode baru dalam melakukan
perkuatan yaitu dengan menggunakan “Fiber Reinforced Plastic (FRP)”. Prinsip
metode perkuatan dengan menggunakan FRP menyerupai penggunaan Pelat Baja.
Tiga prinsip penggunaan FRP dalam perkuatan struktur adalah :
1. Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan
FRP pada bagian tarik.
2. Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian
sisi pada daerah geser.
3. Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan
menambahkan FRP di sekeliling kolom.
FRP dapat digunakan pada perkuatan :
- Lentur baik pada balok dan plat, bagian tumpuan maupun lapangan
- Geser pada balok dan kolom
- Axial pada kolom
2.6. Perilaku Defleksi Pada Balok
Apabila balok beton bertulang dibebani secara berangsur–angsur mulai dari nol
hingga mencapai suatu harga yang menyebabkan balok tersebut, maka hubungan antara
beban defleksi pada balok beton bertulang dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier
seperti berikut:
Gambar 2.8. Hubungan Antara Beban Dan Defleksi Pada Balok Beton Bertulang Keterangan :
Daerah I : Taraf praretak, di mana batang-batang strukturnya bebas retak.
Daerah II : Taraf paska retak, di mana batang-batang strukturalnya
mengalami retak terkontrol baik distribusinya maupun lebarnya.
Daerah III : Taraf paska serviceability, di mana tegangan pada tulangan tarik
sudah mencapai tegangan lelehnya.
Pada praretak, kurva dari beban defleksi masih merupakan garis lurus yang
memperlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok dalam
daerah ini masih lebih kecil dari tegangan tarik ijinnya. Kekuatan lentur EI balok dapat
diestimasi dengan menggunakan modulus young (Ec) dari beton dan momen inersia
Daerah praretak diakhiri dengan mulainya retak pertama dan mulai bergerak
menuju daerah II pada gambar 2.8 di atas. Hampir semua balok beton bertulang berada
di daerah ini pada saat beban bekerja. Taraf keretakan di sepanjang balok bervariasi
sesuai dengan taraf regangan dan defleksi pada masing–masing bagian. Untuk suatu
balok di atas tumpuan sendi-rol retak akan semakin lebar pada daerah lapangan dan
semakin ke arah tumpuan retak semakin kecil. Pada daerah tumpuan kemungkinan
hanya mengalami retak halus yang tidak lebar.
Apabila terjadi retak, konstribusi kekuatan tarik beton sudah dikatakan tidak ada
lagi. Berarti kekuatan lentur penampangnya telah berkurang hingga kurva beban
defleksi di daerah ini semakin landai dibandingkan dengan taraf praretak. Semakin
besar retaknya, akan semakin berkurang kekuatannya hingga mencapai suatu harga
berupa batas bawah. Pada saat mencapai keadaan limit beban retak bekerja, distribusi
beton tarik terhadap kekuatan dapat diabaikan. Momen inersia penampang retak (Icr)
dapat dihitung dengan menggunakan prinsip dasar matematika.
Diagram beban defleksi pada daerah II gambar 2.8 jauh lebih datar dibanding
dengan daerah sebelumnya. Ini diakibatkan oleh berkurangnya luasan penampang
karena retak yang cukup banyak dan lebar di sepanjang batang.
Jika beban terus bertambah, regangan tulangan pada sisi yang tertarik akan terus
bertambah melebihi regangan lelehnya tanpa adanya tegangan tambahan. Bisa terus
mengalami defleksi tanpa adanya beban tambahan dan retaknya semakin terbuka hingga
garis netralnya terus mendekati garis tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi
keruntuhan tekan sekunder yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada daerah
2.7. Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimate)
Menurut catatan sejarah, sebenarnya perencanaan kuat batas adalah yang pertama
digunakan dalam perencanaan struktur beton. Itu dapat dimengerti karena beban atau
momen batas (ultimate) dapat dicari langsung berdasarkan percobaan uji beban tanpa
perlu mengetahui besaran atau distribusi tegangan internal pada penampang struktur
yang di uji. Untuk menjelaskan defenisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud
dengan kekuatan batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton
bertulang yang diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat
menerima tambahan beban lagi).
Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu
keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang
diletakkan simetri sehingga di tengah bentang struktur tersebut hanya timbul
momen lentur saja (tidak ada gaya geser).
Gambar 2.9. Balok Yang Dibebani Sampai Runtuh Tensil
Compressive
Strain Stresses
P P
Crack
Penampang di tengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan
yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dilakukan pencatatan lendutan di
tengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan
untuk setiap tahapan beban sampai beton maksimum sebelum balok tersebut runtuh .
Gambar 2.10 Kurva Momen-Kelengkungan Balok
Baja leleh terlebih dahulu (Titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun
besarnya peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar
dibandingkan lendutan sebelum leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton
desak mengalami rusak (pecah atau spalling) sedemikian sehingga jika beban
ditambah sedikit saja maka balok tidak dapat lagi menahan beban dan akhirnya runtuh.
Beban batas/maskimum yang masih dapat dipikul oleh balok dengan tetap berada pada
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang
diperlihatkan pada balok di atas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti
itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan
sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur
tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat
dihindari.
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda :
1. Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga
tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu
apabila regangan baja (εs) lebih besar dari regangan beton (εy). penampang
seperti itu disebut penampang under-reinforced, perilakunya sama seperti
yang diperlihatkan pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar
sebelum runtuh). Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan
berperilaku seperti itu.
2. Keruntuhan Tekan, terjadi bila jumlah tulangan relatif banyak maka
keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis,
yaitu apabila regangan baja (εs) lebih kecil dari regangan beton (εy). Penampang
seperti itu disebut penampang over-reinvorced, sifat keruntuhannya
adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan
bangunan tidak melihat adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan
pertanda bilamana struktur tersebut mau runtuh, sehingga tidak ada
kesempatan untuk menghindarinya terlebih dahulu.
3. Keruntuhan Seimbang, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu
apabila regangan baja (εs) sama besar denga regangan beton (εy). Jumlah
untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat
keruntuhan daktail atau sebaliknya.
Gambar 2.11 Perilaku Keruntuhan Balok
(Dikutip dari buku Wiryanto Dewobroto, Aplikasi Rekayasa Konstruksi)
Struktur pada balok memiliki pola vertikal dan diagonal, selain itu terdapat juga pola
retak–retak rambut, retak lentur, retak geser seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.12 Keruntuhan Geset yang Getas Pada balok dengan pelat Daerah Lepasnya
Selimut Beton
Retak Geser
Kritis Pelat
Lem TENGAH BALOK Retak Horizontal
Sejajar Tulangan Lentur
Gambar 2.13 Pola Retak Geser Saat Runtuh di Tengah Bentang Pada Balok
Keretakan balok dapat dikategorikan menjadi retak struktur yang terdiri dari:
a. Retak lentur yang memiliki pola vertikal atau tegak.
Retak lentur biasanya terjadi disebabkan oleh beban yang melebihi kemampuan
balok.
b. Retak geser yang memiliki pola diagonal/miring. Retak geser terjadi setelah adanya
retak lentur yang memiliki pola vertikal. Retak geser terjadi pada balok yang
2.8. Formula Perkuatan Lentur Dengan SK SNI a. Balok Beton Tanpa Menggunakan Pelat Baja
Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’=fy dan fs=fy
As2 = As’
As = As1 + As2
As1 = As – As’
Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’= fy dan fs = fy
0,0018
Menentukan letak garis netral
f′ c − d
Dari pasangan kopel tulangan baja tekan dan tambahan tulangan tarik:
Dari pasangan kopel tulangan baja tekan dan tambahan tulangan tarik :
Mn2 = As’fy(d-d’)
Mu = Mn1 + Mn2
Mu = 1/3
b. Balok Beton Dengan Menggunakan Pelat Baja
Setelah retak, saat beban ultimate
Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’=fy dan fs=fy
Tetapi tegangan pelat baja belum meleleh
As2 = As’
As = As1 + As2
As1 = As – As’
Apelat baja
s s1
E fy
1
Menentukan letak garis netral
y
Dari pasangan kopel tulangan baja tekan dan tambahan tulangan tarik:
ND = NT
Mn = As1 * fy (d–½a) + As’fy(d–d’) + Apelat baja .fypelat baja.(h–½a)
Mu = 1/3 PL
2.9. Momen Inersia Penampang Retak
Untuk menghitung momen inersia penampang retak Icr beton bertulang yang
merupakan bahan komposit digunakan metode transformasi luas penampang bahan.
Luas penampang batang tulangan baja yang terdapat pada penampang bahan. Luas
penampang batang tulangan baja yang terdapat pada penampang komponen fiktif setara
Aeq, yang dianggap mampu menahan gaya tarik. Penentuan nilai Aeq didasarkan pada
teori mekanika bahan, di mana apabila dua bahan elastik yang berbeda mengalami
regangan yang sama, tegangan yang terjadi pada masing–masing bahan akan setara
dengan nilai banding modulus elastisitasnya. Dengan menggunakan notasi sebagai
fs = tegangan baja tarik
fct(tarik) = tegangan tarik beton teoritis pada kedudukan tulangan baja tarik
Es = modulus elastisitas baja
Ec = modulus elastisitas beton
f
E fE
f E fE n f
Secara teoritis tulangan baja digantikan fungsinya oleh suatu luasan beton fiktif
yang setara, yang dengan sendirinya harus mampu menahan gaya tarik yang sama pula.
Maka didapatkan,
fct Aeq = fs As
Aeq = n As
Penetapan letak garis netral tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan
keseimbangan momen statis luas efektif terhadap serat tepi terdesak, sebagai berikut:
½ by2 + nAs’y – n As’d’ – nAsd + n Asy = 0
Dan momen inersia terhadap garis netral dihitung dengan persamaan berikut:
I 13 b y + n A d − y &+ n A ′ y − d &
Pusat transformasi tampang dihitung dengan persamaan berikut:
y( )b. h. h2- + n − 1 As.d + n − 1 Asb. h + n − 1 As + n − 1 As//. d′
Sehingga di peroleh y(dasar = h – y(
Momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh batang
tulangan diabaikan, maka inersia penampang transformasi adalah:
Ig= 10 b. h12
di mana : y = letak titik berat penampang kebagian tepi atas serat terdesak
Icr = momen inersia penampang retak transformasi
Ig = momen inersia penampang utuh
Ditetapkan bahwa lendutan dapat dihitung dengan menggunakan nilai momen inersia
efektif Ie berdasarkan persamaan berikut :
Ie 2MM
34 I5+ 61 − 2 M
M34 7 I
di mana : Ie = momen inersia efektif
Icr = momen inersia penampang retak transformasi
Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang,
P P
2.10. Lendutan Pada Balok
Lendutan pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah beban bekerja
seketika itu pula terjadi lendutan. Lendutan tersebut disebabkan oleh sifat atau perilaku
susut pada beton, yang mengakibatkan bertambahnya regangan.
a. Bidang momen pada balok dengan beban terpusat
Gambar 2.15. Bidang Momen Sebagai Muatan Pada Beban Terpusat
θA
Bidang momen pada balok dengan beban terbagi rata
Gambar 2.16. Bidang Momen Sebagai Muatan Pada Beban Terbagi Rata
A = 1/3 . ½ L.1/8qL2 = 1/24 qL2
= = A = 1/24 qL2
Lendutan maksimum δmax di tengah bentang pada beban terbagi rata adalah,
δmax = . ½ L – A . 3/16L = 5/384 qL4
Maka δB3C = DE/FG
?@
=
9J;K
L8?@