• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH

(PPUK)

USAHA PENGOLAHAN

TAPIOKA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

C

etakan syaria

h

Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia adalah buku pola pembiayaan. Sampai saat ini, telah tersedia 106 judul komoditi. Buku pola pembiayaan tersebut semua mengunakan sistem konvensional (suku bunga).

Untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang makin pesat pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Indonesia mengusahakan penyediaan buku pola pembiayaan dengan sistem syariah. Buku pola pembiayaan syariah yang disediakan merupakan konversi dari data dan informasi buku yang sudah diterbitkan, meskipun beberapa sudah dilakukan pembaharuan data, tapi bagi peminat yang ingin memanfaatkannya disarankan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini.

Dari 106 judul buku pola pembiayaan yang sudah tersedia, sampai dengan tahun 2009 Bank Indonesia telah mengkonversikan ke sistem syariah sebanyak 30 judul buku. Tahun 2010 ini, satu diantara buku pola pembiayaan yang dikonversikan ke sistem syariah adalah usaha budidaya pengolahan tepung tapioka.

Diantara sekian banyak akad pembiayaan syariah, usaha budidaya pengolahan tepung tapioka tersebut dibiayai dengan akad murabahah (jual beli). Pemilihan akad tersebut mengacu pada karateristik dari komponen yang dibiayai. Akad murabahah sesuai untuk pembiayaan komponen fisik seperti mesin dan bahan baku. Keragaman jenis akad tersebut memberi kemudahan baik bagi LKM maupun nasabah untuk menentukan komponen yang perlu untuk dibiayai dengan dana pinjaman syariah.

Penyusunan pola pembiayaan dengan sistem syariah ini, Bank Indonesia memperoleh bantuan dari banyak pihak, khususnya PT. Bank

(4)

Syariah Mandiri*) serta berbagai nara sumber korespodensi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan syariah ini, Bank Indonesia cq Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) menyampaikan terimakasih.

Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini dan atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi dalam buku ini dapat menghubungi: DKBU - Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM (TP3KU), Bank Indonesia dengan alamat:

Gedung D, Lantai 8,

Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 Telp: (021) 381-7412, Fax: (021) 351 – 8951 Email: Bteknis_PUKM@bi.go.id

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah.

Jakarta, November 2010 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

*) PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah PT. Bank Negara Indonesia Syariah PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia PT. Bank Syariah Mega Indonesia

(5)

No Unsur Pembiayaan Uraian

1 Jenis Usaha Industri Pengolahan Tepung Tapioka

2 Skala Usaha Usaha Kecil

3 Lokasi Usaha Kabupaten Lampung Timur

4 Dana yang diperlukan - Investasi

Rp265.000.000,-- Modal Kerja

Rp254.784.375,-- Total

Rp519.784.375,-5 Sumber Dana Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan

modal sendiri

6 Plafon Pembiayaan dan

kontribusi nasabah

a. Plafon pembiayaan dari LKS

- Pembiayaan investasi

Rp102.000.000,-- Pembiayaan modal kerja

Rp152.100.000,-b. Kontribusi nasabah

- Biaya investasi

Rp163.000.000,-- Biaya modal kerja

Rp102.684.375,-- Total

Rp265.684.375,-7 Akad Pembiayaan Kebutuhan pembiayaan syariah untuk

usaha pengolahan tepung tapioka dipenuhi dengan akad murabahah (jual beli), hal ini karena sifat kebutuhan pembiayaan adalah untuk pembelian mesin dan bahan baku

8 Jangka waktu

pembiayaan

Jangka waktu kredit adalah 4 tahun , tanpa tenggang waktu

RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN INDUSTRI

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

(6)

9 Perhitungan margin Merujuk pada kesepakatan dan kelaziman akad jual beli dengan

mempertimbangkan expected return

bank

10 Tingkat margin bank

(murabahah)

8,0%

11 Periode pembayaran

pembiayaan

Angsuran pokok dan margin dibayarkan setiap bulan 12 Pola Usaha - Periode Proyek - Kapasitas Produksi - Tingkat Teknologi - Produk yang dihasilkan - Pemasaran produk 5 tahun

12 Ton tapioka/per hari atau

Rp10.800.000,-Mekanik Sederhana

Tepung tapioka dan Onggok

Tepung tapioka dijual ke agen dengan harga Rp 900 /kg dan Onggok dijual ke agen pabrik saus dan obat nyamuk dengan harga Rp 300/kg

13 Kelayakan Usaha a. Total margin yang diperoleh dari

pembiayaan investasi dan modal kerja adalah

Rp36.648.000,-b. Usaha pengolahan tepung tapioka, mampu menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban pembiayaan kepada LKS

c. Usaha pengolahan tepung tapioka layak untuk diusahakan

(7)

KATA PENGANTAR ... i

RINGKASAN ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR FOTO ... vii

DAFTAR BAGAN ... vii

I Pendahuluan ... 1

II Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ... 5

2.1. Profi l Usaha ... 5

2.2. Pola Pembiayaan ... 8

III Aspek Pemasaran ... 9

3.1. Permintaan dan Penawaran ... 9

3.1.1. Permintaan ... 9

3.1.2. Penawaran... 10

3.1.3. Persaingan ... 11

3.2. Persaingan dan Peluang Pasar ... 11

3.2.1.Harga ... 11

3.2.2. Jalur Pemasaran Produk ... 12

3.2.3. Kendala Pemasaran ... 13

IV Aspek Produksi ... 15

4.1. Loksai Usaha ... 15

4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan ... 15

4.3. Bahan Baku ... 16

4.4. Tenaga Kerja ... 16

DAFTAR ISI

(8)

4.5. Teknologi ... 17

4.6. Proses Produksi ... 17

4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ... 21

4.8. Produksi Optimum ... 21

4.9. Kendala Produksi ... 21

V Aspek Keuangan ... 23

5.1. Pemilihan Usaha ... 23

5.2. Pemilihan Paket Usaha dan Pembiayaan ... 24

5.3. Asumsi ... 27

5.4. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional ... 29

5.5. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ... 31

5.6. Produksi dan Pendapatan ... 32

5.7. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point (BEP) ... 33

5.8. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ... 35

5.9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek ... 37

VI Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan ... 39

6.1. Aspek Sosial Ekonomi ... 39

6.2. Dampak Lingkungan ... 39

VII Penutup ... 41

7.1. Kesimpulan ... 41

7.2. Saran ... 42

(9)

2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong ... 5

2.2. Perusahaan, Kapasitas Produksi dan Sumber Dana ... 6

3.1. Ekspor Tapioka Indonesia tahun 1997 ... 10

3.2. Perkembangan Harga Tapioka ... 12

4.1. Fasilitas dan Peralatan Produksi ... 15

4.2. Perbedaan Teknologi Pengolahan Tapioka ... 17

5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ... 28

5.2. Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka... 29

5.4. Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi ... 32

5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan ... 33

5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP) ... 34

5.7. Proyeksi Arus Kas ... 36

1.1. Singkong ... 1

4.1. Pencucian Singkong ... 18

4.2. Pemerasan / Pengepresan ... 19

4.3. Tepung Hasil Endapan yang Siap Dikeringkan ... 20

4.4. Pengeringan Tapioka dengan Sinar Matahari ... 20

4.5. Tepung Tapioka ... 21

3.1. Alur Pemasaran Produk ... 12

DAFTAR TABEL

DAFTAR FOTO

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon.

Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka.

Foto 1.1: Singkong

Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan

(12)

Pendahuluan

produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu

industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven)

dalam melakukan proses pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu

industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal

sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full

otomate ini memiliki efi siensi tinggi, karena proses produksi memerlukan

tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas.

Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain

itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de

cassava.

Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa.

Di Indonesia, industri tepung tapioka memiliki asosiasi yaitu Assosiasi Tepung Tapioka Indonesia (ATTI) yang berpusat di Jakarta. Keberadaan asosiasi ini belum begitu dirasakan oleh pihak-pihak terkait terutama petani yang tidak dapat menikmati harga singkong sesuai dengan kesepakatan antara pemda, petani dan pengusaha. Sementara pengusaha tidak dapat memperoleh bahan baku secara langsung dari petani. Asosiasi ini diharapkan dapat berperan dalam pengendalian harga pasar tepung tapioka, harga bahan baku serta akses permodalan bagi pengusaha, sehingga industri tapioka dapat berkembang dalam rangka memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.

(13)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Industri tapioka mulai marak tahun 1980-an. Dalam melakukan usaha selama ini, industri pengolahan tapioka menggunakan modal sendiri dan sebagian menggunakan modal dari perbankan dan bantuan dari BUMN serta kemitraan. Di kabupaten Lampung Timur usaha ini cukup berkembang dan pemerintah telah mempermudah perizinan dan aktif melakukan pembinaan, disamping itu hampir seluruh perbankan di Lampung Timur membiayai usaha ini.

Industri tapioka yang terdapat di Propinsi Lampung, terutama yang berada di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei dalam penyusunan buku ini, pada tahun 2003 memiliki 38.964 hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan 592.358 ton singkong dan memiliki 31 perusahaan menengah besar yang terdaftar di Dinas Pertanian, disamping puluhan perusahaan menengah kecil yang merupakan industri tapioka rakyat (Dinas Pertanian Lampung Timur, 2004).

Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang kegiatan usaha

pengolahan tepung tapioka, maka dalam buku lending model ini beberapa

aspek yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek produksi, aspek keuangan, aspek ekonomi dan aspek lingkungan akan dijelaskan. Selanjutnya dalam rangka menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas, maka buku pola pembiayaan usaha pengolahan tepung tapioka ini

akan di ungguh (up load) dalam Sistem Informasi Terpadu Pengembangan

Usaha Kecil (SIPUK) yag sudah terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui website Bank Indonesia (www. bi.go.id).

(14)
(15)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1. Profi l Usaha

Ubi kayu atau singkong merupakan bahan baku utama industri tapioka. Di Propinsi Lampung, pabrik tapioka dapat mengolah sekitar 4000-5000 ton perhari. Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu wilayah penghasil utama singkong. Tabel berikut ini menyajikan perkembangan luas areal dan jumlah produksi pada tahun 2003.

Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong

Kecamatan Luas (hektar) Produksi (ton)

Metro Kibang 512 9,417 Batanghari 344 11,325 Sekampung 710 9,375 Marga Tiga 2,755 30,488 Sekampung Udik 1,468 28,207 Jabung 1,433 13,978 Pasir Sakti 98 1,140 Waway Karya 919 11,450 Labuhan Maringgai 563 5,003 Mataram baru 325 4,973

Bandar Sri Bawono 616 10,792

Melinting 578 9,042

Gunung Pelindung 55 1,838

(16)

Profi l Usaha dan Pola Pembiayaan

Jumlah perusahaan tepung tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan dengan kapasitas 56.927,08 ton. Tabel 2.2. menyajikan perusahaan tapioka di Kabupaten Lampung Timur dengan kapasitas produksinya.

Kecamatan Nama Perusahaan Kapasitas

(ton) Sumber Dana

Batanghari PT Wira Kencana Adi Perdana

6.500,00 Swasta

PT Eka Inti Tapioka 6.000,00 Swasta PT Sumber Agung 1.600,00 Swasta Hendra Sumardi 1.350,00 Swasta Sumber Maju 547,20 Swasta Anugrah Jaya 547,20 Swasta Sejahtera Mandiri 820,80 Swasta Tohalo 410,40 Swasta

Kopastara n.a n.a

Braja Selebah 515 8,025 Labuhan Ratu 3,789 54,145 Sukadana 9,810 147,838 Bumi Agung 1,740 31,924 Batanghari Nuban 8,269 135,992 Pekalongan 936 8,858 Raman Utara 2,261 37,745 Purbolinggo 144 3,310 Way Bungur 639 11,183 Jumlah 38,964 592,398

Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur

(17)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Dari tabel tersebut diketahui sebagian besar sumber pendanaan usaha berasal dari swasta. Sumber pendanaan yang berasal dari pembangunan merupakan dana pemerintah yang disalurkan melalui dinas pertanian. Sementara industri tapioka yang disurvei belum tercatat di Dinas Pertanian Lampung Timur. Industri tapioka tersebut tergabung pada asosiasi industri tapioka rakyat yaitu Industri Tapioka Rakyat atau ITTARA Mandiri. Sumber pendanaan industri tapioka yang tergabung pada ITTARA Mandiri dari perbankan yaitu BRI, Bank Mandiri, kemitraan dan Pertamina.

Pekalongan Ngudi Makmur 820,00 Swasta Wahyu Utama 382,04 Swasta Surya Perdana 383,04 Swasta Warga Sehati I 339,00 Swasta Warga Sukabumi n.a Swasta Warga Sehati II 665,00 Swasta Sinar Metro 1,440,00 Swasta Wonosari 630,00 Swasta Mini Surya Pudana 1,200,00 Pembangunan Sukadana Muara jaya n.a Swasta

Sido Rukun 638,40 Swasta Rukun Santosa 912,00 Swasta Sido Rukun 1.200,00 Pembangunan Bumi Agung Harapan Sejahtera 684,00 Swasta Labuhan Ratu Surya Perdana 450,00 Swasta

Lestari Jaya n.a Pembangunan Way Jepara PT Bumi Acid 12.500,00 Swasta S e k a m p u n g

Udik

PT Umas Jaya 15.084,00 Swasta

Raman Utara Sentral Intan n.a Swasta Way Raman n.a Swasta Waliyem 912,00 Swasta Way Bungur Subur Jaya 912,00 Swasta

Jumlah 31 perusahaan 56.927,08

(18)

Profi l Usaha dan Pola Pembiayaan

2.2. Pola Pembiayaan

Dalam menjalankan usaha pengolahan tapioka, sumber modal pengusaha terdiri dari modal sendiri dan atau bantuan pihak lain maupun dari kredit perbankan konvensional dengan proporsi yang sangat beragam. Selain dari modal tersebut, pada beberapa tahun terakhir pengusaha pengolahan tapioka dilokasi kajian juga mendapatkan bantuan permodalan dari PT. Pertamina.

Pembiayaan yang berasal dari perbankan meliputi kredit modal kerja dan investasi. Untuk modal investasi, pengusaha wajib memiliki 30% modal investasi dan pihak bank membiayai 70% modal investasi. Tingkat bunga kredit yang disalurkan perbankan di Wilayah Lampung Timur adalah 13% (Bank Mandiri) dan 22% (BRI) per tahun dengan sistem angsuran bulanan, dengan jangka waktu 12 bulan dengan pembayaran efektif menurun. Tingkat bunga kredit yang diperoleh dari BUMN sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu 12 bulan, angsuran per bulan dengan pinjaman maksimal Rp50 juta.

Sumber pembiayaan selain dari bank konvesional di atas juga dapat berasal dari perbankan syariah. Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini akan disampaikan contoh pembiayaan syariah. Salah satu contoh alternatif produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan usaha pengolahan tapioka adalah murabahah (jual beli).

Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis

kredit/pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak),

capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition

(kondisi).

Usaha pengolahan singkong di wilayah Lampung Timur telah banyak dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Pertanian Lampung Timur telah mengeluarkan kebijakan tentang harga beli bahan baku di tingkat petani, namun Dinas Industri dan Perdagangan Lampung Timur belum memiliki peraturan khusus yang mengatur perdagangan tapioka terutama kebijakan mengenai harga jual, standar produk serta pemasaran tepung tapioka.

(19)

BAB III

ASPEK PEMASARAN

3.1. Permintaan dan Penawaran 3.1.1. Permintaan

a. Pasar Dalam Negeri

Permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya.

Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan

Sulawesi. (foodmarketexchange.com). Hal tersebut mengindikasikan masih

luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia.

Tepung tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga.

b. Pasar Ekspor

(20)

Aspek Pemasaran

dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor (Tabel 3.1). Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial.

Tabel 3.1. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1997

Negara Tujuan

Total Ekspor (Dari Berbagai Bentuk)

(kg)

Nilai Ekspor (FOB) (US$) Korea 120.797.083 12.125.792 Cina 67.502.292 5.473.891 Belanda 20.400.000 1.371.550 Malaysia 2.342.962 436.884 Jerman 4.500.000 328.000 Swiss 3.000.000 165.000 Jepang 762.000 154.570 Pilipina 558.000 107.884 Taiwan 570.000 85.500 Inggris 26.600 57.399 Singapura 247.000 53.106 Vietnam 697.920 41.875

Sumber: Biro Pusat Statistik 1997

3.1.2. Penawaran

Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, produksi tepung tapioka di Lampung Timur pada tahun 2003 mencapai 56.927,08 ton (yang tercatat pada Dinas Pertanian) di mana produksi tersebut belum mampu memenuhi pasar dalam negeri.

Selain Kabupaten Lampung Timur terdapat beberapa daerah produksi tapioka lainnya seperti Lampung Tengah, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Sulawesi. Wilayah nusantara yang subur dan tanaman singkong yang mudah tumbuh menyebabkan potensi pengolahan tepung tapioka semakin terbuka lebar.

(21)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

3.1.3. Persaingan dan Peluang Pasar

Indonesia adalah produsen nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-rata tapioka Indonesia mencapai 15-16 ton, sedangkan Thailand 30 juta ton tapioka pertahun dan Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2-3 juta ton tapioka per tahun.

Perdagangan bebas yang akan dilaksanakan di masa mendatang akan memberikan dampak positif terhadap produk pertanian Indonesia, termasuk industri tapioka. Ditinjau dari segi harga dan kualitas, tapioka Indonesia dapat bersaing dengan Thailand. Sebagaimana diungkapkan

foodmarketexchange.com, bahwa tapioka Indonesia merupakan salah satu

ancaman bagi pasar tapioka Thailand.

Peluang pasar tapioka Indonesia masih sangat terbuka terutama pasar Eropa seperti Spanyol, Belanda, Jerman, Prancis dan Portugal. Disamping itu pasar dalam negeri yang sampai saat ini belum dapat terpenuhi.

3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga

Harga tepung tapioka ditentukan oleh kualitas tepung tapioka dan harga bahan baku, yakni singkong. Kualitas tepung yang baik adalah tepung tapioka yang berwarna putih dan empuk. Di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei regulasi yang mengatur perdagangan singkong dan tepung tapioka belum ada sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan harga yang lebar pada tingkat produsen dan petani.

Harga singkong di tingkat petani Rp80,- per kilogram, sementara industri tepung tapioka mampu membeli singkong dengan harga antara Rp165,- hingga Rp225,- per kilogram. Regulasi tersebut dimaksudkan agar petani sebagai produsen bahan baku dapat membiayai dan tetap melangsungkan usahanya. Sementara regulasi perdagangan tapioka

(22)

Aspek Pemasaran

PENGUSAHA PEDAGANG

PERANTARA PENGEPUL

KONSUMEN AKHIR dimaksudkan agar terjadi kestabilan harga. Penurunan harga tapioka ditingkat produsen di Kabupaten Lampung Timur tersebut disebabkan oleh tidak adanya regulasi perdagangan tapioka. Pedagang perantara memiliki peran yang signifi kan terhadap penentuan harga tersebut.

Tabel 3.2. menunjukkan perkembangan harga tepung tapioka ditingkat produsen dengan kualitas baik mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir ini.

Tabel 3.2. Perkembangan Harga Tapioka

Tahun Harga (Rp/kg)

2004 525 - 1.300

2003 800 - 1.600

2002 1.350 - 1.700

2001 1.700 - 1.800

Sumber: Data primer, diolah

Harga tepung tapioka Rp525,- sampai Rp1.300,- per kilogram di tingkat pengusaha, sedangkan harga rata-rata Rp800,- sampai Rp900,- per kg, dan harga pada tingkat konsumen akhir mencapai Rp2.300,- per kilogram.

3.2.2. Jalur Pemasaran Produk

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survei, jalur pemasaran produk tapioka di Lampung Timur masih sederhana. Alur pemasaran tapioka tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 3.1. Alur Pemasaran Produk

(23)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Dalam memasarkan tapioka, pengusaha menjual ke pedagang perantara yang kemudian dijual ke pengepul. Dari pengepul tersebut, tapioka didistribusikan ke pasar di Jawa, industri pengolahan yang menggunakan bahan baku tapioka dan pedagang pengecer di pasar.

3.2.3. Kendala Pemasaran

Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya informasi mengenai harga dan jumlah permintaan pasar yang dapat diperoleh pengusaha. Selain tidak memiliki informasi pasar yang sempurna, belum adanya regulasi mengenai perdagangan seperti standar produk dan pemasaran juga menjadi kendala usaha ini.

Disamping itu, mutu bahan baku juga menentukan kualitas tapioka. Kualitas bahan baku sering tidak selalu baik, karena masih banyak petani yang menerapkan pola panen singkong yang tidak optimal, di mana petani sering kali memanen singkong lebih dini dari usia panen yang seharusnya yakni singkong belum berumur 7 bulan. Padahal singkong yang menghasilkan mutu tapioka yang baik berumur lebih dari 7 bulan. Menurunnya kualitas tapioka tersebut menyebabkan rendahnya harga jual tapioka dan tepung tidak bertahan lama.

Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan mulai dari penyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran produk. Dalam peyediaan bahan baku diperlukan kemitraan antara petani dan pengusaha agar ketersediaan dan kualitas bahan baku tetap terjaga. Dalam hal pemasaran produk diperlukan regulasi dan pembinaan akses pasar bagi pengusaha industri tapioka.

(24)
(25)

BAB IV

ASPEK PRODUKSI

4.1. Lokasi Usaha

Lokasi pengolahan tapioka sebaiknya dipilih wilayah yang memiliki sumber air dan akses yang baik terhadap panas matahari. Panas matahari merupakan faktor produksi yang penting bagi industri pengolahan tapioka, dengan demikian, lokasi usaha yang memiliki akses yang baik terhadap panas matahari akan mendukung keberhasilan usaha pengolahan tapioka, karena umumnya pengusaha kecil pada bidang pengolahan tapioka belum mampu menyediakan teknologi pengeringan tapioka. Ketersediaan air juga sangat penting, terutama untuk pencucian dan penyaringan tepung.

4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Untuk memproduksi tapioka, dengan kapasitas 30 ton singkong per hari dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel. 4.1. Fasilitas dan Peralatan Produksi

No Asumsi Satuan Jumlah/nilai

1 Mesin Penggerak/Generator buah 2

2 Mesin Parut buah 2

3 Mesin Pompa buah 2

4 Mesin Ayakan buah 10

5 Bak Kaca m2 25

(26)

Aspek Produksi

Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas fasilitas dan peralatan produksi yang digunakan. Masing-masing peralatan memiliki fungsi yang bebeda. Mesin induk merupakan mesin yang menjadi pusat dari seluruh proses produksi.

4.3. Bahan Baku

Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang diperoleh melalui pemasok. Singkong yang dipanen setelah berumur 7 sampai 10 bulan akan menghasilkan tapioka berkualitas baik.

4.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada industri tapioka tidak memerlukan keahlian khusus. Jumlah tenaga kerja ditentukan oleh kapasitas produksi dan teknologi yang digunakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin besar jumlah tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi seluruh proses produksi dari pengupasan sampai pada pengeringan produk.

7 Alat Semprot buah 1

8 Saringan buah 10

9 Bambu buah 1000

10 Pipa set 1

11 Rak m2 16

12 Tambir buah 10.000

13 Mesin Induk buah 1

14 Timbangan buah 2

(27)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Tabel 4.2. Perbedaan Tekonologi Pengolahan Tapioka Proses Tradisional Semi Modern Full Otomate

Pengupasan Manual Manual Mesin

Pencucian Manual Manual Mesin

Pemarutan Mesin Mesin Mesin

Pemerasan Mesin Mesin Mesin

Pengendapan Manual Manual Mesin

Pengeringan Sinar Matahari Oven Mesin

Sumber: Data Primer

Untuk pembuatan tapioka pada industri kecil menggunakan teknologi mekanik sederhana. Pada teknologi ini, sebagian proses produksi menggunakan mesin penggerak untuk melakukan pemarutan dan pengepresan, sedangkan pengeringan masih mengandalkan bantuan sinar matahari.

4.6. Proses Produksi

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih singkong berkualitas tinggi dari

4.5. Teknologi

Pengolahan tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi. Tingkatan teknologi tersebut adalah tradisional atau mekanik sederhana,

semi modern, dan full otomate. Perbedaan teknologi pengolahan tapioka

(28)

Aspek Produksi

singkong lainnya. Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong.

3. Pemarutan

Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :

a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya.

b. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator 4. Pemerasan/Ekstraksi

Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:

a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.

(29)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

Foto 4.2: Pemerasan/Pengepresan

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.

(30)

Aspek Produksi

6. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.

Foto 4.4: Pengeringan tapioka dengan sinar matahari Foto 4.3: Tepung hasil endapan yang siap dikeringkan

(31)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas, dibutuhkan singkong yang memiliki kadar tepung tinggi yaitu singkong yang dipanen setelah berusia lebih dari 7 bulan.

4.8. Produksi Optimum

Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas bahan baku. Dengan kualitas bahan baku yang baik, satu ton singkong dapat menghasilkan 400 kilogram tapioka dan 160 kilogram onggok.

4.9. Kendala Produksi

Kendala dalam industri pengolahan singkong ini adalah ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku sangat penting karena apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka produksi akan macet. Untuk itu, kemitraan dengan petani sebagai pemasok bahan baku sangat diperlukan. Disamping untuk menjamin ketersediaan bahan baku, kemitraan ini juga untuk menjamin kualitas bahan baku.

(32)
(33)

BAB V

ASPEK KEUANGAN

Analisis aspek keuangan diperlukan untuk membantu pihak Lembaga Keuangan Syariah/LKS mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan pembiayaan yang diperoleh dari LKS. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pengolahan tepung tapioka.

5.1. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah

Produk pembiayaan konvensional hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga. Sedangkan pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fl eksibel.

Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.

Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan

metode bagi untung dan rugi (profi t and loss sharing/PLS) atau metode

(34)

Aspek Keuangan

diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih).

Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan

usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.

Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan

ini dapat memberi keluwesan/fl eksibilitas baik untuk pihak LKS maupun

pengusaha guna memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak LKS, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat risiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda.

5.2. Pemilihan Pola Usaha dan Pembiayaan 5.2.1. Pemilihan Usaha

Usaha pengolahan tapioka harus memperhatikan ketersediaan bahan baku, musim dan modal. Untuk usaha yang menggunakan mesin pengering, faktor alam seperti sinar matahari dan musim tidak menjadi kendala yang

berarti, namun baik teknologi sederhana, semi modern maupun full otomate

faktor ketersediaan air harus tetap diperhatikan. Usaha pengolahan tepung tapioka di Indonesia masih potensial untuk dilaksanakan karena Indonesia masih memiliki lahan yang potensial untuk penanaman singkong, sehingga ketersediaan bahan baku untuk industri tapioka dapat terjamin. Disamping itu, industri pengolahan tapioka dapat dilakukan dengan teknologi yang sederhana dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus.

5.2.2. Pola Usaha dan Pembiayaan

(35)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

ini mempunyai prospek usaha yang cukup baik. Mengingat komoditas yang dihasilkan dapat menjadi pengganti dari sumber bahan pakan utama yakni beras. Apabila dilihat dari trend permintaan dari komoditas maka terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

Agar menjadi suatu kegiatan usaha yang utuh, maka pola usaha ini merupakan kegiatan yang terintegrasi antara perusahaan pengolah tepung tapioka dan petani singkong sebagai penyedia bahan baku melalui pola kemitraan. Perhitungan analisis keuangan ini didasarkan pada kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka. Model kelayakan usaha merupakan pengembangan usaha yang telah berjalan dan diharapkan dapat mendorong kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha ini di wilayah lain.

Pada buku ini, model kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka diasumsikan untuk usaha baru atau peremajaan usaha. Kebutuhan pembiayaan yang diperlukan meliputi biaya investasi dan modal kerja yang dipenuhi dengan pembiayaan yang bersumber dari pengusaha dan LKS. Pembiayaan yang diberikan oleh LKS meliputi biaya investasi untuk pembelian mesin penggerak dan mesin ayakan. Sedangkan biaya modal kerja berupa pembelian bahan baku. Jangka waktu pembiayaan investasi selama 3 tahun, sedangkan pembiayaan modal kerja selama 1 tahun dan dapat diperpanjang setiap tahunnya.

Merujuk pada system keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, sistem pembiayaan syariah yang sesuai untuk pembiayaan investasi dan modal kerja dimaksud adalah akad murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena dengan produk murabahah pengusaha dapat membiayai pengadaan barang/peralatan/mesin/bahan baku sesuai kemampuannya. Di samping itu pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen.

(36)

Aspek Keuangan

5.2.3. Produk Murabahah

Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus

memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek

barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat).

Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:

1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.

2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.

3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.

4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifi kasinya.

5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli

barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.

7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat

menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:

(37)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

a. Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,

b. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah

dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian

yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun

tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

5.3. Asumsi

Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi penerimaan dan pengeluaran selama periode proyek. Analisis keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pendapatan dan biaya, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan proyek.

Penyusunan analisa keuangan dalam buku ini menggunakan beberapa asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan serta masukan dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan serta referensi yang mendukung dalam penentuan parameter yang digunakan. Tabel 5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan.

Tenaga kerja tetap, termasuk di dalamnya tenaga kerja manajerial, berjumlah 6 orang dengan upah Rp750.000 per orang per bulan. Dari hasil survai, pemilik usaha kecil pengolahan tapioka sekaligus bertindak sebagai tenaga manajerial yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap.

(38)

Aspek Keuangan

Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Jumlah/Nilai

1 Periode proyek tahun 5

2 Luas tanah hektar 3

3 Hari kerja per bulan hari 25 - Bulan kerja per tahun bulan 12 - Hari kerja tenaga borongan hari 300 4 Produksi dan Harga

- Kapasitas maksimum per hari ton 30 - Produksi per bulan ton 195 - Produksi per tahun ton 2,340 - Harga tapioka per ton Rp 900,000 - Produksi onggok per bulan ton 62 - Harga onggok Rp/ton 300,000 5 Rendemen per ton bahan baku

- Tapioka % 25%

- Onggok % 8%

6 Penggunaan tenaga kerja

- Tenaga manajerial orang

- Tenaga kerja tetap orang 6 - Tenaga kerja borongan orang 20 7 Upah tenaga kerja per hari

- Tenaga manajerial Rp/orang

- Tenaga kerja tetap Rp/orang 25,000 - Tenaga kerja borongan Rp/orang 15,000 8 Bahan Baku per bulan ton 780 9 Harga bahan baku Rp/ton 195,000 10 Margin Pembiayaan Mudarabah % 8.0% 11 Jangka waktu Pembiayaan tahun 5

(39)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

5.4. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya tetap (fi xed cost) untuk melakukan

pengolahan tepung tapioka. Biaya investasi industri pengolahan tapioka meliputi perizinan, sewa tanah dan bangunan, mesin dan peralatan. Jumlah biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 sebesar Rp265.000.000. Selama periode proyek, terdapat beberapa komponen biaya investasi yang harus melakukan reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya, antara lain sewa tanah dan bangunan serta peralatan lain seperti kain saringan, rak bambu, dan tambir.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang

besarnya tergantung pada jumlah produk. Komponen biaya operasional dalam pengolahan tapioka ini meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Tabel 5.3. menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk industri pengolahan tapioka ini.

Tabel 5.2. Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka

No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase

1 Perijinan 0 0.00%

2 Sewa tanah dan bangunan 30,000,000 11.32%

3 Mesin/Peralatan 235,000,000 88.68%

Jumlah 265,000,000

(40)

Aspek Keuangan

Tabel 5.3. Biaya Operasional Pengolahan Tapioka

No Input Satuan Harga per satuan (Rp) Nilai per bulan (Rp) Nilai per tahun (Rp) 1 Tenaga kerja - Tetap orang/ bulan 750,000 4,500,000 54,000,000

- Tidak tetap orang/

bulan 15,000 7,500,000 90,000,000 Sub jumlah 12,000,000 144,000,000 2 Bahan baku - Singkong ton 195,000 152,100,000 1,825,200,000 Sub jumlah 152,100,000 1,825,200,000 3 Biaya overhead - Solar liter/hari 1,850 1,156,250 13,875,000 - Listrik bulan 400,000 400,000 4,800,000 - Telepon bulan 2,000,000 2,000,000 24,000,000 Sub jumlah 3,556,250 42,675,000 4 Transportasi - Penjualan output ton/ bulan 10,000 1,950,000 23,400,000 5 Perbaikan dan pemeliharaan alat bulan 250,000 250,000 3,000,000 Total 169,856,250 2,038,275,000

Dalam usaha pengolahan tepung tapioka ini modal kerja yang dibutuhkan diasumsikan selama 1,5 bulan, sehingga jumlah modal sebesar Rp254.784.375 Sumber : Lampiran 4

(41)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Total biaya operasional yang dibutuhkan pada tahun pertama sejumlah Rp2.038.275.000. Biaya variabel pada tahun selanjutnya diasumsikan konstan karena kapasitas mesin yang tetap, biaya bahan baku merupakan harga yang telah disepakati antara petani, Pemerintah Daerah dan pengusaha. Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang terlibat dalam usaha ini tergantung pada kapasitas mesin dan jumlah produksi sedangkan upah tenaga kerja tetap tidak mengalami kenaikan karena menyesuaikan dengan upah minimum propinsi.

5.5. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan tapioka sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya meliputi biaya investasi Rp265.000.000,- dan biaya modal kerja sebesar Rp254.784.375,-. Dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS dan dana milik sendiri.

Kebutuhan dana investasi, pada contoh untuk usaha baru (start

up) atau peremajaan usaha, komponen biaya investasi yang memperoleh

pembiayaan LKS hanya untuk pengadaan mesin penggerak (2 unit) dan mesin ayakan (10 unit). Sedangkan peralatan lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha sebagai kontribusi dalam usaha.

Modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk operasional usaha. Pada usaha pengolahan tepung tapioka, modal kerja meliputi biaya operasional usaha selama satu setengah bulan. Berkaitan dengan kebutuhan modal kerja, komponen yang dibiayai oleh LKS adalah untuk pengadaan bahan baku berupa singkong sebesar Rp152.100.000,-. Kebutuhan komponen biaya modal kerja yang lain juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.

Keperluan dana investasi dan modal kerja merujuk pada asumsi dari contoh pembiayaan syariah ditampilkan pada tabel 5.4.

(42)

Aspek Keuangan

Tabel 5.4. Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi

No Uraian Jumlah (Rp)

1 Total Biaya Investasi 265,000,000

Pembiayaan untuk pembelian mesin penggerak, mesin ayakan

102,000,000

2 Total Biaya modal kerja 254,784,375

Pembiayaan pembelian bahan baku 152,100,000

3 Total Biaya produksi 519,784,375

a. Pembiayaan 254,100,000

b. Modal sendiri 265,684,375

4 Total pembiayaan dan margin 290,748,000

a. Pembiayaan investasi 102,000,000

Margin investasi 24,480,000

b. Pembiayaan modal kerja 152,100,000

Margin modal kerja 12,168,000

c. Total margin 36,648,000

Sumber : Lampiran 6

Jangka waktu pembiayaan untuk investasi adalah 3 tahun sedangkan

untuk modal kerja adalah 1 tahun tanpa grace period. Pembiayaan modal

kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi jangka waktunya disesuaikan dengan kemampuan pengusaha membayar. Tingkat margin

pembiayaan yang digunakan untuk usaha baru (start up) adalah 8,0%.

Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara bertahap dengan cara jumlah pembiayaannya dibagi jangka waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya.

5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan

Output usaha pengolahan tapioka adalah onggok dan tepung tapioka. Dari penjualan output tersebut diperoleh pendapatan sebesar

(43)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Rp2.330.640.000 yang diperoleh dari produksi tepung tapioka sebanyak 2.340 ton per tahun dengan harga jual Rp900/kg dan 749 ton per tahun onggok dengan harga jual Rp300/kg.

Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan

No

Kete-rangan Satuan Jumlah

Harga per satuan (Rp) Pendapatan per bulan (Rp) Pendapatan per tahun (Rp) 1 Tapioka ton 195 900,000 175,500,000 2,106,000,000 2 Onggok ton 62 300,000 18,720,000 224,640,000 Jumlah Total 194,220,000 2,330,640,000 Sumber : Lampiran 5

5.7. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP)

Proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha pengolahan tapioka mampu memperoleh laba sebesar Rp196.917.760,- dengan rata-rata profi t margin tiap tahun sebesar 8,92% per tahun dan BEP rata-rata Rp380.238.319,- atau BEP produksi rata-rata 422 ton.

(44)

Aspek Keuangan

Tabel 5.6. Pr

oyeksi Laba Rugi dan Br

eak Even Point (BEP)

No Uraian Tahun Jumlah 12 3 4 5 A Penerimaan 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 11,653,200,000 B Pengeluaran 2,098,972,048 2,086,804,048 2,086,804,048 2,078,644,048 2,078,644,048 10,429,868,238 a. Biaya operasional 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 10,191,375,000 b. Penyusutan 40,369,048 40,369,048 40,369,048 40,369,048 40,369,048 201,845,238 c. Angsuran pokok 0 0 0 0 0 0 d. Angsuran margin pembiayaan 20,328,000 8,160,000 8,160,000 0 0 36,648,000 C R/L sebelum pajak 231,667,952 243,835,952 243,835,952 251,995,952 251,995,952 1,223,331,762 D Pajak (15%) 34,750,193 36,575,393 36,575,393 37,799,393 37,799,393 183,499,764 E

Laba setelah pajak

196,917,760 207,260,560 207,260,560 214,196,560 214,196,560 1,039,831,998 F Profi t on sales 8.45% 8.89% 8.89% 9.19% 9.19% 8.92% G BEP : Rupiah 483,857,394 386,858,001 386,858,001 321,809,099 321,809,099 1,901,191,594 BEP : Produksi – T o n 538 430 430 358 358 2,112

BEP Rp/ton berdasarkan - Biaya Operasional

871,058 871,058 871,058 871,058 871,058 871,058 - T otal Biaya 896,997 891,797 891,797 888,309 888,309 891,442

BEP rata-rata - Rupiah

380,238,319 - Produksi – T o n 422 Sumber : Lampiran 8

(45)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

5.8. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Untuk aliran kas (cash fl ow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua

aliran, yaitu arus masuk (cash infl ow) dan arus keluar (cash outfl ow). Arus

masuk diperoleh dari penjualan tapioka dan onggok selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional dan biaya tetap termasuk angsuran pokok pembiayaan, angsuran margin pembiayaan dan pajak penghasilan.

Evaluasi untuk kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban angsuran kepada LKS. Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan diawal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 8,0% p.a., usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha pengolahan tepung tapioka tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.

Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut

meliputi Internal Rate of Return (IRR), Net Benefi t-Cost Ratio (Net B/C Ratio),

Pay Back Period (PBP). Nilai IRR misalnya bisa menjadi indikator untuk

mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR, maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (LKS dan pengusaha).

(46)

Aspek Keuangan No Uraian Tahun 01 2 3 4 5 A

Arus Masuk 1. Penerimaan

0 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2. Pembiayaan a. Investasi 102,000,000 0 0 0 0 0 b. Modal Kerja 152,100,000 0 0 0 0 0 3. Modal Sendiri 265,684,375 0 0 0 0 0 4. Nilai sisa 0 0 0 0 0 95,954,762 T

otal Arus Masuk

519,784,375 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,426,594,762

Arus Masuk untuk menghitung IRR

0 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,426,594,762 B

Arus Keluar 1. Biaya Investasi

265,000,000 0 30,000,000 30,000,000 50,933,333 30,000,000

2. Biaya Modal Kerja

254,784,375 3. Biaya V ariabel/ Operasional 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000

4. Angsuran Pokok Pembiayaan

186,100,000

34,000,000

34,000,000

0

0

5. Angsuran Margin Pembiayaan

20,328,000 8,160,000 8,160,000 0 0 6. Pajak (15%) 34,750,193 36,575,393 36,575,393 37,799,393 37,799,393 T

otal Arus Keluar

519,784,375 2,279,453,193 2,147,010,393 2,147,010,393 2,127,007,726 2,106,074,393

Arus Keluar untuk menghitung IRR

519,784,375 2,073,025,193 2,104,850,393 2,104,850,393 2,127,007,726 2,106,074,393 C T

otal Arus Kas untuk menghitung IRR

0 51,186,807 183,629,607 183,629,607 203,632,274 320,520,369 D

Kumulatif Arus Kas

0 51,186,807 234,816,414 418,446,021 622,078,295 942,598,664 Sumber : Lampiran 9 Tabel 5.7. Pr

(47)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

5.9. Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan

Pola Pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha Pengolahan Tepung Tapioka adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan satu contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha baru atau peremajaan usaha. Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 8,0% per tahun, selama 3 tahun untuk modal investasi dan 1 tahun untuk modal kerja, menghasilkan margin sebesar Rp36.648.000,-. Tingkat margin ini diberlakukan fl at (tetap) per tahun.

Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base

line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi.

Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada lampiran10.

(48)
(49)

BAB VI

ASPEK EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN

6.1. Aspek Sosial Ekonomi

Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha pengolahan tapioka memiliki dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya adalah petani singkong, masyarakat, dan pengusaha itu sendiri. Pihak-pihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha pengolahan tapioka mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja pengolahan tapioka diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung mengurangi jumlah pengangguran.

6.2. Dampak Lingkungan

Usaha pengolahan tepung tapioka ini menghasilkan limbah padat, cair dan udara. Sebagian limbah ini ada yang dapat dimanfaatkan lagi secara ekonomis. Limbah padat atau sering disebut onggok merupakan bahan baku pembuat saus dan obat nyamuk bakar. Limbah padat yang lain adalah kulit singkong yang banyak dimanfaat untuk pupuk dan pakan ternak. Limbah cair dari usaha ini digunakan untuk mengairi sawah sekitar lokasi pabrik sehingga keberadaan industri tepung tapioka ini sangat bermanfaat bagi petani. Polusi udara yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat karena terletak jauh dari pemukiman masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada limbah dari usaha pengolahan tapioka ini yang merugikan baik makhluk hidup maupun lingkungan yang tinggal di sekitarnya.

(50)
(51)

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

1. Peluang pasar komoditi tepung tapioka baik untuk ekspor maupun pemenuhan dalam negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi tapioka di Indonesia. Dilihat dari potensinya, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk pengembangan produksi tapioka di Indonesia masih banyak tersedia di berbagai daerah.

2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha tapioka antara lain masalah bahan baku dan pemasaran tapioka. Masalah bahan baku disebabkan oleh harga jual singkong dari petani yang rendah sehingga petani tidak dapat membiayai usaha penanaman singkong, sedangkan masalah pemasaran tapioka disebabkan oleh minimnya informasi yang diperoleh pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan pasar.

3. Kebutuhan usaha pengolahan tepung tapioka yang dapat dibiayai oleh LKS adalah pembelian mesin penggerak, mesin ayakan dan bahan baku.

4. Akad murabahah sesuai untuk pembiayaan yang peruntukkannya adalah pengadaan barang/peralatan/mesin/bahan baku. Akad ini memberi keleluasaan bagi pengusaha untuk memilih barang dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kemampuan keuangannya.

5. Analisis aspek keuangan memperlihatkan bahwa dengan asumsi pendirian usaha baru atau peremajaan usaha, dengan produk murabahah (jual-beli), maka diperlukan modal usaha sebesar Rp519.784.375,- yang terdiri dari modal investasi sebesar Rp265.000.000,- dan modal kerja sebesar

(52)

Penutup

Rp254.784.375,-. Modal tersebut diasumsikan berasal dari pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebesar Rp254.100.000,- dan dari pemilik/pengusaha sebesar Rp265.684.375,-.

6. Berdasarkan analisis kelayakan keuangan usaha pengolahan tepung tapioka layak untuk diusahakan. Dengan masa proyek 5 tahun dan tingkat margin 8,0%, usaha ini dapat membayar kewajiban kepada LKS dan menghasilkan keuntungan yang memadai bagi pengusahanya. 7. Pengembangan usaha pengolahan tepung tapioka memberikan manfaat

yang positif dari aspek social ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifi kan.

7.2. Saran

1. Untuk menjaga kestabilan harga baik harga bahan baku dan harga tapioka pengusaha harus mengoptimalkan fungsi asosiasi atau perkumpulan pengusaha tepung tapioka.

2. Untuk menjaga ketersediaan bahan baku dan keberlangsungan usaha, setiap pengusaha diharapkan bermitra dengan petani, dengan memberikan perhatian terhadap masalah penanaman ubi yang menentukan kualitas tapioka dengan menyertakan pemberian pupuk organik di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah serta memperhatikan umur tanam ubi.

3. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh LKS, namun LKS perlu untuk melakukan analisis pembiayaan yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian LKS.

(53)
(54)

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1

Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah ... 45

Lampiran 2

Asumsi dan Parameter untuk Analisis

Keuangan Tapioka ... 50

Lampiran 3

Biaya Investasi ... 51

Lampiran 4

Biaya Operasional per tahun ... 52

Lampiran 5

Proyeksi Pendapatan ... 53

Lampiran 6

Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan

Pengolahan Tapioka ... 54

Lampiran 7

Proyeksi Pendapatan dan Biaya ... 55

Lampiran 8

Proyeksi Laba Rugi Usaha ... 56

Lampiran 9

Proyeksi Arus Kas ... 57

Lampiran 10 Pola Pembiayaan Syariah pada Perbankan

Syariah ...

58

(55)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

Lampiran 1. Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah

Pembiayaan Syariah

Bank syariah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Ini di dorong oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal. Pun karena jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam pembiayaan ekonomi masyarakat.

Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah:

1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana

2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut.

Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang proposional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain:

1. Informasi data nasabah

2. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil 3. Proyeksi laporan keuangan

4. Akad pembiayaan

Lebih lanjut penjelasan dari informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

(56)

DAFTAR LAMPIRAN

a. Informasi data nasabah

Menyeleksi calon nasabah yang dapat dipercaya untuk memperoleh pembiayaan dilakukan melalui uji kelayakan nasabah. Uji kelayakan bentuknya berupa form pengisian yang memuat data pribadi dan data usaha calon nasabah. Pengisian form dilakukan melalui wawancara secara individual dan kunjungan ke tempat tinggal dan tempat usaha.

Informasi dari uji kelayakan ini sebagai pertimbangan apakah calon bisa menjadi nasabah atau tidak. Sekaligus juga menentukan jenis pembiayaan yang sesuai untuk nasabah bersangkutan.

b. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil

Informasi data penjualan/pembelian/ penyewaan riil merupakan data usaha yang sudah terjadi di lapangan. Data riil ini menjadi dasar perhitungan dari akad yang sudah disepakati. Dengan demikian tereliminer kerugian baik yang dirasakan oleh debitur maupun kreditur karena pelaksanaan akad dilandasi dengan data riil.

Informasi ini bentuknya berupa form isian, yang diisi secara rutin sesuai dengan siklus usahanya oleh nasabah. Contoh bentuk form yang diberikan sesuai dengan jenis usahanya dan kebijakan LKS masing-masing.

c. Proyeksi laporan keuangan

Proyeksi laporan keuangan merupakan pelengkap informasi dalam menentukan persetujuan usulan pembiayaan usaha dari nasabah. Proyeksi dari laporan keuangan yang dimaksud terdiri dari proyeksi arus kas, proyeksi laba (rugi) dengan analisa kelayakan seperti NPV, IRR, BEP, B/C ratio, PBP, dan lain-lain.

Proyeksi ini dibuat atas dasar asumsi-asumsi yang relatif tetap sepanjang umur usaha yang dibiayai. Sedangkan dalam hukum syariah

(57)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

semua transaksi harus riil. Oleh sebab itu dalam menentukan besaran nominal untuk bagi hasil tidak bisa merujuk pada hasil proyeksi (relatif

tetap) tetapi harus merujuk pada transaksi riil (relatif berfl uktuasi sesuai

dinamika usahanya).

d. Akad pembiayaan

Akad pembiayaan merupakan kesepakatan antara shahibul maal dan mudharib. Akad ini sebagai landasan hukum syariah bagi transaksi pembiayaan. Akad pembiayaan sesuai dengan jenis pembiayaan usaha nasabah.

Produk pembiayaan syariah bermacam-macam, sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel Pengenalan Produk Syariah Prinsip Dasar Jenis – jenis

Bagi Hasil

(Profi t Sharing)

Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing and

Participation)

Adalah penanaman dana dari shahibul maal (pemilik modal) untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua shahibul maal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing.

Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Adalah akad kerjasama antara 2 pihak di mana pihak shahibul maal menyediakan modal dan pihak mudharib menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan nisbah sesuai dengan kesepakatan. Pembagian nisbah dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi

(profi t and loss sharing) atau metode bagi pendapatan

(58)

DAFTAR LAMPIRAN

Al-Muzara’ah (Harverst-Yield Profi t Sharing)

Adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.

Al Musaqah (Plantation Management Fee Based on

Certain Portion of Yield)

Adalah bentuk sederhana dari Al-muzara’ah di mana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan.

Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Jual Beli

(Sale and

Payment Sale)

Bai’ Al Murabahah (Deferred Payment Sale)

Adalah akad jual beli sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Barang yang dimaksud adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifi kasinya.

Bai’ as Salam (in front Payment Sale)

Adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dengan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

Bai’ Al – Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture) Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan

Sewa

(Operational

Lease and

Financial Lease)

Al-Ijarah (operational Lease)

Adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.

(59)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

AL- Ijarah Al Muntahia bit – Tamlik (Financial Lease with Purchase Option)

Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa.

Jasa (Fee-Based

Services)

Al Wakalah (Deputyship)

Adalah penyerahan, pedelegasian atau pemberian mandat kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan

Al-Kafalah (Guaranty)

Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, atau mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.

Al-Hawalah (Transfer service)

Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya

Ar-Rahn (Mortgage)

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima.

Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis

Al-qardh (soft and Benevolent Loan)

Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan

(60)

DAFTAR LAMPIRAN

No Asumsi Satuan Jumlah/Nilai

1 Periode proyek tahun 5

2 Luas tanah hektar 3

3 Hari kerja per bulan hari 25

- Bulan kerja per tahun bulan 12

- Hari kerja tenaga borongan hari 300

4 Produksi dan Harga

- Kapasitas maksimum per hari ton 30

- Produksi per bulan ton 195

- Produksi per tahun ton 2,340

- Harga tapioka per ton Rp 900,000

- Produksi onggok per bulan ton 62

- Harga onggok Rp/ton 300,000

5 Rendemen per ton bahan baku

- Tapioka % 25%

- Onggok % 8%

6 Penggunaan tenaga kerja

- Tenaga manajerial orang

- Tenaga kerja tetap orang 6

- Tenaga kerja borongan orang 20

7 Upah tenaga kerja per hari

- Tenaga manajerial Rp/orang

- Tenaga kerja tetap Rp/orang 25,000

- Tenaga kerja borongan Rp/orang 15,000

8 Bahan Baku per bulan ton 780

9 Harga bahan baku Rp/ton 195,000

10 Margin Pembiayaan Mudarabah % 8.0%

11 Jangka waktu Pembiayaan tahun 5

Lampiran 2.

(61)

Jenis Biaya

Satuan

Jumlah

Harga per satuan

Nilai (Rp) Umur Ekonomis Penyusutan pertahun (Rp) Nilai Sisa 1 Perijinan 0 0 0 0 0 2

Sewa tanah dan bangunan

hektare 3 10,000,000 30,000,000 1 0 3 Mesin/Peralatan - Mesin Penggerak/Generator unit 2 22,500,000 45,000,000 10 4,500,000 22,500,000 - Mesin Parut unit 2 800,000 1,600,000 10 160,000 800,000 - Mesin Pompa unit 2 1,400,000 2,800,000 10 280,000 1,400,000 - Mesin Anyakan unit 10 5,700,000 57,000,000 10 5,700,000 28,500,000 - Bak Kaca m2 25 12,000,000 12,000,000 10 1,200,000 6,000,000 - Bak Penampung unit 4 4,000,000 16,000,000 7 2,285,714 4,571,429 - Alat Semprot unit 1 8,500,000 8,500,000 5 1,700,000 0 Saringan unit 10 30,000 300,000 3 100,000 100,000 Bambu unit 1000 3,000 3,000,000 5 600,000 0 Pipa unit 1 800,000 800,000 5 160,000 0 Rak m2 16 2,500,000 2,500,000 3 833,333 833,333 T ambir unit 10000 6,000 60,000,000 3 20,000,000 20,000,000 - Mesin Induk unit 1 15,000,000 15,000,000 10 1,500,000 7,500,000 T imbangan unit 2 3,750,000 7,500,000 10 750,000 3,750,000 - Peralatan lainnya 3,000,000 5 600,000 0 jumlah 235,000,000 40,369,048 95,954,762

Jumlah Biaya Investasi

265,000,000 40,369,048 95,954,762 Jenis Biaya Nilai (Rp) Persen- tase 1 Perijinan 0 0.00% 2

Sewa tanah dan bangunan

30,000,000 11.32% 3 Mesin/Peralatan 235,000,000 88.68% 265,000,000 Biaya Investasi

(62)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Input

Satuan

Harga per satuan (Rp) Nilai per bulan (Rp) Nilai per tahun (Rp)

1 T enaga kerja - T etap orang/bulan 750,000 4,500,000 54,000,000 - T idak tetap orang/bulan 15,000 7,500,000 90,000,000 Sub jumlah 12,000,000 144,000,000 2 Bahan baku - Singkong ton 195,000 152,100,000 1,825,200,000 Sub jumlah 152,100,000 1,825,200,000 3 Biaya overhead - Solar liter/hari 1,850 1,156,250 13,875,000 - Listrik bulan 400,000 400,000 4,800,000 - T elepon bulan 2,000,000 2,000,000 24,000,000 Sub jumlah 3,556,250 42,675,000 4 T ransportasi - Penjualan output ton/bulan 10,000 1,950,000 23,400,000 5

Perbaikan dan pemeliharaan alat

bulan 250,000 250,000 3,000,000 Total 169,856,250 2,038,275,000

Modal kerja yang dibutuhkan diasumsikan selama 1,5 bulan Jumlah Modal Kerja

Rp

254,784,375

Lampiran 4.

(63)

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka

No

Keterangan

Satuan

Jumlah

Harga per satuan (Rp) Pendapatan per bulan

(Rp) Pendapatan per tahun (Rp) 1 T apioka ton 195 900,000 175,500,000 2,106,000,000 2 Onggok ton 62 300,000 18,720,000 224,640,000 Jumlah T otal 194,220,000 2,330,640,000 Lampiran 5. Proyeksi Pendapatan

Gambar

Foto 1.1: Singkong
Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong
Tabel 2.2. Perusahaan, Kapasitas Produksi, dan Sumber Dana
Tabel 3.1. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1997
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memilih metode spektrofotometri ultraviolet sebagai metode yang digunakan untuk penetapan kadar α-mangostin dalam plasma

Pengertian dari media sosial adalah sesuatu di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya serta dapat berinteraksi, bekerja sama,

Sedangkan analisis kelompok merupakan suatu metode yang dikelompokkan atau klaster dari OTU’s yang mempunyai koefisiensi similaritas yang tinggi untuk menggambarkan tingkat

Jika telah menentukan segmentasinya, Anda harus menentukan pasar ( targeting ), di mana pelaku UMKM harus mengevaluasi berbagai segmen tersebut untuk memutuskan

Hasil penelitian ini berupa aplikasi pembelajaran doa harian untuk anak usia dini pada smartphone berbasis Android yang menyajikan doa harian dalam bentuk elemen

Jika, setelah penilaian kembali, jumlah neto dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih pada tanggal akuisisi melebihi jumlah

Pada grafik hubungan antara stabilitas dan kadar aspal yang menggunakan aspal pen.60/70 seperti yang terlihat pada Gambar 1, 2, dan 3, terlihat hasil penelitian menunjukan bahwa

Hasil Data Pengukuran Moisture Content EFB Data pengukuran moisture content ketiga sampel yang dilakukan lewat pengujian kadar kelembaban di laboratorium analisis Pusat