• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen: Peranannya Dalam Pelestarian Budaya Simalungun Dan Penyebaran Agama Kristen (1928-1942)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen: Peranannya Dalam Pelestarian Budaya Simalungun Dan Penyebaran Agama Kristen (1928-1942)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen

merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda. Agama Kristen mengajarkan

perdamaian. Oleh karena itu, penyebaran agama Kristen dinilai dapat mengurangi

perlawanan masyarakat Nusantara terhadap kolonialisme Belanda. Pada masa

kolonialisme Belanda inilah penyebaran agama Kristen berlangsung pesat di

Nusantara.

Dalam prosesnya, penyebaran agama Kristen sering menyebabkan terjadinya

perbenturan budaya. Salah satu perbenturan budaya yang unik terjadi di wilayah

Simalungun. Simalungun merupakan wilayah di Sumatera Timur yang terdiri atas 7

kerajaan yang menganut budaya Simalungun: Kerajaan Siantar, Tanah Jawa, Panei,

Raya, Purba, Silimakuta, dan Dolog Silou.1

Pada pertengahan abad 19, banyak orang Simalungun yang sudah masuk

agama Islam. Orang Simalungun pertama yang memeluk agama Islam adalah

Parbapaan

Saat ini (2013) wilayah tersebut meliputi

kabupaten Simalungun dan kota Pematangsiantar, provinsi Sumatera Utara.

2

1

Juandaha Raya P. Dasuha, dkk., Tole! Den Timorlanden Das Evangelium!, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2003, hal. 1.

Bandar Tongah bernama Tuan Sarini Damanik. Sesudah Tuan Sarini

2Parbapaan

(2)

Damanik masuk Islam, rakyatnya mengikutinya. Dengan demikian, wilayah Bandar

yang dekat dengan wilayah Melayu seperti Batubara dan Asahan, dipenuhi oleh

orang-orang Islam. Akan tetapi, sebagian besar masyarakat Simalungun masih

menganut kepercayaan kepada suatu Dewata Tertinggi (Naibata Iatas), Dewata

Dunia-tengah (Naibata Itongah) dan Dewata Dunia-bawah (Naibata Itoruh).

Raja-raja Simalungun disebut sebagai Naibata na taridah (Dewata yang kelihatan).

Simalungun mulai dikenal oleh badan penyebaran injil Kristen dengan

adanya laporan ekspedisi pejabat-pejabat kolonial Belanda. Salah-satunya adalah

laporan ekspedisi dari Controleur Toba bernama Van Dick. Van Dick menyebutkan

bahwa daerah Siantar, Tanah Djawa, dan Tandjung Kasau pada masa itu sudah

dipengaruhi agama Islam. Laporan ini diketahui sangat mencemaskan pemerintahan

kolonial Belanda karena semakin meluasnya penetrasi Islam atas Simalungun akan

mempersulit ambisi kolonialisme di Simalungun. Kekuatan Islam identik dengan

perlawanan terhadap kolonialisme. Di lain pihak, badan penyebaran injil Kristen juga

takut kalau perembesan Islam yang makin kuat akan mempersulit upaya mereka

untuk mengkristenkan daerah yang masih menganut agama suku.3

G.K. Simon, salah satu penginjil Jerman yang sebelumnya aktif di tanah

Batak beserta beberapa penginjil Batak Toba melakukan peninjauan ke Simalungun.

Hasilnya, G.K. Simon menemukan penduduk Simalungun di sebelah Timur sudah

banyak menganut agama Islam, khususnya di Bandar. Islamisasi juga sudah meluas

sampai ke Siantar. Raja Siantar Sang Naualuh Damanik sudah beragama Islam.

3

(3)

Berdasarkan laporan G.K. Simon dan laporan-laporan terdahulu, badan

penyebaran injil Kristen bernama Rheinische Missions Gesselschaft (RMG) dalam

sebuah rapat di Laguboti pada 21-25 Januari 1903, memutuskan untuk melakukan

penginjilan di Simalungun. RMG datang ke Simalungun dan mengupayakan

kristenisasi yang intensif di wilayah Simalungun. 4

Dalam kristenisasi tersebut, RMG dibantu oleh orang-orang Kristen dari

suku Batak Toba. Dalam perkembangan kegiatan kristenisasi, terjadi dominasi suku

Batak Toba yang membuat kristenisasi di Simalungun tidak berjalan efektif dan

kalangan Kristen Simalungun merasa hasimalungunon5

Dominasi tersebut berupa pemakaian bahasa Batak Toba dalam hampir

semua kegiatan RMG di Simalungun. RMG juga tidak pernah menghasilkan literatur

etnografi menyangkut suku bangsa Simalungun selama 25 tahun RMG berkarya di

Simalungun, berbeda dengan Batak Toba yang sudah banyak ditulis literaturnya.

Buku dan adat Batak Toba beredar di sekolah-sekolah dan perkumpulan orang

Kristen.

mereka diabaikan.

6

Pada tanggal 2 September 1928, diadakan sebuah pesta peringatan 25 tahun

perkabaran injil di Simalungun bertajuk “Pesta Pirak ni Koeria ni Halak Kristen i

Raja”. Pesta ini diadakan atas inisiatif kaum Kristen Simalungun untuk merayakan

penginjilan sekaligus menggugah semangat penginjilan oleh orang Simalungun Dominasi ini semakin kuat dengan adanya faktor dari luar seperti migrasi

besar-besaran suku Batak Toba ke Simalungun.

4

Ibid., hal. 113.

5Hasimalungunon

berarti unsur budaya asli dalam diri masyarakat Simalungun.

6Ibid.,

(4)

sendiri. Orang-orang Simalungun datang berduyun-duyun ke pesta itu. J. Wismar

Saragih, pendeta Simalungun pertama, dalam pesta tersebut menjual 500 eksamplar

buku Pesta Pirak ni Koeria Raja, berisi sejarah penginjilan Simalungun, yang ditulis

dalam bahasa Simalungun.

Tergugah oleh semangat jubileum, 14 orang tokoh Kristen Simalungun

sepakat mengadakan diskusi pada 13 Oktober 1928. Diskusi tersebut mengenai

cara-cara yang lebih baik untuk mengabarkan injil di Simalungun. Suara mayoritas dalam

diskusi menyatakan bahwa bukan bahasa dan orang-orang Batak Toba yang harus

dipakai dalam penginjilan Simalungun melainkan bahasa dan orang-orang

Simalungun. 14 orang intelektual Kristen Simalungun tersebut memutuskan

mendirikan sebuah organisasi bernama Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen7

Organisasi ini bermaksud melestarikan bahasa Simalungun dan

mengefektifkan kristenisasi. Berangkat dari kegelisahan terhadap lambatnya

penyebaran agama Kristen di Simalungun dan ketidaksepakatan terhadap dominasi

suku Batak Toba, organisasi ini menjadi gerakan oposisi terhadap dominasi budaya

Batak Toba khususnya dalam hal penyebaran agama Kristen.

.

Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen menerbitkan berbagai buku dalam

bahasa Simalungun, yakni: katekismus, buku nyanyian ibadah, buku bacaan siswa,

buku renungan harian, petunjuk tulis-menulis dalam bahasa Simalungun, tata bahasa

Simalungun, kamus Simalungun, buku etika kerja, buku etika kepemimpinan, dan

7

(5)

literatur sejenis lainnya. Organisasi ini juga menerbitkan majalan bulanan bahasa

Simalungun bernama Sinalsal.8

Untuk meningkatkan minat baca orang Simalungun, J. Wismar Saragih

bersama organisasinya mendirikan taman baca Dos ni Riah dan perpustakaan

Parboekoenan ni Pan Djaporman di Pamatang Raya pada tahun 1937. Comite Na Ra

Marpodah Simaloengoen juga menggagas berdirinya Roemah Poesaka Simaloengoen

(Museum Simalungun) pada 1940 dan sanggar kesenian Parsora na Laingan pada

1937.

J. Wismar Saragih, salah-satu tokoh Comite Na Ra

Marpodah Simaloengoen, menerbitkan Alkitab berbahasa Simalungun dan menjadi

orang dalam negeri pertama yang menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa lokal.

9

Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen mengakhiri aktivitasnya pada saat

Jepang datang dan berkuasa. Pada tahun 1942, semua lembaga baik agama maupun

pendidikan dihentikan kegiatannya dan hanya bisa berjalan jika mendapat instruksi

dari pemerintahan Jepang.

Selama 25 tahun pertama injil disebarkan di Simalungun, jumlah orang

Simalungun yang berhasil dibaptis adalah 900 orang (1903-1928). Setelah Comite Na

Ra Marpodah Simaloengoen berdiri, jumlah orang Simalungun yang dibaptis

8

Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus, Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011, hal. 106.

9

(6)

berkembang pesat. Pada tahun 1940, jumlah orang Kristen Simalungun mencapai

5700 orang.10

Selain kemajuan yang diperoleh dalam kristenisasi orang Simalungun,

Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen dalam bidang kebudayaan menjadi

organisasi modern pertama yang berjuang untuk pelestarian kebudayaan Simalungun.

Organisasi ini mampu meraih dukungan dari berbagai kalangan; pemerintah kolonial,

akademisi, kerajaan dan kalangan lainnya.

Orang Simalungun sudah lama mengenal tulisan. Menurut para ahli, aksara

Simalungun bahkan lebih tua dari aksara Toba dan mandailing.11

Dalam penulisan sejarah Simalungun, pengaruh besar itu sangat terlihat.

Pada 1946, terjadi revolusi sosial di seluruh kerajaan-kerajaan Simalungun. Aset-aset

kerajaan dibakar dan keluarga kerajaan banyak dibunuh. Banyak dokumen tertulis Aksara Simalungun

terukir dalam pustaha (kitab-kitab), berisi cerita rakyat maupun pengetahuan seperti

obat-obatan atau perdukunan. Pustaha tersebut ada yang terbuat dari kulit kayu, kulit

hewan, atau berupa ukiran-ukiran pada permukaan batang bambu. Tradisi menulis ini

dimodernisasi oleh Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen sesuai tuntutan zaman.

Modernisasi budaya menulis di Simalungun oleh Comite Na Ra Marpodah

Simaloengoen (1928-1942) ini, memiliki pengaruh besar ke masa sekarang.

10

El Imanson Sumbayak (Ed.), A Spiritual Desert Journey, Panitia Jubileum 95 Tahun GKPS Distrik IV, Jakarta: Tanpa nama penerbit, 1998, hal. 5.

11

Uli Kozok seorang filolog mengatakan bahasa Simalungun ditinjau dari sejarahnya

(7)

tentang Simalungun yang dimusnahkan. Akibatnya, di masa sekarang, cukup sulit

mencari sumber sejarah yang menceritakan kehidupan bangsa Simalungun, terkhusus

pada masa pra kolonial. Karena pemusnahan data sejarah kerajaan-kerajaan

Simalungun terjadi pada revolusi sosial 1946, dalam penulisan sejarah Simalungun,

dokumen sejarah yang ditulis Kristen Simalungun menjadi dokumen sejarah yang

saat ini paling diandalkan.

Kehadiran Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen yang berdampak besar

bagi Simalungun baik dari segi budaya maupun religi membuat penulis tertarik untuk

menelitinya. Pengetahuan tentang Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen menurut

penulis penting bagi intelektual pegiat budaya, khususnya budaya Simalungun, pada

masa mendatang.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga permasalahan penting tentang

Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen:

1. Bagaimana terbentuknya Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen?

2. Apa peranan Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen dalam pelestarian

budaya Simalungun dan penyebaran agama Kristen?

3. Bagaimana perubahan religi dan budaya yang terjadi di Simalungun

atas prakarsa Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen pada kurun waktu

(8)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui dan menjelaskan terbentuknya Comite Na Ra Marpodah

Simaloengoen.

2. Mengetahui dan menjelaskan peranan Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen

terhadap pelestarian budaya Simalungun dan penyebaran agama Kristen.

3. Menjelaskan perubahan religi dan budaya di Simalungun atas prakarsa Comite

Na Ra Marpodah Simaloengoen pada kurun waktu 1928-1942.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan sekaligus memotivasi peneliti dalam menghasilkan

karya-karya historiografi serta memberikan referensi literatur yang berguna

terhadap dunia akademis, terutama dalam studi ilmu sejarah guna membuka

ruang penulisan sejarah yang berikutnya.

2. Menjadi referensi bagi pemerintah dalam memahami perubahan yang pernah

terjadi di Simalungun untuk ke depannya dapat menjadi referensi

pembangunan daerah.

3. Menambah wawasan masyarakat tentang perjuangan budaya dan

(9)

1.4. Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi

yang dapat dijadikan panduan dalam penulisan tentang Comite Na Ra Marpodah

Simaloengoen.

Juandaha Raya P. Dasuha beserta Martin Lukito Sinaga dalam Tole den

Timorlanden das Evangelium (2003), memaparkan tentang sejarah seratus tahun

perkabaran injil di Simalungun (2 September 1903-2003). Buku ini memuat gejolak

sosial yang terjadi selama proses penginjilan di Simalungun.

T. B. A. Purba Tambak dalam Sejarah Simalungun (1982) membahas

sejarah kerajaan-kerajaan Simalungun, yakni tujuh kerajaan besar yang ada di

Simalungun. Buku ini penting karena memuat perihal religi dan adat-istiadat yang

berkembang di Simalungun.

Jubil Raplan Hutauruk dalam Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam

Kristus (2011) membahas 150 tahun gereja HKBP. HKBP merupakan gereja suku

bagi masyarakat Batak Toba. Selama masa kolonialisme Belanda, gereja yang

beraktivitas di Simalungun adalah gereja HKBP.

Martin Lukito Sinaga dalam Identitas Poskolonial Gereja Suku dalam

Masyarakat Sipil (2004) membahas tentang identitas baru masyarakat Simalungun

yang dinamakan identitas poskolonial. Objek kajian Martin Lukito Sinaga dalam

buku ini adalah J. Wismar Saragih dan komunitas Kristen yang ada, termasuk Comite

Na Ra Marpodah Simaloengoen.

Djoko Marihandono dkk. dalam Sejarah Perjuangan Sang Naualuh

Damanik: Menentang Kolonialisme Belanda di Simalungun (2012) menceritakan

tentang aneksasi dan pasifikasi Belanda di Simalungun yang menjadi latar belakang

(10)

1.5 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang ilmiah haruslah melalui tahapan

demi tahapan. Tahapan pertama adalah heuristik (pengumpulan data). Dalam tahapan

ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penulis melakukan

penelitian ke Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah

Pematangsiantar, Museum Simalungun dan Balitbang GKPS.

Tahapan kedua yang adalah kritik. Dalam tahapan ini diterapkan kritik intern

dan ekstern. Tahapan ini penting untuk memastikan kesahihan data.

Tahapan ketiga adalah interpretasi. Dalam tahapan ini data yang diperoleh

dianalisis sehingga melahirkan hasil analisis yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah

tentang objek yang diteliti, sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan.

Tahapan terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan hasil interpretasi

menjadi satu kisah atau kajian yang menarik yang tersusun secara kronologis. Tulisan

ini bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan Pasal 81 ayat (3)

Laporan keuangan Reksa Dana untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 telah diselesaikan dan diotorisasi untuk penerbitan pada tanggal 10 Februari 2020

Sedangkan pada kelompok kontrol, hasil analisis data awal dan akhir penelitian, dengan menggunakan uji beda pairwise comparisons, pada kelompok kontrol selama 2

Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non cetak (audio/video), komputer/internet, siaran radio dan televise. Pada

(Untuk mematikan monitor, gunakan tombol di panel belakang.) Monitor juga akan mengaktifkan mode rendah daya bila tidak ada tidak ada masukan sinyal video. Ketika monitor

Berdasarkan analisis deskriptif dari variabel kinerja karyawan (Y), hasil grand mean sebesar 4,07 yang berada pada interval baik, yang berarti secara keseluruhan dapat

Karna ketika terjadinya kerusakan pada sebuah ekosistem, maka dapat menyebabkan suatu organisme yang ada di lingkungan tersebut yang tidak mampu beradaptasi dengan

Salah satu faktor yang berpengaruh agar pesanan dapat diselesaikan atau terpenuhi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan yaitu faktor waktu, pekerja atau tenaga kerja yang