• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan

masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami

istri saja tetapi menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat.1

Pengertian perkawinan di dalam KUHPerdata, hal ini dapat dilihat dalam

Pasal 26 KUHPerdata, dikatakan bahwa Undang-Undang memandang soal

perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata saja. Ratio Pasal ini

menunjukkan bahwa KUHPerdata memandang perkawinan bukan suatu perbuatan

religius yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, melainkan bersifat materi

atau kebendaan (zakelijk). Tujuan perkawinan hanya memfokuskan hubungan

suami isteri dengan nilai-nilai kebendaan dan serba duniawi. Hubungan suami

isteri lebih mengganggu sifat sosiologis dari pada religi. Religi tidak mendapat

tempat dalam hubungan perdata pada soal-soal perkawinan. Hal ini didasarkan

pada filosofi bahwa KUHPerdata menganut paham serba materi saja dengan

mengagungkan individual-liberalistis.2

Tata tertib dan kaidah-kaidah perkawinan telah dirumuskan dalam suatu

Undang-Undang Pokok Perkawinan, yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974

yang di dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 berbunyi : “Perkawinan

ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

1Asmin SH, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974, Cetakan pertama, PT.Dian Rakyat, 1986, Jakarta, hlm.11

(2)

isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.3

Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat

atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.4

Arti perkawinan yang dikehendaki oleh Hukum Islam, dapat kita lihat di

Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi :5

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.

Faedah yang terbesar dalam perkawinan ialah, untuk menjaga dan

memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari pada kebinasaan. Sebab

seorang perempuan, apabila ia sudah kawin, maka nafkahnya (belanjanya) jadi

wajib atas tanggungan suaminya. Perkawinan juga berguna untuk memelihara

kerukunan anak cucu (turunan), sebab kalau tidak dengan nikah tentulah anak

tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang akan

bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum,

karena kalau tidak ada perkawinan tentu manusia akan menurunkan sifat

kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan

3Soedharyo Soimin.SH, Hukum Orang dan Keluarga ( Persfektif Hukum Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat), Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Offset, 2002, Jakarta, hlm.4

4 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, 2011, Yogyakarta, hlm.5

(3)

permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan

pembunuhan yang maha dahsyat.6

Demikianlah maksud perkawinan yang sejati dalam Islam. Dengan singkat

untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan turunan, juga untuk kemaslahatan

masyarakat.7

Oleh karenanya perkawinan dapat dilaksanakan setelah semua pihak yang

telah memenuhi persyaratan dan rukun dari perkawinan yang telah ditetapkan

dalam hukum Islam. Akan tetapi mencul permasalahan perkawinan yang sering

terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, perkawinan tersebut dikenal

dengan istilah kawin kontrak, di kalangan pemuka Islam dikenal dengan istilah

nikah mut’ah, yang telah dikenal sejak zaman Rasulullah. Bagaimana pelaksanaan

dan pandangan hukum Islam terhadap sebuah perkawinan yang dilakukan secara

mut’ah.

Adapun istilah kawin kontrak sama dengan istilah nikah mut’ah dalam

Islam yang sering digunakan oleh para pemuka agama Islam, secara etimologis

mut’ah berarti bersenang-senang atau menikmati. Nikah mut’ah disebut juga

kawin sementara waktu atau kawin yang terputus.8

Menurut hukum Islam perkawinan kontrak adalah suatu “kontrak” atau

“akad”, antara seorang laki-laki dan wanita yang tidak bersuami serta ditentukan

akhir periode perkawinan dengan dan mas kawin yang harus diserahkan kepada

keluarga wanita. Adapun syarat kawin kontrak diantaranya melakukan ijabqobul,

6 H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan Kelimabelas, Attahirijah Djatinegara, tth, Jakarta, hlm.356

7Ibid. 8

(4)

ada mas kawin dan batas waktu berakhirnya perkawinan yang telah ditentukan

antara kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Dalam perkawinan mut’ah

masa perkawinan akan berakhir dengan berakhirnya masa perjanjian yang telah

disepakati oleh kadua belah pihak dengan tanpa adanya perceraian dan tidak ada

kewajiban bagi si laki-laki untuk memberi nafkah, tempat-tinggal serta kewajiban

lainnya.9

Nikah mut’ah atau nikah yang sifatnya sementara ini merupakan suatu

bentuk perkawinan terlarang yang dijalin dalam tempo yang singkat untuk

mendapatkan perolehan yang ditetapkan. Ia diperkenalkan pada masa awal

pembentukan ajaran Islam, sebelum syariat Islam ditetapkan secara lengkap.10

Setelah syariat Islam mencapai kesempurnaannya, maka ia pun

diharamkan, izin sementara keadaan memaksa yang telah diberikan Nabi SAW

itu, segera diharamkan setelah pembukaan kota Makkah sebagaimana

diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, yang terdapat didalam buku Prof.Abdur

Rahman I.Doi,Ph.D :11

“Sesungguhnya dia beserta Nabi SAW pada saat terjadinya pertempuran

untuk membuka kota Makkah. Nabi SAW telah mengizinkan para sahabat

untuk kawin Mut’ah. Lalu Ali itu berkata:””Maka Nabi SAW tidak keluar

dari kota Makkah itu sampai Beliau mengharamkannya”.

Menurut riwayat yang lain lagi, Nabi SAW telah bersabda :

9 Ahmad Roviq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Jakarta, hlm.156

10 Prof.Abdur Rahman I.Doi,Ph.D, Perkawinan dalam Syariat Islam, Cetakan Kedua, PT.Rineka Cipta, 1992, Jakarta, hlm.62

(5)

“Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai Hari Akhir”.12

Nikah mut’ah pernah dihalalkan dan Islam kemudian diharamkan kembali

karena bertentangan dengan kemaslahatan manusia. Nikah mut’ah sudah ada sejak

masa pra Islam (Jahiliyah).13 Namun begitu, beberapa ulama mazhab hukum

Syi’ah masih membolehkannya bahkan hingga saat ini, sekalipun ia jarang

diperaktekkan.14

Para pelaku kawin kontrak beranggapan bahwa perkawinan yang mereka

lakukan adalah sah walaupun kawin kontrak tidak sesuai dengan maksud dan

tujuan dari perkawinan yang tertuang dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974

dan Kompilasi Hukum Islam.

Sedangkan maksud dan tujuan dari nikah mut’ah hanya untuk memperoleh

kesenangan seksual, dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang

abadi, kekal, sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu bertentangan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam Islam.15

Jika perkawinan tersebut dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, maka

tidak menimbulkan masalah yang berarti, oleh karena secara umum hal ini lazim

terjadi. Dan memang sebaiknya suatu perkawinan dilaksanakan dengan

kesungguhan hati kedua mempelai untuk bersatu membina bahtera rumah tangga.

Namun bagaimana halnya perkawinan dengan perkawinan mut’ah yang lebih

dikenal dengan istilah kawin kontrak.

12Ibid.

13

Mardani, Op.Cit.

14

Prof. Abdur Rahman I. Doi, Ph.D, Op.Cit., hlm.64

15

(6)

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut mendorong penulis melihat lebih

jauh, mengapa nikah mut’ah itu dilarang, sejauh mana tingkat pelarangannya dan

dimana pelaksanaan nikah mut’ah itu sendiri diatur, yang selanjutnya penulis

tuangkan dalam skripsi ini.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis memilih judul sebagai

berikut : “Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dan Hukum Islam”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan untuk memperjelas dan mempermudah

pelaksanaan agar sasaran penelitian menjadi runtut, jelas, dan tegas guna

mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka

yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah awal hukum perkawinan di Indonesia berdasarkan

Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

2. Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan terhadap nikah mut’ah berdasarkan

Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum Islam?

3. Bagaimana akibat hukum dan hukum nikah mut’ah menurut ulama di

Indonesia dalam bentuk fatwa dan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

(7)

1. Untuk mengetahui awal perkembangan hukum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan terhadap nikah mut’ah

berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

hukum Islam.

3. Untuk mengetahui akibat hukum dan hukum nikah mut’ah menurut ulama di

Indonesia dan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara Teoritis, hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang ilmu hukum secara umum dan terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan hukum perdata khususnya hukum perkawinan.

2. Secara Praktis, dari adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan perkawinan terhadap nikah mut’ah

berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan

hukum Islam.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah

Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum

Islam”.

Judul skripsi ini telah terlebih dahulu dikonfirmasikan kepada Ketua

Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara serta melakukan

(8)

sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, dan hasilnya bahwa judul skripsi

tersebut belum ada terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari terdapat judul skripsi yang sama atau telah ditulis

oleh orang lain sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung

jawab saya sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Perkawinan

Istilah yang digunakan dalam bahasa Arab pada istilah-istilah fiqih tentang

perkawinan adalah munakahat/nikah, sedangkan dalam bahasa Arab pada perundang-undangan tentang perkawinan, yaitu Ahkam Al-Zawaj atau Ahkam izwaj.16 Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan

banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi.17 Dan dalam bahasa Inggris,

baik dalam buku-buku maupun perundang-undangan tentang perkawinan

digunakan istilah Islamic Marriage Law, dan Islamic Marriage Ordinance. Sementara dalam bahasa Indonesia digunakan istilah Hukum Perkawinan. Yang

dimaksud dengan munakahat, yaitu hukum yang mengatur hubungan

antaranggota keluarga.18

Nikah atau kawin menurut arti asli adalah hubunga seksual tetapi menurut

arti majazi (mathaporic) atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang

16

Ibid, hlm.3

17

Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Kencana, 2007, Jakarta, hlm.35

18

(9)

menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan

seorang wanita.19

Pengertian perkawinan dalam Pasal 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan ialah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.20 Dan

perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.21

Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak

terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi. Nikah mempunyai arti Wath’i, Al-Dhommu, Al-Tadakhul, Al-jam’u atau ibarat ‘an al-wath wa al aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima’, dan akad.22

Secara terminologis perkawinan (nikah) yaitu akad yang memperbolehkan

terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang wanita

tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau

seperti sebab susuan.

23

19

Moh.Idris Ramulyo,SH.MH, Hukum Perkawinan Islam suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, PT.Bumi Akasara, 2004, Jakarta, hlm.1

20

Prof.R.Subekti,SH dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW,

Cetakan Ketiga puluh empat, PT.Pradnya Paramita, 2004, Jakarta, hlm.537

21

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Cetakan Pertama, CV.Nuansa Aulia, 2008, Bandung, hlm.2

22

Mardani, Op.Cit., hlm.4

(10)

Pada umumnya, perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan

karenanya setiap agama menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan

ajaran-ajaran agama. Begitu pula dengan Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun

1974, dengan menunjuk kepada hukum agamanya dan kepercayannya dari yang

bersangkutan sebagai syarat sahnya suatu perkawinan, secara tidak langsung juga

menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang suci. Akibatnya setiap perkawinan

yang menyimpang dari norma-norma agama dipandang sebagia sesuatu yang

menyalahi hukum agama dan umumnya semua agama melarang perkawinan

semacam itu.24

Perkawinan menurut perundangan ialah ikatan antara seorang pria dengan

seorang wanita. Berarti perkawinan sama halnya dengan perikatan (verbindtenis).

Dalam hal ini dapat dilihat dalam pasal 26 KUHPerdata dikatakan undang-undang

memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata.25

Perkawinan menurut hukum agama adalah perbuatan yang suci (sakramen,

samskara), yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan

ajaran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan berumahtangga

serta bekerabat tetangga berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama

masing-masing.26

Perkawinan dalam Islam secara luas adalah:27

a. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan

benar

24

Asmin.SH, Op.Cit., hlm.75

25

Prof. H. Hilman Hadikusumo.SH, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: Perundang-undangan,Hukum Adat,Hukum Agama, Cetakan Kedua, CV. Mandar Maju, 2003, Bandung, hlm.7

26

Ibid, hlm.10

27

(11)

b. Suatu mekanisme untuk mengurang ketegangan

c. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah

d. Menduduki fungsi sosial

e. Mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok

f. Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan

g. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada Allah mengikuti

sunnah Rasulullah SAW.

2. Pengertian Mut’ah

Nikah mut’ah ialah suatu perkawinan yang jangka waktunya ditetapkan,

baik dalam akad nikah ataupun dalam perjanjian sebelum atau sesudahnya.28

Secara etimologi mut’ah berarti bersenang-senang atau menikmati. Kawin

mut’ah disebut juga kawin sementara waktu atau kawin yang terputus.29

Secara terminologi mut’ah yaitu perkawinan yang dilaksanakan

semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara

waktu (kawin kontrak) atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki

terhadap wanita untuk satu hari, satu minggu, atau satu bulan. Disebut nikah

mut’ah, karena dengan perkawinan tersebut laki-laki dapat menikmat

sepuas-puasnya sampai saat yang telah ditentukan dalam akad.30

28

Drs.H.Saidus Syahar SH, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau dari Segi Hukum Islam, Penerbit alumni, 1976, Bandung, hlm.72

29

Mardani, Op.Cit., hlm.15

(12)

Kata mut’ah dalam term bahasa Arab yang berasal dari kata ma-ta-‘a yang

secara etimologi mengandung beberapa arti di antaranya : Kesenangan, Alat

pelengkapan, dan Pemberian.31

Secara bahasa, mut’ah berarti kesenangan atau kenikmatan. Nikah mut’ah

disebut pula nikah mu’aqqat (nikah dalam jangka waktu/ durasi tertentu). Sayyid

Sabiq menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikah mu’aqqat adalah :32

“Seorang laki-laki melakukan akad nikah dengan seorang perempuan yang

berlaku selama sehari, seminggu, atau sebulan”.

Nikah mut’ah dalam istilah hukum biasa disebutkan “perkawinan untuk

masa tertentu”, dalam arti pada waktu akad dinyatakan berlaku ikatan perkawinan

sampai masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan

sendirinya tanpa melalui proses perceraian. Nikah mut’ah itu waktu ini masih

dijalankan oleh masyarakat yang bermazhab Syi’ah Imamiyah yang tersebar di

seluruh Iran dan sebagian Irak. Nikah mut’ah itu disebut juga dengan nikah

munqati’. Sedangkan perkawinan biasa yang tidak ditentukan batas masa berlakunya disebut nikah daim.33

Nikah mut’ah bertujuan hanya untuk memperoleh kesenangan seksual, dan

tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah mawaddah wa rahmah, dan itu bertentangan dengan tujuan pernikahan yang

disyariatkan dalam Islam.34

31

Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Op.Cit., hlm.100

32

Dr. Jaih Mubarok. M.Ag., Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan Pertama, Pustaka Bani Quraisy, 2005, Bandung, hlm.134

33

Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Loc.Cit. 34

(13)

Mut’ah merupakan suatu bentuk perkawinan terlarang yang dijalin dalam

tempo yang singkat untuk mendapatkan perolehan yang ditetapkan. Ia

diperkenankan pada masa awal pembentukan ajaran Islam, sebelum syariat Islam

ditetapkan secara lengkap. Ia diperbolehkan pada hari-hari permulaan sewaktu

seseorang melakukan suatu perjalanan atau ketika orang-orang sedang bertempur

melawan musuh.35

Nikah mut’ah sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat Arab di zaman

Jahiliyah untuk memperistrikan seorang wanita buat waktu yang singkat, untuk

sementara waktu saja. Sangat hinalah tindakan terhadap wanita, diperbuat oleh

kaum pria untuk menjadi alatnya diwaktu yang singkat saja. Seorang pedagang

umpamanya, atau seorang petugas berpindah dari satu kota ke kota yang lain.

Pada setiap kota yang disinggahinya, dinikahinya seorang wanita, nanti setelah

selesai urusannya dikota itu, wanita itu diceraikannya dan ia pergi ke kota

berikutnya, mengawini perempuan dikota itu pula, yang nanti sesudah

pekerjaannya selesai akan ditalaqnya pula. Begitulah seterusnya. Pada mulanya

Islam membiarkan ini, tapi belakangan keluarlah larangan melakukannya. “Hai

sekalian manusia, aku telah memberikan bermut’ah dengan wanita, sesungguhnya

Allah telah mengharamkan demikian sampai hari kiamat”.36

Alasan mengapa mut’ah diperkenankan adalah bahwa orang-orang yang

baru memeluk agama Islam tengah mulai masa peralihan dari Jahiliyah kepada

Islam. Pada masa Jahiliyah, perzinahan merupakan hal yang sangat wajar

sehingga ia tidak dianggap sebagai dosa. Lalu turunlah larangan Islam tentang

35

Prof. Abdul Rahman I.Doi.Ph.D, Op.Cit., hlm.62

36

(14)

bunga (Al-Riba) dan minuman keras (Al-Khamar) secara bertahap, karena

masyarakat telah telah sangat akrab dengan hal-hal tersebut, sedangkan mut’ah

hanya diperkenankan pada masa-masa awal karena orang-orang berjuang di

medan tempur atau “Gihazwat”. Meraka yang imannya masih lemah mencoba

melakukan zina semasa perang itu. Sedangkan orang yang kuat imannya menahan

keinginanya dengan keras untuk mengendalikan hawa nafsunya.37

F. Metode Penulisan

Metode penelitian menjelaskan mengenai bagaimana data dan informasi

diperoleh dalam melaksanakan penelitian. Adapun metode penelitian hukum yang

digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini antara lain:

1. Jenis penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (legal research), jenis penelitiannya adalah penelitian terhadap sistematika hukum.

Penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan pada peraturan

perundang–undangan tertentu atau hukum tertulis. Tujuan pokoknya adalah

untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok atau

dasar dalam hukum yaitu masyarakat hukum, subjek hukum, hak dan

kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum.38

Penelitian ini penting artinya karena masing-masing pengertian pokok atau

dasar tersebut mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum, misalnya

pengertian pokok atau dasar “peristiwa hukum” yang mempunyai arti penting

37

Prof. Abdul Rahman I.Doi.Ph.D, Op.Cit. 38

(15)

dalam kehidupan hukum, mencakup keadaan (omstandigheden), kejadian

(gebeurtenissens) dan perilaku atau sikap tindak (gedragingen).39 2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan

ukuran-ukuran resmi tentang pengertian dari unsur-unsur yang diteliti.40

Sumber data diperoleh dari:

Alat

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research). Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data adalah studi dokumen.

41

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu:

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(3) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana

Undang-undang No. 1 Tahun 1974

(4) Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

(KHI).

b) Bahan hukum sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti : buku-buku bacaan terkait perkawinan, karya dari

kalangan hukum, dan sebagainya.

c) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan

yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum

39 Ibid. 40

Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa Press, 2007, Medan, hlm.75

41

(16)

primer dan sekunder, seperti : kamus hukum dan artikel-artikel yang

berasal dari internet.

3. Analisis data

Analisis data yang digunakan pada skripsi ini adalah analisis kualitatif,

yaitu mengikhtiarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin serta

memilah-milahnya dalam satuan konsep, kategori atau tema tertentu.42 Untuk

mengungkapkan secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang

diperlukan dan akan diuraikan secara konfrehensif sehingga dapat menjawab

permasalahan-permasalahan yang ada dalam skipsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika yang ada dalam penulisan skripsi ini merupakan

satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya dan tidak dapat

terpisahkan. Pembagian sub bab ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis

dalam menguraikan permasalahan secara teoritis hingga akhinya diperoleh

kesimpulan dan saran. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan tentang tinjauan umum terhadap perkawinan

berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan hukum islam, yang terdiri dari: sejarah hukum

42

(17)

perkawinan di Indonesia, asas-asas hukum perkawinan, syarat

sahnya perkawinan, tujuan melakukan perkawinan.

BAB III : Pembahasan tentang pelaksanaan perkawinan terhadap nikah

mut’ah berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dan hukum islam, yang terdiri dari: hukum

melakukan perkawinan, bentuk-bentuk perkawinan menurut

hukum islam, dasar dan batasan nikah mut’ah, tata cara

melangsungkan perkawinan.

BAB IV : Pembahasan tentang akibat hukum dan hukum nikah mut’ah

menurut ulama di indonesia dalam bentuk fatwa dan

Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang terdiri dari:

hukum nikah mut’ah menurut ulama di Indonesia dalam bentuk

fatwa dan peraturan perundang-undangan, bahaya nikah mut’ah

terhadap kehidupan beragama dan bermasyarakat, akibat hukum

nikah mut’ah.

BAB V : Penutup, yang terdiri dari: kesimpulan seluruh tulisan atau

Referensi

Dokumen terkait

(b) Uji Regresi Ganda; Berdasarkan hasil analisis regresi linier antara kemampuan manajerial kepala sekolah(Xi) dan kineija guru (X2) terhadap mutu pendidikan(Y) menunjukkan notasi Y

Sistem pengaman rumah ini memiliki beberapa bagian penting untuk mengamankan rumah seperti sensor ultrasonic sebagai pendeteksi, alarm, modem wavecom dan kamera CCTV

Oleh karena itu penulis tertarik untuk merancang sistem informasi dengan judul “ Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Pada Puskesmas Gisting Berbasis Web ”

Rencana Kerja yang disingkat Renja mempunyai fungsi penting dalam sistem perencanaan daerah, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

Di Provinsi Riau telah terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di beberapa lokasi, selain pemadaman darat, juga telah dilakukan pemadaman dari udara menggunakan Helicopter

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah

Laporan skripsi dengan judul “ SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DATA SKRIPSI PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS MURIA KUDUS ” telah dilaksanakan dengan tujuan

Proses teknologi pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem. lumpur aktive sudah memenuhi standar operasional dengan