BAB II
LANDASAN TEORI
A. Post Purchase Regret
1. Pengertian Post Purchase
Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) post purchase adalah
saat di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan
transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut
sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari diri
konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang
berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan pada
saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli produk
tersebut (repeat purchase).
Menurut Kotler (2000) post purchase merupakan tahapan kelima dari
proses pembelian. Pada tahapan ini konsumen mengevaluasi apakah alternatif
yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan sesudah digunakan. Konsumen
akan merasakan tingkat kepuasan dan ketidak puasan tertentu yang akan
mempengaruhi perilaku konsumen berikutnya. Apabila konsumen merasa puas,
maka konsumen akan melakukan pembelian ulang (repeat buying) di masa yang
Menurut Rajitha (2012) post purchase adalah hasil dari kegiatan membeli,
dimana konsumen terlibat dalam evaluasi keputusan pembelian yang bertujuan
untuk untuk memperluas pengalaman yang tersimpan dalam memori, untuk
memberikan pemeriksaan seberapa baik produk yang dipilih , dan untuk
melakukan penyesuaian keputusan pembelian di masa depan.
Menurut Mosala (2007) setelah membeli produk, konsumen akan
membandingkan ekspektasi mereka dengan hasil atau keuntungan dari produk
yang telah mereka beli. Seberapa baik produk dengan ekspektasi yang mereka
miliki, dengan demikian konsumen dapat memutuskan apakah mereka puas atau
tidak puas dengan keputusan membeli yang telah dilakukan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa post purchase
adalah tahapan terakhir dari proses pembelian, dimana konsumen akan
mengevaluasi keputusan yang telah dibuatnya serta adanya kemungkinan
konsumen mengalami kepuasaan atau ketidakpuasaan atas keputusan yang telah
dibuatnya. Pasca pembelian adalah proses pengambilan keputusan, terdiri dari
pengenalan masalah, pencarian informasi (baik internal maupun eksternal)
kemudian adanya evaluasi dan prosedur seleksi, dan akhirnya membeli. Setelah
pembelian dan penggunaan produk konsumen mungkin puas atau tidak puas
dengan produk. Ini dikenal sebagai post purchase. Situasi yang ada juga berperan
2. Pengertian Regret
Menurut Inman, Dyer, dan Jianmin (2007) regret muncul dari hasil
kognitif individu berupa upaya untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih
terhadap opsi yang ditolak. Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum
merasa regret. Bagi individu mengalami regret, mereka harus memproses kognitif
dan membandingkan satu pilihan (yang dipilih) untuk pilihan lain (terdahulu). Jika
hasil perbandingan tersebut dilihat menjadi tidak menguntungkan (yaitu jika opsi
terdahulu yang dianggap lebih baik daripada pilihan sekarang), maka individu
cenderung merasakan regret atas tindakan mereka.
Menurut Zeelenberg dan Pieters (2007), penyesalan dapat disebut sebagai
emosi yang seseorang alami ketika menyadari atau membayangkan bahwa situasi
saat ini akan lebih baik, kalau saja memutuskan hal yang berbeda. Penyesalan
tidak akan dialami jika konsumen merasa bahwa jika dia dapat mengubah hasil
saat ini, misalnya, jika konsumen produk yang memiliki garansi (Mittal & Lassar,
1998).
Teori regret mengatakan individu membandingkan pengambil keputusan
opsi yang dipilih dengan opsi terdahulu dan perbandingan ini dapat memicu regret
jika pengambilan keputusan memperoleh lebih rendah daripada apa yang bisa
diperoleh jika ia membuat pilihan yang berbeda (Bell, Loomes, dan Fishburn,
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan regret adalah hasil proses kognitif individu dimana individu
tersebut melakukan perbandingan antara satu pilihan (yang dipilih) untuk pilihan
lain (terdahulu), dan saat individu menyadari situasi kita saat ini akan lebih baik,
kalau saja memutuskan hal yang berbeda maka individu tersebut akan merasakan
regret.
3. Pengertian Post Purchase Regret
Banyak perhatian baru-baru ini telah diarahkan terhadap regulasi regret
karena jelas bahwa regret yang diantisipasi memainkan bagian penting dalam
membentuk konsumen dan proses pengambilan keputusan untuk pembelian masa
depan (Zeelenberg dan Pieters, 2007). Setiap hari, orang mengevaluasi kebaikan
keputusan sendiri. Melihat kembali mereka keputusan memungkinkan orang untuk
belajar dari kesalahan dan mencegah mereka dari membuat kesalahan yang sama
di masa depan (Zeelenberg, Inman, & Pieters, 2001)
Ketika konsumen berada pada tahapan pasca pembelian konsumen
melakukan evaluasi terhadap keputusan yang telah dibuatnya. Setelah melakukan
evaluasi, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan
yang telah dibuatnya (Kotler, 2000). Apabila konsumen merasa puas dengan
purchase), sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas konsumen mengalami
penyesalan setelah membeli (Post Purchase Regret).
Individu dapat merasa regret karena a) mengevaluasi hasil dari purchase
dan b) mengevaluasi proses (Connolly dan Zeelenberg 2002). Seseorang akan
mengevaluasi hasil dengan membandingkan apa yang mereka miliki dengan apa
yang mereka mungkin bisa diterima (Sugden 1985). Mereka akan merasa
menyesal jika hasil dari alternatif lain yang terdahulu baik dari pilihan saat ini.
Regret ini terkait dengan pilihan yang sangat alami yang menunjukkan bahwa ada
kemungkinan lain yang bisa dimiliki atas alternatif yang dipilih (Zeelenberg dan
Pieters 2006).
Ketika individu merasa bahwa hasil yang diperoleh bisa saja menghasilkan
hasil yang lebih baik jika individu memilih pilihan yang berbeda, dapat dikatakan
individu tersebut mengalami penyesalan (Tsiros & Mittal, 2000; Lee & Cotte,
2009). Penyesalan yang dirasakan oleh seorang individu bisa saja terhadap hasil
dan juga terhadap proses yang telah dilalui dalam proses pembelian (Zeelenberg &
Pieters, 2007).
Post-purchase outcome adalah perbandingan dari penilaian terhadap hasil
dari produk yang telah dibeli dengan produk yang dapat saja dibeli. Sedangkan
keputusan yang buruk dengan alternative proses keputusan yang lebih baik (Lee &
Cotte, 2009).
Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa post purchase
regret adalah emosi negatif yang dirasakan seseorang atau konsumen setelah
melakukan evaluasi atas keputusan pembelian yang telah dibuatnya, dimana
evaluasi yang dilakukan didasarkan pada hasil dan proses dari pengambilan
keputusan yang dilakukan konsumen.
4. Dimensi Post Purchase Regret
Menurut Lee & Cotte (2009) terdapat dua komponen dari post purchase regret,
yaitu Outcome regret dan Proses Regret Kedua dimensi tersebut bersifat
multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen lagi didalamnya.
Sehingga komponen post purchase regret tersebut secara keseluruhan memiliki
empat komponen.
a. Outcome Regret
1. Regret due to Foregone Alternatives
Ketika mengalami regret yang disebabkan oleh alternatif lain (Foregone
Alternatives), mereka merasa regret karena telah memilih satu alternatif
dibandingkan alternatif lainnya. Ini merupakan pengertian paling klasik
dianggap kurang baik dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja
dibeli oleh individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami
―regret due to foregone alternatives‖ (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg &
Pieters (2007) menyatakan penyesalan berhubungan dengan pilihan dan hal
yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan lain yang dapat saja dipilih
dibandingkan dengan produk yang telah dipilih. Individu merasakan regret jika
hasil dari alternatif yang lain yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada
hasil yang dirasakan.
2. Regret due to a Change in Significance
Regret due to a Change in Significance disebabkan oleh persepsi individu
terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari saat melakukan pembelian
sampai pada titik tertentu setelah melakukan pembelian. Ketika seseorang
membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya.
Individu cenderung untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan
produk tersebut untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika
produk memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda
dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli (Lee & Cotte,
b. Proses Regret
1. Regret Due to Under-Consideration
Ketika seorang individu merasakan regretdue to under-consideration, individu
tersebut meragukan proses yang mengarahkan mereka untuk melakukan suatu
pembelian. Dengan demikian, ada dua cara bagaimana seseorang dapat
merasakan regret due to under-consideration. Pertama, individu akan
merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk menerapkan proses
keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua, individu akan merasakan
regret jika mereka merasa bahwa mereka kurang memiliki informasi yang
dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).
2. Regret Due to Over-Consideration
Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki, terlalu banyak informasi
juga dapat menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal itulah yang
disebut dengan regret due to over-consideration. Individu akan merasa telah
menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika
seseorang terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan,
mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan yang bisa
5. Tipe-tipe Regret
Menurut Osei (2009), ada dua tipe regret yang dapat dialami oleh individu,
yaitu retrospective dan prospectiveregret.
1. RetrospectiveRegret
Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan retrospective regret,
yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret), yaitu berhubungan dengan
evaluasi terhadap hasil dari proses pengambilan keputusan dan penyesalan
terhadap proses (process regret), yang terjadi ketika proses keputusan
dianggap tidak baik meskipun menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg and
Pieters, 2007).
2. ProspectiveRegret
Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated penyesalan.
Anticipated regret merupakan emosi yang sangat dipengaruhi oleh kognitif
yang terkadang juga disebut sebagai ―virtual emotion” atau emosi virtual yaitu
emosi yang tidak nyata melainkan hanya sebuah prediksi (Frijda, 2004).
Berdasarkan tipe regret yang dijelaskan diatas, dapat dilihat bahwa regret
memiliki aspek pandangan kedepan dan juga pandangan kebelakang. Regret
terhadap keputusan yang telah diambil yang dianggap unfavorable, namun juga
terdapat regret untuk mengantisipasi hasil dimasa akan datang dan dapat
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Regret
Ada beberapa faktor eksternal yang dianggap dapat mempengaruhi regret yang
dirasakan oleh seseorang, diantaranya adalah :
a. Purchase Timing
Purchase timing berperan dalam regret dengan berbagai cara yang unik di mana
dapat menimbulkan perasaan regret. Pertama, konsumen mungkin sensitif
terhadap arah temporal perbandingan. Seorang konsumen bisa merasa regret
setelah membuat keputusan membeli terlalu dini dan menghilangkan
kesempatan yang lebih baik berikutnya. Atau, dia mungkin regret setelah
menunggu terlalu lama untuk melakukan pembelian dan melewatkan
kesembatan yang baik. Meskipun besarnya perbandingan ini mungkin setara
dalam beberapa kasus (misalnya, bila produk dibeli seharga $ 100 tetapi
menjadi seharga $ 80 dalam awal atau akhir pekan), besarnya penyesalan
konsumen mungkin berbeda (Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001).
Kedua, kontrol bahwa konsumen memiliki lebih banyak waktu untuk pembelian
biasanya bervariasi. Dalam beberapa kasus, konsumen tidak memiliki
kebutuhan yang mendesak untuk produk tersebut dan dapat membeli dengan
harga atau waktu yang mereka inginkan. Dalam kasus lain, konsumen memiliki
kebutuhan mendesak untuk produk dan karena itu memiliki lebih sedikit kontrol
perasaan regret, tetapi regret tersebut merupakan pengalaman yang mungkin
berbeda tergantung pada tingkat kontrol yang tersedia. (Cooke, Meyvis, dan
Schwartz, 2001).
b. Harga dan Perubahan Harga
Faktor harga dapat menjadi penyebab terjadinya regret. Menurut Simonson
(dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001) mengatakan bahwa harga sebelum
pembelian mungkin memiliki pengaruh lebih besar pada regret dan kepuasan
dibandingkan dengan harga setelah pembelian. Namun, hasilnya tidak bisa
digeneralisasi untuk semua situasi purchase timing. Pertama, Simonson (dalam
Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001) membuat prediksi didasarkan pada sifat
normatif pembelian produk yang diobral. Kedua, konsumen mungkin tidak
dapat secara akurat mengantisipasi regret yang mungkin akan mereka hadapi
yang mempengaruhi perasaan mereka. Menurut Simonson konsumen tidak
diberi informasi counterfactual secara eksplisit. Dengan demikian, mereka
harus dapat membayangkan harga yang counterfactual tersebut dalam
kenyataannya dan sangat tidak mungkin.
Perubahan harga juga dapat mempengaruhi regret. Regret yang disebabkan oleh
perubahan harga yang telah di tetapkan terdapat dalam dua cara. Pertama,
regret adalah mungkin lebih besar ketika harga berubah dalam jumlah yang
regret dapat berkurangi jika seseorang diberitahu tentang perubahan harga di
masa depan di awal (Rotemberg, 2010).
c. Informasi
Menurut teori regret yang diusulkan oleh Bell (1982) pengambil keputusan
dibuat berupa usaha untuk menghindari konsekuensi yang akan muncul setelah
fakta jika telah membuat keputusan yang salah, keputusan yang benar muncul
dengan informasi tersedia pada saat sebelum mengambil keputusan.
Ada beberapa faktor internal yang dianggap dapat mempengaruhi regret yang
dirasakan oleh seseorang (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005):
a. Job Responsibility
Gilovich and Medvec (1995) menyatakan seseorang akan lebih merasakan
regret ketika mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap hasil yang
dihasilkan.
b. Gender
Menurut Landman (1987) gender merupakan faktor lain yang juga
mempengaruhi decision penyesalan. Dilaporkan wanita dan pria berbeda
c. Kepribadian
Boninger, Gleicher & Strathman (1994) menyatakan kepribadian seseorang
juga dianggap faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan
regret.
Dari dua faktor di atas yang memungkinkan seseorang mengalami post
purchase regret, maka faktor eksternal menjadi hal yang menarik untuk diteliti
lebih jauh. Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dilihat bahwa regret banyak
dipengaruhi oleh faktor situasi di dalam toko saat melakukan pembelian dimana
faktor tersebut termasuk faktor eksternal dari regret.
B. Unplanned Purchase
1. Pengertian Unplanned Purchase
Menurut Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) unplanned purchase
didefenisikan sebagai perilaku dimana konsumen membeli sebuah aitem yang
tidak ia pikirkan sebelum masuk ke dalam toko. Kenyataan bahwa konsumen
sering kali membeli aitem yang berbeda dengan yang di rencanakan.
Bell, Corsten, dan Knox (2011) menemukan bahwa unplanned purchase
akan meningkatkan ketika seorang konsumen memiliki tujuan berbelanja yang
abstrak dibandingkan dengan tujuan berbelanja yang konkrit, dan dimana
produk yang lebih banyak, atau promosi produk yang disukai. Unplanned
purchase akan menurun ketika konsumen berada pada tekanan waktu (Park, Iyer,
dan Smith 1989) atau dalam tekanan ―uang‖ (Beatty & Farrel, 1998). Kebanyakan
konsumen membuat anggaran untuk unplanned purchase dan terkadang membuat
anggaran yang lebih besar (Stilley, Inman dan Wakefield 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka unplanned purchase adalah ketika
konsumen memiliki tujuan berbelanja yang abstrak sebelum masuk ke dalam toko
lalu membeli sebuah aitem yang tidak ia pikirkan ketika di dalam toko.
2. Dimensi Unplanned Purchase
Menurut Coley (2002) terdapat dua dimensi dari unplanned purchase, yaitu:
a.Afektif
Proses afektif mengacu pada keinginan untuk membeli yang tidak dapat
ditolak, emosi yang positif terhadap pembelian dan pengaturan mood.
1. Keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak
Keinginan pada individu datang secara tiba-tiba, persisten dan memaksa
hingga individu tidak dapat menolak
2. Emosi yang positif terhadap pembelian
mengacu pada tingkatan mood yang positif yang dihasilkan dari motivasi
3. Pengaturan mood
pembelian termotivasi oleh keinginan individu untuk merubah atau
mengatur perasaan atau mood mereka.
b. Kognitif
Mengacu pada struktur mental dan proses dalam berfikir, mengerti, dan
menginterpretasi. Adapun komponen-komponennya adalah:
1. Pertimbangan kognitif
Dorongan tiba-tiba untuk bertindak tanpa pertimbangan atau evaluasi
terhadap konsekuensi.
2. Perencanaan
Kurangnya perencanaan yang baik.
3. Mengabaikan masa depan
Hasil dari memilih pilihan yang tiba-tiba dengan kurangnya pertimbangan
dan perhatian terhadap masa depan.
Proses afektif menghasilkan dorongan dari hasrat dan proses kognitif
C. Substitute Purchase
1. Pengertian Substitute Purchase
Menurut Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) substitute purchase adalah
perubahan dari aitem yang direncanakan dengan spesifik sejak awal disubstitusikan
dengan aitem yang memilki kesamaan fungsi. Konsumen telah merencanakan dan
memutuskan sebuah merek atau aitem yang spesifik sebelum memasuki toko,
namun aitem yang dibeli berbeda dengan tujuan awal.
Menurut Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) substitute purchase dapat
terjadi karena disebabkan beberapa faktor :
1. Potongan harga atau promosi. Potongan harga harga atau promosi
(kupon, diskon, dan hadiah) dapat mempengaruhi keputusan membeli.
Ada beberapa dampak dari setiap promosi, dan terbukti memiliki
dampak terhadap keputusan membeli dan pemilihan aitem.
2. Atmosfir toko. Atmosfir toko seperti pencahayaan, penataan, tampilan
produk, warna lantai, warma tembok, suara, pengharum ruangan,
pakaian dan perilaku pramuniaga dapat mempengaruhi keputusan
membeli. Atmosfir toko mempengaruhi dengan cara memanipulasi
bentuk fisik toko atau lingkungan pelayanan dengan menciptakan
3. Kehabisan stok. Kehabisan stok adalah keadaan dimana toko sementara
kehabisan beberapa aitem yang dapat mempengaruhi keputusan
membeli konsumen. Konsumen harus memutuskan akan membeli aitem
yang sama di toko lain, mengganti aitem dengan merk lain, atau
menunda pembelian. Konsumen akan melakukan substitution cost,
dimana konsumen akan mengurangi ekspektasi mengenai ukuran, merk,
dan hasil dari produk pengganti.
D. Konsumen Wanita
1. Pengertian Konsumen Wanita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata konsumen adalah kata benda
yang berkaitan dengan pemakai barang hasil produksi, penerima pesan iklan, dan
pemakai jasa, sedangkan kata wanita adalah bentuk dewasa dari perempuan yang
merupakan manusian yang memiliki alat kelamin yang dapat menstruasi,
melahirkan, dan menyusui (www.kamusbesar.com). Menurut Kotler (2000),
konsumen merupakan individu yang memperoleh atau membeli barang maupun
jasa untuk di konsumsi, maka wanita juga termasuk kedalam konsumen. Jadi,
konsumen wanita adalah individu berjenis kelamin wanita yang memperoleh
2. Karakteristik Perbedaan Perilaku Konsumen
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan perbedaan
perilaku yang signifikan antara konsumen wanita dengan konsumen pria. Menurut
Bakshi (2012) dari keseluruhan faktor-faktor yang berkenaan dengan perilaku
pengambilan keputusan konsumen faktor yang terpenting adalah jenis kelamin.
Hal ini di sebabkan oleh hubungan sosial atau aturan dan tanggung jawab yang
berbeda antara wanita dan pria.
Dari sebuah survei diketahui bahwa wanita meluangkan waktu yang lebih
lama untuk belanja makanan dan pakaian. Selama satu tahun, wanita pergi ke toko
yang menjual kebutuhan sehari-hari sebanyak 84 kali, dan belanja hingga 94 jam
lebih. Mereka menghabiskan 100 jam lebih untuk belanja di toko baju. Itu tidak
termasuk belanja sepatu, asesoris, ataupun sekadar melihat-lihat, yang
menghabiskan ―hanya‖ sekitar 25 jam—atau sekitar satu hari lebih. Total
perjalanan yang dilakukan untuk berbelanja demi penampilan pun fantastis, yakni
90 kali perjalanan. Detilnya, 30 kali untuk baju, 15 kali untuk sepatu, 18 kali untuk
E. Perbedaan Post-purchase Regret pada Perilaku Pembelian Unplanned
dengan Substitute
Gutierrez (dalam Tendai dan Crispen, 2009) menggambarkan planned
purchase sebagai hal yang disengaja, pencarian dan evaluasi bijaksana yang
dihasilkan pemikiran rasional, dan keputusan yang lebih baik, namun pada situasi
tertentu konsumen juga melakukan uplanned purchase.
Menurut Inman, Winer, & Ferarro (2009) stimulus yang ada di dalam
sebuah toko dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
disadari sebelumnya dan berkeinginan atau memaksa memori untuk melupakan
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sebelumnya.
Unplanned purchase sangat rentan terjadinya regret akibat dari kurangnya
informasi saat melakukan pembelian. Menurut teori regret yang dikemukakan oleh
Bell (dalam Creyer dan Ross, 1999) pengambil keputusan dibuat berupa usaha
untuk menghindari konsekuensi yang akan muncul setelah fakta jika telah
membuat keputusan yang salah, keputusan yang benar muncul dengan informasi
tersedia pada saat sebelum mengambil keputusan. Kurangnya informasi pada
unplanned purchase menyebabkan kurangnya pertimbangan pada saat membeli
produk dapat menyebabkan penyesalan karena kurangnya pertimbangan (regret
due to under- consideration) sebelum membeli suatu produk, membuat
mendorong mereka untuk memilih sebuah produk (Connollly & Zeelenberg, 2002;
Zeelenberg & Pieters, 2007).
Substitute dapat terjadi ketika produk yang telah di tentukan diganti atau
disubstitusikan dengan produk lain, hal ini bisa saja disebabkan karena
ketidaktersediaan produk yang diinginkan (stockout). Stockout adalah keadaan saat
toko kehabisan beberapa merk tertentu yang berefek pada keputusan membeli
konsumen. Konsumen harus memutuskan harus membeli merk yang sama do toko
yang lain, menukar merk, menunda pembelian dan membeli merk yang diinginkan
pada toko yang sama nanti, atau tidak melakukan pembelian sama sekali
(Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007). Substitute juga rentan terjadi regret
namun dilihat dari karakteristik sudah memiliki informasi dan pertimbangan
sebelum melakukan pembelian produk sehingga memiliki tingkat regret yang
berbeda dengan unplanned.
Unplanned dan substitute dapat menjadi regret di sebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah purchase timing. Purchase timing berperan dalam
regret dengan berbagai cara yang unik di mana dapat menimbulkan perasaan
regret. Pertama, konsumen mungkin sensitif terhadap arah temporal
perbandingan. Seorang konsumen bisa merasa regret setelah membuat keputusan
membeli terlalu dini dan menghilangkan kesempatan yang lebih baik berikutnya.
pembelian dan melewatkan kesembatan yang baik (Cooke, Meyvis, & Schwartz,
2001). Dilihat dari karakteristik unplanned yang cepat mengambil keputusan dan
kurang membandingkan dengan alternatif lain pada saat melakukan pembelian
dapat menyebabkan tingginya penyesalan yang diakibatkan tidak menghiraukan
alternatif lain (regret due to forgone alternatif), sedangkan perilaku subtitute yang
membuat konsumen mengurangi persepsi terhadap kegunaan produk (regret due to
change in significance) menyebabkan regret menjadi rendah karena konsumen
membeli tidak berdasarkan keinginan. Pertimbangan ketika membeli pada
unplanned sering kali terlalu rendah (under-concideration). Pertimbangan yang
kurang tersebut dapat menyebabkan regret menjadi tinggi (Lee & Cotte, 2009).
Pada saat melakukan perilaku pembelian substitute konsumen sudah
memiliki gambaran mengenai produk yang akan dibelinya sehingga produk yang
dipilih dianggap lebih baik dari alternatif lain, sehingga regret due forgone
alternative pada substitute menjadi rendah, begitu pula dengan regret due to a
change in significance karena produk atau merk yang dibeli dipersepsikan tidak
sebaik produk yang direncanakan sebelum memasuki toko, sedangkan pada proses
regret yang berupa pertimbangan menjadi rendah karena rendahnya pertimbangan
terhadap produk yang dibeli (Lee & Cotte, 2009).
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa baik unplanned maupun substitute
regret. Seseorang mungkin saja melakukan pembelian unplanned dan substitute
tanpa mengumpulkan informasi dan melakukan cukup pertimbangan sebelumnya
lalu melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dibeli. Setelah melakukan
evaluasi, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan
yang telah dibuatnya (Kotler, 2000). Apabila konsumen merasa tidak puas
konsumen mengalami penyesalan setelah membeli (Post Purchase Regret).
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan post purchase
regret yang dialami oleh seorang konsumen yang melakukan pembelian
unplanned dan substitute.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah: “Ada perbedaan post purchase regret pada perilaku