• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Pelaksanaan Politik Luar Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Landasan Pelaksanaan Politik Luar Negeri"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Nikki Samuasa

Landasan Pelaksanaan Politik RI Bebas yang Aktif

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di lokasi strategis persimpangan antara benua Asia dan Australia serta samudra Hindia dan samudra Pasifik, menjadikannya sebuah lokasi geopolitik istimewa yaitu life line dari negara-negara internasional (Alami, 2008: 47). Kondisi saat Indonesia baru merdeka tahun 1945 ditambah dengan tendensi Perang Dingin antara Blok Barat AS dengan Blok Timur Soviet, memaksanya pada posisi yang lemah dan harus memilih diantara keduanya, tetapi Indonesia justru memberanikan diri untuk mengambil sikap politik yang universal dan independen, yaitu politik bebas yang aktif. Penjelasan pertama kali tentang politik bebas aktif dikemukakan dalam pidato wakil presiden Indonesia Moh. Hatta dalam pidatonya “Mendayung di Antara Dua Karang” yang intinya Indonesia harus menjadi subjek dalam pertarungan politik internasional bukan objek dan Indonesia berhak menentukan sikap sendiri sesuai dengan kepentingan dan keadaannya sendiri (Alami, 2008: 42-43). Hal ini ditunjukkan Indonesia dengan melakukan langkah-langkah diplomatis dan perjuangan militer (agresi I dan II) guna menguatkan eksistensi Indonesia di kancah internasional agar mendapat pengakuan internasional. Langkah ini pada akhirnya berhasil membuat Indonesia diakui merdeka secara internasional pada tahun 1949.

(2)

Landasan idiil politik luar negeri Indonesia sudah jelas dikemukakan oleh Bung Hatta yaitu Pancasila, disebutkan bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta kemudian menyatakan bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh terhadap politik luar negeri Indonesia, dikarenakan Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik mana pun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila (Hatta dalam Alami, 2008: 28).

Kemudian pedoman dasar dari landasan idiil terefleksikan dan diselenggarakan dalam sebuah landasan materiil berasaskan hukum yang mengakar, yaitu landasan konstitusional. Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (Alami, 2008: 27). Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan garis-garis besar dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Utamanya hal ini terlihat pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “..Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..”, yang merupakan tujuan serta kepentingan adanya negara Indonesia ini dibentuk.

(3)

segala bidang, tidak hanya ekonomi saja. Pasca Orde Baru, yaitu era reformasi (Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono), landasan operasional Indonesia menggunakan undang-undang dan amandemen UUD 1945 yang kurang lebih bertujuan meningkatkan kerjasama internasional dan peranannya dalam langkah diplomatik dan multilateralisme sebagai bagian dari cita-cita menjaga perdamaian dunia (Alami, 2008: 40).

Bagaimana kemudian pemerintah Indonesia dari masa ke masa menjalankan politik luar negeri bebas aktif-nya, sangat bergantung pada bagaimana faktor-faktor domestik (internal) dan internasional (eksternal) yang mempengaruhi pada waktu itu. Tentunya selain untuk menyelenggarakan cita-cita utama negara Indonesia untuk menjaga perdamaian dunia, Indonesia juga membangunnya dalam upaya stabilisasi pembangunan domestik. Bung Hatta sendiri menyatakan bahwa politik luar negeri Indonesia merupakan refleksi dari keperluan domestik, sebagai bagian dari politik memajukan kemakmuran rakyat, yaitu politik “Lebensraum” atau politik menjamin “ruang hidup” (Hatta, 1953: 3). Oleh karenanya perbedaan pada operasional politik luar negeri Indonesia terlihat dinamis, karena memang kebutuhan domestik pada tiap-tiap masa yang berbeda, belum lagi situasi dan kondisi internasional yang terjadi saat itu. Suksesi kabinet pemerintahan akan bercorak pada perbedaan landasan operasionalnya juga, tetapi hal itu tetap harus mengacu pada prinsip idiil dan konstitusional politik luar negeri negara.

(4)

kebijakan jangka panjang harus menekankan pada aturan-aturan yang perlu diperhatikan, misalnya yang memerlukan perubahan semangat dalam pemikiran dan moral internasional (Alami, 2008: 47). Oleh karena itu keduanya tidak terpisah dan sangat terkait satu sama lain hubungannya. Sehingga yang kentara adalah langkah-langkah persahabatan diplomatis solidaritas dengan negara-negara “bernasib sama”, juga keikutsertaan Indonesia pada organisasi internasional seperti PBB yang juga bertujuan mewujudkan perdamaian dunia.

Masa Orde Baru, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998), memiliki karakteristik politik luar negeri yang lebih fokus pada kondisi ekonomi domestik dan kepimpinan politik. Karena Soeharto mewarisi kebobrokan ekonomi di masa Soekarno, maka politik luar negeri yang dijalankan lebih pragmatis dengan memfokuskan pada pembiayaan pembangunan nasional dari bantuan asing. Selain kepemimpinan Soeharto di hadapan negara-negara ASEAN sangat diperhatikan dan dihormati (Alami, 2008: 53). Landasan operasional politik luar negeri Indonesia dipertegas dalam beberapa peraturan formal, melalui serangkaian TAP MPR (1966, 1973, 1978, 1983, 1988, 1993), politik bebas aktif dilaksanakan secara nyata dan inisiatif, dimana pemerintah memberi aturan-aturan jelas pada tujuan-tujuan dilaksanakannya politik bebas aktif ini. Hal ini terefleksikan pada fokus politik luar negeri seperti pembangunan ekonomi (berkaitan dengan krisis ekonomi saat itu) yang selanjutnya dirubah menjadi pembangunan di segala bidang, persahabatan dalam wadah kerjasama kawasan Asia Tenggara (ASEAN), turut membantu perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain tanpa mengorbankan kepentingan dan kedaulatan nasionalnya, turut serta dalam organisasi-organisasi internasional yang bertujuan damai. Pemerintahan Orde Baru juga menetapkan unsur-unsur kekuatan nasional yang merupakan penjabaran dari Ketahanan Nasional terkait dengan politik luar negeri, yaitu: (1) Letak geografis negara dan bentuk negara; (2) kekayaan alam; (3) jumlah penduduk; (4) ideologi; (5) kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan dan juga konsepsi pertahanan dan keamanan “Wawasan Nusantara” demi menjaga stabilitas keamanan negara (Alami, 2008: 52). Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya Indonesia juga mulai mengikuti dan memperhitungkan dinamika politik internasional yang berkembang (Alami, 2008: 34).

(5)

dalam perumusan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Intensitas hubungan diplomasi Indonesia di organisasi-organisasi baik kawasan maupun internasional menimbulkan citra baik terhadap pemerintahan era reformasi sekarang. Indonesia sering ikut serta dalam kegiatan internasional, menjadi tuan rumah bahkan inisiator atas kegiatan-kegiatan internasional yang penting dan berimplikasi luas pada perkembangan hubugan internasional, contohnya seperti KTT APEC, ASEAN Summit, G-20 Summit.

Maka sebenarnya sebuah politik luar negeri dari negara, paling tidak akan berimplikasi pada dinamika internasional baik secara regional maupun secara keseluruhan. Politik bebas aktif sendiri dari masa ke masa telah banyak berkontribusi pada lahirnya inisiatif-inisiatif baru yang bermanfaat bagi banyak negara. Baik secara internasional maupun regional, nyatanya politik bebas aktif memang cukup berpengaruh pada dinamika dunia secara luas. Salah satunya adalah kontribusi diplomasi Indonesia pada tahun 1957, Perdana Menteri Juanda mengusulkan sebuah konsep asas kesatuan, berupa negara kepulauan (archipelagic state) yang sebelumnya tidak ada, kemudian mendapat pengakuan internasional dalam bentuk Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nation Convention of Law of the Sea) dalam hukum internasional (Alami, 2008: 48). Selanjutnya Indonesia juga merupakan inisiator organisasi kawasan untuk Asia Tenggara pada tahun 1967, bersama-sama dengan Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura membentuk asosiasi persahabatan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang kemudian diikuti oleh semua negara kawasan Asia Tenggara. Selain itu juga Indonesia merupakan penggagas Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung, yang merupakan konferensi solidaritas negara-negara bekas jajahan di Asia dan Afrika. Selanjutnya Indonesia dalam praktik politik bebas aktif secara regional dan internasional, ikut andil dalam mencetuskan konsep ASEAN Community, Asian African Cooperation, New Asia Africa Partnerships dan lainnya (Alami, 2008: 53). Indonesia juga ikut aktif dalam misi perdamaian PBB di negara-negara bersengketa dengan mengirimkan Kontingen Garuda (KONGA) di Mesir, Kongo, Vietnam, Filipina, Tajikistan, Lebanon, Haiti dan banyak lagi. Terlihat bahwa peran aktif kooperatif Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap dinamika dunia secara global. Indonesia berkat “bebas-aktif”-nya tidak lagi dipandang sebelah mata, bahkan Indonesia termasuk anggota G-20, negara-negara dengan tingkat perekonomian terbaik di dunia.

(6)

pernah berubah adalah prinsip bebas aktif yang selalu digunakan, menunjukkan bahwa konsistensi dan peran aktif diplomasi persuasif dan inisiatif lain, dalam politik bebas-aktif memang sangat menggambarkan kerinduan Indonesia untuk mewujudkan dunia yang damai, tanpa penjajahan. Hal ini tentunya telah tergambar jelas dalam setiap landasan konseptual dan kontekstual, terbentuk dalam landasan idiil, konstitusional dan operasional, ketiganya saling sinergi dalam mewujudkan perdamaian kolektif dari masa ke masa. Indonesia nyatanya mampu menjadi sahabat yang baik bagi segala bangsa, dengan tetap menjunjung tinggi kedaulatan dan kehormatannya. Rancangan bapak Hatta tentang bagaimana Indonesia harus menjadi subjek bukan objek sepertinya adalah semangat moriil yang mampu dibawa sampai lintas masa ke masa.

Referensi

Alami, Atiqah Nur, 2008. ”Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia”, dalam Ganewati

Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik.

Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar, hlm. 26-59.

Hatta, Mohammad, 1953, Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, Tintamas, hlm.

Referensi

Dokumen terkait

Inkuiri adalah pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis dan logis. Inkuiri memandang bahwa pengetahuan bukanlah

• Satu kesatuan secara menyeluruh dari komponen komponennya,shg membentuk keadaan yg stabil • Hubungan antara struktur dan fungsi dari

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, evaluasi harga serta evaluasi penilaian kualifikasi penawaran oleh Pokja ULP Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pengairan, Cipta

Selain itu tidak hanya dari pihak pengelola sekolah saja yang hanya bisa menciptakan iklim dan budaya sekolah yang kondusif, melainkan peserta didik pun ikut berperan aktif,

Tabel 2. Kandungan bahan organik media fermentasi G. lucidum pada level Cr dan lama fermentasi berbeda. TKS= campuran tandan kosong sawit dan serat sawit dengan perbandingan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh Net Profit Margin (NPM), Return On Investment (ROI), dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap

Pada replikasi DNA, rantai DNA baru dibentuk berdasarkan urutan nukleotida pada DNA yang digandakan. replikasi ini diperlukan ketika sel akan setiap sel, kecuali dengan replikasi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH