ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Jurnal)
Oleh:
Rahmat Agung Pamungkas
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Oleh
Rahmat Agung Pamungkas, Firganefi, Dona Raisa Monica Email: agungpamungkas068@gmail.com
Penyalahgunaan narkotika tidak lagi memandang usia mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun. Kurangnya pengetahuan terhadap narkotika, dan ketidak mampuan untuk menolak serta melawan membuat anak-anak sering di jadikan kurir narkotika. Permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini adalah: bagaimana bentuk perlidungan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika dan apakah faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika. Metode yang digunakan di dalam sekripsi ini yaitu dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan didukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa dukungan dari para pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis normatif. Berdasarkan contoh kasus yang di teliti dapat di simpulkan bahwa: (1) Afriazal bin Ibrahim yang menjadi kurir sekaligus pemakai narkotika, upaya dan perlindungan hukum yang dapat di tempuh terkait contoh kasus tersebut dapat menggunakan peraturan pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tidak mengesampingkan ketentuan khusus yang terdapat dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. (2) Faktor yang menghambat perlindungan hukum dari contoh kasus tersebut antara lain faktor penegak hukum, dalam hal ini aparat penegak hukum masih kurang memahami dengan adanya konsep diversi dan restorative justice, kedua faktor masyarakat dan ketiga faktor kebudayaan. Saran dalam penelitian ini adalah: seharusnya para penegak hukum harus bisa lebih memahami
dengan adanya konsep diversi dan restorative justice, dan perlu adanya sosialisasi
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
ABSTRACT
ANALYSIS OF LEGAL PROTECTION CHILDREN AS COURSE IN THE CRIMINAL OF NARCOTICS
Narcotics abuse no longer looks at the age ranging from children, adolescents, adults to even parents to fool the authorities, not infrequently the narcotics dealers take advantage of minors to be courier drugs. The lack of knowledge of narcotics, and the inability to resist and resist the underage of children, are targeted by narcotics to circulate narcotics widely and veiled. The problems contained in this thesis is: how the form of legal protection of the child as a narcotics courier and whether the inhibiting factors. The method used in this thesis is by using normative juridical approaches and supported by empirical juridical approaches in the form of support from criminal law experts and law enforcers to support normative juridical data. Based on the results of the research, it is found that: (1) Efforts to protect the law against children as perpetrators of narcotics abuse explain in general about criminal sanctions for narcotics (narcotics) but not specifically regulating criminal sanctions for children who become narcotics couriers. But basically narcotics traffickers who deal with the child as a narcotics courier still in the snares with articles as regulated in narcotics laws. The Criminal Justice System of the Child and in fact Afrizal bin Ibrahim is entitled to legal protection in accordance with the provisions of Article 67 of Law no. 35 Year 2014 on Child Protection. (2) Inhibiting factors include law enforcement factors, in this case law enforcement officers are still less understood with the concept of diversion and restorative justice, both community factors and the three cultural factors. Suggestions in this research are: law enforcers should be better understanding with the concept of diversion and restorative justice, the need for socialization of Law no. 11 Year 2012 on the criminal justice system of children.
I. PENDAHULUAN
Anak adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Hal ini secara tegas diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 Pasal 28 B Ayat (2), bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Maka dari itu dapat di simpulkan bahwa anak adalah modal pembangunan, yang akan memelihara
dan mempertahankan serta
mengembangkan hasil pembangunan bangsa yang harus mendapat perhatian khusus dalam segala aspek baik itu
dalam pemenuhan kebutuhan
pendidikan, kesehatan, dan
perlindungan hukumnya.
Era globalisasi saat ini Indonesia mulai bertransformasi tidak hanya sebagai tempat peredaran narkotika namun juga sudah menjadi tempat pemroduksi atau pemasok narkotika. Hal ini terbukti
dengan ditemukannya beberapa
laboratorium narkotika di wilayah Indonesia. Untuk mengelabuhi pihak berwajib, tidak jarang para pengedar narkotika memanfaatkan anak di bawah umur untuk dijadikan kurir obat-obatan
terlarang tersebut. Kurangnya
pengetahuan terhadap narkotika, dan ketidakmampuan untuk menolak serta melawan membuat anak dibawah umur menjadi sasaran Bandar narkotika untuk mengedarkan narkotika secara luas dan terselubung. Persoalan ini tentu menjadi masalah yang sangat serius, karena dapat menjerumuskan anak dibawah umur dalam bisnis gelap narkotika.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika disebutkan bahwa
mengimpor, mengekspor,
memproduksi, menanam, menyimpan,
mengedarkan, dan menggunakan
narkotika tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat, serta
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
adalah kejahatan. Dalam
undang-undang narkotika tersebut juga
disebutkan bahwa narkotika merupakan
suatu kejahatan karena sangat
merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi manusia, masyarakat , bangsa, dan Negara serta ketahanan nasional Indonesia, lalu pada Pasal 55, 56 dan 57 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang penyertaan tindak pidana menjelaskan bahwa mereka yang turut serta dalam suatu perbuatan tindak pidana bisa dikenakan pidana jika memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasala penyertaan di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tersebut.
Artinya bisa disimpulkan bahwa anak
yang terlibat pidana pada kasus
narkotika yang dijadikan sebagai kurir
bisa juga dijatuhi pidana lewat
peraturan yang diatur dalam pasal-pasal
diatas dengan catatan tanpa
mengesampingkan hak-haknya sebagai anak yang juga diatur didalam ketentu Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Bagir Manan berpendapat bahwa
anak-anak di lapangan hukum pidana
diperlakukan sebagai “orang dewasa kecil”, sehingga seluruh proses
perkaranya kecuali di Lembaga
petugasnya (hakim dan jaksa) tidak memakai toga. Semua itu terkait dengan kepentingan fisik, mental, dan sosial
anak yang bersangkutan.1
Terkait dari permasalahan di atas ada sebuah kasus hukum yang terjadi di daerah Kabupaten Lampung Tengah yang melibatkan anak dibawah umur dan ibu rumah tangga sebagai kurir dalam transaksi peredaran narkotika yang ada di daerah tersebut. SAT
Narkoba Polres Lampung Tengah
berhasil menangkap Khairudin (45) Tahun sebagai bandar narkoba , warga
kampung Indra Putra Subing,
Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Dalam keterangan pada saat
proses pemeriksaan si khairudin
(Bandar narkoba) kerap kali menjadikan ibu rumah tangga dan anak dibawah umur sebagai kurir untuk mengedarkan barang haram yang di jualnya tersebut. Kasat Res Narkoba Polres Lampung
Tengah AKP Nurdin Syukri
mengatakan pelaku di tangkap
berdasarkan informasi dari masyarakat setempat. Pelaku sudah menjadi target
operasi karena sudah meresahkan
masyarakat. “Pelaku merupakan DPO kami, dia kerap menyuruh anak di bawah umur, terkadang ibu-ibu rumah tangga sebagai kurir narkoba,” ujar
Nurdin, Rabu 26 Juli 2017. 2
Hal ini mengindikasikan bahwa
persoalan kejahatan narkotika yang melibatkan anak dibawah umur sebagai kurir transaksi narkotika yang terjadi di negara kita yaitu Indonesia telah memasuki bahaya laten dan perlu mendapatkan penanganan dan perhatian
1 Bagir Manan, Hukum Acara Pengadilan Anak,
Jakarta, Djambatan, 2000, hlm 9.
2
www.jejamo.com/kerap-menjadikan-anak- kecil-sebagai-kurir-bandar-narkoba-dilampung-tengah-ditembak-polisi.html. Diakses pada pukul 13.00 Jumat 23 Maret 2018
yang serius baik dari masyarakat,
instansi yang bersangkutan dan
pemerintah. Supaya anak-anak
Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi calon-calon pemimpin dan penerus perjuangan tokoh-tokoh pendiri bangsa sebelumnya bisa terbebas dari pengaruh
negatif narkotika, dan mampu
memajukan dan membangun negri ini lebih baik lagi dengan
sumbangsi-sumbangsi yang dihasilkan dari
pemikiran dan gagasan-gagasan mereka yang bersih dan jauh dari hal-hal yang berbau tentang narkotika.
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pokok permasalahan yang terjadi yaitu keterlibatan anak dibawah umur yang dijadikan kurir untuk
membantu bandar narkoba
mengedarkan dan menjual narkotika
dan para bandar narkoba seolah
menemukan cela hukum bahwa hukum yang berlaku di Indonesia saat ini belum menyentuh anak-anak oleh sebab itu mereka menggunakan anak-anak sebagai kurir dengan harapan para bandar narkoba tersebut bisa lolos dari jeratan hukum yang berlaku. Hal ini lah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat dan meneliti lebih lanjut
dalam bentuk sekripsi yang berjudul “
Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Dalam Tindak Pidana Narkotika”
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah bentuk perlidungan
hukum terhadap anak sebagai kurir dalam tindak pidana narkotika ?
b. Apakah faktor yang menghambat
Metode yang digunakan di dalam
sekripsi ini adalah dengan
menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dan didukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa dukungan dari para pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa, dan
menelaah berbagai peraturan
perundang-undangan serta dokumen yang berhubungan dengan masalah
dalam penelitian ini3. Pendekatan ini
dilakukan dengan harapan untuk
memperoleh pemahaman yang
mendalam terhadap permasalahan yang akan dibahas kedalam skripsi ini.
Sumber dan jenis data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber yaitu data lapangan dan kepustakaan yang bersumber pada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis
secara deskriptif kualitatif yaitu
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan
efektif sehingga memudahkan
interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada.
II. PEMBAHASAN
A. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika
Menurut Satjipto Raharjo
mendefinisikan perlindungan hukum
adalah memberikan pengayoman
kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan
hukum tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat
3 Abdulkadir Muhammad. Hukum dan
Penelitian Hukum. Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
hlm. 164
menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum4.
Upaya yang dilakukan dalam
memberikan perlindungan hukum
terhadap anak yaitu salah satunya memberikan upaya diversi. Salah satu upaya diskresi yaitu diversi. Diversi merupakan kebijakan formal. Diversi
dilakukan untuk memberikan
perlindungan dan rehabilitasi
(protection and rehabilitation) kepada pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Diversi terhadap anak
penyalahgunaan narkotika harus dapat dilaksanakan dengan baik. Diversi tersebut merupakam salah satu bentuk
perlindungan bagi anak yang
melakukan penyalahgunaan narkotika.
Proses Diversi merupakan proses yang dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban, dan atau orang tua/walinya,
pembimbing kemasyarakatan dan
pekerja sosial professional berdasarkan
pendekatan keadilan Restorative justice
dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Diversi merupakan
perwujudan pasal 64 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 yaitu menjelaskan tentang perlindungan khusus bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Anak-anak merupakan korban yang
dimanfaatkan oleh orang dewasa
(bandar dan pengedar) narkotika untuk
melancarkan peredaran narkotika.
Sudah selayaknya anak-anak menjadi
korban penyalahgunaan narkotika
diberikan perlindungan. Menurut
EkoYuono5 penjara bukanlah tempat
terbaik bagi anak, karena dengan
pemenjaraan terhadap anak dapat
memberikan dampak buruk kepada prilaku dan mental anak. Pembinaan yang diterapkan terhadap anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa yang juga tersangkut dengan masalah narkotika, jika dilakukan bersama-sama dengan orang dewasa maka akan berdampak negatif terhadap anak. Upaya penanggulangan untuk persoalan anak yang dijadikan kurir narkotika
menurut Erna Dewi,6 dari segi teori
dapat menggunakan dua cara yaitu penal dan non penal tetapi memang
harus lebih diutamakan melalui
tindakan yang preventif karena anak yang berhadapan dengan hukum dinilai masih lemah dari segi fisik maupun pisikologis jadi dalam hal ini anak harus di perlakukan khusus walaupun tindak pidana yang dilanggar tergolong ke
dalam extra ordinary crime.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan dari studi kasus yang menjadi bahan kajian Afrizal bin Ibrahim 17 tahun yang di tetapkan (Sp. Kap / 07 / I / 2018/ Res Narkoba) sebagai kurir
narkotika oleh anggota kepolisian
Polres Sat Res Narkoba Lampung Tengah, Afrizal bin Ibrahim masih termasuk kedalam kategori anak karena usia si anak tersebut belum memasuki 18 tahun dan belum menikah . kemudian upaya hukum yang ditempuh terkait kasus tersebut yaitu mengacu dari UU Narkotika No.35 Tahun 2009 Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat
(1) berdasarkan regulasi tersebut
pembelaan hukum yang diberikan
5 Berdasarkan wawancara dengan Eko Yuono,
selaku Ketua LPA Kabupaten Lampung Tengah.
6 Berdasarkan wawancara dengan Erna Dewi,
selaku Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
Kab.Lampung Tengah yaitu
memposisikan si anak yang berkonflik dengan hukum Afrizal bin Ibrahim adalah anak sebagai korban tindak
pidana karena si anak tersebut
dimanfaatkan oleh orang dewasa.
Eko Yuono7 memberikan keterangan
bahwa yang ikut serta juga dalam
proses pendampingan dalam
penyelesaian perkara hukum yg
melibatkan anak tersebut, si anak (Afrizal bin Ibrahim) sering disuruh atau diprintah oleh bandar narkoba yaitu Syahratu alias Nurdin Syhukri untuk mengantarkan narkotika yang ia jual kepada pembeli dan dijanjikan pada setiap transaksi pengantaran narkotika
si anak (Afrizal bin Ibrahim)
mendapatkan komisi sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ternyata selain ikut membantu dalam hal transaksi narkotika Afrizal bin Ibrahim juga sebagai pemakai narkotika, tetapi pasal yang di gunakan penyidik untuk menangkap Afrizal bin Ibrahim bukan menggunakan pasal sebagai pemakai yaitu Pasal 54 Undang-Undang No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika
melainkan pasal sebagai kurir narkotika yaitu Pasal 114 dan Pasal 112 Undang-Undang No 35 Tahun 2009.Dalam tahapan proses penyelesaian perkara hukum ini Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kab.Lampung Tengah telah melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan perundingan dengan pihak penyidik dan BAPAS agar kasus
hukum tentang narkotika yang
melibatkan anak tersebut (Afrizal bin Ibrahim) bisa diversi karena dari segi usia dan ancaman tuntutan yang
digunakan memang seharusnya
7 Berdasarkan wawancara dengan Eko Yuono,
memenuhi unsur kategori yang di atur dalam sistem diversi.
Pihak penyidik dalam pendapatnya tetap bersihkukuh tidak menempuh proses pnyelesaian hukum melalui cara diversi dengan alasan pemberatanya karena sianak tersebut bukan sebagai korban pemakai tetapi sebagai kurir narkotika karena ancaman tuntutan dalam pasal kurur narkotika yaitu diatas 7 tahun (Narkotika Golongan I) maka
tidak bisa diversi dan akhirnya
penyelesaian perkara yang ditempuh dalam perkara ini tetap menggunakan jalur litigasi yaitu melalui proses persidangan di pengadilan , dan karna
usaha perlindungan hukum yang
diberikan oleh LPA Kab.Lampung Tengah kepada Afrizal bin Ibrahim sudah cukup maksimal lalu berdasarkan pertimbangan hakim ketua karena melihat dari segi usia Afrizal masih
tergolong kedalam kategori anak,
akhirnya putusan tuntutan yang
diberikan hanya 8 bulan dari ancaman 1,8 Tahun penjara.
Menurut Eko Yuono8 seharusnya dalam
kasus ini si Afrizal bin Ibrahim tetap harus diposisikan kedalam korban tindak pidana jika dilihat dari segi sosial dan sebenarnya penjara adalah sebagai alternative terakhir, karena ketika anak yg berhadapan dengan hukum diancam dengan tuntutan penjara belum tentu membuat si anak tersebut menjadi lebih baik karena akan berdampak kepada stigma penilaian masyarakat yang akan
mempengaruhi perkembangan
pisikologis si anak juga pada akhirnya,
ada sebuah criminal justice sistem bagai
mana upaya para penegak hukum ketika dihadapkan dengan perkara anak yang
berhadapan dengan hukum harus
8 Berdasarkan wawancara dengan Eko Yuono,
selaku Ketua LPA Kabupaten Lampung Tengah.
diselesaikan dengan cara bijak dan santun.
Selain itu juga upaya perlindungan hukum terhadap anak yang dapat
dilakukan adalah konsep restorative
justice yaitu suatu konsep penyelesaian konflik yang terjadi dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan tindak pidana yang terjadi (korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat, dan penengah) dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Musyawarah yang dilakukan ini penting untuk menentukan tindakan atau hukum yang tepat terhadap pelaku.
Perlindungan hukum terhadap anak merupakan perwujudan adanya keadilan
dalam suatu masyarakat, dengan
demikian perlindungan anak diusahakan
dalam berbagai bidang kehidupan
bernegara dan bermasyarakat, kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitanya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis. Faktor utama yang
menyebabkan anak sering dilibatkan dalam transaksi peredaran narkotika menurut Eko Yuono yaitu yang pertama ternyata bahwa Undang-Undang No 11 Tahun 2012 membuka cela bagi para pemain bandar narkoba karena jika para bandar narkoba menggunakan anak sebagai kurir narkotika, anak sebelum 14 tahun tidak boleh ditahan, ketika dia sebelum 12 tahun tidak boleh disidik,
mereka melihat Undang-Undang
tersebut dan akhirnya melibatkan anak untuk di jadikan kurir narkotika dengan harapan mereka bisa cuci tanagn dan lepas dari jeratan hukum yang ada, Lalu
yang kedua adalah faktor dari
Sebenarnya penanggulangan peredaran narkotika yang dilakukan oleh anak merupakan tanggung jawab negara dan seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud penyelenggaraan perlindungan terhadap anak. Karena dalam hal ini anak merupakan korban dalam suatu jaringan peredaran narkotika. Sehingga dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat) dan masyarakat. Sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 25 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Bambang Irawan9 upaya
penghindaran terhadap anak dapat dilakukan dengan tetap memberikan
kebebasan terhadap anak dalam
pengawasan orang tuanya atau orang lain yang tepat dan bertanggung jawab. Pengawasan dilakukan untuk menjamin anak yang dibebaskan dari penahanan dalam proses penyidikan saja, akan
tetapi mendapat pembinaan dan
pengawasan serta perlindungan dari tindakan korban. Pembinaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana
merupakan tanggungjawab semua
pihak. Orang tua mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab memperbaiki
kondisi anak yang sudah terlanjur masuk kedalam proses hukum.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) memiliki peranan penting dalam upaya melindungi hak anak pelaku tindak
pidana penyalahgunaan narkotika.
Lembaga Perlindungan Anak ikut
membantu aparat kepolisian dalam
melakukan perlindungan hukum
terhadap anak yang melakukan
penyalahgunaan narkotika. Upaya yang
9 Berdasarkan wawancara dengan Bambang
Irawan, selaku Kanit LDIK Polres Lampung Tengah..
dilakukan dalam memberikan
perlindungan hukum yaitu dengan
melakukan pendampingan terhadap
anak yang melakukan penyalahgunaan
narkotika dalam proses beracara.
Selanjutnya melakukan penjemputan atau penyelamatan pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika untuk
mencegah terjadinya suatu hal yang mengancam keselamatan.
Menurut Eko Yuono upaya
penanggulanagn dan pencegahan
narkotika dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut10:
a. Preventif yaitu adanya pendidikan
agama sejak dini, pembinaan
keluarga yang harmonis dengan penuh perhatian dan kasih saying,
menjalin komunikasi yang
konstruktif antara orang tua dan anak, orang tua memberikan suri tauladan yang baik kepada anak-anaknya, anak-anak di berikan pengetahuan sejak dini tentang bahaya narkotika.
b. Represif yaitu menindak dan
membrantas penyalahgunaan
narkotika melalui jalur hukum, yang di lakuakn oleh lembaga
penegak hukum atau aparat
keamanan yang di bantu dengan masyarakat.
Upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagi pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh para anggota Kepolisian Polres Lampung Tengah yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan perlakuan secara
khusus terhadap anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
b. Memberikan petugas
pendampingan khusus,
10Berdasarkan wawancara dengan Eko Yuono,
c. Nondiskriminasi terhadap anak
pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dalam proses peradilan pidana,
d. Tindakan diversi dilakukan dengan
persetujuan anak atau orang
tua/wali,
e. Pemenuhan hak-hak anak,
f. Perlindungan privasi anak pelaku
tindak pidana penyalahgunaan
narkotika,
g. Upaya rehabilitasi.
B. Faktor Penghambat
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Dalam Tindak Pidana Narkotika
Perlindungan anak merupakan suatu
bidang pembangunan nasional.
Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuh mungkin. Akibat dari tidak
adanya perlindungan anak akan
menimbulkan berbagai permasalahan
sosial yang dapat mengganggu
penegakan hukum, ketertiban,
keamanan, dan pembangunan sosial.
Menurut Erna Dewi11 Faktor yang
menghambat perlindungan hukum
terhadap anak yang di jadikan kurir dalam tindak pidana narkotika yaitu belum adanya regulasi yang mengatur secara khusus tentang anak yang di jadikan kurir dalam tindak pidana narkotika, partisipasi dan kepedulian masyarakat terkait dengan isu hukum ini masih dinilai lemah.
Wagiat Soetodjo12 di dalam bukunya
Hukum Pidana Anak yakni beberapa
faktor penghambat dalam usaha
11 Berdasarkan wawancara dengan Erna Dewi,
selaku Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung.
12 Wagiat Soetodjo, Hukum Pidana Anak,
Jakarta: Refika Aditama, 2013, hlm. 46.
pengembangan hak-hak anak dalam peradilan pidana adalah;
1. Kurang adanya pengertian yang
tepat mengenai usaha pembinaan, pengawasan, dan pencegahan yang
merupakan perwujudan
usaha-usaha perlindungan anak.
2. Kurangnya keyakinan hukum
bahwa permasalahan anak
merupakan suatu permasalahan
nasional yang harus ditangani bersama.
Menurut Bambang Irawan13 bahwa
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari masyarakat akan sangat susah memberantas dan mengurangi anak
yang dijadikan kurir narkotika
kuhususnya yang ada pada wilayah Lampung Tengah karena berdasarkan lebar wilayah yang ada di daerah Lampung Tengah tidak sebanding dengan petugas yang bertugas di daerah tersebut yang hanya 17 personil maka dari itu informasi tentang narkotika yang di berikan dari masyarakat akan
sangat membantu proses
penanggulangan perkara narkotika
sebab yang langsung berhadapan dan sering menjumpai transaksi-transaki narkotika itu adalah pihak masyarakat sendiri.
Menurut Soerjono Soekanto14 di dalam
bukunya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
menjelaskan ada 5 faktor yang
mempengaruhi penegakan dan
perlindunagn hukum itu sendiri antara lain:
1. Faktor hukumnya itu sendiri yaitu
undang-undang.
13 Berdasarkan wawancara dengan Bambang
Irawan, selaku Kanit LDIK Polres Lampung Tengah..
14 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2010,
2. Faktor penegakan hukum, yakni
pihak-pihak yang membentuk
maupun yang menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni
lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai
hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan
satu dengan lainya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan
hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan dan perlindungan hukum.
Faktor pertama, yakni undang-undang menjadi faktor utama dalam menunjang
lahirnya penegakan hukum dan
perlindungan hukum. Menurut
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, yang diartikan dengan undang-undang dalam arti materil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Maka undang-undang tersebut mencakup peraturan pusat yang berlaku
untuk semua warga negara atau
golongan tertentu saja maupun yang berlaku untuk umum di sebagian wilayah negara dan peraturan setempat yang hanya berlaku disuatu tempat atau daerah saja.
Faktor kedua dalam mempengaruhi penegakan hukum dan perlinduang hukum, yakni penegak hukum. Penegak hukum yang dimaksud disini adalah mereka yang berkecimpung dalam bidang penegakan hukum. Kalangan
tersebut mencakup mereka yang
bertugas di kehakiman, kejaksaan,
kepolisian, pengacara, dan
pemasyarakatan.
Selanjutnya faktor ketiga yang
mempengaruhi penegakan hukum dan perlindungan hukum ialah faktor sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak
mungkin penegakan hukum dan
perlindungan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencakup tenaga manusia berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Bila hal-hal itu tidak terpenuhi, maka
mustahil penegakan hukum dan
perlindungan hukum akan mencapai tujuanya.
Faktor keempat dalam hal menunjang penegakan hukum dan perlindungan
hukum adalah faktor masyarakat.
Penegakan hukum dan perlindungan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka
masyarakat dapat mempengaruhi
penegakan dan perlindungan hukum tersebut.
Selanjutnya faktor kebudayaan menjadi
faktor yang berperan dalam
mempengaruhi lahirnya penegakan dan
perlindungan hukum. Kebudayaan
(sistem) hukum pada dasarnya
mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi mengenai apa yang dinilai baik dan apa yang dinilai tidak baik.
Dari penjelasan mengenai faktor
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
mengenai penerapan pemberian
perlindungan hukum terhadap anak
sebagai pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika belum
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan karena dari 32 anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika di
wilayah hukum Polres Lampung
Tengah hanya 10 anak yang
mendapatkan perlindungan hukum.
Menurut analisis penulis faktor-faktor
penghambat perlindungan hukum
terhadap anak sebagai penyalahguanaan
narkotika yaitu adanya faktor
penghambat dari penegak hukum, dari penelitian yang penulis lakukan di Kepolisian Polres Lampung Tengah faktor penghambat dari penegak hukum ada dua yaitu secara kualitatif, maksutnya ada beberapa aparat penegak
hukum dalam hal pembuktian
melakuakn proses diversi, restorative
justice, belum semaksimal mungkin,
dan secara kuantitatif, kurangnya
jumlah personil dari bagian
perlindungan perempuan dan anak sehingga sedikit mengalami kendala. Faktor kedua yaitu faktor masyarakat,
sebenarnya masyarakat khususnya
orang tua sudah memahami akan bahaya dan dampak negatif dari pemakaian narkotika, tetapi masyarakat kurang perduli dalam upaya pencegahan pemakaian narkotika sejak dini.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang perlindungan
hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Upaya melakukan perlindungan
hukum terhadap anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika, Undang-Undang No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika
menjelaskan secara umum tentang sanksi pidana bagi perantara (kurir)
narkotika akan tetapi tidak
mengatur secara khusus mengenai sanksi pidana bagi anak yang menjadi kurir narkotika. Namun pada dasarnya pelaku peredaran narkotika yang menyangkut anak sebagai kurir narkotika tetap dijerat
dengan pasal-pasal sebagimana
yang diatur dalam undang-undang
narkotika tetapi dengan tidak
mengesampingkan ketentuan
khusus yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Berdasarkan contoh kasus yang penulis teliti Afrizal bin Ibrahim (17 tahun) selain sebagai kurir narkotika, Afrizal bin Ibrahim juga sebagai
pemakai narkotika, seharusnya
Afrizal bin Ibrahim bisa
mendapatkan proses rehabilitasi tanpa harus mendapat hukuman penjara 8 bulan dari vonisan hakim
karna Afrizal sebagai korban
pemakai atau pecandu narkotika sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No
35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak di dalam
ketentuan Pasal 67 menyebutkan bahwa “Perlindungan khusus bagi
anak yang menjadi korban
yang terlibat dalam produksi dan
distribusinya dilakukan melalui
upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.” tetapi
sebaliknya penyidik tetap
bersikukuh menggunakan dan
menjerat Afrizal bin Ibrahim
dengan pasal kurir narkotika yaitu Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Faktor penghambat perlindungan
hukum terhadap anak sebagai
pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang ditemui pada anggota Polres Sat Res Narkoba Lampung Tengah antara lain, faktor penegak hukum, dalam hal ini aparat penegak hukum masih kurang memahami dengan adanya konsep diversi dan restorative justice selain itu dalam menjalankan tugasnya para aparat penegak hukum sangat rentan dengan penyalahgunaan wewenang
dalam melakukan perlindungan
hukum terhadap anak dibawah umur sehingga tidak jarang terjadi diskriminasi terhadap anak di dalam menjalanka proses hukum, Kedua faktor masyarakat dalam hal ini masih kurangnya pemahaman
masyarakat akan bahaya dan
dampak negatif dari pemakaian narkotika yang berkelangsungan. Masyarakat juga hendaknya lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitarnya sebagai upaya untuk
mencegah peredaran narkotika
disekitar lingkungan tempat tinggal. Ketiga, faktor kebudayaan dalam hal ini masih kuatnya stigma
masyarakat terhadap korban.
Korban sudah dianggap atau di
“cap” buruk oleh masyarakat,
bahwa anak tersebut tidak baik. Perlindungan hukum bagi anak
yang melanggar tindak pidana
diharapkan mampu melindungi
hak-hak anak. Keadilan Restoratif sebagai tujuan dalam melaksanakan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigma terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan si anak dapat kembali ke lingkungan sosialnya secara wajar. Karena kejahatan narkotika adalah kejahatan tanpa korban, maka anak yang terlibat dalam kejahatan narkotika haruslah dianggap sebagai korban.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, Bagir. 2000. Hukum Acara
Pengadilan Anak; Jakarta: Djambatan.
Makarao, Mohammad Taufik. dkk.
2014. Hukum Perlindungan Anak
dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum
dan Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2010.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Soetodjo, Wagiat. 2013. Hukum Pidana
Anak. Jakarta: Refika Aditama.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 (KUHP)
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
www.jejamo.com/kerap-menjadikan- anak-kecil-sebagai-kurir-bandar-