• Tidak ada hasil yang ditemukan

Observasi Penanganan Pasca Bencana Provi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Observasi Penanganan Pasca Bencana Provi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

 

 

LAPORAN  OBSERVASI    

PENANGANAN PASCA GEMPA BUMI

DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 

Dilaporkan oleh:

Christiana Yuni Kusmiati 11211

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I. DESKRIPSI PENANGANAN BENCANA 1

I. LANGKAH STRATEGI PENANGANAN BENCANA ... 2

I.1. Penetapan Tahapan dan Prioritas Penanganan Bencana di DIY ... 2

I.2. Penetapan Bentuk dan Skema Pemberian Bantuan Bagi Korban Bencana... 3

I.3. Penetapan Rencana Aksi BAKORNAS Penanggulangan Bencana ... 7

II. PELAKSANAAN TEKNIS PENANGANAN BENCANA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... 7

II.1. Kegiatan Penyelamatan Jiwa Korban Bencana ... 9

II.2. Kegiatan Bantuan Sosial ... 11

II.3. Kegiatan Penyediaan Informasi ... 16

II.4. Kegiatan Perbaikan Infrastruktur ... 18

III. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH UNTUK REHABILITASI AWAL... 21

III.1. Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 21

III.2. Pemerintah Kabupaten Bantul ... 22

III.3. Pemerintah Kota Yogyakarta ... 23

III.4. Pemerintah Kabupaten Sleman ... 23

BAB II. TEMUAN DALAM PENANGANAN BENCANA FASE TANGGAP DARURAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... 24

I. HAL POSITIF DALAM PENANGANAN BENCANA ... 24

II. KONTEKS PENANGANAN BENCANA ... 25

III. PERMASALAHAN DALAM PENANGANAN TANGGAP DARURAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... 27

BAB III. REKOMENDASI MANAJEMEN BENCANA UNTUK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA... 35

I. PEMERINTAH PUSAT ... 35

II. PEMERINTAH PROPINSI ... 38

(3)

II.2. Rekomendasi Penanganan Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana ... 39

III. PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ... 43

III.1. Rekomendasi Penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa ... 43

III.2. Rekomenasi Penanganan Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(4)

BAB I

DESKRIPSI PENANGANAN BENCANA

Gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala richter yang terjadi pada 27 Mei 2006 lalu telah memporakporadakan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terutama Kabupaten Bantul. Korban berjatuhan dalam jumlah yang begitu luar biasa. Data terakhir yang terkumpul di Media Center Satkorlak DIY menunjukkan data sebagai berikut:

LOKASI KORBAN KERUSAKAN (RUMAH PENDUDUK)

MENINGGAL LUKA MENGUNGSI RUSAK BERAT

Sumber Media Center Satkorlak DIY tgl 29 Juni pukul 18.00

Jumlah korban tersebut masih merupakan angka sementara. Serangkaian upaya pendataan untuk menemukan angka yang valid masih terus dilakukan oleh berbagai pihak dalam upaya untuk pelaksanaan beberapa program pemerintah yang akan diarahkan pada korban-korban gempa ini selanjutnya.

Berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya jumlah korban dan besaran kerusakan, potensi pemulihan serta kondisi pemerintah daerah saat ini, maka Pemerintah Pusat dengan tegas menyatakan bahwa bencana ini merupakan bencana daerah atau bukan merupakan bencana nasional. Dalam kategori demikian diasumsikan bahwa pemerintah daerah dan warga setempat masih memiliki kemampuan yang cukup besar untuk memulihkan diri. Namun demikian pengkategorian tersebut tentulah tidak menyebabkan berbagai bentuk upaya penanganan bencana hanya dilakukan oleh pemerintah daerah semata. Keterlibatan Pemerintah Pusat beserta sektor-sektor non-pemerintah lain dapat dinyatakan cukup besar dalam penanganan bencana gempa di DIY ini.

(5)

I. LANGKAH STRATEGIS PENANGANAN BENCANA

Pelaksanaan kegiatan penanganan bencana tentulah diharapkan merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang bersifat sistematis, terkoordinasi dengan baik dan tertuju pada upaya penyelamatan jiwa korban bencana dan pemulihan kondisi keseluruhan sistem masyarakat secara bertahap maju. Dalam rangka ini, aktivitas penanganan bencana tentulah tidak dapat mengandalkan pada respon tindakan teknis yang bersifat reaktif terhadap keadaan darurat bencana. Aktivitas penanganan bencana, membutuhkan arah kebijakan strategis yang berfungsi sebagai kendali bagi seluruh rangkaian aktivitas teknis penanganan bencana. Panduan kebijakan strategis semakin terasa dibutuhkan manakala dipahami bahwa pada realitas praktik langkah pelaksanaan aktivitas penanganan bencana biasanya dilakukan secara serentak dan melibatkan banyak aktor dengan latar belakang pemahaman yang berbeda-beda.

Dalam bencana yang menimpa DIY dan Jateng ini, yang telah dikategorikan sebagai bencana daerah, Pemerintah Pusat telah menetapkan tiga pedoman strategis dalam penanganan bencana. Ketiga langkah strategis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penetapan tahapan dan prioritas penanganan bencana di DIY

2. Penetapan bentuk dan skema pemberian bantuan bagi para korban bencana 3. Penetapan rencana aksi Bakornas PB

Ketiga pedoman inilah yang kemudian memandu berbagai kebijakan teknis penanganan bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

I.1. PENETAPAN TAHAPAN DAN PRIORITAS PENANGANAN BENCANA DI DIY

Sejak hari pertama kejadian bencana Pemerintah Pusat melalui pernyataan Presiden telah menyatakan tahap penanganan bencana di DIY sebagai berikut:

1. Tanggap darurat, dinyatakan akan berjalan selama 3 bulan dengan penyediaan anggaran sebesar Rp 75 milyar. Pada tahap ini terdapat empat prioritas penanganan bencana yang harus dijadikan panduan oleh pemerintah daerah yakni:

a) Penyelamatan jiwa korban

b) Perbaikan infrastruktur, listrik dan jalan c) Penyediaan logistik

d) Pengidentifikasian rumah dan bangunan yang rusak untuk rehabilitasi dan rekonstruksi

2. Rehabilitasi dan rekonstruksi, yang akan berlangsung selama 1 tahun dengan penyediaan anggaran Rp 1 trilyun.

Anggaran penanganan bencana ini akan diambil dari dana APBN 2006, dana Perubahan APBN 2006 dan bantuan sejumlah negara. Dana ini didasarkan pada asumsi korban jiwa sejumlah 4.000 jiwa, 10.000 jiwa luka parah, 35.000 rumah dan bangunan rusak serta 50.000 penduduk mengungsi. Dana ini tentulah dalam praktik menjadi sangat kurang karena jumlah korban ternyata jauh melampaui asumsi tersebut.

(6)

TANGGAP DARURAT menjadi korban bencana juga telah dinyatakan secara eksplisit sejak hari pertama kejadian bencana. Dalam bencana ini Pemerintah Pusat memiliki komitmen untuk memberikan bantuan sebagai berikut:

1. Bantuan Kesehatan

Bantuan kesehatan bagi korban bencana ini diberikan dalam bentuk:

a) Pelayanan kesehatan dan penanggungan seluruh biaya perawatan korban bencana (termasuk operasi) oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelayanan dilakukan di RS Pemerintah maupun swasta, puskesmas maupun pusat kesehatan keliling dan rumah sakit lapangan.

b) Penyaluran bantuan obat-obatan ke wilayah korban gempa yang secara teknis dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan DIY.

2. Bantuan Logistik dan Perlengkapan Evakuasi

Bantuan logistik selama masa tanggap darurat diberikan dalam 3 bentuk bantuan:

a) Bantuan makanan dalam bentuk natura bagi para korban. Bantuan ini disalurkan dari

Departemen Sosial dan Bulog ke Dinas Sosial DIY untuk didistribusikan pada seluruh korban bencana. Adapun mekanisme penyaluran bantuan logistik ini diserahkan sepenuhnya pada Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat hanya menginstruksikan agar prosedur pemberian bantuan tidak berbelit-belit dan tidak menyusahkan korban.

b) Bantuan natura dan dana tunai yang diarahkan untuk penyediaan atau supporting

kebutuhan lauk pauk dan makanan pokok pada minggu kedua setelah bencana. Bantuan ini akan diberikan selama 3 bulan. Bantuan diberikan dalam bentuk beras dan dana jaminan hidup (jadup) dengan rincian sebagai berikut:

i) Beras 10 kg/jiwa/bulan yang akan diberikan selama 3 bulan

(7)

dengan tujuan untuk turut mendorong perputaran ekonomi di wilayah bencana.

Bantuan beras dan dana jadup diberikan pada penduduk korban bencana, dengan menggunakan kriteria kerusakan rumah sebagai patokan kelayakan penerima bantuan. Oleh karena itu program bantuan beras dan jadup ini dilaksanakan setelah identifikasi korban dan kerusakan selesai dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dalam rangka pemberian bantuan ini pemerintah menentukan prosedur pengajuan bantuan sebagai berikut:

c) Bantuan Perlengkapan Evakuasi yang diperlukan dalam kondisi tanggap darurat.

Pemerintah Pusat menyediakan bantuan evakuasi kit berupa kantung mayat, tenda, velbet, genset dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan dalam rangka evakuasi dan penampungan korban untuk sementara.

3. Bantuan Peralatan Rumah Tangga dan Pakaian

Selain bantuan makanan dan jaminan hidup, Pemerintah Pusat telah menyatakan komitmen untuk memberikan bantuan dana guna pembelian alat rumah tangga sebesar Rp 100.000 / KK dan juga uang pakaian sebesar Rp 100.000 / jiwa. Kedua bentuk bantuan ini hanya akan diberikan satu kali. Namun demikian waktu pelaksanaan pengucuran dana bantuan tersebut belum ditetapkan.

4. Bantuan Rehabilitasi Rumah dan Perbaikan Lingkungan

Dalam rangka rehabilitasi rumah para korban gempa, maka pemerintah menyediakan skema bantuan rehabilitasi yang bersifat stimulan. Pemerintah Pusat telah menegaskan bahwa upaya rehabilitasi rumah tidak akan dilakukan dalam bentuk proyek melainkan akan diberikan dalam bentuk dana tunai pada setiap keluarga korban dengan kategori penerima bantuan yang telah ditentukan. Pemerintah Pusat berharap agar pemberian dana tunai dan cara realisasi rehabilitasi rumah yang bersifat non-proyek ini dapat membantu menghidupkan perekonomian di wilayah bencana serta dapat menjadi media pemulihan trauma psikologis yang potensial dialami oleh para korban bencana.

Pemberian dana rehabilitasi rumah akan dilakukan dengan kategori penerima bantuan berdasarkan tingkat kerusakan rumah yang mereka miliki. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

§Instalasi listrik rusak total; dan §Pintu/jendela rusak total.

Didata oleh pelaksana di tingkat desa ditandatangani Bupati

(8)

Kategori

§Sebagian instalasi listrik rusak / terputus; dan

Kriteria kerusakan yang tersaji di atas merupakan kriteria paling akhir yang digunakan oleh Bakornas PB, yakni yang digunakan pada tanggal 13 Juni 2006 setelah beberapa kali mengalami perubahan.

Berdasarkan tingkat kerusakan tersebut, maka akan dikucurkan bantuan kepada korban bencana yang rumahnya sudah tidak dapat dihuni kembali, yakni yang kategori kerusakannya termasuk dalam kategori rumah roboh dan rusak berat. Besarnya bantuan yang akan diberikan adalah maksimal Rp 15 jt/rumah. Bantuan akan dikucurkan dalam 3 tahap sesuai dengan kemajuan pelaksanaan rehabilitasi/rekonstruksi. Tahap I akan mulai dikucurkan pada bulan Juli 2006, dengan prosentase besar bantuan 30%. Pada tahap II akan dikucurkan dana 40% dan 30% sisanya akan dikucurkan pada tahap III. Pengucuran dana tahap II dan III akan dilakukan setiap 2 bulan setelah bulan Juli 2006. Pada tahap I dana secara khusus diperuntukan bagi pendirian pondasi dan pembangunan konstruksi tahan gempa. Dana bantuan akan diberikan langsung kepada masyarakat melalui rekening bank yang mereka miliki.

Bantuan rehabilitasi/rekonstruksi rumah akan dilaksanakan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Kelompok masyarakat diberikan bimbingan dan pendampingan secara langsung oleh fasilitator untuk dapat membangun rumahnya sesuai dengan pedoman dan spesifikasi pembangunan rumah tahan gempa

Dalam rangka pemberian bantuan ini pemerintah pada tgl 1 Juni 2006 melalui Menkokesra telah menentukan prosedur pengajuan bantuan sebagai berikut:

Data yang diajukan ke Bakornas kemudian akan diverifikasi dengan pola validasi data sebagai berikut:

Didata oleh pelaksana di tingkat desa ditandatangani Bupati

(9)

Selain dana rehabilitasi rumah, Pemerintah Pusat juga akan memberikan bantuan yang ditujukan untuk pendirian MCK untuk setiap 50 orang dengan besar bantuan Rp 500.000/MCK. Pendirian MCK ini akan dilakukan secara swakelola. Penjadwalan pengucuran dana ini belum dipastikan.

5. Santunan Kematian

Selain bantuan-bantuan di atas, Pemerintah Pusat juga berkomitmen untuk memberikan dana santunan kematian bagi penduduk yang meninggal karena gempa. Bantuan akan diberikan sebesar Rp 2 juta / KK yang meninggal. Bantuan akan diberikan pada ahli waris melalui RT, RW, Kepala Desa/Kelurahan. Adapun penyaluran bantuan ini mensyaratkan adanya surat kematian dari RT, RW dan Kelurahan. Waktu pendistribusian dana santunan kematian ini hingga saat ini belum ditetapkan. Daftar nama penduduk yang meninggal disusun oleh Kepala Desa/Kelurahan yang dketahui oleh ahli warisnya.

I.3. PENETAPAN RENCANA AKSI BAKORNAS PENANGGULANGAN BENCANA

Selain arahan strategis, Bakornas PB juga menetapkan rencana aksi yang akan dilakukan oleh setiap unit departemen dan lembaga lainnya yang ada di dalam Bakornas dalam rangka menjaga kelancaran proses penangana bencana serta mempercepat proses pemulihan kondisi. Dalam rencana aksi tersebut terjabar tugas pokok yang diemban oleh masing-masing unit di dalam Bakornas PB, seperti berikut ini:

1. Departemen PU, memiliki tugas pokok

a) Inventarisasi kerusakan sarana dan prasarana b) Menormalisasi fungsi sarana dan prasarana.

2. Departemen Sosial, memiliki tugas pokok:

a) Melakukan pendataan pengungsi dan kebutuhannya b) Mengirimkan bantuan sosial

c) Menjamin ketersedian stock bantuan.

3. Departemen Kesehatan, bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan bantuan kesehatan pada korban bencana dengan serangkaian aksi seperti:

a) Inventarisasi kebutuhan obat-obatan dan tenaga medis/para medis b) Penyediaan fasilitas kesehatan darurat di lapangan

c) Koordinasi penyediaan transportasi untuk distribusi bantuan kesehatan.

4. TNI, memiliki tugas pokok :

a) Mengkoordinasikan dukungan transportasi dan hal lain yang dibutuhkan untuk distribusi bantuan

TIM SATLAK

• Kades • TNI/POLRI • Dinas PU

Kab/Kota • Pemilik • Saksi-saksi:

RT, OMS

Jadup

Data Menurut Nama

Kerusakan Rumah (Roboh, Rusak Berat, Rusak Ringan)

Verifikasi oleh Bakornas dibantu

(10)

b) Melaksanakan evakuasi korban bencana

c) Menyediakan bantuan untuk pembersihan lingkungan

5. POLRI bertugas untuk menjamin pengamanan lingkungan.

6. PMI, bertugas untuk melakukan koordinasi pertolongan korban.

7. BMG, bertugas untuk memonitoring kegempaan.

8. Departemen Luar Negeri, bertugas untuk memonitoring bantuan luar negeri.

9. BASARNAS, memiliki tugas pokok:

a) Menjamin koordinasi pelaksanaan search and rescue b) Penyiapan sarana helisar untuk evakuasi.

10. Departemen ESDM, memiliki tugas pokok:

a) Menjamin koordinasi penyediaan BBM dan kelistrikan b) Sosialisasi kebencanaan geologi.

II. PELAKSANAAN TEKNIS PENANGANAN BENCANA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Panduan strategis yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat kemudian menjadi panduan bagi kegiatan penanganan bencana di daerah, yang dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik Pemerintah Propinsi DIY maupun pemerintah daerah kota/kabupaten. Dalam kegiatan penanganan bencana ini, pemerintah daerah menjalankan fungsi sebagai regulator, fasilitator dan pelaksana langsung.

Fungsi regulator pemerintah daerah nampak pada saat Pemerintah Daerah menetapkan sejumlah kebijakan teknis yang diarahkan untuk mendukung kelancaran kegiatan penanganan bencana. Fungsi ini dapat dijalankan oleh pemerintah propinsi maupun pemerintah kota/kabupaten. Sedangkan fungsi koordinasi dijalankan berkaitan dengan keterlibatan multi aktor baik pemerintah, swasta maupun organisasi masyarakat dan badan-badan internasional di berbagai tempat yang terpisah dalam kegiatan penanganan bencana. Selain kedua fungsi di atas pemerintah daerah terutama pemerintah daerah kota/kabupaten juga menjalankan fungsi pelaksanaan untuk kegiatan pendistribusian bantuan, pendataan korban dan lain-lain.

Penanganan bencana di Propinsi DIY ini dijalankan dalam 3 tahap besar yakni tahap tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam penegasan yang dikemukakan oleh Gubernur DIY dinyatakan bahwa kegiatan penanganan bencana diupayakan untuk dapat dilaksanakan dalam kerangka waktu maksimal selama 2 tahun. Dalam rangka waktu 2 tahun tersebut, tahap tanggap darurat akan dijalankan dalam jangka waktu 1 bulan, tahap rehabilitasi akan dijalankan dalam kurun waktu 6 bulan (terhitung setelah saat bencana) dan tahap rekonstruksi akan dijalankan dalam kurun waktu 1,5 tahun (terhitung setelah selesainya tahap rehabilitasi).

(11)

TANGGAP DARURAT DAN

Pelaksanaan seluruh aktivitas penanganan bencana ini akan didanai oleh dana APBN dan APBD. Oleh karena itu seiring dengan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana ini maka terdapat perubahan alokasi dan perubahan besaran dana baik dalam APBN dan APBD setiap daerah di wilayah DIY. Dalam rangka mendukung kelancaran dan percepatan kegiatan pemulihan maka diperkirakan APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/Kota pada tahun yang akan datang masih akan lebih difokuskan untuk kegiatan penanganan pasca bencana, terlebih untuk Kabupaten Bantul yang mengalami dampak paling parah dari kejadian bencana ini.

Hingga saat dilaksanakannya observasi, kegiatan penanganan bencana masih berlangsung dalam tahap tanggap darurat. Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh rangkaian aktivitas penanganan bencana pada tahap tanggap darurat ini seluruhnya mengarah pada pemenuhan prioritas tanggap darurat yang telah dikemukakan oleh Presiden yakni:

a) Penyelamatan jiwa korban b) Penyediaan logistic

c) Perbaikan infrastruktur, listrik dan jalan

d) Pengidentifikasian rumah dan bangunan yang rusak untuk rehabilitasi dan rekonstruksi

(12)

II.1. KEGIATAN PENYELAMATAN JIWA KORBAN BENCANA

Pada masa tanggap darurat, kegiatan awal yang menjadi prioritas bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan bencana adalah kegiatan penyelamatan jiwa korban bencana dan perawatan korban yang luka-luka agar bisa bertahan hidup. Dalam rangka ini terdapat sejumlah langkah yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk tujuan tersebut. Langkah tersebut meliputi langkah yang bersifat strategis maupun langkah yang bersifat teknis. Paparan di bawah ini akan mendeskripsikan seluruh langkah strategis dan teknis yang berhasil dirangkum selama kegiatan observasi yang dijalankan oleh Tim UNPAR.

AKTIVITAS STRATEGIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Penanggungan biaya perawatan korban bencana oleh Pemerintah Pusat. 2) Penunjukkan Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial sebagai

koordinator penyediaan dan pengiriman bantuan darurat dalam rangka penyelamatan jiwa dan evakuasi korban bencana.

3) Pengerahan PMI, TNI, POLRI dan BASARNAS dalam rangka penyelamatan jiwa dan evakuasi korban bencana

4) Koordinir bantuan medis dari luar negeri baik yang berasal dari pemerintah Negara sahabat maupun dari badan-badan internasional.

5) Fasilitasi rencana aksi pemulihan kesehatan jiwa yang akan dilakukan oleh WHO – IOM di Propinsi DIY dan Kab. Klaten dengan rencana sebagai berikut:

a) Tahap I : Pelatihan Psichiater sebanyak 20 orang yang akan dilaksanakan selama 2 hari sebelum tanggal 3 Juli 2006 oleh Supervising Hospital.

b) Tahap II : Pelatihan kesehatan jiwa masyarakat untuk dokter dan perawat, sejumlah 210 orang terdiri dari 105 dokter dan 105 perawat di DIJ dan Jawa Tengah selama 5 hari antara tanggal 3 – 15 Juli 2006. c) Tahap III : Pelatihan Community Leader dari daerah korban gempa

di DIJ dan Jawa Tengah selama 2 hari antara tanggal 14 – 25 Agustus 2006.

2. PEMERINTAH PROPINSI DIY

1) Pengkoordinasian kegiataan evakuasi yang dilaksanakan oleh unit TNI, Kepolisian daerah, Satlak dan seluruh komponen masyarakat yang terlibat sebagai relawan.

2) Penanggungan biaya perawatan korban gempa oleh Pemerintah Daerah. 3) Pengkoordinasian kegiatan penyediaan dan penyaluran bantuan kesehatan

di seluruh wilayah Propinsi DIY oleh Dinas Kesehatan Propinsi DIY.

3. PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN

Pemerintah Kabupaten Bantul (Data tentang aktivitas Pemkot/kab lain tidak berhasil dihimpun)

1) Pengkoordinasian kegiataan evakuasi yang dilaksanakan oleh unit TNI, Kepolisian daerah, Satlak dan seluruh komponen masyarakat yang terlibat sebagai relawan.

(13)

3) Koordinasi dengan Pemkab Purworejo, Pemkab Kebumen dan Pemkab Magelang dalam rangka penanganan korban.

4) Koordinir pendistribusian penyaluran bantuan kesehatan di seluruh wilayah Kabupaten Bantul oleh Dinas Kesehatan Kab. Bantul.

5) Pengaturan penempatan Rumah Sakit Lapangan dan Puskesmas Keliling di seluruh wilayah Kab. Bantul.

AKTIVITAS TEKNIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Melakukan evakuasi korban bencana dan memberikan bantuan layanan kesehatan, rawat jalan maupun rawat inap di RS Pemerintah dan Swasta. 2) Pengiriman tenaga medis seperti dokter spesialis, dokter umum, perawat,

petugas laboratorium, petugas logistik, farmasi, supir dan lain-lain

3) Pengiriman peralatan seperti body bag, baby kit, hygene kit, kantong darah, mobil ambulans lengkap, peralalatan water sanitasi, alat bedah lapangan

4) Pengiriman obat-obatan seperti obat antibiotik injeksi, 20.000 ampul ATS dan Gip untuk menangani patah tulang.

5) Pendirian Rumah Sakit Lapangan dan Pengiriman bantuan mobil Puskesmas Keliling

6) Pengiriman bantuan darurat seperti beras, lauk-pauk, selimut, pakaian, tenda, velbet dan dapur umum lapangan.

7) Pengiriman teknisi untuk mendukung kegiatan evakuasi dan mobilitas pelayanan kesehatan.

2. PEMERINTAH DAERAH (PROPINSI DIY DAN KOTA/KABUPATEN)

1) Pemantauan medic pasien korban gempa serta pemindahan mereka dari tempat darurat ke bangsal-bangsal perawatan setelah kondisi memungkinkan.

2) Pendataan jumlah tenaga kesehatan dan penempatannya

3) Melakukan sensor terhadap bantuan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan konsumsi bagi para korban

4) Melakukan pelayanan mobile clinic ke wilayah-wilayah yang sulit terjangkau. 5) Melakukan pendistribusian darah, melakukan koordinasi dengan PMI dan

pihak-pihak lain serta menggelar aksi donor darah untuk menjamin ketersediaan darah.

6) Melakukan imunisasi TT pada penduduk dan relawan serta imunisasi campak kepada penduduk.

7) Melakukan penyemprotan lalat dan nyamuk dengan sasaran daerah yang ada jenazah, bekas reruntuhan, lokasi pemukiman dan pengungsian serta lokasi potensial KLB penyakit

8) Melakukan pemantauan vektor penyakit malaria dan DBD.

Pelaksanaan seluruh aktivitas penyelamatan jiwa tersebut pada dasarnya terbagi dalam 3 prioritas, yakni:

1) Evakuasi korban yang meninggal 2) Perawatan korban yang luka-luka

3) Perlindungan medis seluruh korban gempa.

(14)

(relawan), organisasi masyarakat (ormas, partai, LSM dalam dan internasional, dll) serta perusahaan swasta seperti perusahaan farmasi, sudah muncul sejak hari pertama terjadinya bencana.

II.2. KEGIATAN BANTUAN SOSIAL

Selain kegiatan penyelamatan jiwa, kegiatan lain yang penting dilakukan pasca bencana dalam masa tanggap darurat adalah kegiatan untuk memastikan perlindungan bagi para korban bencana. Perlindungan yang dimaksudkan dalam masa tanggap darurat ini meliputi perlindungan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan papan serta keamanan bagi para pengungsi.

Dalam penanganan pasca bencana gempa di DIY dan Jateng ini, upaya pemenuhan perlindungan semacam itu dikemas dalam rangkaian kegiatan bantuan social yang dilakukan oleh banyak pihak yakni pihak pemerintah pusat dan daerah, masyarakat secara mandiri, LSM serta organisasi masyarakat lainnya. Berikut adalah paparan mengenai berbagai aktivitas bantuan sosial baik yang meliputi aktivitas strategis maupun aktivitas teknis.

AKTIVITAS STRATEGIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Penetapan jenis dan skema bantuan sosial selama masa tanggap darurat. 2) Alokasi dan pencairan dana tanggap darurat untuk realisasi bantuan sosial

dan logistik baik dalam bentuk natura maupun uang tunai bagi para korban. (Detail mengenai jenis dan skema bantuan telah dipaparkan di atas).

3) Penanggunan biaya pemasangan dan pemakaian daya untuk 1 tahun bagi para korban bencana yang akan memasang listrik.

2. PEMERINTAH PROPINSI DIY

1) Pembentukan pusat-pusat layanan (posko). Dalam rangka memperlancar kegiatan penyediaan dan penyaluran logistik. Pemerintah Propinsi mendirikan 3 posko, yakni:

a) Posko di Sekretariat Satkorlak DIY di Kantor Kepatihan yang ditujukan untuk melayani distribusi bantuan langsung pada masyarakat dan Kota/Kabupaten selain Bantul.

b) Posko di Sekretariat Satlak Kabupaten Bantul, untuk penanganan bantuan bagi wilayah-wilayah selain Bantul.

c) Posko di Kodim Bantul, untuk penanganan bantuan bagi wilayah Bantul.

2) Penyusunan peta wilayah yang terkena bencana yang dilengkapi dengan identifikasi kondisi setiap wilayah, kebutuhan pokok bagi warga korban di setiap wilayah serta informasi penyebaran wilayah kerja dari kelompok-kelompok relawan atau lembaga donor. Penyediaan informasi tersebut dipandang penting dalam upaya untuk mengatur pemerataan distribusi bantuan dan juga dalam rangka pengendalian berbagai aktivitas yang dilakukan oleh banyak pihak, sehingga penanganan tidak bersifat tumpang tindih.

(15)

bantuan, Pemerintah Propinsi menerapkan tiga jalur distribusi sebagai berikut:

a) Distribusi melalui Satlak Kabupaten/Kota, yang kemudian akan disalurkan ke kecamatan dan desa. Jalur distribusi ini diberlakukan untuk daerah selain Kabupaten Bantul.

b) Distribusi langsung ke kecamatan. Jalur ini diberlakukan khusus untuk penyaluran bantuan bagi wilayah Bantul.

c) Distribusi langsung pada masyarakat, dengan syarat tambahan berupa keharusan menunjukkan surat keterangan dari kelurahan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan. Masyarakat akan dilayani dari jam 08.00 – 18.00. Pada jalur distribusi ini masyarakat berhak untuk mendapatkan paket 10 kg beras

4) Menginstruksikan para Ketua Satlak PB untuk membentuk satgas penanganan bencana di kecamatan dalam rangka mempercepat dan melancarkan seluruh kegiatan distribusi bantuan.

5) Pengerahan kelompok karang taruna dan 5.000 relawan mahasiswa untuk memperlancar dan mempercepat pendataan rumah yang rusak karena kesulitan proses pendataan yang dilaksanakan oleh aparat desa.

6) Pelaksanaan validasi data dengan metode uji silang terhadap temuan data yang dihasilkan dari 3 kelompok pendata yang telah dikerahkan

7) Koordinasi kegiatan pendataan korban calon penerima bantuan jadup (living cost).

8) Melakukan perubahan kriteria penerima dana jadup sebagai reaksi terhadap aksi protes yang dilakukan oleh warga korban bencana. Perubahan ini dilakukan pada tanggal 8 juni 2006, karena sejak awal tidak diberikan kejelasan informasi pada publik mengenai eligibilitas penerima jadup serta kriteria yang digunakan sebagai dasar pengkategorian kelayakan penerimaan bantuan. Perubahan dilakukan dengan memasukkan korban bencana dengan tingkat kerusakan ringan sebagai penerima bantuan jadup, yang menurut Pemerintah Pusat tidak layak menerima bantuan. Namun demikian kebijakan ini pun pada akhirnya dirubah lagi oleh Pemerintah Pusat.

3. PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN A. Pemerintah Kabupaten Bantul

1) Penetapan prosedur penyaluran distribusi bantuan. Pada tahap awal prosedur pemberian bantuan masih menyertakan syarat KTP bagi para warga yang akan menerima bantuan. Prosedur ini digunakan untuk mencegah penumpukan bantuan dan sebagai upaya menjamin akuntabilitas penyaluran bantuan oleh pemerintah. Namun demikian prosedur tersebut diubah pada tanggal 30 Mei 2006, karena dianggap berbeliti-belit dalam praktiknya.

2) Pengalokasian dan pencairan dana APBD bagi kegiatan penanganan bencana.

3) Penetapan dua model distribusi yakni model distribusi melalui kecamatan dan model distribusi pada masyarakat langsung.

4) Pendirian 2 posko penyaluran bantuan untuk wilayah Bantul, yakni:

(16)

17 kecamatan di Bantul.

6) Posko di Dinas Pendidikan, untuk melayani bantuan langsung pada masyarakat.

7) Instruksi pendataan korban bencana dan identifikasi calon penerima jadup dengan serta penjelasan kriteria kerusakan rumah.

8) Verifikasi data penerima jadup.

9) Penyesuaian kriteria penerima jadup dengan memasukkan korban dengan kondisi kerusakan rumah yang ringan sebagai penerima jadup. Hal ini dilakukan untuk mencegah konflik horizontal di masyarakat. Dilakukan tanggal 8 Juni 2006.

10)Memberikan himbauan bagi PNS eselon II ke atas untuk menandatangani pernyataan kerelaan untuk tidak menerima dana living cost.

11)Melakukan revisi perubahan kriteria penerima dana living cost seperti tuntutan Pemerintah Pusat.

B. Pemerintah Kota Yogyakarta

1) Pemberian uang tunai pada masyarakat korban di wilayah bencana sebesar Rp 100.000 – Rp 200.000 per RW selama 2 hari, sebagai pengganti bantuan logistic yang sulit disediakan oleh Pemkot Yogyakarta pada saat bencana. 2) Penentuan kebijakan untuk memberikan santunan uang tunai sebesar Rp 1

juta pada ahli waris penduduk Kota Yogyakarat yang meninggal akibat gempa. Dengan persyaratan berupa keharusan menyertakan KTP atau tercantum di daftar Kartu Keluarga.

3) Pengalokasian dan pencairan dana APBD bagi kegiatan penanganan bencana.

4) Instruksi pendataan korban bencana dan identifikasi calon penerima jadup dengan model pendataan yang dilakukan oleh RT dan langsung diserahkan pada Pemkot.

5) Pengarahan teknis mengenai criteria kerusakan rumah melalui pertemuan yang diselenggarakan di setiap kecamatan yang terkena gempa di wilayah Kota Yogyakarta.

6) Penentuan model penyerahan dana jadup melalui RT dan tidak melalui cara distribusi langsung pada masyarakat.

7) Penentuan koordinasi dari seluruh rangkaian aksi penanganan bencana oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.

8) Membuka posko konsultasi pembangunan dan kelayakan rumah di Dinas PU Kota Yogyakarta, dengan jam layanan dari pukul 07.00 – 22.00.

C. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul

1) Pembentukan tim validasi data korban dan kerusakan akibat gempa. Tim melibatkan Bapeda, DPU, Kesbanglinmas, Sobermang, Bag. Ekobang dan dinas-dinas lainnya.

2) Pengarahan teknis mengenai kriteria kerusakan rumah melalui pertemuan yang diselenggarakan di setiap kecamatan yang terkena gempa di wilayah Kab. Gunung Kidul.

D. Pemerintah Kabupaten Sleman

Pengalokasian APBD untuk pembangunan rumah percontohan tahan gempa di Dusun Klero, Desa Sumberharjo dan Dusun Gandu, Desa Sendangtirto Sleman.

AKTIVITAS TEKNIS 1. PEMERINTAH PUSAT

(17)

2) Penentuan rute pengiriman bantuan tanggap darurat bencana melalui Lanud Halim Perdanakusuma

3) Penyediaan 3 gerbong kereta dengan kapasitas 90 ton oleh PT. KAI untuk pengangkutan barang bantuan.

4) Pengerahan 15 pesawat TNI AU yang terdiri dari 6 pesawat C-130 Hercules, 1 pesawat CN- 235, 1 pesawat Fokker-27,1 pesawat C-212, 6 helikopter dan 4 helikopter TNI AD serta 3 helikopter TNI AL untuk pengiriman logistik dan evakuasi korban.

5) Pengaturan pengalihan rute penerbangan komersial pada malam hari hingga tanggal 12 Juni 2006. Pengaturan tersebut dilakukan dalam rangka percepatan pemulihan bandara yang juga diarahkan untuk memperlancar kegiatan penanganan bencana.

6) Penjaminan kelancaran suply BBM di wilayah DIY – Jateng dengan cara penjaminan suplí ke wilayah bencana selama 3 bulan ke depan (mulai tanggal 27 Mei 2006) serta penjaminan kelancaran transportasi pengiriman BBM di seluruh wilayah SPBU serta penyediaan bantuan BBM premium, solar dan minyak tanah untuk kegiatan penanganan bencana.

7) Realisasi pengambilan KWH meter dan pengadaan listrik yang telah selesai pada tanggal 26 Juni 2006.

2. PEMERINTAH DAERAH

Aktivitas teknis dalam rangka penyaluran bantuan hampir dilakukan dengan model yang seragam untuk lingkup kegiatan yang hampir seragam. Perbedaan hanya terjadi pada waktu pendistribusi dana lauk-pauk atau jadup, dimana warga korban di Kab. Bantul menerima dana bantuan lebih cepat karena wilayah ini merupakan wilayah prioritas dan percontohan bagi pencairan dana jadup tahap awal. Distribusi dana di wilayah Kab. Bantul dilakukan sejak tanggal 6 Juni 2006, sedangkan untuk wilayah Kota Yogyakarta 15 Juni 2006, dan wilayah Kab. Sleman tanggal 16 Juni 2006.

Aktivitas teknis yang dilakukan dalam rangka pendistribusi bantuan sosial adalah sebagai berikut:

1) Pengiriman dan pendistribusian bantuan logistik, pakaian, evakuasi kit seperti tenda, veltbed, genset, dapur lapangan, tikar.

2) Pendirian dapur umum lapangan

3) Penyediaan makanan kepada pengungsi dan relawan di titik-titik pelayanan tertentu.

4) Pembangunan hunian sementara/tenda yang dilengkapi dengan sanitasi dan sarana air minum.

5) Penanganan pelayanan air minum dan sanitasi berupa penyediaan jerigen, hidran umum, mobil tanki air, tanki blader, IPA mobile, MCK seat, dan mobil sampah.

6) Pelaksanaan psychosocial first aid kepada para korban bencana gempa bumi dan melakukan assessment untuk menentukan program yang akan dilaksanakan guna mengembalikan kondisi psychologis pengungsi.

7) Pelaksanaan program-program penggalangan sumbangan dalam rangka menjamin penyediaan sumbangan yang dibutuhkan oleh korban bencana hingga waktu tertentu.

8) Pembagian beras dan dana jadup.

(18)

10)Penyediaan perlengkapan pendidikan.

11)Pembuatan sumur bor untuk penyediaan air bersih serta pembuatan konstruksi tangki air di beberapa wilayah.

Hingga saat laporan ini disusun, program bantuan sosial utama yang sedang dilaksanakan di lapangan adalah program penyaluran beras dan dana lauk pauk (jadup). Berdasarkan laporan yang masuk ke Bakornas PB, hingga tanggal 29 Juni 2006 realisasi penyaluran bantuan tersebut tergambar sebagai berikut:

NO. PROPINSI / KAB /KOTA JUMLAH ALOKASI REALISASI

(JIWA) (JIWA) (JIWA)

PROPINSI DIY

1 Kab. Bantul 778.251 583.688 412.603 2 Kab. Sleman 153.596 115.197 86.642 3 Kota Yogyakarta 205.625 154.219 68.400 4 Kab. Kulon Progo 74.592 55.944 67.541 5 Kab. Gunung Kidul 140.012 105.009 124.245

1352.076 1014.057 759.431

PROPINSI JATENG

1 Kab. Klaten 713.788 535.341 457.765 2 Kab. Magelang 5.108 3.831 1.177 3 Kab. Boyolali 12.770 9.578 2.649 4 Kab. Sukoharjo 16.302 12.227 6.964 5 Kab. Wonogiri 2.022 1.517 622 6 Kab. Purworejo 9.806 7.355 331

759.796 569.847 469.508

Jika diamati, maka nampak bahwa alokasi dana yang disiapkan untuk program penyaluran beras dan dana jadup untuk setiap wilayah tidak memadai. Terdapat selisih antara kapasitas dana pemerintah dengan jumlah korban yang diajukan dari setiap daerah. Hal ini memang diakui sebagai keadaan yang sebenarnya terjadi pada saat ini. Selisih tersebut terjadi karena data hasil validasi dengan patokan criteria terakhir yang ditetapkan Bakornas terlambat masuk. Untuk pembiayaan jadup untuk jumlah korban yang belum mendapat bantuan Pemerintah Pusat merencanakan sharing pembiayaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan rasio perbandingan 60% : 40%, khusus untuk Kab. Bantul rasionya adalah 70% : 30%.

II.3. KEGIATAN PENYEDIAAN INFORMASI

(19)

Content informasi yang coba disediakan dalam tahap ini adalah:

1) Informasi mengenai peta wilayah yang didasarkan pada penaksiran kerusakan kawasan di wilayah bencana dan penaksiran kebutuhan yang diperlukan di setiap wilayah serta informasi area kerja dari setiap pihak yang terlibat dalam penanganan bencana di bawah koordinasi setiap Satlak.

2) Informasi kondisi bencana. Pada masa tangga darurat, kepanikan dan rumor tentang kondisi ancaman bencana sangat mudah dijumpai dan dirasakan di wilayah bencana. Hal ini dapat membawa dampak yang buruk dalam masyarakat.Oleh karena itu Pemerintah Pusat dan Daerah senantiasa menjamin upaya untuk mendistribusikan informasi berkenaan dengan bencana yang telah dan prediksi bencana gempa susulan yang akan terjadi. Informasi ini dihimpun oleh BMG.

3) Informasi mengenai identitas korban yang hilang dan yang sedang dalam perawatan medis, menjadi salah satu jenis informasi yang disediakan pada tahap tanggap darurat.

Di bawah ini tergambar secara ringkas sejumlah aktivitas strategis dan teknis yang dilakukan dalam rangka penyediaan informasi bagi publik.

AKTIVITAS STRATEGIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Penetapan deskripsi kewenangan dan tugas pada BMG dan TNI dalam kegiatan pengkajian bencana serta sosialisasi tentang bencana geologis yang telah dan akan terjadi.

2) Koordinasi dengan pihak universitas dalam pengkajian bencana geologis.

2. PEMERINTAH PROPINSI DIY

1) Penyebarluasan informasi tidak adanya ancaman bahaya tsunami untuk Wilayah DIY.

2) Pendirian Media Center Satkorlak DIY sebagai pusat informasi mengenai data korban dan akibat bencana serta informasi kegempaan yang masih terjadi di daerah DIY.

3) Penyediaan informasi peta wilayah yang terkena bencana yang dilengkapi dengan identifikasi kondisi setiap wilayah, kebutuhan pokok bagi warga korban di setiap wilayah serta informasi penyebaran wilayah kerja dari kelompok-kelompok relawan atau lembaga donor. Penyediaan informasi tersebut dipandang penting dalam upaya untuk mengatur pemerataan distribusi dan juga dalam rangka pengendalian berbagai aktivitas yang dilakukan oleh banyak pihak, sehingga penanganan tidak bersifat tumpang tindih.

AKTIVITAS TEKNIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Melakukan pemotretan udara untuk mengetahui sebaran kerusakan. 2) Pengiriman 5 tim dari BMG untuk pemasangan alat monitoring gempa

(seismograf), khususnya untuk monitoring gempa susulan.

3) Pengiriman Tim untuk memantau (seismik) dan menyelidiki kebencanaan Geologi

4) Sosialisasi kebencanaan Geologi.

5) Memetakan daerah rawan bencana Geologi.

(20)

7) Pengujian kandungan air di beberapa wilayah yang diduga mengalami pencemaran air secara kimia akibat gempas. Pengujian telah dilakukan Desa Candirejo – Tegal Tirto dan Pesu – Wedi, dan hasilnya dinyatakan bahwa sumber air di daerah tersebut aman untuk di konsumsi. Kegiatan tersebut akan terus dilakukan.

2. PEMERINTAH KOTA DAN KABUPATEN

1) Penyebarluasan informasi tidak adanya ancaman bahaya tsunami di masing-masing wilayah.

2) Pendataan inventarisasi program untuk mengkoordinasikan pelaksanaan program bantuan di seluruh wilayah.

3) Penyediaan informasi peta wilayah kebutuhan pokok bagi warga korban di setiap wilayah

3. ORGANISASI NON-PEMERINTAH A. Palang Merah Indonesia

Penyediaan jasa pencarian tracing and mailing service untuk mencari data korban yang meninggal yang dapat diakses oleh masyarakat.

B. Yayasan Air Putih

Memberikan bantuan sumber daya untuk updating data secara continue di Media Center Satkorlak DIY.

II.4. KEGIATAN PERBAIKAN INFRASTRUKTUR

Prioritas lain yang juga ditekankan dalam penanganan bencana pada masa tanggap darurat ini adalah perbaikan infrastruktur. Perbaikan infrastruktur ini meliputi infrastuktur publik seperti jalan, jembatan, bangunan air, sekolah, pasar, pusat layanan kesehatan dan lain-lain yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi DIY dan juga Pemerintah Kota/Kabupaten.

Hingga selesainya masa observasi Tim UNPAR, tercatat bahwa infrastuktur yang mendapatkan treatmen perbaikan awal adalah jalan, jembatan, bangunan air dan pasar. Prioritas yang diarahkan pada jenis infrastruktur tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa perbaikan akan membawa dampak luas baik bagi kelancaran, percepatan proses penanganan tanggap darurat maupun dampaknya pada upaya pemulihan kondisi social ekonomi masyarakat di wilayah bencana.

Upaya perbaikan yang dimaksudkan pada bagian ini tidak hanya merupakan potret kegiatan pembenahan atau pembangunan kembali fasilitas-fasilitas publik, melainkan juga termasuk upaya pra-pembenahan seperti kegiatan pendataan dan penilaian (assessment). Kegiatan pendataan, penilaian dan perbaikan infrastruktur ini tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah di setiap jenjang pemerintahan melainkan juga melibatkan pihak lain yaitu universitas, perusahaan swasta, organisasi kemasyarakatan, yayasan serta badan-badan internasional.

(21)

AKTIVITAS STRATEGIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Penunjukkan Departmen PU sebagai koordinator untuk kegiatan pendataan dan normalisasi sarana dan prasarana seperti tertuang dalam rencana aksi Bakornas PB.

2) Pembentukan tim penilaian kerusakan infrastruktur di setiap departemen sektoral.

2. PEMERINTAH PROPINSI DIY

1) Pelaksanaan assessment oleh Dinas Kimpraswil Propinsi DIY dan tim Jurusan Teknik Sipil dari beberapa universitas seperti UGM, Unika Atmajaya Yogyakarta, UII, ITB, UNPAR Bandung, UK Petra Surabaya, UI dan UKI Jakarta.

2) Koordinir bantuan alat berat dari berbagai perusahaan.

3. PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN A. Pemerintah Kabupaten Bantul

1) Pembentukan tim assessment bangunan publik

2) Penentuan prioritas perbaikan infrastruktur yakni pada perbaikan jalan, jembatan, sekolah dan pasar disamping pembersihan puing perumahan penduduk.

B. Pemerintah Kota Yogyakarta

1) Penunjukkan Kimpraswil Yogyakarta sebagai koordinator pelaksanaan perbaikan infrastruktur publik di wilayah Kota Yogyakarta.

2) Penetapan batas pembersihan puing-puing perumahan di wilayah Kota Yogyakarta

3) Koordinasi pelaksanaan kegiatan pembersihan puing dan perbaikan infrastruktur dengan lurah di wilayah bencana Kota Yogyakarta.

C. Pemerintah Kabupaten Sleman

1) Pembentukan tim evaluasi bangunan pasca gempa tektonik dengan tugas untuk menginventarisasi dan identifikasi kondisi bangunan pasca gempa serta memberikan pertimbangan sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam penanganan bangunan pasca gempa.

2) Penetapan sekolah sebagai prioritas perbaikan infrastruktur diluar perbaikan rumah pemukiman penduduk.

AKTIVITAS TEKNIS 1. PEMERINTAH PUSAT

1) Perbaikan Bandara Adisucipto

2) Perbaikan sistem air minum/air bersih dan suplai air bersih. 3) Membuka jalan-jalan yang longsor.

4) Mobilisasi 4 unit mobil tanki air dan alat-alat berat untuk penguburan mayat, khusus untuk daerah Kab. Bantul.

(22)

6) Dep. PU melakukan penyediaan hidran umum, mobil tanki air, tanki blader, IPA mobile, MCK seat, dan mobil sampah, penambalan jalan retak, penimbunan oprit, pembersihan longsoran, pekerjaan talud.

7) Pemberian bantuan material bangunan (seng, triplek, semen dll) pada pemerintah daerah.

8) TNI mengirimkan bantuan material berupa 150 tenda lapangan, 1 unit wader, 3 unit dump truk dan 1 unit excavator serta sejumlah truk angkut

2. PEMERINTAH KOTA DAN KABUPATEN

1) Pembersihan puing-puing bangunan perumahan dan fasilitas publik. 2) Pengerahan truk dan alat berat dalam rangka pembersihan puing dan

perbaikan fasilitas publik.

3. BUMN

A. PT. TELKOM

1) Memulihkan sistem komunikasi seluler di seluruh wilayah yang terkena bencana.

2) Memasang beberapa nomor Flexi bebas pulsa di beberapa rumah sakit

B. PT. KAI

Perbaikan ruas rel kereta api yang rusak akibat gempa di lintasan Prambanan – Srowot

C. PT. PLN

Pemulihan jeringan dan fasilitas listrik PLN, kecuali untuk rumah yang roboh

4. PERUSAHAAN SWASTA

Pengerahan alat berat dalam rangka perbaikan infrastruktur.

Hasil pendataan yang telah dilakukan menunjukkan adanya kebutuhan perbaikan pada infrastruktur jalan Propinsi sepanjang 17,97 Km dan 21 jembatan Propinsi. Kerusakan jalan propinsi terdapat di Kab. Bantul, Kab. Gunung Kidul dan Kab. Kulon Progo, sedangkan kerusakan jembatan propinsi terdapat di Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kab. Gunung Kidul dan Kab. Kulon Progo. Laporan Bakornas telah menunjukkan bahwa hingga tanggal 29 Juni 2006, Departemen PU telah mengkoordinasikan serangkaian kegiatan perbaikan infrastruktur dengan progress penanganan di DIY sebagai berikut:

1) Jalan Nasional : 100% 2) Jalan Propinsi : 100% 3) Jalan Kota/Kabupaten : 1,98%

(23)

III. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH UNTUK REHABILITASI AWAL

Aktivitas penanganan tangap darurat pada hakekatnya merupakan rangkaian dari tindakan segera dan tepat yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa, memastikan perlindungan serta memulihkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pada pemahaman ini, maka selain menjalankan kebijakan strategis yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka pemerintah daerah juga menetapkan rancangan program yang diarahkan untuk memberikan bantuan bagi para warga korban bencana yang belum tercover dalam kebijakan Pusat. Kebijakan ini diarahkan untuk membantu korban agar dapat memiliki kekuatan untuk memulihkan diri. Kebijakan ini merupakan inisiatif Pemerintah Daerah karena hanya mereka yang mengetahui secara persis kondisi wilayah, karakter masyarakat serta pola keseharian masyarakat pada kondisi normal, sehingga pemulihan kondisi masyarakat sangatlah tepat untuk dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Berbagai program bantuan menuju rehabilitasi awal telah dirancang baik oleh Pemerintah Propinsi DIY maupun oleh pemerintah kota dan kabupaten di wilayah Propinsi DIY. Namun sehubungan dengan keterbatasan waktu pelaksanaan observasi serta kedaruratan kondisi di wilayah bencana, maka data yang terkumpul bersifat terbatas hanya meliputi kebijakan Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Sleman dengan kondisi yang sangat terbatas.

III. 1. PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Dalam upaya untuk membantu beban warga korban bencana dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah Propinsi telah mendesain rencana keringanan pajak dan keringan beberapa beban pelayanan publik. Perencanaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Penjaminan pembebasan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan bagi korban yang rumahnya rata dengan tanah. Dalam rangka itu, Pemerintah Propinsi mensyaratkan pada para wajib pajak untuk mencatatkan diri di kelurahan atau desa untuk diverifikasi kerusakannya. Selanjutnya, pihak kelurahan atau desa akan mengajukan nama-nama yang eligible ke Kantor Pelayanan PBB (KPPBB) untuk mendapat pembebasan pajak.

2) Penjaminan pembebasan denda untuk keterlambatan pembayaran pajak kendaraan hingga tanggal 31 Desember 2006.

III. 2. PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

(24)

Selain program di atas, Pemerintah Kabupaten Bantul, telah merancang program bantuan sebagai berikut:

1) Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan yang dapat diajukan baik secara pribadi maupun kolektif.

2) Pembebasan Pajak IMB, dengan tetap memberikan kewajiban pengurusan proses perijinan bagi para wajib pajak.

3) Pembebasan biaya pungutan akte kelahiran dan kematian.

4) Pembebasan biaya pembuatan KTP hingga 31 Desember 2006.

5) Pembebasan biaya pendaftaran sekolah negeri dan swasta.

6) Pembebasan bagi para siswa dari kewajiban menggunakan seragam selama tahun ajaran 2006/2007.

7) Pelarangan kegiatan rekreasi dan pesta perpisahan di setiap sekolah.

8) Pembebasan biaya konsultasi medis dan obat di 26 Puskesma dan 64 Puskesmas Pembantu serta di Rumah sakit Kelas III yang ada di wilayah Bantul hingga 31 Desember 2006.

9) Pengalokasian APBD sebesar Rp 7,8 milyar untuk pembiayaan dana gotong royong ke 75 desa. Dana akan disalurkan ke setiap desa dengan kriteria tingkat kerusakan desa. Bagi desa yang mengalami kerusakan ringan akan dikucurkan dana sebesar Rp 1 juta sedangkan untuk desa yang rusak sangat parah akan dikucurkan dana sebesar Rp 2 juta. Desa dengan kerusakan sangat parah itu berada di 8 lokasi kecamatan yakni Bambanglipuro, Jetis, Imogiri, Pleret, Pundong, Piyungan, Banguntapan dan Sewon. Pemakaian dana tersebut akan diserahkan pada masing-masing RT.

III. 3. PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Program bantuan Pemerintah Kota dengan alokasi APBD 2006 dan 2007 yang diberikan pada korban bencana di wilayah Kota Yogyakarta adalah:

1) Pemberian uang santunan kematian secara tunai sebesar Rp 1 juta pada ahli waris penduduk Yogyakarta yang meninggal akibat gempa, dengan syarat bahwa ahli waris harus mempunyai KTP Yogyakarta atau tercantum dalam daftar Kartu Keluarga.

2) Pendistribusian tenda keluarga bagi seluruh keluarga korban gempa di wilayah Kota Yogyakarta. Tenda tersebut berdinding tripleks dan beratap terpal. Dengan model pemberian bantuan berupa 12 lembar tripleks dan 1 lembar tenda plastik serta uang untuk pembelian paku sebesar Rp 150.000. Kebijakan ini dirancang sebagai langkah antisipasi keterlambatan realisasi rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan dan pemukiman penduduk korban yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

III. 4. PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

(25)
(26)

BAGIAN III

REKOMENDASI MANAJEMEN BENCANA

UNTUK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Berdasarkan pengenalan akan situasi yang mengiringi bencana gempa di DIY lalu, korban dan dampak yang ditimbulkan dari bencana serta pengamatan terhadap berbagai upaya penanganan bencana yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, maka dipahami bahwa perlu dilakukan beberapa upaya dalam rangka penguatan manajemen penanggulangan bencana secara komprehensif mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Dalam rangka itu, Tim UNPAR mengajukan beberapa rekomendasi yang ditujukan baik bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

I. PEMERINTAH PUSAT

Dalam rangka penguatan manajamen bencana, terdapat beberapa tindakan strategis yang direkomendasikan pada Pemerintah Pusat. Rekomendasi-rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penguatan Kebijakan, melalui beberapa aksi nyata sebagai berikut:

a) Pengesahan Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang dapat menjadi legal

basis bagi seluruh upaya penanggulangan bencana yang dilakukan oleh berbagai

pihak.

b) Pengkajian ulang terhadap beberapa Undang-Undang yang ditujukan sebagai dasar bagi pencegahan dan penanganan tipe-tipe bencana yang bersifat sektoral, seperti UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; UU No.6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Masyarakat; UU No. 4 Tahun 1964 tentang Wabah Penyakit Menular; UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah direvisi dengan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menjaga konsistensi (coherence) antara UU Penanggulangan Bencana yang merupakan dasar yang bersifat makro dan strategis dengan UU yang bersifat mikro. Pengkajian ulang juga hendaknya dilakukan terhadap berbagai kebijakan yang bersifat teknis.

c) Pengarusutamaan mitigasi bencana dalam rencana pembangunan nasional hingga rencana pembangunan daerah, agar tidak terjadi penumpulan upaya penanggulangan bencana oleh pembangunan yang diinisiasikan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah atau yang disebut oleh Heijmans (2001) sebagai development aggression.

(27)

dengan mengadaptasi rumusan risiko yang dikemukakan oleh Ward (1999) sebagai berikut:

Penyusunan Index Risiko Bencana ini, akan menuntut pemerintah untuk melakukan 3 langkah sebagai berikut:

i) hazard assessment yakni penilaian terhadap kemungkinan ancaman bencana

yang dihadapi oleh komunitas di suatu wilayah, baik itu ancaman yang berasal dari alam maupun ancaman yang berasal berupa perilaku manusia.

ii) vulnerability assessment yakni penilaian terhadap elemen-elemen yang rentan

dalam masyarakat dan factor penyebab atau akar kerentanannya.

iii) capacity assessment yakni penilaian terhadap strategi penanganan ancaman

bencana.

e) Penetapan aspek kapasitas pengendalian terhadap penanggulangan bencana sebagai salah satu aspek dalam rangka penilaian kinerja kepala daerah. Kapasitas pengendalian penanggulangan bencana ini dapat diukur dari turunnya indeks risiko bencana daerah. Hal ini perlu dilakukan karena acapkali upaya mitigasi bencana tidak dilaksanakan di lapangan karena kepala daerah tidak memandang aktivitas mitigasi bencana sebagai aktivitas yang akan mendongkrak popularitas citra ataupun kinerja kepemimpinannya.

f) Penetapan kebijakan teknis atau guidelines untuk penanganan bencana di Indonesia.

2. Pembenahan organisasi penanggulangan bencana di tingkat nasional hingga ke tingkat daerah. Meski organisasi Bakornas PB sebagai organisasi yang bertanggung jawab terhadap koordinasi upaya penanggulangan bencana di tingkat nasional telah mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2005, namun organisasi ini tetap akan memiliki kelemahan untuk menjalankan sejumlah upaya strategis dan teknis yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan kinerja manajemen penanggulangan bencana di Indonesia. Kelemahan ini terjadi karena dua hal:

(28)

sejumlah sumberdaya material dan immaterial dalam rangka pelaksanaannya. Wewenang dan peran koordinasi harus berjalan pada organisasi di tingkat daerah ini, dan hal ini tidak akan dapat dilakukan dengan mudah dalam hakikat organisasi Satkorlak dan Satlak dalam nomenklatur yang ada, terlebih di era otononomi daerah saat ini.

b) Bakornas PB tidak akan memiliki satuan pelaksana aktivitas penanggulangan bencana yang dapat berjalan secara continue dan memiliki wewenang koordinatif pada departemen-departemen sektoral atau badan lain yang tergabung di dalamnya. Dalam Perpres No.83 tahun 2004 memang terdapat perombakan dalam struktur internal Bakornas PB dimana organisasi ini pada akhirnya memiliki unit pelaksana sektoral kegiatan penanggulangan bencana yakni Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat dan Deputi Bidang Pemulihan. Adapun satuan penataan/administrasi dijalankan oleh Sekretriat Utama. Deputi ini dalam peraturan lama yakni Keppres No. 3 tahun 2001 berada dalam unit Sekretariat Bakornas. Dengan demikian Perpres No. 83 tahun 2004 ini telah menyuntikan kekuatan baru pada satuan deputi-deputi ini agar dapat menjalankan aktivitas koordinasi perencanaan dan pelaksanaan dukungan teknis untuk setiap sector penanggulangan bencana. Namun demikian kekuatan itu hanya bersifat internal, deputi-deputi ini tetap tidak akan memiliki kekuatan yang cukup untuk menarik komitmen nyata pelaksanaan penanggulangan bencana yang harus dijalankan oleh setiap departemen sektoral, karena deputi-deputi tersebut tidak berada dalam kedudukan yang setingkat dengan departemen. Oleh karena itu perubahan yang dibawa dalam Perpes ini tetap tidak akan mengubah posisi deputi-deputi ini sebagai pelaksana dari tugas yang seharusnya dijalankan oleh departemen sektoral. Tugas itu pun hanya akan tetap berkisar di level teknis karena deputi tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menarik komitmen departemen sektoral. Hal ini diperparah dengan kondisi Bakornas PB yang dalam kesehariannya sudah sangat terjebak dengan kesibukan di setiap departemen sektoral mereka.

Oleh karena itu pembenahan Bakornas PB dapat dilakukan dengan cara:

a) Perubahan nomenklatur Satkorlak dan Satlak menjadi Badan Koordinasi Propinsi PB dan Badan Koordinasi Kabupaten/Kota PB, berikut dengan pengaturan tentang kewenangan yang mereka miliki.

(29)

II. PEMERINTAH PROPINSI

II.1. REKOMENDASI PENANGANAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA GEMPA

Dengan pertimbangan bahwa pada saat ini upaya penanganan bencana sudah masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, maka rekomendasi berikut diarahkan dalam rangka penguatan dan keefektifan kinerja manajemen penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rekomendasi yang diajukan adalah sebagai berikut:

II.1. a. Rehabilitasi

Rekomendasi diarahkan pada:

1. Sosialisasi tentang bencana, ancaman bencana yang ada di DIY serta cara mitigasi untuk gempa yang dapat terjadi kapan saja di wilayah DIY. Program sosialisasi pada waktu yang masih dekat dengan peristiwa gempa akan membuat sosialisasi berjalan lebih efektif karena kecenderungan penerimaan masyarakat menjadi lebih tinggi. Pengalaman bencana lalu telah menjadi warning tersendiri untuk selalu waspada dan berupaya untuk meminimalkan kerugian akibat bencana. Sosialisasi pada fase ini mendapatkan peluang momentum yang tepat.

2. Sosialisasi dan pelatihan tentang konstruksi bangunan tahan gempa dengan berbagai media yang mudah terjangkau dan mudah dipahami oleh masyarakat.

3. Penyediaan fasilitas konsultasi teknis untuk kegiatan perbaikan rumah dan permukiman penduduk.

4. Perbaikan sarana dan prasarana yang vital bagi pemulihan layanan publik dan menunjang proses ekonomi masyarakat di Propinsi DIY seperti sarana irigasi, pendidikan, kesehatan.

5. Pemulihan lapangan kerja terutama untuk sector kerja padat karya

6. Pendampingan psikologis bagi korban gempa

II.1. b. Rekonstruksi

1. Penciptaan event daerah yang mampu menjadi stimulus perkembangan sector ekonomi dan budaya di wilayah DIY.

2. Peninjauan kembali peraturan-peraturan daerah yang berkaitan atau menunjang kegiatan penanggulangan bencana secara komprehensif seperti perda tentang RTRW, Perda tentang IMB, Perda tentang Izin Usaha untuk berbagai jenis usaha yang berhubungan atau potensial untuk berdampak atau terkena dampak dari bencan alam atau bencana social. Hal ini perlu untuk mulai dilakukan pada tahap ini agar terdapat keselarasan upaya untuk melakukan penanggulangan bencana secara komprehensif.

II.2.REKOMENDASI PENANGANAN MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN BENCANA

(30)

pada jangka waktu dari aktivitas yang dijalankan serta level tindakan real yang dijalankan untuk mengurangi risiko bencana.

Pada dasarnya upaya penanganan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana seringkali dilakukan sebagai hasil pembelajaran dari berbagai pengalaman bencana yang pernah dialami di masa lalu serta hasil pengenalan terhadap risiko bencana yang potensial terjadi di suatu wilayah. Oleh karena itu penanganan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana haruslah dirancang untuk menyiapkan berbagai pihak dan kondisi dalam masyarakat untuk dapat meminimalkan risiko setiap ancaman bencana. Dengan demikian, mitigasi dan kesiapsiagaan bencana janganlah hanya diarahkan pada jenis bencana yang telah terjadi di masa lalu.

Berdasarkan pada pemahaman di atas maka rekomendasi tindakan mitigasi dan kesiapsiagaan yang diajukan pada Pemerintah Propinsi DIY adalah mitigasi dan kesiapsiagaan yang mengarah pada berbagai jenis ancaman bencana yang potensial terjadi di wilayah DIY. Rekomendasi-rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

II.2.a. Mitigasi Bencana

1. Identifikasi ancaman bencana yang mungkin terjadi di wilayah DIY baik bencana yang dipicu karena faktor alamiah maupun faktor prilaku manusia (social) beserta pemetaan zonasi kerawanan bencana.

2. Identifikasi tingkat kerawanan dari wilayah-wilayah perbatasan kabupaten-kabupaten dan kota yang ada di wilayah DIY sebagai upaya penyiapan desain kebijakan atau program yang diarahkan untuk mengurangi risiko bencana yang terjadi di lintas wilayah administrative kabupaten/kota. Seperti dipahami bahwa bencana terjadi tanpa mengenal batas administrative. Bencana juga dapat terjadi karena dampak dari eksternalitas negative dari upaya pembangunan atau pola manajemen wilayah yang dilakukan oleh suatu wilayah yang berdampak luas pada wilayah lain. Selain itu bencana yang terjadi di suatu wilayah administrative dapat juga membawa dampak bencana pada wilayah administrative yang berbatasan dengannya. Seperti misalnya wilayah perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo yang rawan terhadap ancaman bencana banjir, wilayah perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul yang rentan terhadap ancaman bencana longsor dan kekeringan.

3. Pelaksanaan analisis Indeks Resiko Bencana setiap wilayah di Propinsi DIY.

4. Formulasi kebijakan teknis penanggulangan bencana lintas kabupaten/kota.

5. Penegakkan aturan standar bangunan di wilayah Propinsi DIY.

6. Penyesuaian kebijakan daerah tentang tata guna lahan dengan kondisi tingkat kerentanan setiap wilayah. Dengan pemahaman akan tingkat kerawanan wilayah-wilayah tertentu maka dapat dilakukan treatmen dalam kebijakan tata guna lahan yang bersifat mencegah aktivitas pembangunan di wilayah-wilayah tertentu. Penyesuaian dalam kebijakan tata guna lahan ini akan berdampak pada:

a) Program perlindungan bangunan atau rumah di area sepanjang pantai di wilayah Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul.

b) Program penanaman bakau di wilayah pantai sebagai sarana pemecah gelombang.

(31)

7. Penegakkan kebijakan daerah tentang penggunaan tanah dan air tanah di wilayah DIY.

8. Program penghijauan di wilayah DIY

9. Legislasi kebijakan daerah tentang emisi untuk polutan yang merentankan masyarakat di wilayah DIY.

10. Penyusunan buku profil bencana yang berisikan informasi mengenai sejarah bencana yang pernah terjadi dan ancaman bencana yang dihadapi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Buku ini disusun secara bervariasi sesuai dengan sasaran pembaca dan tujuan dari penggunaan buku tersebut.Oleh karena itu buku profil yang akan ditujukan bagi anak-anak akan berbeda dengan buku profil yang ditujukan untuk kalangan dewasa. Buku profil tersebut akan memiliki perbedaan dari segi tujuan utilisasi. Buku profil yang ditujukan sebagai sumber informasi umum akan berbeda dengan buku profil yang ditujukan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan kebencanaan dan penanggulangannya.

II.2.b. Kesiapsiagaan Bencana

Rekomendasi yang ditujukan untuk kesiapsiagaan terhadap situasi bencana di wilayah DIY adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian kerentanan yang dilakukan secara kontinue. Kegiatan ini dipahami sebagai upaya untuk mengenai kelompok-kelompok yang rentan di setiap wilayah serta pengamatan terhadap berbagai sumber daya yang tersedia untuk mengatasi kerentanan tersebut. Pengkajian kerentanan ini akan tergambar secara nyata dengan pengkajian terhadap kelompok-kelompok lansia, balita dan anak-anak, kelompok wanita dan juga kelompok penduduk miskin di setiap wilayah di Propinsi DIY karena merekalah yang merupakan kelompok yang rentan terhadap kejadian bencana. Pengkajian ini dimaksudkan untuk memantau tingkat perkembangan keberdayaan mereka dari waktu ke waktu yang diperlukan untuk menetapkan sejumlah program bagi penguatan mereka dalam penanganan bencana. Kegiatan lain yang dilakukan dalam rangka pengkajian kerentanan adalah penilaian terhadap komponen-komponen infrastruktur fisik di setiap wilayah. Pengkajian kerentanan ini diupayakan dalam rangka menghindarkan kondisi infrastruktur fisik yang justru dapat menambah kerentanan suatu wilayah atau kerentanan dari kelompok-kelompok rentan ini.

2. Perencanaan. Kegiatan ini direalisasikan dalam bentuk penetapan panduan penanganan bencana. Dengan demikian dalam rangka penguatan kesiapsiagaan bencana ini Pemerintah Propinsi DIY perlu untuk merancang desain kegiatan penanganan bencana baik untuk fase tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bagi setiap ancaman bencana baik itu gempa, tsunami,longsor, banjir, kerusuhan dan lain sebagainya. Dalam rangka ini pemerintah juga menyiapkan scenario kerjasama penanganan bencana. Pembuatan MOU dengan LSM dalam maupun luar negeri, perusahaan-perusahaan swasta dilakukan dalam kegiatan perencanaan ini, yang diharapkan sebagai alat untuk menguatkan rencana penyiapan penanganan bencana oleh berbagai pihak.

(32)

sector penanganan yakni penanganan mitigasi, kesiapsiagaan, rehabilitasi dan recovery. Hal ini diarahkan untuk memperkuat koordinasi vertical maupun horizontal yang diarahkan untuk kesiapsiagaan bencana. Dalam organisasi inilah kerangka kerja harian yang diarahkan untuk menguatkan pemahaman berbagai pihak akan bencana serta upaya penanganannya dilakukan.

4. Sistem Informasi. Pemerintah Propinsi DIY diharapkan mampu menciptakan sistem pendataan, penyebaran informasi serta pengolahan informasi yang efektif dari hasil pengkajian kerentanan yang hendaknya dilaksanakan secara continue. Dengan demikian diharapkan bahwa hasil pengkajian kerentanan terhadap kondisi kelompok rentan, perkembangan ancaman bencana di setiap wilayah, serta sumber daya yang telah tersedia di setiap wilayah untuk mengkondisikan agar seluruh pihak siap siaga terhadap bencana dapat terdistribusi secara cepat, aman dan dengan tingkat ketepatan informasi yang terjamin. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka supporting terhadap aktivitas pengambilan keputusan yang diarahkan untuk meningkatkan atau menjaga kesiapsiagaan seluruh pihak di wilayah Propinsi DIY dalam menghadapi bencana.

5. Basis Sumber Daya. Pemerintah Propinsi DIY diharapkan mampu untuk melakukan berbagai program yang diarahkan untuk meningkatkan dukungan sumber daya bagi aktivitas peningkatan kesiapsiagaan berbagai pihak di wilayah DIY. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara penentuan prosentase tertentu dalam APBD yang diarahkan untuk menyiapkan sumber daya financial dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan seluruh elemen publik di wilayah DIY terhadap ancaman bencana.Peningkatan sumber daya juga dilakukan dengan alokasi sejumlah perlengkapan vital yang dibutuhkan dalam rangka penanganan bencana serta penentuan cadangan pangan dalam jumlah tertentu untuk dugaan situasi darurat bencana tertentu.

6. Sistem Peringatan.Pemerintah Daerah melalui berbagai aksi harus mengupayakan tumbuhnya kesadaran publik akan ancaman bencana dan kondisi yang merentankan mereka serta upaya untuk mengantisipasi dan menyelamatkan diri saat bencana. Penyiapan sarana komunikasi modern dan tradisional harus dilakukan dalam rangka menguatan sistem peringatan bencana. Namun demikian perancangan mekanisme peringatan dini serta penggunaan instrument peringatan dini dan juga pola pendistribusian peringatan bencana harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sangat hati-hati untuk mencegah kebingungan publik atau bahkan ketidakpercayaan publik terhadap upaya peringatan bencana yang dilakukan oleh pemerintah. Seperti dinyatakan oleh Breznitz (1984) bahwa masyarakat mungkin untuk menunjukkan fenomena crying wolf syndrome yakni tidak percaya atau menyikapi peringatan bencana yang telah dilakukan pemerintah dengan serangkaian aktivitas yang tidak sesuai dengan kebutuhan respon kesiapsiagaan bencana.Hal ini dapat terjadi misalnya karena kesalahan yang sering terjadi dalam pendistribusian peringatan bencana atau ketidakakuratan informasi yang didistribusikan pada masyarakat.

7. Mekanisme Respon. Pemerintah Propinsi DIY diharapkan menyusun scenario penanganan bencana yang berisi pola pembagian kerja penanggulangan bencana, daftar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka penanganan setiap jenis bencana, pola penyediaan serta aktor-aktor yang dapat dikerahkan untuk kegiatan penanganan bencana lengkap dengan alamat kontak mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Στο βιβλο του «H Aθνα μας», ο Kωνστα- ντινουπολτης που λθε ν- ος το 1870 στην Aθνα για να σπουδσει νομικ, αλ- λ που τον κρδισε νωρς η

Perjuangan perempuan dalam dunia kerja untuk perluasan akses aktivitasnya dapat membuat kaum perempuan berada pada posisi negatif (suatu tindakan keburukan) dan positif

bahwa dengan bertambahnya aset kekayaan Daerah serta tarif retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2000 sebagaimana diubah beberapa kali

Dari hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteoporosis, sebaiknya setiap dokter gigi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji wilcoxon tentang perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi didapatkan hasil dengan

Iklan Baris Iklan Baris Serba Serbi TANAH DIJUAL TANAH DISEWAKAN TANAH DICARI TEMPAT USAHA TV /RADIO /VIDEO TV /SWASTA VILA DIJUAL VILA DISEWAKAN.. DISEWAKAN VILLA Puncak Cipanas,

Langkah-langkah pada proses pengujian adalah sebagai berikut, pertama tracking window pada data citra uji, kedua yaitu konversi citra ke model YUV, ketiga adalah

Gandaria 8, 3rd Floor Unit D, Jalan Sultan Iskandar Muda (Arteri Pondok Indah), Jakarta Selatan 12240... Alamat Kuasa : (GENERAL