UNIVERSITAS PADJADJARAN
UNG10.101
Tugas Kolektif II
Dasar-Dasar Ilmu Sosial
Teori dan Fenomena Interaksi Sosial:
Studi Kasus Kesepakatan Pertukaran Tawanan Perang antara Israel dan Palestina pada 18 Oktober 2011
Ravio Patra Asri
170210110019
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Hubungan Internasional
Tahun Akademik 2011/2012
INTERAKSI SOSIAL
Pengantar
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang
dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat
simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya
diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.1
Interaksi sosial adalah kunci dari semua aspek dalam kehidupan sosial;
tanpanya tak akan mungkin ada suatu kehidupan bersama. Interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial yang kemudian
menciptakan suatu hubungan dinamis. Oleh karena itulah, interaksi sosial
memiliki pengartian yang begitu luas.
Gillin & Gillin mengatakan bahwa proses-proses sosial adalah cara-cara
berhubungan yang dapat dilihat apabila orang-perorangan dan
kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk
hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan
yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Dilihat dari sudut
inilah, komunikasi itu dapat di Pandang sebagai sistem dalam suatu masyarakat,
maupun sebagai proses sosial. Dalam komunikasi, manusia saling mempengaruhi
secara timbal balik sehingga terbentuklah pengalaman ataupun pengetahuan
tentang pengalaman masing-masing yang sama. Oleh karenanya, komunikasi
menjadi dasar dari setiap kehidupan sosial. Sedangkan Shaw menyatakan bahwa
interaksi adalah suatu pertukaran antarpribadi dimana masing- masing orang
menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka untuk menandai
keberadaanya; serta juga saling mempengaruhi satu sama lain.2
1
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X (Jakarta: Erlangga Esis, 2007), h. 56.
2
Pakar ilmu sosial lainnya, Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi
sosial sebagai rangkaian peristiwa yang saling mempengaruhi satu sama lain
ketika dua orang atau lebih hadir dan berada di suatu tempat bersamaan; mereka
menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi,
dalam setiap kasus interaksi sosial, tindakan setiap orang memiliki tujuan untuk
mempengaruhi individu lain.3
Proses interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi
manusia. Makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang
dengan sesamanya; sedangkan yang terakhir adalah makna bersifat tidak tetap
namun dapat diubah; dimana perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui
proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut
disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat
kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari
terjadinya hubungan sosial; sementara komunikasi merupakan penyampaian suatu
informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang
disampaikan.
Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber
informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber informasi
tersebut dapat terbagi dua, yaitu ciri fisik dan penampilan. Ciri fisik adalah segala
sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir; meliputi jenis kelamin, usia,
dan ras. Sedangkan penampilan dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh,
penampilan berbusana, dan wacana pemikiran.
Interaksi sosial, sebagai sebuah proses, tidak berjalan begitu saja tanpa
adanya keteraturan. Interaksi sosial memiliki aturan yang dapat dilihat melalui
dimensi ruang dan dimensi waktu; sesuai teori yang dikemukakan oleh Robert T.
Hall serta definisi situasi menurut W. I. Thomas.4
3
Ibid. 4
Lebih lanjut, Hall membagi dimensi ruang dalam interaksi sosial menjadi
empat batasan ruang, yaitu:
Ruang Intim (Intimate Space); Ruang Pribadi (Private Space); Ruang Sosial (Social Space); Ruang Publik (Public Space).5
Selain aturan mengenai dimensi ruang, Hall juga menjelaskan aturan
mengenai dimensi waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi
waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Sementara aturan yang
terakhir, dimensi situasi yang dikemukakan oleh W. I. Thomas, merupakan
penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi atas suatu aksi. Penilaian ini
lazimnya dibuat oleh pihak manapun; baik individu maupun kelompok.
Jenis-Jenis Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati, setiap interaksi sosial dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Interaksi antara Individu dan Individu
Dalam hubungan ini, interaksi yang terjadi bisa bernilai positif ataupun
negatif. Interaksi positif terjadi apabila hubungan yang terjadi saling
menguntungkan bagi kedua individu; sedangkan interaksi negatif terjadi
apabila hubungan atau interaksi sosial timbal balik yang terjadi malah
merugikan satu atau kedua individu yang terlibat sampai menghasilkan
suatu permusuhan.
2. Interaksi antara Kelompok dan Kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan
kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk
membicarakan suatu proyek.6 5
3. Interaksi antara Individu dan Kelompok
Sama dengan interaksi individu dan individu, interaksi antara individu dan
kelompok pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Namun,
bentuk interaksi yang terjadi tidak terbatas pada beberapa bentuk saja; akan
tetapi banyak bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi ketika terjadinya
interaksi tersebut.
Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Jumlah pelaku dalam setiap interaksi sosial haruslah terdiri atas lebih dari satu orang. Dengan kata lain, minimal haruslah melibatkan dua orang; Antarpelaku interaksi haruslah terbangun suatu bentuk komunikasi
sebagai pelaksanaan kontak sosial;
Interaksi yang terjadi, baik yang hanya melibatkan individu maupun melibatkan kelompok sosial, haruslah memiliki maksud dan tujuan
tertentu yang jelas;
Interaksi sosial mestilah dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu.7
Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
1. Kontak Sosial (Social Contact)
Kontak sosial adalah suatu hubungan yang tercipta di antara satu pihak
dengan pihak lain dan merupakan awal dari terjadinya setiap interaksi
sosial. Selain itu, dalam kontak sosial, masing-masing pihak akan saling
bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara
fisik. Kontak sosial sendiri dapat berlangsung dalam tiga bentuk, serupa
dengan interaksi sosial secara umum, yaitu antara individu dengan individu,
antara individu dengan kelompok, serta satu kelompok dengan kelompok
6
Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, loc. cit. 7
yang lain. Suatu kontak sosial juga tidak hanya tergantung dari tindakan
ataupun kegiatan yang dilakukan saja, tetapi juga dari tanggapan atau respon
yang muncul sebagai reaksi; disertai juga oleh feedback atau umpan balik
terhadap setiap tindakan atau kegiatan tersebut. Kontak sosial dapat bersifat
positif, apabila mengarah kepada suatu bentuk kerja sama atau cooperation.
Sementara apabila mengarah kepada suatu bentuk pertentangan atau
conflict, maka kontak sosial tersebut disebut bersifat negatif. Namun,
apabila berlangsung dalam waktu yang terlalu lama, kontak sosial yang
negatif dapat menyebabkan ketiadaan interaksi sosial di antara
pelaku-pelakunya.
2. Komunikasi Sosial (Social Communication)
Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri
seseorang dan/atau antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok, sesuai
dengan pengertiannya, yaitu komunikasi sebagai suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan. Keempat tindakan ini
lazimnya terjadi secara berurutan tanpa terputus. Membentuk pesan artinya
menciptakan suatu ide atau gagasan; biasanya terjadi di dalam benak atau
kepala seseorang melalui proses kerja sistem saraf. Pesan yang telah
terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain; baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Sementara ketika seseorang mengirim
pesan, maka pastilah ada seseorang lain yang berperan sebagai penerima
pesan yang disampaikan. Pesan yang diterima ini kemudian akan diolah
melalui sistem saraf manusia untuk kemudian diinterpretasikan. Setelah
diinterpretasikan, pesan tersebut akan menimbulkan tanggapan atau reaksi
dari orang tersebut. Apabila hal ini telah terjadi, maka pelaku komunikasi
akan kembali membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah,
secara terus-menerus dan berulang-ulang, keempat tindakan ini berlangsung.
pesan berupa lambang-lambang yang menjalankan ide atau gagasan, sikap,
perasaan, praktik, dan tindakan. Pesan bisa berbentuk kata-kata tertulis,
lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda, gerak-gerik, ataupun tingkah
laku dan berbagai bentuk tanda lainnya.Setiap komunikasi yang dilakukan
oleh aktor sosial selalu memiliki tujuan tertentu; artinya komunikasi yang
dilakukan selalu sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya
dengan cara berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Komunikasi
mengindikasikan adanya upaya untuk mencapai kebersamaan atau lebih
umumnya interaksi sosial yang bersifat asosiatif. Setiap kali dua orang
berkomunikasi, pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan berperan sebagai tujuan yang ingin dicapai.8
8
BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Pengantar
Interaksi sosial terdiri atas dua bentuk utama, yaitu interaksi asosiatif dan
disosiatif. Interaksi asosiatif mengarah pada bentuk-bentuk asosiasi; dimana
pelaku-pelakunya, baik individu maupun kelompok, membentuk suatu
perkumpulan atau gabungan. Sementara interaksi yang bersifat disosiatif
mencirikan suatu bentuk interaksi sosial dimana pelakunya, baik perorangan
maupun kolektif, menciptakan suatu hubungan atau bentuk interaksi yang
mengarah pada perpecahan atau perselisihan. Jika interaksi asosiatif identik
dengan usaha kolektif, maka interaksi disosiatif identik dengan perpecahan atau
perselisihan paham.9
Interaksi Sosial Disosiatif
Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada
bentuk-bentuk pertentangan, perselidihan, atau konflik, terdiri atas tiga macam
hubungan yang utama, yaitu:
1. Persaingan (Competition)
Persaingan adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau
kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara
kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak
lawannya. Contoh dari persaingan adalah pada sebuah sekolah pasti setiap
murid ingin lulus dengan nilai yang baik, tetapi setiap siswa ingin bersaing
untuk menjadi yang terbaik dalam kelasnya sehingga menimbulkan
persaingan dalam hal menunttut ilmu.
2. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan
dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak
senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang-terangan yang
ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur-unsur
kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi
kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
3. Konflik (Conflict)
Konflik adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat
tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat
mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah
yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.10
Interaksi Asosiatif dalam Ranah Sosiologi
Dalam ranah sosiologi, interaksi sosial dikaji dalam ruang lingkup yang
sederhana atau umum; dengan asumsi bahwa bentuk-bentuk interaksi ini dapat
ditemui dalam kehidupan sosial sehari-hari.
1. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merujuk pada praktik seseorang atau kelompok besar yang
bekerja di khayalak ramai atau masyarakat luas dengan tujuan mencapai
kemungkinan metode yang disetujui bersama secara umum; alih-alih bekerja
secara terpisah dalam persaingan yang merupakan bentuk interaksi
disosiatif. Kerja sama dapat sejumlah ranah bisnis, pertanian, dan
perusahaan dapat diwujudkan dalam bentuk koperasi.Kerja sama umumnya
mencakup paradigma yang berlawanan dengan kompetisi. Banyak orang
yang mendukung kerja sama sebagai bentuk yang ideal untuk pengelolaan
urusan perorangan.Walau begitu, beberapa bentuk kerja sama bersifat ilegal
karena mengubah sifat akses orang lain pada sumber daya ekonomi atau
lainnya. Sehingga, kerja sama dalam bentuk kartel bersifat ilegal, dan
pengontrolan harga juga biasanya ilegal.
10
Kerja sama digambarkan oleh Charles H.Cooley sebagai sesuatu yang
timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
penting dalam kerjasama yang berguna.” 11
2. Akomodasi (Accommodation)
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi yang
terjadi antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia dengan tujuan
meredakan pertentangan atau perselisihan.
Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang
dipakai oleh para sosiolog untuk menggambarkan keadaan persis seperti
pengertian adaptasi yang digunakan oleh para ahli biologi untuk
menyatakan suatu proses penyesuaian antara mahluk hidup dengan
lingkungan alam di mana ia hidup.12
Secara umum, akomodasi dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk yang lebih
spesifik, yaitu:
Koalisi (Coalition); adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan mutual. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena pelaku koalisi
mungkin mempunyai struktur dan visi berbeda satu sama lainnya.13
11 Jurusa Il u Ko u ikasi, Proses “osial da I teraksi “osial ,
http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/04/proses-sosial-dan-interaksi-sosial.html (24 Oktober 2011)
12 I teraksi “osial se agai Dasar Pe ge a ga Pola Keteratura da Di a ika Kehidupa
Sosial , http://agsas a yk. ordpress. o / / / /i teraksi-sosial/ (24 Oktober 2011) 13
Koersi (Coersion); adalah upaya meredakan suatu pertentangan dengan melakukan paksaan karena adanya salah satu pihak yang lebih lemah dan
dapat ditekan. Contohnya, masalah kerja paksa di penjara pemerintah.14 Arbitrasi (Arbitration); adalah upaya penyelesaian pertentangan oleh
pihak ketiga yang dipilih oleh kedua pihak yang bertikai sebagai
mediator. Contohnya adalah penyelesaian masalah GAM di Indonesia.15 Kompromi (Compromise); adalah upaya meredakan suatu pertentangan
dimana kedua pihak yang bertikai bersedia untuk sama-sama mengurangi
kadar pertentangan agar tercapai penyelesaian terhadap perselisihan yang
terjadi. Contohnya adalah akomodasi di antara beberapa partai politik
yang memiliki kekuatan sama kuat dalam pemilihan umum.16
Konsiliasi (Conciliation); adalah upaya mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya tujuan
bersama. Salah satu contoh konsiliasi adalah pemberian otonomi khusus
untuk Provinsi Aceh pascaperdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka.17
3. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi adalah suatu bentuk proses sosial yang timbul ketika kelompok
masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda; mereka saling
bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama sehingga lambat laun
kebudayaan asli mereka pun terdistorsi serta kemudian berubah sifat dan
wujudnya membentuk sebuah kebudayaan baru hasil campuran keduanya.
Roucek dan Roland (1963: 44) menyebut proses ini dapat menimbulkan
kebudayaan yang baru.18 Proses ini, misalya, dapat terjadi pada sepasang suami istri yang berasal dari dua wilayah berbeda. Perbedaan daerah asal ini
tentu menimbulkan benturan budaya di dalam keluarga. Namun, seiring
14
berjalannya waktu, mereka pun berhasil menyesuaikan diri masing-masing
dengan cara saling menoleransi perbedaan budaya dan kebiasaan satu sama
lain agar tidak menimbulkan konflik yang mengancam keutuhan keluarga.19
4. Akulturasi (Acculturation)
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok
masyarakat manusia, dengan suatu kebudayaan tertentu, dihadapkan dengan
unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat
laun unsur-unsur kebudayaan asing itu akan diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan aslinya sendiri; namun tanpa perlu menyebabkan hilangnya
kepribadian yang unik dari kebudayaan itu sendiri.
Akulturasi melibatkan mekanisme pertukaran fitur antara kedua budaya
yang terjadi ketika kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya
berbeda datang ke dalam kontak tangan secara terus-menerus. Lambat laun,
pola budaya asli dari salah satu atau kedua kelompok boleh jadi berubah,
tetapi kelompok yang menjalaninya tetaplah berbeda. Meskipun definisi dan
bukti yang ada menunjukkan bahwa akulturasi memerlukan proses
perubahan dua arah, penelitian, dan teori disertai dengan fokus pada
penyesuaian dan perubahan yang dialami oleh minoritas, lam kelamaan pun
mereka menanggapi kontak yang terjadi dengan kemudian menjadi
mayoritas dominan. Jika enkulturasi adalah belajar satu budaya, maka
akulturasi adalah belajar kedua budaya. Hubungan ini telah sering disusun
untuk menjadi konflik budaya unidimensional zero-sum; dimana budaya
minoritas akan dipindahkan oleh budaya kelompok dominan dalam proses
akulturasi.20 Pendapat senada disampaikan oleh Roucek dan Roland (1963: 41) yang menyatakan bahwa akomodasi merupakan kesepakatan sementara
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang tengah berseteru.21
19
Tim Mitra Guru, loc. cit. 20
Kun Maryati dan Juju Suryawati, loc. cit. 21
Dari empat bentuk interaksi asosiatif di atas, kerja sama merupakan bentuk
yang paling mudah ditemui sehari-hari. Oleh karena itulah, interaksi sosial dapat
dibedakan, secara umum, ke dalam ranah sosiologi dan hubungan internasional.
Interaksi Sosial Asosiatif dalam Ranah Hubungan Internasional
Pada prinsipnya, interaksi sosial, baik asosiatif maupun disosiatif, dalam
ranah hubungan internasional tidaklah berbeda dengan bentuk interaksi yang biasa
dalam ranah sosiologi. Perbedaan yang membuatnya unik adalah pelakunya, baik
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok maupun
kelompok, memiliki batasan negara yang memisahkan. Dengan kata lain, pelaku
interaksi sosial dalam hubungan internasional terdiri atas aktor-aktor dengan
perbedaan kebangsaan; baik secara geografis maupun kultural.
1. Kerja Sama (Cooperation)
Pengertian kerja sama dalam ranah hubungan internasional tidak berbeda
dengan pengertian kerja sama pada umumnya. Hanya saja, dalam ranah HI,
pihak yang bekerja sama memiliki perbedaan geografis berupa batas antar
negara; dalam artian kerja sama internasional. Kerja sama diartikan sebagai
dua pihak atau lebih yang membentuk kesepakatan bersama sehingga
menghasilkan tujuan dari kesepakatan itu dengan asas kepentingan bersama
sehingga menimbulkan akibat-akibat dari bentuk kesepakatan itu di antara
kedua belah pihak. Bentuk-bentuk kerjasama yang dikenal adalah: Kerja sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta; Kerja sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan
kepada bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya;
Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama;
Disamping dari dimensi sifatnya, kerja sama juga dapat dibedakan ke dalam
beberapa bentuk:
Kerukunan (Harmony), yaitu suatu bentuk kerja sama yang mendasar sekali yang mudah terjadi di kehidupan masyarakat sehari-hari. Contoh
kerukunan di dalam masyarakat yaitu sistem keamanan lingkungan
dalam permukiman tertentu untuk menjaga keamanan masyarakat sekitar; Tawar-Menawar (Bargaining), merupakan bentuk kerja sama yang dihasilkan melalui proses tawar-menawar atau kompromi antara dua
pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama
ini pada umumnya dilakukan di bidang perdagangan atau jasa.
Kooptasi (Cooptation); adalah proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu organisasi agar tidak
terjadi keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi tersebut. Contohnya adalah kebijakan pemerintah RI menyetujui penerapan hukum
Islam di Aceh yang semula masih pro kontra untuk mencegah
disintegrasi bangsa.
Koalisi (Coalition); yaitu kombinasi antara dua pihak atau lebih yang bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua partai politik dalam
mengusung tokoh yang dicalonkan dalam pilkada.
Usaha Gabungan (Joint Venture); yaitu kerja sama antara pihak asing dengan pihak setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu.
Contohnya kerjasama antara PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT
Pertamina dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu.
2. Akomodasi (Accommodation)
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri dari orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang semuanya saling bertentangan sebagai
upaya untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Selain itu, ada pula yang
mengartikan akomodasi sebagai bentuk usaha manusia meredakan
pihak-pihak yang berkonflik harus saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut
dengan cara bekerja sama.
Tujuan dari akomodasi adalah terciptanya keseimbangan interraksi sosial
dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Ini
dapat digunakan untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan
menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau
tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain: Koersi (Coersion)
Koersi adalah akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak
pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah. Contohnya adalah
penggusuran pedagang kaki lima oleh pemerintah. Kompromi (Compromise)
Kompromi merupakan suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang
terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu
penyelesaian. Syaratnya tentu semua pihak harus bersedia untuk
merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Contoh kompromi
salah satunya adalah ganti rugi yang diberikan investor kepada pemilik
tanah ketika melakukan pelebaran jalan. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi adalah suatu bentuk akomodasi yang mana pihak-pihak
berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, akan
diundang pihak ketiga yang tidak memihak atau netral untuk
mengusahakan penyelesaian pertentangan tersebut. Pihak ketiga disini
dapat pula ditunjuk atau dilaksanakan oleh suatu badan yang dianggap
berwenang. Contonya adalah perundingan antara Belanda dan Indonesia
yang diwakili oleh negara-negara asing. Mediasi (Mediation)
Mediasi merupakan bentuk akomodasi yang hampir sama dengan
arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah atau juru
damai tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan
arbitrasi. Contoh mediasi antara lain adalah perundingan antara Republik
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang dimediatori oleh
Finlandia di Helsinki. Ajudikasi (Adjudication)
Ajudikasi adalah metode penyelesaian masalah atau sengketa melalui
pengadilan atau jalur hukum. Misalnya seperti perebutan warisan
keluarga, perceraian, sengketa tanah, atau penyelesaian utang perusahaan
melalui pengadilan. Konsiliasi (Conciliation)
Konsiliasi mengarah pada suatu bentuk akomodasi yang mengusung ide
untuk mempertemukan seluruh keinginan-keinginan dari pihak-pihak
yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Contohnya
adalah sengketa GAM dengan Pemerintah RI atau sengketa RI dengan
Malaysia mengenai Blok Ambalat. Bisa juga dengan permasalahan di
perbatasan Indonesia-Malaysia, dengan musyawarah pembagian hasil
Blok Cepu.
Toleransi (Tolerance)
Toleransi merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan
yang resmi. Biasanya terjadi karena adanya keinginan-keinginan untuk
sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling
merugikan kedua belah pihak. Contohnya adalah toleransi antar umat
beragama, toleransi dengan sesama teman, atau tolerasi antarpaham
dalam suatu agama tertentu. Toleransi inilah yang diperlukan oleh negara
multikultural seperti Indonesia Impas (Stalemate)
Stalemate adalah suatu bentuk akomodasi dimana kelompok yang terlibat
pertentangan mempunyai kekuatan yang seimbang lalu berhenti pada
suatu titik untuk tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena
kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai
contoh adalah adu kekuatan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada
Gencatan Senjata (Cease Fire)
Gencatan senjata yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu
tertentu guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh
diganggu. Biasanya terjadi dalam suatu perperangan, seperti untuk
melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas,
mengadakan perundingan perdamaian secara diplomatik, merayakan hari
suci keagamaan, dan lain-lain. Contoh genjatan senjata adalah seperti
ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet memulai perang dingin
pasca-Perang Dunia.
Eliminasi (Elimination)
Eliminasi addalah pengunduran diri dari salah satu pihak yang terlibat di
dalam konflik dengan cara mengungkapkannya secara eksplisit, seperti
kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
Subjugasi (Subjugation) atau Dominasi (Domination)
Subjugasi adalah bentuk akomodasi dimana orang atau pihak yang
mempunyai kekuatan terbesar memaksa orang atau pihak yang lebih
lemah untuk menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara
pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat. Aturan Mayoritas (Majority Rule)
Aturan mayoritas menawarkan ide untuk menjadikan suara terbanyak
yang ditentukan melalui voting sebagai metode pengambilan keputusan
tanpa mempertimbangkan argumentasi. Kesediaan Minoritas (Minority Consent)
Kesediaan minoritas menawarkan ide pemberian kemenangan kelompok
mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas.
Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat
untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas. Integrasi (Integration)
Integrasi yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan
kembali pendapat-pendapat yang ada sampai akhirnya diperoleh suatu
3. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan
manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang
saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga
kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah
sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi
unsur-unsur kebudayaan campuran. Atau dapat juga diartikan Asimilasi
adalah suatu penyesuaian atau penyelarasan proses sosial dalam taraf
lanjutan yang ditandai dengan adanya usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengurangi perbedaaan yang terdapat pada orang perorangan atau
kelompok. Contoh dari bentuk asimilasi misalnya seorang warga Indonesia,
A, menyukai tarian Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan orang
Amerika Latin dan bisa menari tango. Karena keduanya terus menerus
berinteraksi, maka terjadilah percampuran budaya yang menghasilkan
budaya baru. Maksudnya, A akhirnya punya tarian baru yang merupakan
hasil penyatuan tarian Bali dan tarian Tango, tetapi tarian barunya tidak
serupa dengan tarian Bali ataupun tarian Tango. Contoh-contoh lainnya
yang dapat ditemui adalah:
Halal-bi-Halal; merupakan campuran kebudayaan Islam dan Indonesia Mauludan di berbagai daerah dengan cowekannya; juga campuran
kebudayaan Islam dengan Indonesia
Musik keroncong; percampuran seni musik Melayu dengan seni musik Spanyol
Musik dangdut; merupakan campuran musik India dengan musik Melayu
Sebagaimana dengan interaksi sosial lainnya, asimilasi pun memiliki faktor
pendorong terjadinya, yaitu:
Adanya toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaannya;
Adanya kesediaan menghormati dan menghargai orang asing serta kebudayaan yang dibawanya;
Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat; Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal; Perkawinan campuran antar suku atau golongan (amalgamation);
Keberadaan musuh bersama (mutual enemy) untuk memerangi pihak lain.
Sementara faktor-faktor yang dapat menghalangi terjadinya asimilasi si
suatu wilayah tertentu antara lain:
Adanya kelompok yang terisolir atau terasing dari pergaulan umum; Kurangnya pengetahuan atau pemahaman mengenai kebudayaan baru
yang dihadapi;
Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan lain;
Perasaan bahwa kebudayaan sendiri lebih tinggi dari pada kebudayaan kelompok lain (primordialisme);
Perbedaan ciri-ciri fisik atau ras serta perbedaan kemajuan teknologi di bidang perekonomian;
Perasaan yang kuat bahwa individu terikat oleh kebudayaan kelompoknya sendiri;
Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok penguasa
4. Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Berikut contoh-contoh bentuk akulturasi yang dapat dianggap berkaitan
Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari kebudayaan Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal Indonesia;
Kereta Singo Barong di Cirebon yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa
lain. Wajah kereta ini berbentuk perwujudan tiga binatang, yaitu gajah,
naga, dan burak. Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India
yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan
Cina yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya,
TEORI INTERAKSI SOSIAL ASOSIATIF
Prinsip-prinsip kunci dari teori asosiatif terutama adalah kedekatan dan
kesamaan dalam belajar yang dilakukan secara eksplisit dalam tradisi asosiatif.
Secara umum, sebagaimana telah dijelaskan, terdapat dua syarat terjadinya
interaksi sosial; yaitu keberadaan kontak sosial (social contact) serta komunikasi
sosial (social communication) dimana seseorang memberi arti pada perilaku orang
lain dan perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang
yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.
Interaksi asosiatif bersifat menguatkan ikatan sosial dan cenderung kontinu
atau berkelanjutan, karena:
Didasarkan pada kebutuhan yang nyata; Memperhitungkan efektivitas;
Memperhatikan efisiensi;
Didasarkan pada kaidah-kaidah atau nilai dan norma sosial yang berlaku; Tidak memaksa secara fisik dan mental.
Meskipun begitu, teori asosiatif juga dapat berakhir secara tidak memuaskan
karena dua alasan, yaitu:
Unsur paksaan dalam kewajiban asosiatif terlalu keras sehingga nuansa moralnya tidak kuat;
Membuka ruang bagi negara untuk memaksakan hukum pada warga negara hanya karena kedudukannya sebagai warga negara, namun lalai
mempersoalkan apakah negara memiliki otoritas yang sah (legitimate)
untuk memaksakan hukum.
Singkatnya, teori asosiatif tidak mempunyai landasan moral yang kuat untuk
mematuhi hukum yang berlaku.22
22
1. Teori Transaksional (Transactional Theory)
Teori Transaksional atau biasa disebut sebagai ego seorang manusia
dikemukakan oleh Collins, yang menerangkan bahwa manusia memiliki tiga
status ego, yaitu:
Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent, Axteropsychic) Sikap orang dewasa (Adult, Neopsychic)
Sikap ego anak (Child, Carheopsychic).
2. Teori Kewajiban Natural (Theory of Natural Obligation)
Dalam teori kewajiban natural, setiap manusia memiliki kewajiban untuk
patuh pada hukum bukan didasarkan pada “siapa saya” (pertimbangan
asosiatif) ataupun “apa yang sudah saya dapatkan” (pertimbangan transaksional); teori ini mendasarkan pendekatannya pada kewajiban setiap
manusia, sebagai aktor sosial, untuk mematuhi hukum lebih pada norma
moral umum imparsial.
3. Teori Stimulus dan Respon Asosiatif (Associative Theory of Stimulus and
Response)
Edward Lee Thorndike, seorang pendidik dan psikolog berkebangsaan
Amerika, menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan dan tindakan.
Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di
laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan
seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat
dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku
manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian
dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan
demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon.
Oleh karena itu, menurut Hudojo (dalam Asnaldi, 2008), teori Thondike ini
disebut juga dengan teori asosiasi. Dari eksperimen yang dilakukan
Thorndike terhadap kucing, ia menghasilkan hukum-hukum belajar, yaitu: Hukum Efek (La w of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa jika sebuah respon menghasilkan efek
yang memuaskan, maka hubungan stimulus dan respon akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon,
maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi. Hukum Kesiapan (La w of Readiness)
Hukum kesiapan menyatakan bahwa kesiapan mengacu pada asumsi
bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan
pengantar (conduction unit); dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
Hukum Pelatihan (La w of Exercise)
Hukum percobaan menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan
respon akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
Hukum ini dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan yang diikuti akibat
yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada
waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak
menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada
Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep
transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini
mengemukakan penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk
menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada
unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur
pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling
berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat
diselesaikan.
Unsur-unsur yang saling berasosiasi membentuk satu ikatan sehingga
menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus
dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya,
kemapuan melakukan operasi aritmetika; penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian yang telah dimiliki siswa sekolah, haruslah dilatih
terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi
aritmetika oleh guru. Dengan demikian, kemampuan mengerjakan operasi
aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan
latihan.
4. Teori Asosiasi Diferensial (Theory of Diferential Association)
Teori Asosiasi Diferensial dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland, yang
mengemas teori ini dalam dua versi; pada tahun 1939 dan 1947. Munculnya
teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:
Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan;
Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan;
Pada versi pertama, Sutherland, dalam bukunya “Principles”, memfokuskan
pemikirannya pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta
asosiasi diferensial. Pengertian asosiasi diferensial, oleh Sutherland,
dimaksudkan bahwa tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan
penjahat akan menyebabkan perilaku kriminal; tetapi yang terpenting adalah
isi dari proses komunikasi yang dibentuk dengan orang lain.
Sementara dalam versi kedua, yang disajikan pada buku yang sama,
“Principles” edisi ke empat (1947), Sutherland menekankan bahwa semua tingkah laku dapat dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku jahat tidak
diwariskan, akan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.
Kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat
dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Hal yang
dipelajari dalam kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan
kejahatan dan alasan; nilai-nilai, motif, rasionalisasi, dan tingkah laku yang
mendukung perbuatan jahat tersebut.23
5. Teori Substitusi Stimulus dan Rangsangan Bersyarat (Theory of Stimulus
Substitution and Classical Conditioning)
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya di Amerika, Ivan Pavlov
(1849-1936) juga menghasilkan teori belajar, yang disebut dengan classica l
conditioning atau stimulus substitution, di Rusia. Mula-mula, teori
conditioning ini dikembangkan oleh Pavlov pada 1972. Teori Pavlov
berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam
percobaannya, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi
bersyarat pada anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan cahaya. Pada saat
diberi makanan dan lampu, respon anjing tersebut ternyata berupa keluamya
air liur. Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai
dengan bel, air liur tersebut juga keluar. Pada saat bel atau lampu diberikan
mendahului makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan
yang diberikan tersebut oleh Pavlov disebut sebagai rangsangan bersyarat,
sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang
bersyarat. Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan
perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respon berupa keluarnya
air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat, seperti bel dan lampu,
diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan
respon dalam bentuk keluamya air liur.
Oleh karena perangsang bersyarat, sebagai pengganti perangsang tak
bersyarat, yaitu makanan, ini ternyata dapat menimbulkan respon, maka ia
juga dapat berfungsi sebagai conditioned atau bersyarat. Karena itu, teori
Pavlov ini dikenal sebagai classical conditioning. Menurut Pavlov,
pengondisian yang dilakukan pada anjing ini dapat juga berlaku pada
manusia.
Teori kondisional ini kemudian lebih lanjut dikembangkan oleh Watson
(1970). Ia adalah orang pertama, di Amerika Serikat, yang mengembangkan
teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat,
bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau
respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia
dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa
takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh
hubungan-hubungan stimulus dan respon yang baru melalui conditioning.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor
tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi;
dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa dibarengi stimulus tak
bersyarat.
Sementara E. R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia
mengemukakan prinsip belajar yang disebut “The La w of Association” yang berbunyi bahwa suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu
gerakan cenderung akan menimbulkan gerakan itu apabila kombinasi
stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika seseorang mengerjakan
akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurutnya, belajar memerlukan
penghargaan atau rewa rd dan kedekatan antara stimulus dan respon. Guthrie
berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif
atau tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu memberi
dampak positif atau tidak.
Guthrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah. Tingkah
laku jelek dapat diubah menjadi baik; dan sebaliknya. Teori Guthrie,
berdasarkan model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain,
menyatakan bahwa respon atas suatu situasi cenderung diulang manakala
individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang kemudian disebut
sebagai asosiasi.
Menurut Guthrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan dari berbagai
stimulus; dapat internal maupun eksternal, dan respon. Dalam situasi
tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi
tersebut, dapat benar dan dapat juga salah. Pada akhirnya, Guthrie
menyimpulkan bahwa ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut,
yaitu:
Metode Respon Bertentangan (Contradictive Response Method) Metode Pembosanan (Monotonous Method)
Metode Pengubahan Lingkungan (Environmental Alternation Method)24
6. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
B.F. Skinner, seorang ilmuwan berkebangsaan Amerika, dikenal sebagai
tokoh behaviorisme dengan pendekatan model instruksi langsung atau direct
instruction. Ia meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning. Gaya mengajar seorang guru, misalnya, dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui
pengulangan (drill) dan latihan (exercise). Manajemen kelas, menurut Skinner, adalah suatu usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior
modification); antara lain dengan penguatan (reinforcement), yaitu memberi
penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
pada perilaku yang tidak tepat.
Skinner mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan (reinforcement); maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus dan respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila
representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat
meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan
penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan atau dihapuskan karena
cenderung menguatkan tingkah laku.
Skinner mengembangkan teori kondisional Pavlov dengan menggunakan
tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya, Skinner
membedakan respon yang dihasilkan menjadi dua, yaitu respon yang timbul
dari stimulus tertentu dan respon operant (instrumental) yang timbul dan
berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori
Skinner ini dikenal dengan nama operant conditioning. Seperti halnya
Thondike, Skinner menganggap rewa rd atau reinforcement sebagai faktor
terpenting dalam proses belajar. Ia berpendapat bahwa tujuan psikologi
adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Oleh karena itulah, ia
membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni:
Responses, yaitu respon yang terjadi karena stimulus khusus, seperti teori yang dikemukakan Pavlov;
Operants, yaitu respon yang terjadi karena situasi acak.
Dalam teori ini, penguatan tidak diperlakukan karena stimulusnya
menimbulkan respon yang diinginkan. Berbeda dengan operant
conditioning yang merupakan suatu situasi belajar dimana suatu respon
terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu discriminative stimulus
atau tanda untuk memperkuat respons.25
Lebih lanjut, Skinner membagi stimulus penguatan ke dalam lima jenis: Positive Reinforcement, yaitu penyajian stimulus yang meningkatkan
probabilitas suatu respon;
Negative rinforcement, yaitu pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan;
Punishment atau hukuman dan imbalan atau Rewa rd, yaitu pemberian stimulus yang menyenangkan atau tidak menyenangkan secara sengaja; Primary Reinforcement, yaitu stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
fisiologis;
Behavior Modification, yaitu pemberian stimulus berdasarkan minat dan kesenangan tertentu.
Skinner juga mengemukakan bahwa setidaknya, ada enam jenis operant
conditionings yang dapat diidentifikasi, yaitu: Penguatan positif dan negatif;
Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku agar semakin mendekati tingkah laku yang diharapkan;
Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai
dengan yang diisyaratkan;
Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan;
Chain of Respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain;
Penjadwalan penguatan atau reinforcement scheduling, dilakukan sebagai variasi dalam pemberian penguatan.26
25
Ibid. 26
Dalam teorinya, Skinner juga menyatakan empat cara untuk menentukan
kapan suatu penguatan baik dilakukan, yaitu:
Fixed Ratio Schedule, penguatan baru dilakukan setelah terjadi jumlah tertentu dari respon;
Variable Ratio Schedule, penguatan dilakukan setelah dicapai jumlah rata-rata respon;
Fixed Interval Schedule, penguatan dilakukan di antara penguatan yang lain;
STUDI KASUS
Topik Pembahasan: Kesepakatan Pertukaran Tawanan Perang antara Israel dan Palestina pada 18 Oktober 2011
Perang berkepanjangan antara Israel dan Palestina, pasca-Perang Dunia II,
selalu diwarnai dengan berbagai bentuk kekerasan dan perselisihan. Semenjak
kaum Yahudi, dibantu oleh pasukan sekutu, melakukan aneksasi terhadap wilayah
Palestina dan kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya pad 1947, kedua
negara sama-sama belum berhasil mencapai titik temu untuk mencapai
perdamaian. Jika ditambah dengan berbagai perang lain yang tidak melibatkan
Palestina secara langsung, seperti Perang Enam Hari Israel dengan Mesir, maka
catatan perselisihan Israel dengan negara-negara di wilayah timur tengah pun
sudah tak terhitung jumlahnya.
Meskipun begitu, dalam sejarahnya, pemerintah Israel beberapa kali
mencapai kesepakatan dalam konteks pertukaran tawanan perang dengan berbagai
negara; diantaranya Lebanon, Suriah, dan tentu Palestina. Dalam catatan sejarah,
berikut adalah beberapa kesepakatan pertukaran tawanan perang yang pernah
melibatkan Israel:
1983 - 4.600 tahanan berkewarganegaraan Arab ditukar dengan 6 serdadu Israel
yang ditahan di Lebanon;
1984 - 291 tahanan dan 72 jenazah warga negar Suriah ditukar dengan 6 serdadu
dan 5 jenazah warga negara Israel;
1985 - Pada bulan Mei, 1.150 tahanan berkewarganegaraan Arab ditukar dengan
3 serdadu Israel; serta 331 tahanan Israel ditukar dengan 39 penumpang
pesawat milik U. S. TWA yang dibajak pada Juni-Juli;
1996 - 123 jenazah gerilyawan Palestina dan 45 tahanan berkewarganegaraan
Lebanon ditukar dengan 2 jenazah serdadu dan 17 anggota milisi South
2004 - 331 tahanan warga Syi’ah Lebanon ditukar dengan 3 jenazah serdadu dan
Elhanan Tammenbaum, seorang pengusaha papan atas Israel;
2008 - 5 pria Palestina ditukar dengan 2 jenazah serdadu Israel;
2011 - 1.027 warga Palestina ditukar dengan seorang serdadu Israel, Gilad Shalit,
yang ditahan Hamas sejak 2006.27
Lebih lanjut, berikut kutipan beberapa ekspos media massa mengenai
pertukaran serdadu Israel, Gilad Shalit, dengan lebih dari seribu warga sipil
Palestina:
GAZA — Puluhan ribu warga Palestina yang mengibarkan bendera
hijau Hamas kemarin bersorak dalam reli di Kota Gaza atas pembebasan
para tahanan Palestina di Israel dalam pertukaran dengan seorang
tentara Israel. Di tanah Israel, Sersan Gilad Shalit, 25 tahun,
akhirnya kembali pulang setelah ditahun di Jalur Gaza sejak 2006.
, , ,
lelah, dan sesak napas beberapa kali dalam wawancara di stasiun
televisi Mesir, Nile.
P ,
kru tank Israel yang sempat cemas akan ditahan bertahun-tahun itu.
Pekan lalu, ia baru diberitahu akan dibebaskan.
Shalit dibawa melintasi perbatasan dari Jalur Gaza ke
Semenanjung Sinai, Mesir, dan diangkut ke perbatasan Vineyard of
Peace di Israel. Di lokasi itu sebuah helikopter menunggu untuk
menerbangkannya ke sebuah pangkalan udara Israel guna bertemu dengan
kedua orang tuanya.
Pada saat yang bersamaan, warga Palestina menunggu 477
tahanan, termasuk 27 perempuan, yang dibebaskan untuk tahap pertama
dari total 1.050 tahanan.
27
Di Tepi Barat, Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas,
berpidato di depan ribuan warga. Abbas memuji mereka sebagai pejuang
kebebasan.
Kegembiraan meruap di Israel. Shalit kadung populer sebagai
son of all jajak pendapat terbaru
menunjukkan bahwa mayoritas warga Israel mendukung kesepakatan
ribuan-untuk-satu. Meskipun banyak tahanan yang bebas dikutuk karena
melakukan aksi serangan mematikan.
Buat Palestina, kini saatnya merayakan apa yang disebut Hamas
seba .
P , -Qawasmeh, yang menunggu putranya, Amer,
yang sudah dibui 24 tahun.
Proses pertukaran yang difasilitasi Mesir itu mendapat restu
dari Mahkamah Agung Israel.28
Lebih lanjut, pihak Israel pun mengklaim bahwa kesepakatan ini sama
sekali tidak memengaruhi upaya perdamaian di Timur Tengah. Ia
menyampaikan bahwa pihak Hamas, Palestina, tidak memiliki sedikitpun
itikad untuk menyelesaikan sengketa yang ada melalui jalut damai. Berikut
kutipan wawancara sebuah media massa dengan Juru Bicara Pemrerintah
Israel, Yigal Palmor:
Sersan Gilad Shalit, serdadu Israeli Defense Forces berusia 24
tahun, berharap pembahasan dirinya bisa mendorong terciptanya proses
perdamaian di Timur Tengah. Shalit kemarin dibebaskan setelah
disekap oleh fraksi garis keras Palestina, Hamas, sejak 2006. Hal
itu dikatakan Shalit dalam wawancara pertamanya dengan media Mesir
setelah dibebaskan.
w ,
ditonton ju .
. P
cungkring yang diculik lima tahun lalu ketika berusia 19 tahun ini
mengaku gembira bisa kembali ke tengah keluarga.
Juru bicara pemerintah Israel, Yigal Palmor, berpendapat
pertukaran tahanan ini tak memiliki pengaruh sama sekali atas upaya
perundingan damai dengan Palestina.
,
kata Palmor menjawab pertanyaan Andre Priyanto dari Tempo via surat
. M
. w w
yang dilakukan kemarin via surat elektronik:
Tempo: Apa yang membuat Israel sepakat melepas tahanan Palestina?
Palmor: Tentu ini keputusan yang sulit; sebab kami mesti melepaskan
teroris teroris yang telah divonis bersalah di pengadilan
kaena membunuh ratusan warga tak berdosa. Tapi,
penyanderaan Shalit, yang mengabaikan hak paling dasar
manusia, membuat pemerintah bertekad menyelamatkan dia
sekalipun ongkosnya mahal. Kami sangat menghormati hak
asasi manusia. Oleh karena itu, kami merasa sangat buruk
bilamana mesti membiarkan Shalit tewas di penjara bawah
tanah ketimbang melepaskan para terdakwa terorisme ini.
Tempo: Bagaimana menanggapi warga yang tak puas atas keputusan
ini?
Palmor: Benar sekali banyak warga yang berkeras agar para terdakwa
pelaku pembunuhan ini tak dibebaskan. Mereka ingin
terpidana menjalani masa hukuman secara penuh; sebab negara
kami tak punya hukuman mati. Sejumlah keluarga yang
kehilangan orang yang dicintai karena dibunuh para
terpidana yang dibebaskan ini merasa tertekan dan cemas.
Namun opini publik mendukung pertukaran tahanan ini seperti
Tempo: Apa ini semacam tawaran untuk berdamai dengan Otoritas
Palestina?
Palmor: Kami sangat ingin merundingkan perdamaian dengan Presiden
(Mahmoud) Abbas selekas mungkin tanpa syarat; tapi Hamas
menolak berunding. Mereka lebih menyukai aksi kekerasan,
penolakan, dan ekstrimisme. Saya percaya kami mesti
melanjutkan upaya untuk memperbarui pembicaraan-pembicaraan
damai dengan Otoritas Palestina. Jadi, menurut hemat kami,
pertukaran tahanan ini tak akan memiliki pengaruh pada
pembicaraan-pembicaraan perdamaian.
Tempo: Israel akan membuat kesepakatan baru dengan Hamas atau
Otoritas Palestina?
Palmor: Hamas tak pernah sekali pun mengubah pandangan mereka;
terus menolak berdamai dengan Israel dan hanya menyerukan
kekerasan untuk menghancurkan Israel. Tapi kebanyakan warga
Palestina mulai aham bahwa cara-cara seperti ini tak akan
memberi perubahan apa-apa. Kebanyakan warga Palestina
menolak versi fanatik ajaran Islam. Karena itu, ketika
Hamas kembali menguasai Jalur Gaza, mereka kerap menjadi
masalah buat Israel dan Otoritas Palestina. Oleh karena
itu, kami senantiasa waspada dalam mengawasi perbatasan
kami. Kami tak mengizinkan Hamas menyelundupkan senjata,
misil, dan bahan peledak; yang kebanyakan datang dari
Iran.29
Dari keterangan-keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepakatan
pertukaran tawanan antara Israel dan Palestina pada Selasa, 18 Oktober 2011 lalu,
dapat digolongkan sebagai suatu bentuk interaksi sosial asosiatif. Terlepas dari
fakta-fakta sejarah dan keadaan secara umum yang menggambarkan suatu bentuk
disosiatif, kesepakatan ini tetaplah merupakan suatu langkah yang baik.
29
Bagi masyarakat banyak, pertukaran tahanan ini boleh jadi dianggap tidak
berimbang dilihat dari segi kuantitas. Akan tetapi, hasil yang muncul dari
kesepaktan ini, secara teoritis, tidaklah mempengaruhi situasi yang berlangsung.
Hal yang perlu diperhatikan disini adalah kenyataan bahwa proses kesepakatan
yang terjadi merupakan suatu hasil akhir dari kontak dan komunikasi sosial yang
dijalin kedua belah pihak.
Interaksi yang terjalin antara Israel dan Hamas, sebagai perwakilan
Palestina, dapat disebut sebagai sebuah hasil dari kerja sama. Kerja sama ini dapat
disempitkan lagi jenisnya kepada kerja sama yang bersifat tawar-menawar atau
bargaining. Kedua belah pihak, yang merasa perlu melindungi warga negaranya,
membuat keputusan yang dianggap sebagai sama-sama menguntungkan bagi
kedua belah pihak.
Hamas, sebagai aliansi warga Palestina, memegang kendali penuh atas
tawar-menawar yang terjadi karena memiliki posisi yang lebih kuat; meskipun
hanya mengandalkan satu orang untuk dipertukarkan. Sementara Israel, sebagai
pihak yang menahan ribuan warga Palestina di penjara-penjaranya, memiliki
bargaining position yang lebih lemah karena hanya bisa mengimbangi penawaran
yang diberikan oleh pihak Hamas.
Secara singkat, ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh:
Proses kesepakatan yang terjalin adalah suatu bentuk kerja sama, dimana pihak Israel dan Palestina melakukan tawar-menawar sehubungan jumlah
tawanan yang akan dipertukarkan (bargaining)
Dalam proses perundingan kesepakatan, terjadi bentuk interaksi arbitrasi (arbitration) dengan Mesir sebagai pihak ketiga yang tidak berhak dan
berwenang membuat keputusan; hanya memfasilitasi;
Kesepakatan yang dihasilkan dapat digolongkan sebagai suatu akomodasi kompromi (compromise) karena kedua pihak harus sama-sama
mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain
Bentuk kesepakatan yang dicapai adalah sebuah kerja sama kontak atau Contract Cooperation; karena kedua pihak mencapai kesepakatan
BIBLIOGRAFI
Arjanto, Dwi. Disadur dari Associated Press, Reuters, dan British Broadcasting
Channel. “Gilad Shalid Bebas”. Tempo, 19 Oktober 2011, A15.
Asnaldi, Ari. “Teori Behavioristik”. http://www.scribd.com/doc/8210451/Behavi
oristik-vs-Konstruktivistik-3 (14 Februari 2009)
Dakir, Dakir. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Dwi, Dwi. “Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial”. http://klikbelajar.com/pelajaran -sekolah/bentuk-bentuk-interaksi-sosial/ (25 Oktober 2011)
Gizzary, Gizzary. “Pengertian Perjanjian Internasional”. http://id.shvoong.com/
law-and-politics/politics/2158086-pengertian-perjanjian-internasional/#ixzz
1bmrHQUAQ (25 Oktober 2011)
Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia. “Interaksi Sosial: Definisi, Bentuk, dan
Ciri-Cirinya”. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-defin
isi-bentuk-ciri.html (24 Oktober 2011)
Kohoe, E. J. Associative Theory versus Cla ssical Conditioning: Their Proper
Relationship. 2004.
Maryati, Kun., dan Juju Suryawati. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X.
Jakarta: Erlangga Esis, 2007.
Pasya, R., dan Gurniwan Kamil. “Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial”. http://file.upi.
edu/Direktori/FPIPS/JUR.PEND._GEOGRAFI/196103231986031-R._GUR
NIWAN_KAMIL_PASYA/P_Sosiologi/bentuk2_interaksi.pdf (25 Oktober
2011)
Priyanto, Andree. Disadur dari Associated Press dan Reuters. “Saling Tukar Sejak
1983”, Tempo, 20 Oktober 2011, h. A15.
——. “Yigal Palmor, Juru Bicara Pemerintah Israel: Israel Menghormati Hak
Asasi”. Tempo, 20 Oktober 2011, A15.
Ramdhani, Suci. “Interaksi Sosial Asosiatif dan Disosiatif”. http://www.scribd.
com/doc/43122167/Interaksi-Sosial-Asosiatif-Dan-Disosiatif (25 Oktober
Riyanto, Bambang. “Teori Asosiasi Thorndike dan Penguatan Skinner”. http://ba
mbangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-asosiasi-thondike-dan-pe nguatan-skinner/teori-belajar-thondike-dan-skinner/ (24 Oktober 2011)
Schwarzenberger, G. International La w as Applied by International Courts and
Tribunal. Sweet & Maxwell, 1976.
Ujan, A. A. Filsafat Hukum: Membangun Hukum, Membela Keadilan. Jakarta: