commit to user
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakata
Oleh:
PRADITYO ABI KARAMI
NIM. F0308006
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”
(QS. Al-Baqarah:45)
“See beyond the eyes can see”
(Felix Y. Siauw)
commit to user
Karya ini kupersembahkan kepada:
ALLAH SWT. Tanpa campur tangan-Nya, karya kecil ini tidak akan pernah berhasil.
Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan nasihat, semangat, dan doa
Adik-adikku
commit to user
Puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas ridho-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “KOMPENSASI, KINERJA DAN
RISK TAKING
:
BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA”. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi, Jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Usaha penyusunan skripsi tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya
partisipasi dari semua pihak. Oleh karenanya, penulis akan menyampaikan ucapan
terimakasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta,
2.
Bapak Drs. Santosa Tri H., M.Si, Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3.
Bapak Taufiq Arifin, S.E., M.Si, Ak. Selaku dosen pembimbing skripsi,
yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi
ini dapat disusun dengan baik dan lancar,
4.
Ibu Dra. Muthmainah, M.Si, Ak. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama masa perkuliahan,
5.
Bapak Irwan Trinugroho, S.E., M.Sc. yang telah memberikan inspirasi
dalam penyelesaian skripsi ini,
6.
Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi UNS yang telah memberikan bekal
commit to user
8.
Irsha, Indi, Bani. Terima kasih selalu menjadi penyemangat dan motivasi,
9.
Seluruh teman-teman Akuntansi angkatan 2008, atas kebersamaan yang
terjalin selama ini, dan
10.
Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu segala bentuk kritik dan masukan sangat diharapkan. Terakhir semoga
penelitian ini dapat bermanfaat
Surakarta, Desember 2012
commit to user
Halaman
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
ABSTRAK..………... iv
ABSTRACT………... v
HALAMAN MOTTO………... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN………... vii
KATA PENGANTAR………... viii
DAFTAR ISI………. x
DAFTAR TABEL………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN………. xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang………...
1
1.2
Perumusan Masalah………... 6
1.3
Tujuan Penelitian………
8
commit to user
2.5
Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis….
21
1.
Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap
Kinerja Perusahaan………
21
2.
Pengaruh Kompensasi Esekutif Terhadap
Risk
Taking...
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel………....
24
3.2
Data dan Sumber Data………..
25
3.3
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………...
26
commit to user
4.1
Deskriptif Data………...
36
1.
Seleksi Sampel……… 36
2.
Statistik Deksriptif dan Korelasi………
37
4.2
Pengujian Hipotesis dan Pembahasan………. 40
1.
Analisis Regresi Ganda………... 40
2.
Pengujian Ketepatan Perkiraan (R Square)……... 59
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan………... 67
5.2
Keterbatasan………. 70
5.3
Saran Bagi Penelitian Selanjutnya……… 70
DAFTAR PUSTAKA………. 72
commit to user
4.1.
Sampel Penelitian……….. 36
4.2
Hasil Statistik Deskriptif……… 37
4.3
Matriks Korelasi……… 39
4.4.
Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROA sebagai Variabel Dependen…... 41
4.5
Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROE sebagai Variabel Dependen…… 44
4.6
Hasil Analisis Regresi Ganda untuk NPL sebagai Variabel Dependen……. 47
4.7.
Hasil Analisis Regresi Ganda untuk SDROA sebagai Variabel Dependen.. 52
commit to user
1.
Daftar Sampel……… 1
2.
Statistik Deskriptif………... 1
3.
Hasil Pengujian Normalitas………... 1
4.
Hasil Pengujian Multikolinieritas………... 1
5.
Hasil Pengujian Autokorelasi……… 1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh
kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan serta pengaruh kompensasi
eksekutif terhadap
risk taking
pada industri perbankan di Indonesia. Untuk tujuan
tersebut penelitian ini menggunakan 92 observasi dari 28 perusahaan perbankan
yang memberikan informasi mengenai kompensasi yang diberikan kepada
eksekutif perusahaan pada tahun 2001 hingga 2010. Perusahaan perbankan yang
terdaftar di Indonesia yang dipilih dengan menggunakan
purposive sampling.
Untuk pengujian data, penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kompensasi
eksekutif
mempengaruhi kinerja perusahaan (ROA dan ROE). Adanya kompensasi
eksekutif yang tinggi dapat meningkatkan kinerja perusahaan terutama pada
perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian terhadap
risk taking
(NPL, SDROA dan
SDROE) menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif mempengaruhi
risk taking
yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan atau dapat dikatakan kompensasi
eksekutif mengurangi
risk taking
pada perusahaan perbankan yang dimiliki oleh
pemerintah, dimiliki oleh pihak asing atau perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Kata kunci: Kompensasi, kompensasi eksekutif, kinerja perusahaan,
risk taking.
ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence relating the indluence of
executive compensation and the influence of executive compensation to risk taking
on Indonesia banking industry. For the purpose of this study using the 92
observation from 28 banking companies that provides information compensation
given to corporate executives in 2001 until 2010. Banking companies listed at the
Indonesia are selected by using purposive sampling. In the test data, this sudy
used multiple linear regression model.
The results showed that executive compensation affect the performance of
the firm (ROA and ROE). The presence of the high executive compensation can
improve the company's performance especially on a company owned by the
Government and the companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The
results of research on risk taking (NPL, SDROA and SDROE) showed that
executive compensation affect risk taking is done by corporate executives or
executive compensation can be said to reduce risk taking on the banking company
that is owned by the Government, owned by foreigners or companies listed on the
Indonesia stock exchange
Keywords: Compensation, executive compensation, firm performance, risk taking
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tahun 1990-an di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris
pembahasan mengenai kompensasi eksekutif merupakan topik yang menjadi
perhatian dalam penelitian dan perdebatan. Media massa seperti surat kabar dan
majalah hampir setiap hari menjadikan perdebatan mengenai kompensasi eksekutif
sebagai berita utama (Otten, 2008). Perdebatan tersebut dipicu oleh tingginya
tingkat kompensasi yang dibayarkan oleh pemilik perusahaan kepada pada
eksekutif. Pemilik perusahaan memberikan kompensasi kepada eksekutif
perusahaan dalam tingkatan yang tinggi untuk menghindari perbedaan sudut
pandang antara pemilik perusahaan dan eksekutif yang dikenal dengan agency
theory. Tingginya tingkat kompensasi juga dipengaruhi oleh eksekutif yang bersedia
mengambil risiko untuk menjalankan perusahaan agar memberikan keuntungan bagi
pemilik. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bukan suatu hal baru jika
pembahasan mengenai kompensasi biasanya dikaitkan dengan kinerja perusahaan.
Kompensasi digunakan sebagai alat untuk mempertahankan tenaga kerja yang cakap
mengelola perusahaan (Anthony & Govindarajan, 2007). Bentuk kompensasi yang
diberikan perusahaan dapat berupa kas maupun non kas. Gaji, tunjangan, bonus dan
tantiem adalah contoh kompensasi dalam bentuk kas, saham bonus dan opsi saham
adalah contoh bentuk kompensasi non kas. Besarnya kompensasi yang diberikan
oleh perusahaan kepada menajemen eksekutif pada tiap-tiap perusahaan
manajemen dan perusahaan. Kompensasi menjadi alat yang dapat menyelaraskan
tujuan antara manajemen dengan pemilik, memotivasi pihak manajemen agar giat
bekerja, produktif meningkatkan kinerja dan menciptakan nilai perusahaan.
Perencanaan kompensasi yang baik dapat meningkatkan kinerja eksekutif. Hal ini
dikarenakan, melalui rencana kompensasi yang baik dan jelas, para eksekutif
perusahaan akan mendapat jaminan akan kesinambungan nilai arus kas yang akan
diterimanya. Sehingga rencana kompensasi yang baik akan meningkatkan kinerja
perusahaan dan menurunkan risiko risiko perusahaan.
Sebagai badan usaha, masing-masing perusahaan memiliki kinerja yang
harus dicapai melalui aktivitas bisnisnya. Penilaian kinerja digunakan untuk
menentukan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
ditetapkan (Mulyadi, 2001). Penilaian kinerja juga berfungsi untuk menjaga perilaku
yang tidak semestinya dan merangsang untuk menegakkan perilaku yang
semestinya, melalui umpan balik maupun penghargaan. Karena pada dasarnya
organisasi dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya
merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksakan peran yang mereka
mainkan dalam organisasi.
Dari hasil penelitian terdahulu, hubungan antara kompensasi eksekutif
dengan kinerja memberikan pengaruh yang beragam pada berbagai industri. Cole &
Mehran (1991), meneliti hubungan kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan
dengan mengambil kasus pada thirft institution. Hasil kajian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja, kebijakan
perusahaan yang diproksikan dengan Return On Asset dan Return On Equity. Hayes
& Schaefer (1997) melakukan pengujian atas kas yang dibayarkan perusahaan
kepada eksekutif terhadap kinerja, diperoleh hasil terdapat pengaruh kompensasi kas
direksi terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return On Equity,
sales dan return market. Kato, Kim & Lee (2006) melakukan penelitian hubungan
kompensasi dengan kinerja pada perusahaan di Korea yang menunjukkan hasil
terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja
perusahaan. Ozkan (2007) menguji hubungan dan pengaruh antara kompensasi kas,
non kas dan total kompensasi terhadap kinerja perusahaan di Inggris, menghasilkan
kesimpulan adanya hubungan positif dan pengaruh signifikan kompensasi kas
terhadap kinerja perusahaan, sementara total kompensasi mempunyai hubungan
positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sementara itu, Bartema &
Gomez (1998) dan Geiger & Cashen (2007) menyimpulkan dari hasil penelitian,
hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan tidak signifikan.
Namun saat ini, tidak hanya kompensasi dengan kinerja yang menjadi pusat
pembicaraan, namun isu mengenai kompensasi dan hubungannya dengan risk taking
juga menjadi pembicaraan yang banyak menarik perhatian terutama dalam industri
perbankan (Mehrotra, Tian & Yang, 2010). Ketika bank menjalankan kegiatannya di
tengah batas-batas yang diberikan oleh regulator, eksekutif bank tetap memiliki
kebijaksanaan tersendiri dalam membuat keputusan yang dapat memberikan dampak
signifikan pada risiko perusahaan. Berawal dari Saunders, Strock & Travlos. (1990)
yang berpendapat bahwa pemegang saham tidak dapat memantau sepenuhnya
aktivitas eksekutif yang memungkinkan terjadinya perbedaan kepentingan antara
menjembatani perbedaan kepentingan tersebut namun kompensasi juga
menyebabkan para eksekutif mengambil strategi yang akan meningkatkan risiko
bank, dalam hal ini risiko kredit yang tinggi karena semakin tingginya jumlah kredit
yang diberikan oleh bank dan banyaknya kredit yang diberikan seringkali
berbanding lurus dengan besarnya jumlah kredit yang gagal bayar. Ketika seorang
eksekutif bank diberikan tingkatan kompensasi tertentu, ia tentu akan berusaha
memenuhi suatu target agar kompensasi tersebut dapat diraih, namun target itulah
yang akan memberikan risiko bagi setiap keputusan yang akan diambil oleh
eksekutif, terutama dalam jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah dengan
tujuan memenuhi keuntungan jangka pendek.
Hipotesis kompensasi CEO memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkatan
risiko diuji oleh Brewer, Hunter & Jackson. (2003) dan John & Qian (2003).
Keduanya menemukan hubungan positif antara risiko dengan kompensasi berbasis
ekuitas. Temuan ini memberikan indikasi adanya hubungan positif antara risiko
dengan kompensasi yang dibayarkan kepada CEO bank. Penelitian lain tentang
hubungan kompensasi bonus dengan risk taking dilakukan oleh Gehrig, Torben &
Lukas. (2009). Kompensasi bonus tidak menjadi faktor utama risk taking dalam
industri perbankan di Jerman dan Swiss, namun di Amerika Serikat kompensasi
bonus yang tinggi memiliki pengaruh pada risk taking. Penelitian Panetta, Angelini
& Albertazzi. (2009), menemukan bukti adanya hubungan antara risk taking dengan
kompensasi CEO namun tidak sampai terjadinya excessive risk taking.
Kebanyakan penelitian mengenai kompensasi eksekutif dilakukan di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Penelitian tersebut banyak
kemudahan mendapat data mengenai kompensasi eksekutif yang diberikan oleh
perusahaan. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, sangat sedikit penelitian
mengenai kompensasi dan kompensasi eksekutif bukan merupakan topik yang
populer dibicarakan sebagaimana Amerika Serikat pada pertengahan dasawarsa
90-an. Kompensasi eksekutif di Indonesia pernah menjadi isu populer pada akhir 2005,
ketika Gubernur Bank Indonesia mengusulkan gaji dan tunjangan Gubernur BI
untuk tahun 2006 yang mencapai Rp 2,6 miliar setahun atau RP 223,7 juta per
bulan sedangkan gaji presiden RI hanya sebesar RP 62,7 juta per bulan
(Vidyatmoko, 2010).
Tidak populernya isu mengenai kompensasi di Indonesia dan minimnya
penelitian mengenai kompensasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sebab.
Pertama, sebagai negara Timur, mengungkap gaji di Indonesia diangap tabu atau
sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Perusahaan juga sangat menjaga
kerahasiaan gaji eksekutif. Kedua sulitnya memperoleh data dari perusahaan yang
ada di Indonesia mengenai kompensasi meskipun perusahaan sudah go public.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Bisnis Indonesia (2006) dalam
Vidyatmoko (2010), menunjukkan bahwa hanya 33 perusahaan dari 181 sampel
perusahaan publik yang secara spesifik mengumumkan kepada publik tentang
kompensasi eksekutif direksi dan komisaris. Dari 33 perusahaan tersebut ternyata
hanya sembilan yang mencantumkan gaji direksi dengan empat di antaranya
mencantumkan dengan detail berapa seorang direktur utama, wakit direktur utama,
direktur, komisaris utama, komisaris dan sekretaris komisaris dibayar. Selebihnya,
kebanyakan hanya memberi patokan kompensasi komisaris, dan melimpahkan
Industri perbankan dipilih sebagai subyek dari penelitian ini dengan berbagai
alasan. Pertama, industri perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam
perekonomian Indonesia karena setiap aspek kegiatan operasionalnya berkaitan erat
dengan perekonomian nasional. Industri perbakan berperan sebagai perantara
keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta
sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Kedua,
karakteristik industri perbankan yang berbeda dengan industri lainnya. Industri
perbankan adalah industri yang sarat dengan berbagai regulasi dari pemerintah yang
bertujuan untuk melindungi industri perbankan itu sendiri. Ketiga, persaingan yang
terlalu ketat (overcompetition) dalam industri perbankan akan memaksa bank untuk
mengambil excessive risk terutama dalam persaingan untuk pasar kredit dan
deposito yang dapat menjurus kepada ketidakstabilan sistem keuangan. Dalam
menjalankan kegiatan perekonomiannya, perusahaan dalam industri perbankan
harus mengambil dan mengelola berbagai jenis risiko keuangan secara efektif agar
dampak negatifnya tidak terjadi. Selain itu, pembahasan mengenai risk taking juga
menjadi fokus utama dalam literatur perbankan (Chen, Steiner & Whyte, 2006).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul penelitian ini adalah
“Kompensasi, Kinerja dan Risk Taking: Bukti Empiris pada Industri
Perbankan di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan sistem
kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi, sehingga
muncul permasalahan yang sering dipertanyakan, apakah program kompensasi yang
eksekutif untuk menciptakan dan meningkatkan kinerja perusahaan atau kurang
efektif karena kompensasi yang diberikandimanfaatkan untuk kepentingan pribadi
yang tidak sejalan dengan peningkatan kinerja dan keuntungan pemegang saham.
Sebelumnya hubungan antara kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan diteliti
oleh Bartema & Gomes (1998) dan diperoleh hasil bahwa kompensasi eksekutif
pengaruhnya lemah terhadap kinerja perusahaan.
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Cole & Mehran (1881),
Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007) mengenai pengaruh
kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan
berbagai pengukuran kinerja menjadi masalah dalam penelitian ini terkait
bagaimana pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan.
Pembahasan mengenai hubungan kompensasi eksekutif dengan risk taking
juga menjadi perbincangan di lingkup penelitian kompensasi eksekutif karena
kompensasi eksekutif dianggap sebaga faktor terjadinya risk taking berlebihan yang
dilakukan oleh eksekutif perusahaan. Saunders et al. (1990) membuktikan bahwa
dengan adanya pemberian kompensasi pada perusahaan perbankan, eksekutif
perusahaan akan memilih strategi yang akan meningkatkan risiko perusahaan untuk
mengejar target agar kompensasi dalam jumlah tertentu dapat diraih. Penelitian
Houston & James (1995) memperoleh kesimpulan bahwa sistem kompensasi
eksekutif pada perusahaan perbankan dirancang untuk mendorong eksekutif
melakukan excessive risk taking. Brewer et al. (2003) melalui penelitiannya
mengenai hubungan antara kompensasi berbasis ekuitas terhadap risiko pada
industri perbankan memperoleh hasil adanya hubungan positif antara risiko dengan
Penelitian Panetta et al. (2009), memberikan hasil yang berbeda bahwa
kompensasi mempengaruhi risk taking namun tidak sampai menimbulkan excessive
risk taking. Chen et al. (1998) dan John, Saunders & Emma, (2000) menyatakan
bahwa kompensasi justru dapat menurunkan risk taking yang dilakukan oleh
eksekutif
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan pertanyaan sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan
perbankan di Indonesia?
2. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada
perusahaan perbankan di Indonesia.
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian
ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap
kinerja perusahaan perbankan.
2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk
taking pada perusahaan perbankan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi Pihak Eksekutif
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak internal perusahaan sebagai
taking yang dilakukan oleh eksekutif. Program kompensasi eksekutif yang
dirancang dengan baik adalah yang dapat memotivasi eksekutif untuk dapat
bekerja produktif dan memacu pertumbuhan kinerja perusahaan namun tetap
mengawasi tingkat risk taking yang dilakukan oleh eksekutif.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
melakukan investasi pada perusahaan perbankan terkait informasi mengenai
jumlah kompensasi yang diberikan pada eksekutif, tingkat risk taking yang
dilakukan oleh eksekutif, dan kinerja perusahaan dari perusahaan perbankan
yang ada di Indonesia.
3. Bagi Emiten
Hasil penelitian dapat digunakan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan
keputusan ekonomi di dalam pasar modal bagi perusahaan perbankan yang telah
go public dalam rangka mengoptimalkan nilai perusahaan melalui pertimbangan
faktor kebijakan kompensasi eksekutif dan tingkat risk taking eksekutif yang
dilakukan.
4. Bagi Penelitian Berikutnya
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan dasar awal
penelitian-penelitian berikutnya terutama terkait pengaruh kebijakan kompensasi eksekutif,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Dua hal yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu pengaruh kompensasi
eksekutif terhadap kinerja perusahaan dan pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk
taking. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba membuktikan pengaruh
kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan seperti Cole & Mehran (1991),
Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007). Beberapa penelitian
mengenai hubungan antara kompensasi dengan risk taking dilakukan oleh Saunders et
al. (1990), Brewer et al. (2003), Gehrig et al. (2009).
2.1Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota
di perusahaan. Konsep teori keagenan menurut Anthony & Govindarajan (1995)
menunjukkan hubungan keagenan antara principal dan agent. Agent bekerja untuk
melakukan tindakan sesuai dengan keinginan principal. Jensen & Meckling (1976)
menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Pada perusahaan yang
modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan para
manajer yang mengelola perusahaan bertindak sebagai agent mereka. Inti dari
hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di pihak
investor dan pengendalian di pihak manajemen.
Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat
(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak oportunis,
yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Dalam teori keagenan diasumsikan
agent dan principal masing-masing memiliki kepentingan pribadi yang berbeda.
Agent termotivasi untuk memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarat
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal
memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Sebaliknya principal
termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan
profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat
karena principal tidak dapat memonitor seluruh aktivitas agent sehari-hari untuk
memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham
atau memiliki informasi yang terbatas tentang kinerja agent. Sebaliknya agent
mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja
dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya
ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent yang dinamakan asimetri
informasi.
Adanya konflik kepentingan dari asimetri informasi membuat agent
berusaha memanfaatkan keadaan dengan menyembunyikan beberapa informasi dari
principal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agent. Hak pengendalian yang
dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan
masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh
keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh
bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak
yang tujuannnya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang
tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Teori keagenan juga berusaha untuk
menjawab masalah keagenan yang terjadi disebabkan karena pihak-pihak yang
saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda.
Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan (Meythi, 2005). Pertama, adalah masalah
keagenan yang timbul pada saat keinginan atau tujuan principal dan agent saling
berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi
apakah agent telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah
pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent
memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Inti dari hubungan keagenan adalah
bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara
kepemilikan (principal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (agent)
yaitu eksekutif yang mengelola perusahaan atau yang sering disebut dengan `the
separation of the decision making and risk beating functions of the firm’.
Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara eksekutif dengan
pemegang saham.
Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan
oleh manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara
principal dan agent. Konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen terjadi
karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan principal,
yang dikeluarkan oleh principal untuk biaya pengawasan terhadap agent,
pengeluaran yang mengikat oleh agent, sehingga mereka bekerja untuk kepentingan
perusahaan. Jensen & Meckling (1976), menyebutkan terdapat tiga jenis biaya
keagenan yaitu:
1. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk
memonitor perilaku agent. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk
menetapkan rencana kompensasi eksekutif, pembatasan anggaran, dan
aturan-aturan operasi.
2. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan
mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak sesuai
dengan kepentingan principal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh
manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.
3. Residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan agent kadangkala berbeda
dari tindakan yang sesuai dengan kepentingan principal.
2.2Kebijakan Kompensasi
2.2.1 Kompensasi Umum
Kompensasi merupakan suatu bentuk pemberian berupa fisik maupun
non fisik yang diberikan kepada tenaga kerja dengan tujuan memberikan
rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi
kerja dan bekerja sesuai dengan keinginan dari pemilik perusahaan (Handoko,
1987). Kompensasi dalam organisasi harus berhubungan dengan tujuan dan
strategi organisasi akan tetapi tetap mengedepankan keseimbangan antara
keuntungan dan biaya pengusaha. Biaya kompensasi ini berada pada
pemberian imbalan yang layak bagi seluruh karyawan untuk kemampuan,
ketrampilan, pengetahuan dan pencapaian kinerja mereka. Biaya kompensasi
merupakan biaya yang signifikan dalam kebayakan organisasi. Program
kompensasi dalam organisasi harus memiliki empat tujuan berikut ini (Mathis
& Jackson, 2002). Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan
hukum yang sesuai, efektivitas biaya untuk organisasi, keseimbangan
individu internal, eksternal untuk seluruh karyawan, dan peningkatan
keberhasilan kinerja organisasi.
Kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana
dan mengapa seseorang bergabung dan bertahan pada suatu perusahaan,
bukan pada perusahaan lainnya. Perusahaan harus cukup kompetitif dengan
beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan dan
memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi.
Ada dua jenis kompensasi yaitu kompensasi yang berbentuk internal
dan eksternal. Bentuk internal antara lain termasuk pujian yang memberikan
efek psikologis setelah menyelesaikan suatu proyek atau berhasil memenuhi
target dan tujuan kinerja. Bentuk eksternal bersifat terukur, memiliki jenis
imbalan moneter maupun non-moneter. Komponen terukur dari program
kompensasi terdapat pada kedua jenis umum kompensasi. Imbalan moneter
diberikan oleh perusahaan sebagia bentuk jenis kompensasi yang bersifat
langsung. Gaji pokok dan gaji variabel merupakan bentuk paling umum dari
kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri dari
Gaji pokok merupakan kompensasi dasar yang diterima karyawan,
biasanya sebagai gaji atau upah. Banyak organisasi menggunakan dua
kategori gaji pokok yaitu harian atau tetap yang diidentifikasikan berdasarkan
cara pemberian gaji tersebut dan sifat pekerjaannya. Gaji tetap dibayar secara
konsisten dari waktu ke waktu dengan tidak memperhatikan nilai kerja
terukur seperti jam kerja, jumlah penjualan dan lain sebagainya. Gaji variabel
berkaitan langsung dengan pencapaian kinerja, jenis yang paling umum dari
gaji variabel adalah program pembayaran bonus atau imbalan yang sifatnya
lebih jangka panjang seperti kepemilikan saham. Tunjangan adalah imbalan
tidak langsung, dapat berupa asuransi kesehatan, uang cuti, uang pensiun
bahkan skema pembelian saham.
2.2.2 Kompensasi Eksekutif
Kompensasi eksekutif pada dasarnya hampir sama dengan kompensasi
karyawan pada umumnya yaitu terdiri dari gaji pokok, gaji variabel, serta
tunjangan. Bentuk kompensasi opsi saham merupakan bentuk kompensasi
yang membedakan kompensasi yang diterima oleh eksekutif dengan
kompensasi yang diterima oleh karyawan lainnya. Negara maju seperti
Amerika Serikat, perusahaannya tidak asing lagi menggunakan program
kompensasi opsi saham kepada para eksekutifnya, sedangkan di Indonesia
bentuk kompensasi eksekutif yang di dalamnya terdapat kompensasi opsi
saham belum banyak diadopsi, begitu juga dengan pengungkapan detail
kompensasi eksekutif yang belum memadai sehingga ketersediaan informasi
Peningkatan kinerja perusahaan dapat dilakukan melalui perencanan
program kompensasi eksekutif yang baik. Kompensasi dapat membuat
perusahaan mempekerjakan orang yang memiliki bakat yang tepat dan
tanggung jawab guna mendorong pertumbuhan perusahaan. Kompensasi yang
efektif dapat menekan laju perputaran manajemen (management turnover)
yang disebabkan oleh kinerja manajemen yang buruk karena tidak puas
dengan kompensasi yang diterima (Burchman & Jones, 2006). Sistem
kompensasi eksekutif secara keseluruhan terdiri atas dua hal yaitu gaji
tahunan ditambah dengan opsi saham atau bonus lain yang bersifat jangka
panjang. Besar nominalnya relatif karena besarnya gaji eksekutif memang tak
terstruktur seperti gaji karyawan lainnya, besarnya gaji eksekutif perusahaan
tergantung pada besar-kecilnya perusahaan ataupun standar yang berlaku
secara umum.
Menurut Mathis & Jackson (2002), terdapat dua tujuan diterapkannya
kompensasi eksekutif, yaitu memastikan total kompensasi eksekutif cukup
kompetitif jika dibandingkan dengan kompensasi perusahaan lain yang
mungkin mempekerjakan mereka dan mengaitkan keseluruhan kinerja
perusahaan selama periode waktu tertentu dengan kompensasi yang
dibayarkan pada eksekutif.
Kompensasi yang diterima eksekutif berfungsi sebagai pengatur agar
eksekutif mau menjalankan perintah pemilik untuk menjalankan perusahaan
sesuai dengan keinginan pemilik. Kompensasi juga dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku oportunistik eksekutif, sehingga kebijakan yang
pemilik atau para pemegang saham. Adanya kompensasi yang tinggi bagi
eksekutif diharapkan akan memacu kinerjanya, sehingga kinerja perusahaan
meningkat.
2.3 Kinerja Perusahaan
Kinerja merupakan hasil implementasi kebijakan perusahaan. Hasil dari
kebijakan-kebijakan tersebut digunakan oleh para investor dan calon investor
sebagai dasar dalam keputusannya melakukan investasi. Kinerja diartikan di Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1997) sebagai kata benda (noun) yang berarti sesuatu yang
dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan/atau kemampuan kerja, sedangkan kinerja
berdasarkan Kamus Bisnis dan Manajemen adalah hasil nyata yang dicapai dan
dapat digunakan untuk menunjukkan hasil positif yang dicapai (Tunggal, 1995).
Kinerja perusahaan yang baik dapat dilihat dari terpenuhinya keuntungan
dan kewajiban terhadap semua stakeholder sesuai dengan tujuan utama perusahaan
yaitu meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Kinerja
perusahaan yang tumbuh secara berkelanjutan membuktikan bahwa perusahaan
dapat bertahan dalam kondisi persaingan dan survive (Watson & Head, 2004).
Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, eksekutif sebagai agent, akan
berusaha untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Mulyadi (2001), penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik
efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penilaian kinerja juga digunakan untuk menjaga agar seluruh komponen organisasi
serta penghargaan. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka
penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam
melaksanakan peran yang mereka jalankan dalam organisasi.
Setiap unit usaha akan selalu mengukur dan menilai kinerja usahanya agar
diketahui tingkat pencapaian unit usaha tersebut dalam rentang waktu tertentu,
sehingga dibutuhkan kemampuan analis untuk mengetahui kinerja perusahaan.
Analisis keuangan dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan seperti kreditur
dan para investor, maupun pihak internal perusahaan. Menilai kinerja perusahaan
dapat dilihat dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan, dengan
melihat laporan keuangan seuatu perusahaan akan tergambar didalammnya aktivitas
perusahaah tersebut termasuk kinerjanya. Kinerja perusahaan sangat penting bagi
siapapun yang memiliki kepentingan dengan perusahaan karena dapat
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menyatakan bahwa
laporan keuangan harus menyajikan secara terstruktur posisi keuangan dan kinerja
keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi. Pengguna laporan keuangan seperti para investor, kreditur dan pemakai
lain, baik yang sedang berjalan maupun potensial dalam membuat
keputusan-keputusan investasi, kredit dan semacamnya yang rasional dalam pembuatan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung
mereka. Belkaoui (2006) menjelaskan tujuan laporan keuangan adalah sebagai
berikut.
1. Menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
2. Melayani para pemakai yang mempunyai keterbatasan otoritas, kemampuan dan
sumber daya untuk memperoleh informasi tentang aktivitas perusahaan.
3. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur untuk
memprediksi, membandingkan dan mengevaluasi jumlah, waktu, dan
ketidakpastian yang terkait dengan aliran kas potensial.
4. Menyediakan informasi pada pemakai untuk memprediksi, membandingkan, dan
mengevaluasi kemampuan perusahaan memperoleh laba.
5. Menyediakan informasi yang berguna untuk menilai kemampuan manajemen
untuk menggunakan sumber daya organisasi secara efektif guna mencapai tujuan
perusahaan.
6. Menyediakan informasi faktual dan penafsiran tentang transaksi dan kejadian
lain yang berguna untuk memprediksi earning power perusahaan.
Bagi manajemen, penilaian kinerja berfungsi untuk memastikan tingkat
pencapaian keberhasilan usaha dan sebagai dasar perencanaan dan perbaikan
prestasi kerja di masa mendatang. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja untuk
dapat memberikan jaminan bahwa harta yang diinvestasikan pada perusahaan
digunakan sesuai dengan tujuannya. Bagi investor, penilaian kinerja merupakan
dasar untuk membuat keputusan terkait risiko investasi pada perusahaan tersebut.
Bagi kreditur dan calon kreditur, penilaian kinerja menjadi dasar untuk keputusan
yang menyangkut kemampuan dan jaminan kepastian pembayaran pokok pinjaman
berkepentingan terhadap informasi tentang kinerja perusahaan sebagai dasar
penetapan beban pajak, pembuatan berbagai kebijakan, pemberian fasilitas dan
menjaga stabilitas perekonomian nasional. Regulator seperti Bapepam
berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang
telah go public dalam rangka pengawasan dan perlindungan kepentingan publik.
2.4 Risk Taking
Menurut Ali (2004) “risiko berupa potensi terjadinya suatu peristiwa yang
memberikan pengaruh negatif, dapat menimpa siapa saja, apa saja, kapan saja dan
dimana saja, tak terkecuali terhadap perbankan”. Menurut Siamat (2005) Risiko
usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai
pendapatan yang akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank.
Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar
kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga
yang diinginkan. Tull (2009) menjelaskan risk taking sebagai suatu kecenderungan
untuk terlibat dalam sesuatu kebijakan yang memiliki potensi berbahaya, namun
pada saat yang bersaman kebijakan berbahaya tersebut memberikan pengembalian
yang positif. Risk taking digambarkan seperti seseorang yang mengemudi dalam
kecepatan tinggi, mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat memberikan waktu
tempuh yang lebih singkat sehingga seseorang dapat mencapai tujuannya lebih
cepat, namun potensi kecelakaan yang terjadi sangat tinggi ketika seseorang
mengemudi dengan kecepatan tinggi.
Eksekutif sebagai penentu kebijakan di perusahaan, dihadapkan pada
berbagai pilihan strategi yang akan digunakan untuk kebijakan perusahaan. Namun
risiko yang besar, seperti istilah umum, high risk high return. Para eksekutif pada
dasarnya sadar akan pentingnya sebuah kebijakan ataupun strategi baru dan risk
taking. Demi kepentingan pemilik atau pemegang saham, para eksekutif harus
memperhitungkan dengan matang seluruh risiko dari setiap peluang-peluang yang
ada karena seringkali hanya untuk mengejar keuntungan jangka pendek, para
eksekutif mengambil suatu kebijakan yang dapat memberikan risiko yang sangat
tinggi pada masa mendatang.
Dalam suatu kegiatan perbankan, secara umum risiko utama yang harus
dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak negatif adalah risiko kredit
(Credit Risk). Risiko kredit (Credit Risk) sering disebut juga risiko gagal tagih
(default risk) yaitu risiko yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar
bunga kredit dan mencicil pokok pinjaman (Pudiati, 2009), atau dengan kata lain
merupakan kemungkinan kerugian yang timbul akibat gagalnya pihak debitur untuk
mengembalikan pinjaman kredit. Risiko ini semakin besar bila bank umum tidak
mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas kredit yang disalurkan.
2.5 Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
2.5.1 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Kinerja Perusahaan
Penelitian mengenai kebijakan kompensasi eksekutif telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya baik menggunakan kompensasi eksekutif
dalam bentuk kas saja ataupun dalam bentuk opsi saham yang biasanya
dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, maupun menggunakan
total kompensasi yang diterima oleh direksi dan komisaris. Cole & Mehran
memotivasi para manajemen eksekutif dalam pencapaian kinerja perusahaan
yang diproksikan dengan Return on Asset dan Return on Equity.
Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan
sistem kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi,
sehingga muncul permasalahan yang sering dipertanyakan , apakah program
kompensasi yang dibayarkan dalam jumlah cukup besar oleh perusahaan
efektif memengaruhi para eksekutif untuk menciptakan dan meningkatkan
kinerja perusahaan atau kurang efektif karena kompensasi yang
diberikandimanfaatkan untuk kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan
peningkatan kinerja dan keuntungan pemegang saham. Sebelumnya
hubungan antara kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan diteliti oleh
Bartema & Gomes (1998) dan diperoleh hasil bahwa kompensasi eksekutif
pengaruhnya lemah terhadap kinerja perusahaan. Fernandes (2005)
menyatakan dari hasil penelitiannya pada perusahaan di Portugal bahwa
antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan tidak berhubungan.
Hayes & Schaefer (1997) melakukan pengujian atas kompensasi kas
yang dibayarkan oleh perusahaan kepada dewan eksekutif terhadap capaian
kinerja saham dan kinerja finansial dengan hasil pengujian yaitu terdapat
pengaruh yang signifikan antara kompensasi kas eksekutif terhadap kinerja
perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity, sales dan return
market. Kato et al. (2006) menyatakan kompensasi eksekutif berpengaruh
terhadap kinerja yang diukur dengan kinerja perusahaan di pasar saham.
Ozkan (2007) menguji hubungan dan pengaruh antara kompensasi kas, non
hasil bahwa kompensasi kas mempunyai hubungan positif dan pengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan sementara total kompensasi tidak
signifikan pengaruhnya.
Atas dasar hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini
dapat dinyatakan seperti berikut.
H1: Terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja
perusahaan perbankan.
2.5.2 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Risk Taking
Pembahasan mengenai hubungan antara kompensasi eksekutif dengan
risk taking juga menjadi perbincangan di lingkup penelitian kompensasi
eksekutif. Kompensasi pada tingkatan tertentu dianggap menjadi faktor risk
taking yang berlebihan dilakukan oleh eksekutif. Beberapa penelitian
mengenai kompensasi eksekutif dengan risk taking telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya, Saunders et al. (1990) yang menyatakan
dengan adanya kebijakan kompensasi, eksekutif perusahaan perbankan akan
memilih strategi-strategi yang akan meningkatkan risiko perusahaan untuk
mengejar target agar kompensasi dalam jumlah tertentu dapat diraih. Houston
& James (1995) mengemukakan bahwa kebijakan kompensasi eksekutif pada
perusahaan perbankan dirancang untuk mendorong eksekutif melakukan
excessive risk taking.
Penelitian Chen et al. (1998) menunjukkan adanya hubungan terbalik
antara kompensasi dengan risk taking serta John et al. (2000) yang
menurunkan risk taking. Brewer et al. (2003) meneliti hubungan antara
kompensasi berbasis ekuitas terhadap risiko pada industri perbankan dengan
hasil terdapat hubungan positif antara risiko perusahaan dengan kompensasi
berbasis ekuitas. Gehrig et al. (2009) melalui penelitiannya menyatakan
bahwa dalam industri perbankan di Amerika Serikat kompensasi bonus
menjadi faktor utama risk taking, namun tidak dalam industri perbankan di
Jerman dan Swiss. Penelitian Panetta et al. (2009), menemukan bukti adanya
hubungan antara risk taking dengan kompensasi CEO namun pemberian
kompensasi tersebut tidak sampai mempengaruhi hingga terjadinya exsessive
risk taking.
Atas dasar hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini
dapat dinyatakan seperti berikut.
H2:Terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kompensasi manajemen
eksekutif terhadap kinerja perusahaan dan pengaruh kompensasi manajemen eksekutif
terhadap risk taking yang dilakukan oleh manajemen eksekutif. Jenis penelitian ini
adalah pengujian hipotesis yang menjelaskan apakah dan sampai seberapa jauh satu
variabel mempengaruhi variabel lainnya.
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1Populasi
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang
menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang ada di Indonesia
pada tahun 2001 hingga tahun 2010.
3.1.2Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi. Sampel merupakan
beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel yang diteliti adalah
perusahan perbankan yang ada di Indonesia. Penentuan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan
kriteria yang ditentukan. Kriteria yang dignakan untuk memilih sampel di
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia pada tahun 2001 sampai
berbeda dari perusahaan lainnya dan kurangnya penelitian mengenai
perusahaan perbankan di Indonesia.
b. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit selama
periode pengamatan tahun 2001-2010. Laporan keuangan yang
digunakan sebagai sampel adalah laporan keuangan per 31 Desember,
dengan alasan laporan tersebut telah diaudit sehingga informasi yang
dilaporkan lebih dapat dipercaya.
c. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan yang mencantumkan
informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti data
kompensasi direksi dan komisaris.
3.2 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
telah disediakan oleh pihak lain. Data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber
data berikut ini.
1. Data perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diperoleh dari
Indonesian Capital Market Directory
2. Data perusahaan perbankan yang ada di Indonesia yang diperoleh dari
www.bi.go.id
3. Laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan sampel yang dipublikasikan
di www.idx.co.id
4. Laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan sampel yang dipublikasikan
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variabel – variabel penelitian
dan pengukurannya.
3.3.1 Variabel independen
Penelitian ini menggunakan satu variabel independen yaitu variabel
kompensasi eksekutif. Eksekutif biasanya adalah orang-oarang yang berada
pada posisi dua tingkat teratas dalam perusahaan, seperti direktur utama,
wakil direktur utama, direktur, manajer termasuk didalamnya komisaris
utama dan komisaris. Kompensasi eksekutif pada dasarnya berisi hampir
sama dengan kompensasi karyawan pada umumnya yaitu terdiri dari
komponen gaji pokok, gaji variabel (bonus tahunan, insentif jangka panjang
dan penghasilan tambahan) serta tunjangan, yang paling membedakan adalah
adanya jenis komposisi khusus yang tidak diterima oleh karyawan yaitu
kompensasi dalam bentuk opsi saham (Mathis & Jackson, 2002).
Penelitian ini menggunakan komponen total kompensasi yang
diterima para eksekutif perusahaan berupa gaji pokok yaitu gaji yang diterima
oleh jajaran eksekutif dan gaji variabel berupa bonus tahunan, insentif jangka
panjang dan penghasilan tambahan yang diungkapkan nominalnya dalam
laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan. Kompenasi opsi saham
tidak digunakan dalam penelitian ini dikareakan kurangnya data yang
diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan yang disajikan oleh para
emiten.
Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan total kompensasi
yang diterima individu eksekutif setiap perusahaan untuk mengetahui jumlah
rata-rata kompensasi eksekutif untuk setiap individu perusahaan.
3.3.2 Variabel Dependen
3.3.2.1 Kinerja Perusahaan
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja
perusahaan yang merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja perusahaan dapat
dinilai melalui berbagai macam indikator untuk mengukur
keberhasilan perusahaan, pada umumnya berfokus pada informasi
kinerja yang berasal dari laporan keuangan, dalam penelitian ini
kinerja diproksikan dengan Return On Asset (ROA) dan Return On
Equity (ROE).
3.3.2.3 Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan
didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aset
terhadap total aset bank tersebut. Semakin besar nilai ROA, maka
semakin besar pula kinerja perusahaan, karena return yang didapat
perusahaan semakin besar. Dengan kata lain, rasio ini digunakan
untuk menggambarkan produktivitas bank bersangkutan (berapa
banyak kekayaan yang harus digunakan dan dipakai untuk
menghasilkan sejumlah laba). Semakin besar nilai rasio ini
menunjukkan bahwa bank semakin produktif. Untuk menghitung
ROA digunakan rumus sebagai berikut :
3.3.2.4 Return On Equity (ROE)
Return On Equity mengukur seberapa banyak laba bersih
yang dapat dihasilkan dari investasi para pemegang saham dalam
perusahaan. Rasio yang rendah dapat diartikan bahwa manajemen
kurang efisien dalam penggunaan modal, sedangkan rasio yang
tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar modal diperoleh dari
pinjaman atau manajemen sangat efisien. Untuk menghitung ROE
digunakan rumus sebagai berikut:
3.3.2.5 Risk Taking
Variabel dependen kedua dalam penelitian ini adalah risk
taking yang merupakan gambaran tingkatan suatu risiko yang
perusahaan perbankan. Dalam penelitian ini, risk taking diproksikan
menggunakan tiga item pengukuran, risiko kredit yang diukur
dengan NPL, serta risiko bisnis yang diukur dengan SDROA dan
SRDOE. Risiko kredit dipilih dalam penelitian ini karena risiko
kredit merupakan risiko utama yang harus dikelola oleh perusahaan
perbankan.
Risiko kredit diukur dengan menggunakan rasio keuangan
yang menghasilkan perbandingan jumlah kredit bermasalah atau Non
Performing Loan (NPL) terhadap total kredit yang diberikan oleh
bank. Semakin tinggi rasio NPL yang dimiliki oleh suatu bank,
menggambarkakan bahwa risiko kredit yang dimilikinya semakin
besar. Dalam penelitian ini risiko kredit diproksikan dengan formula
berikut:
Kredit bermasalah yang dihitung dalam penelitian ini
merupakan kredit bermasalah bersih atau kredit bermasalah setelah
dikurangi dengan nilai penyisihan kerugian. Sementara total kredit
merupakan total kredit bersih yang diberikan kepada pihak ketiga
(tidak termasuk kredit pada bank lain).
NPL merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi
bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit
yang ditanggung pihak bank. Setelah kredit diberikan kepada pihak
yang dianggap layak, bank wajib melakukan pemantauan terhadap
memenuhi kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan
pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit.
Selain menggunakan risiko kredit yang diukur dengan NPL,
untuk mengukur risiko bisnis perusahaan perbankan yang
menggambarkan risiko keseluruhan dalam kegiatan perusahaan
menggunakan standard deviation based on ROA (SDROA) dan
standard deviation based on ROE (SDROE) mengacu pada
penelitian Soedarmono et al. (2012) yang mengacu pada penelitian
Agoraki, Delis & Pasiouras. (2009) yang mengukur SDROA dan
SDROE berdasarkan periode tiga tahun.
3.3.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol
hubungan kausualnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang
lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini ada tiga
variabel kontrol yang digunakan yaitu EQTA (Equity to Total Assets)
perbandingan antara ekuitas terhadap total aset, variabel dummy kepemilikan
SOB (State Owned Bank) dan variabel dummy Listed untuk perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.3.3.1 EQTA
EQTA menunjukkan bahwa perushaaan memiliki modal
sendiri/stockholder’s equity yang lebih tinggi, stockholder’s equity
memiliki sifat sebagai alat pengendalaian adanya hutang baik itu
utama operasional perusahaan dalam menghasilkan suatu laba atau
profit. Sehingga perusahaan yang baik secara keuangan adalah
perusahaan yang mempunyai modal sendiri atau stockholder equity
yang tinggi sehingga perusahaan tidak perlu mencari dana tambahan
dari hutang atau pinjaman.
3.3.3.2SOB (State Owned Bank)
Variabel SOB merupakan variabel dummy untuk tipe
kepemilikan bank. Bank yang dimiliki oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah diberikan nilai 1.
3.3.3.3Listed
Variabel Listed merupakan variabel dummy untuk bank yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bank yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia diberikan nilai 1.
3.4 Teknik Pengujian Data
Untuk semua variabel dilakukan pengujian data dengan bantuan perangkat
SPSS 16.0, yaitu.
3.4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, standar deviasi
maksimum dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).
Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi adanya
penyimpangan asumsi klasik pada persamaan regresi berganda. Pemenuhan
asumsi klasik ini dimaksudkan agar variabel bebas sebagai estimator atas
variabel terikat tidak bias, sehingga akan dilakukan empat uji penyimpangan
asumsi klasik, yaitu seperti berikut ini.
3.4.2.1Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi
yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati
normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik. Salah satu cara termudah untuk melihat
normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang
mendekati normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram
hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.
Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability
plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika
distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Selain menggunakan
analisis grafik penelitian ini juga akan menggunakan analisis
Kolmogorov-Smirnov. Suatu distribusi data dikatakan normal apabila
nilai signifikansi hitung >0.05 (Ghozali, 2006).
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas
atau tidak terjadi heterokedastisitas. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk
mendekteksi adanya heterosketastisitas dilakukan dengan
menggunakan uji Glejser. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi
ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot
antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan
residualnya SRESID. Titik-titik yang menyebar secara acak pada
grafik scatterplots baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu
Y memperlihatkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2006).
3.4.2.3Uji Autokerelasi
Bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
atau waktu tertentu dengan t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi,
maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu)
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi
yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengujian
(DW test) dengan membandingkan Durbin Watson hitung dengan
Durbin Watson tabel (Ghozali 2006).
3.4.2.4Uji Multikolinieritas
Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel yang nilai
korelasi antar variabel independen sama dengan nol. Konsekuensi
adanya multikolinearitas ini adalah tidak validnya signifikansi
variabel. Cara mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan
melakukan regresi antar variabel bebas, dengan menganalisis besaran
Varians Inflaction Factors (VIF). Secara umum nilai tolerance yang
dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Jika nilai
VIF dibawah 10 maka diantara variabel bebas tidak terdapat indikasi
terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2006).
3.4.3Analisis Regresi
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model persamaan regresi berganda untuk menguji adanya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Model analisis pengaruh kompensasi terhadap kinerja dan risk taking
(1)
(2)
Keterangan:
Kompen = Kompensasi yang diberikan kepada eksekutif terdiri dari
logaritma natural kompensasi total (LnKomTot) dan
logaritma natural rata-rata kompensasi individu
(LnKomIndv),
Kinerja = Kinerja diukur menggunakan dua pengukuran yaitu
menggunakan Return On Assets (ROA) dan Return On
Equity (ROE),
Risk_T = Risk Taking diukur menggunakan tiga pengukuran yaitu
Non Performing Loan (NPL), Standard Deviation ROA
(SDROA) dan Standard Deviation ROE (SDROE),
EQTA = Rasio Equity to Total Assets,
SOB = dummy kepemilikan State Owned Bank,
FOB = dummy kepemilikan Foreign Owned Bank,
Listed = dummy bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
k = konstanta,
= koefisien regresi, dan
e = variabel penganggu.
3.4.4 Uji Ketepatan Perkiraan (Uji RSquare)
Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur
independen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien yang diperoleh akan berkisar 0 <
R2 di mana djika R2 semakin mendekati 1, maka semakin kuat
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
Akan tetapi, dalam Ghozali (2006) dijelaskan mengenai kelemahan mendasar
penggunaan koefisien determinasi yang bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan ke dalam model.
Setiap tambahan satu variabel independen, maka R Square pasti
meningkat tanpa mempedulikan variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, peneliti menggunakan
nilai Adjusted R Square untuk mengevaluasi model regresi yang terbaik
karena dalam model regresi yang digunakan menggunakan variabel