• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPENSASI, KINERJA DAN RISK TAKING: BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMPENSASI, KINERJA DAN RISK TAKING: BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakata

Oleh:

PRADITYO ABI KARAMI

NIM. F0308006

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”

(QS. Al-Baqarah:45)

“See beyond the eyes can see”

(Felix Y. Siauw)

(5)

commit to user

Karya ini kupersembahkan kepada:

ALLAH SWT. Tanpa campur tangan-Nya, karya kecil ini tidak akan pernah berhasil.

Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan nasihat, semangat, dan doa

Adik-adikku

(6)

commit to user

Puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas ridho-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “KOMPENSASI, KINERJA DAN

RISK TAKING

:

BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA”. Penulisan

skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi, Jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Usaha penyusunan skripsi tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya

partisipasi dari semua pihak. Oleh karenanya, penulis akan menyampaikan ucapan

terimakasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada:

1.

Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta,

2.

Bapak Drs. Santosa Tri H., M.Si, Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3.

Bapak Taufiq Arifin, S.E., M.Si, Ak. Selaku dosen pembimbing skripsi,

yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi

ini dapat disusun dengan baik dan lancar,

4.

Ibu Dra. Muthmainah, M.Si, Ak. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan selama masa perkuliahan,

5.

Bapak Irwan Trinugroho, S.E., M.Sc. yang telah memberikan inspirasi

dalam penyelesaian skripsi ini,

6.

Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi UNS yang telah memberikan bekal

(7)

commit to user

8.

Irsha, Indi, Bani. Terima kasih selalu menjadi penyemangat dan motivasi,

9.

Seluruh teman-teman Akuntansi angkatan 2008, atas kebersamaan yang

terjalin selama ini, dan

10.

Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu segala bentuk kritik dan masukan sangat diharapkan. Terakhir semoga

penelitian ini dapat bermanfaat

Surakarta, Desember 2012

(8)

commit to user

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

ABSTRAK..………... iv

ABSTRACT………... v

HALAMAN MOTTO………... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………... vii

KATA PENGANTAR………... viii

DAFTAR ISI………. x

DAFTAR TABEL………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang………...

1

1.2

Perumusan Masalah………... 6

1.3

Tujuan Penelitian………

8

(9)

commit to user

2.5

Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis….

21

1.

Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap

Kinerja Perusahaan………

21

2.

Pengaruh Kompensasi Esekutif Terhadap

Risk

Taking...

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel………....

24

3.2

Data dan Sumber Data………..

25

3.3

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………...

26

(10)

commit to user

4.1

Deskriptif Data………...

36

1.

Seleksi Sampel……… 36

2.

Statistik Deksriptif dan Korelasi………

37

4.2

Pengujian Hipotesis dan Pembahasan………. 40

1.

Analisis Regresi Ganda………... 40

2.

Pengujian Ketepatan Perkiraan (R Square)……... 59

BAB V

PENUTUP

5.1

Kesimpulan………... 67

5.2

Keterbatasan………. 70

5.3

Saran Bagi Penelitian Selanjutnya……… 70

DAFTAR PUSTAKA………. 72

(11)

commit to user

4.1.

Sampel Penelitian……….. 36

4.2

Hasil Statistik Deskriptif……… 37

4.3

Matriks Korelasi……… 39

4.4.

Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROA sebagai Variabel Dependen…... 41

4.5

Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROE sebagai Variabel Dependen…… 44

4.6

Hasil Analisis Regresi Ganda untuk NPL sebagai Variabel Dependen……. 47

4.7.

Hasil Analisis Regresi Ganda untuk SDROA sebagai Variabel Dependen.. 52

(12)

commit to user

1.

Daftar Sampel……… 1

2.

Statistik Deskriptif………... 1

3.

Hasil Pengujian Normalitas………... 1

4.

Hasil Pengujian Multikolinieritas………... 1

5.

Hasil Pengujian Autokorelasi……… 1

(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh

kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan serta pengaruh kompensasi

eksekutif terhadap

risk taking

pada industri perbankan di Indonesia. Untuk tujuan

tersebut penelitian ini menggunakan 92 observasi dari 28 perusahaan perbankan

yang memberikan informasi mengenai kompensasi yang diberikan kepada

eksekutif perusahaan pada tahun 2001 hingga 2010. Perusahaan perbankan yang

terdaftar di Indonesia yang dipilih dengan menggunakan

purposive sampling.

Untuk pengujian data, penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda.

Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

kompensasi

eksekutif

mempengaruhi kinerja perusahaan (ROA dan ROE). Adanya kompensasi

eksekutif yang tinggi dapat meningkatkan kinerja perusahaan terutama pada

perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan pada perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian terhadap

risk taking

(NPL, SDROA dan

SDROE) menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif mempengaruhi

risk taking

yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan atau dapat dikatakan kompensasi

eksekutif mengurangi

risk taking

pada perusahaan perbankan yang dimiliki oleh

pemerintah, dimiliki oleh pihak asing atau perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia

Kata kunci: Kompensasi, kompensasi eksekutif, kinerja perusahaan,

risk taking.

(14)

ABSTRACT

This study aims to obtain empirical evidence relating the indluence of

executive compensation and the influence of executive compensation to risk taking

on Indonesia banking industry. For the purpose of this study using the 92

observation from 28 banking companies that provides information compensation

given to corporate executives in 2001 until 2010. Banking companies listed at the

Indonesia are selected by using purposive sampling. In the test data, this sudy

used multiple linear regression model.

The results showed that executive compensation affect the performance of

the firm (ROA and ROE). The presence of the high executive compensation can

improve the company's performance especially on a company owned by the

Government and the companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The

results of research on risk taking (NPL, SDROA and SDROE) showed that

executive compensation affect risk taking is done by corporate executives or

executive compensation can be said to reduce risk taking on the banking company

that is owned by the Government, owned by foreigners or companies listed on the

Indonesia stock exchange

Keywords: Compensation, executive compensation, firm performance, risk taking

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tahun 1990-an di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris

pembahasan mengenai kompensasi eksekutif merupakan topik yang menjadi

perhatian dalam penelitian dan perdebatan. Media massa seperti surat kabar dan

majalah hampir setiap hari menjadikan perdebatan mengenai kompensasi eksekutif

sebagai berita utama (Otten, 2008). Perdebatan tersebut dipicu oleh tingginya

tingkat kompensasi yang dibayarkan oleh pemilik perusahaan kepada pada

eksekutif. Pemilik perusahaan memberikan kompensasi kepada eksekutif

perusahaan dalam tingkatan yang tinggi untuk menghindari perbedaan sudut

pandang antara pemilik perusahaan dan eksekutif yang dikenal dengan agency

theory. Tingginya tingkat kompensasi juga dipengaruhi oleh eksekutif yang bersedia

mengambil risiko untuk menjalankan perusahaan agar memberikan keuntungan bagi

pemilik. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bukan suatu hal baru jika

pembahasan mengenai kompensasi biasanya dikaitkan dengan kinerja perusahaan.

Kompensasi digunakan sebagai alat untuk mempertahankan tenaga kerja yang cakap

mengelola perusahaan (Anthony & Govindarajan, 2007). Bentuk kompensasi yang

diberikan perusahaan dapat berupa kas maupun non kas. Gaji, tunjangan, bonus dan

tantiem adalah contoh kompensasi dalam bentuk kas, saham bonus dan opsi saham

adalah contoh bentuk kompensasi non kas. Besarnya kompensasi yang diberikan

oleh perusahaan kepada menajemen eksekutif pada tiap-tiap perusahaan

(16)

manajemen dan perusahaan. Kompensasi menjadi alat yang dapat menyelaraskan

tujuan antara manajemen dengan pemilik, memotivasi pihak manajemen agar giat

bekerja, produktif meningkatkan kinerja dan menciptakan nilai perusahaan.

Perencanaan kompensasi yang baik dapat meningkatkan kinerja eksekutif. Hal ini

dikarenakan, melalui rencana kompensasi yang baik dan jelas, para eksekutif

perusahaan akan mendapat jaminan akan kesinambungan nilai arus kas yang akan

diterimanya. Sehingga rencana kompensasi yang baik akan meningkatkan kinerja

perusahaan dan menurunkan risiko risiko perusahaan.

Sebagai badan usaha, masing-masing perusahaan memiliki kinerja yang

harus dicapai melalui aktivitas bisnisnya. Penilaian kinerja digunakan untuk

menentukan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian

organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang

ditetapkan (Mulyadi, 2001). Penilaian kinerja juga berfungsi untuk menjaga perilaku

yang tidak semestinya dan merangsang untuk menegakkan perilaku yang

semestinya, melalui umpan balik maupun penghargaan. Karena pada dasarnya

organisasi dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya

merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksakan peran yang mereka

mainkan dalam organisasi.

Dari hasil penelitian terdahulu, hubungan antara kompensasi eksekutif

dengan kinerja memberikan pengaruh yang beragam pada berbagai industri. Cole &

Mehran (1991), meneliti hubungan kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan

dengan mengambil kasus pada thirft institution. Hasil kajian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja, kebijakan

(17)

perusahaan yang diproksikan dengan Return On Asset dan Return On Equity. Hayes

& Schaefer (1997) melakukan pengujian atas kas yang dibayarkan perusahaan

kepada eksekutif terhadap kinerja, diperoleh hasil terdapat pengaruh kompensasi kas

direksi terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return On Equity,

sales dan return market. Kato, Kim & Lee (2006) melakukan penelitian hubungan

kompensasi dengan kinerja pada perusahaan di Korea yang menunjukkan hasil

terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja

perusahaan. Ozkan (2007) menguji hubungan dan pengaruh antara kompensasi kas,

non kas dan total kompensasi terhadap kinerja perusahaan di Inggris, menghasilkan

kesimpulan adanya hubungan positif dan pengaruh signifikan kompensasi kas

terhadap kinerja perusahaan, sementara total kompensasi mempunyai hubungan

positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sementara itu, Bartema &

Gomez (1998) dan Geiger & Cashen (2007) menyimpulkan dari hasil penelitian,

hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan tidak signifikan.

Namun saat ini, tidak hanya kompensasi dengan kinerja yang menjadi pusat

pembicaraan, namun isu mengenai kompensasi dan hubungannya dengan risk taking

juga menjadi pembicaraan yang banyak menarik perhatian terutama dalam industri

perbankan (Mehrotra, Tian & Yang, 2010). Ketika bank menjalankan kegiatannya di

tengah batas-batas yang diberikan oleh regulator, eksekutif bank tetap memiliki

kebijaksanaan tersendiri dalam membuat keputusan yang dapat memberikan dampak

signifikan pada risiko perusahaan. Berawal dari Saunders, Strock & Travlos. (1990)

yang berpendapat bahwa pemegang saham tidak dapat memantau sepenuhnya

aktivitas eksekutif yang memungkinkan terjadinya perbedaan kepentingan antara

(18)

menjembatani perbedaan kepentingan tersebut namun kompensasi juga

menyebabkan para eksekutif mengambil strategi yang akan meningkatkan risiko

bank, dalam hal ini risiko kredit yang tinggi karena semakin tingginya jumlah kredit

yang diberikan oleh bank dan banyaknya kredit yang diberikan seringkali

berbanding lurus dengan besarnya jumlah kredit yang gagal bayar. Ketika seorang

eksekutif bank diberikan tingkatan kompensasi tertentu, ia tentu akan berusaha

memenuhi suatu target agar kompensasi tersebut dapat diraih, namun target itulah

yang akan memberikan risiko bagi setiap keputusan yang akan diambil oleh

eksekutif, terutama dalam jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah dengan

tujuan memenuhi keuntungan jangka pendek.

Hipotesis kompensasi CEO memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkatan

risiko diuji oleh Brewer, Hunter & Jackson. (2003) dan John & Qian (2003).

Keduanya menemukan hubungan positif antara risiko dengan kompensasi berbasis

ekuitas. Temuan ini memberikan indikasi adanya hubungan positif antara risiko

dengan kompensasi yang dibayarkan kepada CEO bank. Penelitian lain tentang

hubungan kompensasi bonus dengan risk taking dilakukan oleh Gehrig, Torben &

Lukas. (2009). Kompensasi bonus tidak menjadi faktor utama risk taking dalam

industri perbankan di Jerman dan Swiss, namun di Amerika Serikat kompensasi

bonus yang tinggi memiliki pengaruh pada risk taking. Penelitian Panetta, Angelini

& Albertazzi. (2009), menemukan bukti adanya hubungan antara risk taking dengan

kompensasi CEO namun tidak sampai terjadinya excessive risk taking.

Kebanyakan penelitian mengenai kompensasi eksekutif dilakukan di

negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Penelitian tersebut banyak

(19)

kemudahan mendapat data mengenai kompensasi eksekutif yang diberikan oleh

perusahaan. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, sangat sedikit penelitian

mengenai kompensasi dan kompensasi eksekutif bukan merupakan topik yang

populer dibicarakan sebagaimana Amerika Serikat pada pertengahan dasawarsa

90-an. Kompensasi eksekutif di Indonesia pernah menjadi isu populer pada akhir 2005,

ketika Gubernur Bank Indonesia mengusulkan gaji dan tunjangan Gubernur BI

untuk tahun 2006 yang mencapai Rp 2,6 miliar setahun atau RP 223,7 juta per

bulan sedangkan gaji presiden RI hanya sebesar RP 62,7 juta per bulan

(Vidyatmoko, 2010).

Tidak populernya isu mengenai kompensasi di Indonesia dan minimnya

penelitian mengenai kompensasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sebab.

Pertama, sebagai negara Timur, mengungkap gaji di Indonesia diangap tabu atau

sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Perusahaan juga sangat menjaga

kerahasiaan gaji eksekutif. Kedua sulitnya memperoleh data dari perusahaan yang

ada di Indonesia mengenai kompensasi meskipun perusahaan sudah go public.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Bisnis Indonesia (2006) dalam

Vidyatmoko (2010), menunjukkan bahwa hanya 33 perusahaan dari 181 sampel

perusahaan publik yang secara spesifik mengumumkan kepada publik tentang

kompensasi eksekutif direksi dan komisaris. Dari 33 perusahaan tersebut ternyata

hanya sembilan yang mencantumkan gaji direksi dengan empat di antaranya

mencantumkan dengan detail berapa seorang direktur utama, wakit direktur utama,

direktur, komisaris utama, komisaris dan sekretaris komisaris dibayar. Selebihnya,

kebanyakan hanya memberi patokan kompensasi komisaris, dan melimpahkan

(20)

Industri perbankan dipilih sebagai subyek dari penelitian ini dengan berbagai

alasan. Pertama, industri perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam

perekonomian Indonesia karena setiap aspek kegiatan operasionalnya berkaitan erat

dengan perekonomian nasional. Industri perbakan berperan sebagai perantara

keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta

sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Kedua,

karakteristik industri perbankan yang berbeda dengan industri lainnya. Industri

perbankan adalah industri yang sarat dengan berbagai regulasi dari pemerintah yang

bertujuan untuk melindungi industri perbankan itu sendiri. Ketiga, persaingan yang

terlalu ketat (overcompetition) dalam industri perbankan akan memaksa bank untuk

mengambil excessive risk terutama dalam persaingan untuk pasar kredit dan

deposito yang dapat menjurus kepada ketidakstabilan sistem keuangan. Dalam

menjalankan kegiatan perekonomiannya, perusahaan dalam industri perbankan

harus mengambil dan mengelola berbagai jenis risiko keuangan secara efektif agar

dampak negatifnya tidak terjadi. Selain itu, pembahasan mengenai risk taking juga

menjadi fokus utama dalam literatur perbankan (Chen, Steiner & Whyte, 2006).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul penelitian ini adalah

“Kompensasi, Kinerja dan Risk Taking: Bukti Empiris pada Industri

Perbankan di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan sistem

kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi, sehingga

muncul permasalahan yang sering dipertanyakan, apakah program kompensasi yang

(21)

eksekutif untuk menciptakan dan meningkatkan kinerja perusahaan atau kurang

efektif karena kompensasi yang diberikandimanfaatkan untuk kepentingan pribadi

yang tidak sejalan dengan peningkatan kinerja dan keuntungan pemegang saham.

Sebelumnya hubungan antara kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan diteliti

oleh Bartema & Gomes (1998) dan diperoleh hasil bahwa kompensasi eksekutif

pengaruhnya lemah terhadap kinerja perusahaan.

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Cole & Mehran (1881),

Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007) mengenai pengaruh

kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan

berbagai pengukuran kinerja menjadi masalah dalam penelitian ini terkait

bagaimana pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan.

Pembahasan mengenai hubungan kompensasi eksekutif dengan risk taking

juga menjadi perbincangan di lingkup penelitian kompensasi eksekutif karena

kompensasi eksekutif dianggap sebaga faktor terjadinya risk taking berlebihan yang

dilakukan oleh eksekutif perusahaan. Saunders et al. (1990) membuktikan bahwa

dengan adanya pemberian kompensasi pada perusahaan perbankan, eksekutif

perusahaan akan memilih strategi yang akan meningkatkan risiko perusahaan untuk

mengejar target agar kompensasi dalam jumlah tertentu dapat diraih. Penelitian

Houston & James (1995) memperoleh kesimpulan bahwa sistem kompensasi

eksekutif pada perusahaan perbankan dirancang untuk mendorong eksekutif

melakukan excessive risk taking. Brewer et al. (2003) melalui penelitiannya

mengenai hubungan antara kompensasi berbasis ekuitas terhadap risiko pada

industri perbankan memperoleh hasil adanya hubungan positif antara risiko dengan

(22)

Penelitian Panetta et al. (2009), memberikan hasil yang berbeda bahwa

kompensasi mempengaruhi risk taking namun tidak sampai menimbulkan excessive

risk taking. Chen et al. (1998) dan John, Saunders & Emma, (2000) menyatakan

bahwa kompensasi justru dapat menurunkan risk taking yang dilakukan oleh

eksekutif

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan pertanyaan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan

perbankan di Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada

perusahaan perbankan di Indonesia.

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian

ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap

kinerja perusahaan perbankan.

2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk

taking pada perusahaan perbankan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Pihak Eksekutif

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak internal perusahaan sebagai

(23)

taking yang dilakukan oleh eksekutif. Program kompensasi eksekutif yang

dirancang dengan baik adalah yang dapat memotivasi eksekutif untuk dapat

bekerja produktif dan memacu pertumbuhan kinerja perusahaan namun tetap

mengawasi tingkat risk taking yang dilakukan oleh eksekutif.

2. Bagi Investor

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk

melakukan investasi pada perusahaan perbankan terkait informasi mengenai

jumlah kompensasi yang diberikan pada eksekutif, tingkat risk taking yang

dilakukan oleh eksekutif, dan kinerja perusahaan dari perusahaan perbankan

yang ada di Indonesia.

3. Bagi Emiten

Hasil penelitian dapat digunakan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan

keputusan ekonomi di dalam pasar modal bagi perusahaan perbankan yang telah

go public dalam rangka mengoptimalkan nilai perusahaan melalui pertimbangan

faktor kebijakan kompensasi eksekutif dan tingkat risk taking eksekutif yang

dilakukan.

4. Bagi Penelitian Berikutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan dasar awal

penelitian-penelitian berikutnya terutama terkait pengaruh kebijakan kompensasi eksekutif,

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Dua hal yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu pengaruh kompensasi

eksekutif terhadap kinerja perusahaan dan pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk

taking. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba membuktikan pengaruh

kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan seperti Cole & Mehran (1991),

Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007). Beberapa penelitian

mengenai hubungan antara kompensasi dengan risk taking dilakukan oleh Saunders et

al. (1990), Brewer et al. (2003), Gehrig et al. (2009).

2.1Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota

di perusahaan. Konsep teori keagenan menurut Anthony & Govindarajan (1995)

menunjukkan hubungan keagenan antara principal dan agent. Agent bekerja untuk

melakukan tindakan sesuai dengan keinginan principal. Jensen & Meckling (1976)

menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal)

mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Pada perusahaan yang

modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan para

manajer yang mengelola perusahaan bertindak sebagai agent mereka. Inti dari

hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di pihak

investor dan pengendalian di pihak manajemen.

Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat

(25)

(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang

(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak oportunis,

yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Dalam teori keagenan diasumsikan

agent dan principal masing-masing memiliki kepentingan pribadi yang berbeda.

Agent termotivasi untuk memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarat

pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal

memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Sebaliknya principal

termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan

profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat

karena principal tidak dapat memonitor seluruh aktivitas agent sehari-hari untuk

memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham

atau memiliki informasi yang terbatas tentang kinerja agent. Sebaliknya agent

mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja

dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya

ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent yang dinamakan asimetri

informasi.

Adanya konflik kepentingan dari asimetri informasi membuat agent

berusaha memanfaatkan keadaan dengan menyembunyikan beberapa informasi dari

principal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agent. Hak pengendalian yang

dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan

masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh

keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh

(26)

bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak

yang tujuannnya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang

tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Teori keagenan juga berusaha untuk

menjawab masalah keagenan yang terjadi disebabkan karena pihak-pihak yang

saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda.

Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat

terjadi dalam hubungan keagenan (Meythi, 2005). Pertama, adalah masalah

keagenan yang timbul pada saat keinginan atau tujuan principal dan agent saling

berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi

apakah agent telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah

pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent

memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Inti dari hubungan keagenan adalah

bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara

kepemilikan (principal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (agent)

yaitu eksekutif yang mengelola perusahaan atau yang sering disebut dengan `the

separation of the decision making and risk beating functions of the firm’.

Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan

mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara eksekutif dengan

pemegang saham.

Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan

oleh manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara

principal dan agent. Konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen terjadi

karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan principal,

(27)

yang dikeluarkan oleh principal untuk biaya pengawasan terhadap agent,

pengeluaran yang mengikat oleh agent, sehingga mereka bekerja untuk kepentingan

perusahaan. Jensen & Meckling (1976), menyebutkan terdapat tiga jenis biaya

keagenan yaitu:

1. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk

memonitor perilaku agent. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk

menetapkan rencana kompensasi eksekutif, pembatasan anggaran, dan

aturan-aturan operasi.

2. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan

mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak sesuai

dengan kepentingan principal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh

manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

3. Residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan agent kadangkala berbeda

dari tindakan yang sesuai dengan kepentingan principal.

2.2Kebijakan Kompensasi

2.2.1 Kompensasi Umum

Kompensasi merupakan suatu bentuk pemberian berupa fisik maupun

non fisik yang diberikan kepada tenaga kerja dengan tujuan memberikan

rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi

kerja dan bekerja sesuai dengan keinginan dari pemilik perusahaan (Handoko,

1987). Kompensasi dalam organisasi harus berhubungan dengan tujuan dan

strategi organisasi akan tetapi tetap mengedepankan keseimbangan antara

keuntungan dan biaya pengusaha. Biaya kompensasi ini berada pada

(28)

pemberian imbalan yang layak bagi seluruh karyawan untuk kemampuan,

ketrampilan, pengetahuan dan pencapaian kinerja mereka. Biaya kompensasi

merupakan biaya yang signifikan dalam kebayakan organisasi. Program

kompensasi dalam organisasi harus memiliki empat tujuan berikut ini (Mathis

& Jackson, 2002). Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan

hukum yang sesuai, efektivitas biaya untuk organisasi, keseimbangan

individu internal, eksternal untuk seluruh karyawan, dan peningkatan

keberhasilan kinerja organisasi.

Kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana

dan mengapa seseorang bergabung dan bertahan pada suatu perusahaan,

bukan pada perusahaan lainnya. Perusahaan harus cukup kompetitif dengan

beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan dan

memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi.

Ada dua jenis kompensasi yaitu kompensasi yang berbentuk internal

dan eksternal. Bentuk internal antara lain termasuk pujian yang memberikan

efek psikologis setelah menyelesaikan suatu proyek atau berhasil memenuhi

target dan tujuan kinerja. Bentuk eksternal bersifat terukur, memiliki jenis

imbalan moneter maupun non-moneter. Komponen terukur dari program

kompensasi terdapat pada kedua jenis umum kompensasi. Imbalan moneter

diberikan oleh perusahaan sebagia bentuk jenis kompensasi yang bersifat

langsung. Gaji pokok dan gaji variabel merupakan bentuk paling umum dari

kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri dari

(29)

Gaji pokok merupakan kompensasi dasar yang diterima karyawan,

biasanya sebagai gaji atau upah. Banyak organisasi menggunakan dua

kategori gaji pokok yaitu harian atau tetap yang diidentifikasikan berdasarkan

cara pemberian gaji tersebut dan sifat pekerjaannya. Gaji tetap dibayar secara

konsisten dari waktu ke waktu dengan tidak memperhatikan nilai kerja

terukur seperti jam kerja, jumlah penjualan dan lain sebagainya. Gaji variabel

berkaitan langsung dengan pencapaian kinerja, jenis yang paling umum dari

gaji variabel adalah program pembayaran bonus atau imbalan yang sifatnya

lebih jangka panjang seperti kepemilikan saham. Tunjangan adalah imbalan

tidak langsung, dapat berupa asuransi kesehatan, uang cuti, uang pensiun

bahkan skema pembelian saham.

2.2.2 Kompensasi Eksekutif

Kompensasi eksekutif pada dasarnya hampir sama dengan kompensasi

karyawan pada umumnya yaitu terdiri dari gaji pokok, gaji variabel, serta

tunjangan. Bentuk kompensasi opsi saham merupakan bentuk kompensasi

yang membedakan kompensasi yang diterima oleh eksekutif dengan

kompensasi yang diterima oleh karyawan lainnya. Negara maju seperti

Amerika Serikat, perusahaannya tidak asing lagi menggunakan program

kompensasi opsi saham kepada para eksekutifnya, sedangkan di Indonesia

bentuk kompensasi eksekutif yang di dalamnya terdapat kompensasi opsi

saham belum banyak diadopsi, begitu juga dengan pengungkapan detail

kompensasi eksekutif yang belum memadai sehingga ketersediaan informasi

(30)

Peningkatan kinerja perusahaan dapat dilakukan melalui perencanan

program kompensasi eksekutif yang baik. Kompensasi dapat membuat

perusahaan mempekerjakan orang yang memiliki bakat yang tepat dan

tanggung jawab guna mendorong pertumbuhan perusahaan. Kompensasi yang

efektif dapat menekan laju perputaran manajemen (management turnover)

yang disebabkan oleh kinerja manajemen yang buruk karena tidak puas

dengan kompensasi yang diterima (Burchman & Jones, 2006). Sistem

kompensasi eksekutif secara keseluruhan terdiri atas dua hal yaitu gaji

tahunan ditambah dengan opsi saham atau bonus lain yang bersifat jangka

panjang. Besar nominalnya relatif karena besarnya gaji eksekutif memang tak

terstruktur seperti gaji karyawan lainnya, besarnya gaji eksekutif perusahaan

tergantung pada besar-kecilnya perusahaan ataupun standar yang berlaku

secara umum.

Menurut Mathis & Jackson (2002), terdapat dua tujuan diterapkannya

kompensasi eksekutif, yaitu memastikan total kompensasi eksekutif cukup

kompetitif jika dibandingkan dengan kompensasi perusahaan lain yang

mungkin mempekerjakan mereka dan mengaitkan keseluruhan kinerja

perusahaan selama periode waktu tertentu dengan kompensasi yang

dibayarkan pada eksekutif.

Kompensasi yang diterima eksekutif berfungsi sebagai pengatur agar

eksekutif mau menjalankan perintah pemilik untuk menjalankan perusahaan

sesuai dengan keinginan pemilik. Kompensasi juga dimaksudkan untuk

mengendalikan perilaku oportunistik eksekutif, sehingga kebijakan yang

(31)

pemilik atau para pemegang saham. Adanya kompensasi yang tinggi bagi

eksekutif diharapkan akan memacu kinerjanya, sehingga kinerja perusahaan

meningkat.

2.3 Kinerja Perusahaan

Kinerja merupakan hasil implementasi kebijakan perusahaan. Hasil dari

kebijakan-kebijakan tersebut digunakan oleh para investor dan calon investor

sebagai dasar dalam keputusannya melakukan investasi. Kinerja diartikan di Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1997) sebagai kata benda (noun) yang berarti sesuatu yang

dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan/atau kemampuan kerja, sedangkan kinerja

berdasarkan Kamus Bisnis dan Manajemen adalah hasil nyata yang dicapai dan

dapat digunakan untuk menunjukkan hasil positif yang dicapai (Tunggal, 1995).

Kinerja perusahaan yang baik dapat dilihat dari terpenuhinya keuntungan

dan kewajiban terhadap semua stakeholder sesuai dengan tujuan utama perusahaan

yaitu meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Kinerja

perusahaan yang tumbuh secara berkelanjutan membuktikan bahwa perusahaan

dapat bertahan dalam kondisi persaingan dan survive (Watson & Head, 2004).

Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, eksekutif sebagai agent, akan

berusaha untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Mulyadi (2001), penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik

efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Penilaian kinerja juga digunakan untuk menjaga agar seluruh komponen organisasi

(32)

serta penghargaan. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka

penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam

melaksanakan peran yang mereka jalankan dalam organisasi.

Setiap unit usaha akan selalu mengukur dan menilai kinerja usahanya agar

diketahui tingkat pencapaian unit usaha tersebut dalam rentang waktu tertentu,

sehingga dibutuhkan kemampuan analis untuk mengetahui kinerja perusahaan.

Analisis keuangan dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan seperti kreditur

dan para investor, maupun pihak internal perusahaan. Menilai kinerja perusahaan

dapat dilihat dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan, dengan

melihat laporan keuangan seuatu perusahaan akan tergambar didalammnya aktivitas

perusahaah tersebut termasuk kinerjanya. Kinerja perusahaan sangat penting bagi

siapapun yang memiliki kepentingan dengan perusahaan karena dapat

menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menyatakan bahwa

laporan keuangan harus menyajikan secara terstruktur posisi keuangan dan kinerja

keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi

mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat

bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan

ekonomi. Pengguna laporan keuangan seperti para investor, kreditur dan pemakai

lain, baik yang sedang berjalan maupun potensial dalam membuat

keputusan-keputusan investasi, kredit dan semacamnya yang rasional dalam pembuatan

keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung

(33)

mereka. Belkaoui (2006) menjelaskan tujuan laporan keuangan adalah sebagai

berikut.

1. Menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.

2. Melayani para pemakai yang mempunyai keterbatasan otoritas, kemampuan dan

sumber daya untuk memperoleh informasi tentang aktivitas perusahaan.

3. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur untuk

memprediksi, membandingkan dan mengevaluasi jumlah, waktu, dan

ketidakpastian yang terkait dengan aliran kas potensial.

4. Menyediakan informasi pada pemakai untuk memprediksi, membandingkan, dan

mengevaluasi kemampuan perusahaan memperoleh laba.

5. Menyediakan informasi yang berguna untuk menilai kemampuan manajemen

untuk menggunakan sumber daya organisasi secara efektif guna mencapai tujuan

perusahaan.

6. Menyediakan informasi faktual dan penafsiran tentang transaksi dan kejadian

lain yang berguna untuk memprediksi earning power perusahaan.

Bagi manajemen, penilaian kinerja berfungsi untuk memastikan tingkat

pencapaian keberhasilan usaha dan sebagai dasar perencanaan dan perbaikan

prestasi kerja di masa mendatang. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja untuk

dapat memberikan jaminan bahwa harta yang diinvestasikan pada perusahaan

digunakan sesuai dengan tujuannya. Bagi investor, penilaian kinerja merupakan

dasar untuk membuat keputusan terkait risiko investasi pada perusahaan tersebut.

Bagi kreditur dan calon kreditur, penilaian kinerja menjadi dasar untuk keputusan

yang menyangkut kemampuan dan jaminan kepastian pembayaran pokok pinjaman

(34)

berkepentingan terhadap informasi tentang kinerja perusahaan sebagai dasar

penetapan beban pajak, pembuatan berbagai kebijakan, pemberian fasilitas dan

menjaga stabilitas perekonomian nasional. Regulator seperti Bapepam

berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang

telah go public dalam rangka pengawasan dan perlindungan kepentingan publik.

2.4 Risk Taking

Menurut Ali (2004) “risiko berupa potensi terjadinya suatu peristiwa yang

memberikan pengaruh negatif, dapat menimpa siapa saja, apa saja, kapan saja dan

dimana saja, tak terkecuali terhadap perbankan”. Menurut Siamat (2005) Risiko

usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai

pendapatan yang akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank.

Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar

kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga

yang diinginkan. Tull (2009) menjelaskan risk taking sebagai suatu kecenderungan

untuk terlibat dalam sesuatu kebijakan yang memiliki potensi berbahaya, namun

pada saat yang bersaman kebijakan berbahaya tersebut memberikan pengembalian

yang positif. Risk taking digambarkan seperti seseorang yang mengemudi dalam

kecepatan tinggi, mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat memberikan waktu

tempuh yang lebih singkat sehingga seseorang dapat mencapai tujuannya lebih

cepat, namun potensi kecelakaan yang terjadi sangat tinggi ketika seseorang

mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Eksekutif sebagai penentu kebijakan di perusahaan, dihadapkan pada

berbagai pilihan strategi yang akan digunakan untuk kebijakan perusahaan. Namun

(35)

risiko yang besar, seperti istilah umum, high risk high return. Para eksekutif pada

dasarnya sadar akan pentingnya sebuah kebijakan ataupun strategi baru dan risk

taking. Demi kepentingan pemilik atau pemegang saham, para eksekutif harus

memperhitungkan dengan matang seluruh risiko dari setiap peluang-peluang yang

ada karena seringkali hanya untuk mengejar keuntungan jangka pendek, para

eksekutif mengambil suatu kebijakan yang dapat memberikan risiko yang sangat

tinggi pada masa mendatang.

Dalam suatu kegiatan perbankan, secara umum risiko utama yang harus

dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak negatif adalah risiko kredit

(Credit Risk). Risiko kredit (Credit Risk) sering disebut juga risiko gagal tagih

(default risk) yaitu risiko yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar

bunga kredit dan mencicil pokok pinjaman (Pudiati, 2009), atau dengan kata lain

merupakan kemungkinan kerugian yang timbul akibat gagalnya pihak debitur untuk

mengembalikan pinjaman kredit. Risiko ini semakin besar bila bank umum tidak

mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas kredit yang disalurkan.

2.5 Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Kinerja Perusahaan

Penelitian mengenai kebijakan kompensasi eksekutif telah dilakukan

oleh beberapa peneliti sebelumnya baik menggunakan kompensasi eksekutif

dalam bentuk kas saja ataupun dalam bentuk opsi saham yang biasanya

dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, maupun menggunakan

total kompensasi yang diterima oleh direksi dan komisaris. Cole & Mehran

(36)

memotivasi para manajemen eksekutif dalam pencapaian kinerja perusahaan

yang diproksikan dengan Return on Asset dan Return on Equity.

Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan

sistem kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi,

sehingga muncul permasalahan yang sering dipertanyakan , apakah program

kompensasi yang dibayarkan dalam jumlah cukup besar oleh perusahaan

efektif memengaruhi para eksekutif untuk menciptakan dan meningkatkan

kinerja perusahaan atau kurang efektif karena kompensasi yang

diberikandimanfaatkan untuk kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan

peningkatan kinerja dan keuntungan pemegang saham. Sebelumnya

hubungan antara kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan diteliti oleh

Bartema & Gomes (1998) dan diperoleh hasil bahwa kompensasi eksekutif

pengaruhnya lemah terhadap kinerja perusahaan. Fernandes (2005)

menyatakan dari hasil penelitiannya pada perusahaan di Portugal bahwa

antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan tidak berhubungan.

Hayes & Schaefer (1997) melakukan pengujian atas kompensasi kas

yang dibayarkan oleh perusahaan kepada dewan eksekutif terhadap capaian

kinerja saham dan kinerja finansial dengan hasil pengujian yaitu terdapat

pengaruh yang signifikan antara kompensasi kas eksekutif terhadap kinerja

perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity, sales dan return

market. Kato et al. (2006) menyatakan kompensasi eksekutif berpengaruh

terhadap kinerja yang diukur dengan kinerja perusahaan di pasar saham.

Ozkan (2007) menguji hubungan dan pengaruh antara kompensasi kas, non

(37)

hasil bahwa kompensasi kas mempunyai hubungan positif dan pengaruh

signifikan terhadap kinerja perusahaan sementara total kompensasi tidak

signifikan pengaruhnya.

Atas dasar hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini

dapat dinyatakan seperti berikut.

H1: Terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja

perusahaan perbankan.

2.5.2 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Risk Taking

Pembahasan mengenai hubungan antara kompensasi eksekutif dengan

risk taking juga menjadi perbincangan di lingkup penelitian kompensasi

eksekutif. Kompensasi pada tingkatan tertentu dianggap menjadi faktor risk

taking yang berlebihan dilakukan oleh eksekutif. Beberapa penelitian

mengenai kompensasi eksekutif dengan risk taking telah dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya, Saunders et al. (1990) yang menyatakan

dengan adanya kebijakan kompensasi, eksekutif perusahaan perbankan akan

memilih strategi-strategi yang akan meningkatkan risiko perusahaan untuk

mengejar target agar kompensasi dalam jumlah tertentu dapat diraih. Houston

& James (1995) mengemukakan bahwa kebijakan kompensasi eksekutif pada

perusahaan perbankan dirancang untuk mendorong eksekutif melakukan

excessive risk taking.

Penelitian Chen et al. (1998) menunjukkan adanya hubungan terbalik

antara kompensasi dengan risk taking serta John et al. (2000) yang

(38)

menurunkan risk taking. Brewer et al. (2003) meneliti hubungan antara

kompensasi berbasis ekuitas terhadap risiko pada industri perbankan dengan

hasil terdapat hubungan positif antara risiko perusahaan dengan kompensasi

berbasis ekuitas. Gehrig et al. (2009) melalui penelitiannya menyatakan

bahwa dalam industri perbankan di Amerika Serikat kompensasi bonus

menjadi faktor utama risk taking, namun tidak dalam industri perbankan di

Jerman dan Swiss. Penelitian Panetta et al. (2009), menemukan bukti adanya

hubungan antara risk taking dengan kompensasi CEO namun pemberian

kompensasi tersebut tidak sampai mempengaruhi hingga terjadinya exsessive

risk taking.

Atas dasar hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini

dapat dinyatakan seperti berikut.

H2:Terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kompensasi manajemen

eksekutif terhadap kinerja perusahaan dan pengaruh kompensasi manajemen eksekutif

terhadap risk taking yang dilakukan oleh manajemen eksekutif. Jenis penelitian ini

adalah pengujian hipotesis yang menjelaskan apakah dan sampai seberapa jauh satu

variabel mempengaruhi variabel lainnya.

3.1 Populasi dan Sampel

3.1.1Populasi

Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang

menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti. Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang ada di Indonesia

pada tahun 2001 hingga tahun 2010.

3.1.2Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi. Sampel merupakan

beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel yang diteliti adalah

perusahan perbankan yang ada di Indonesia. Penentuan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling

dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan

kriteria yang ditentukan. Kriteria yang dignakan untuk memilih sampel di

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia pada tahun 2001 sampai

(40)

berbeda dari perusahaan lainnya dan kurangnya penelitian mengenai

perusahaan perbankan di Indonesia.

b. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit selama

periode pengamatan tahun 2001-2010. Laporan keuangan yang

digunakan sebagai sampel adalah laporan keuangan per 31 Desember,

dengan alasan laporan tersebut telah diaudit sehingga informasi yang

dilaporkan lebih dapat dipercaya.

c. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan yang mencantumkan

informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti data

kompensasi direksi dan komisaris.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

telah disediakan oleh pihak lain. Data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber

data berikut ini.

1. Data perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diperoleh dari

Indonesian Capital Market Directory

2. Data perusahaan perbankan yang ada di Indonesia yang diperoleh dari

www.bi.go.id

3. Laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan sampel yang dipublikasikan

di www.idx.co.id

4. Laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan sampel yang dipublikasikan

(41)

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variabel – variabel penelitian

dan pengukurannya.

3.3.1 Variabel independen

Penelitian ini menggunakan satu variabel independen yaitu variabel

kompensasi eksekutif. Eksekutif biasanya adalah orang-oarang yang berada

pada posisi dua tingkat teratas dalam perusahaan, seperti direktur utama,

wakil direktur utama, direktur, manajer termasuk didalamnya komisaris

utama dan komisaris. Kompensasi eksekutif pada dasarnya berisi hampir

sama dengan kompensasi karyawan pada umumnya yaitu terdiri dari

komponen gaji pokok, gaji variabel (bonus tahunan, insentif jangka panjang

dan penghasilan tambahan) serta tunjangan, yang paling membedakan adalah

adanya jenis komposisi khusus yang tidak diterima oleh karyawan yaitu

kompensasi dalam bentuk opsi saham (Mathis & Jackson, 2002).

Penelitian ini menggunakan komponen total kompensasi yang

diterima para eksekutif perusahaan berupa gaji pokok yaitu gaji yang diterima

oleh jajaran eksekutif dan gaji variabel berupa bonus tahunan, insentif jangka

panjang dan penghasilan tambahan yang diungkapkan nominalnya dalam

laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan. Kompenasi opsi saham

tidak digunakan dalam penelitian ini dikareakan kurangnya data yang

diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan yang disajikan oleh para

emiten.

(42)

Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan total kompensasi

yang diterima individu eksekutif setiap perusahaan untuk mengetahui jumlah

rata-rata kompensasi eksekutif untuk setiap individu perusahaan.

3.3.2 Variabel Dependen

3.3.2.1 Kinerja Perusahaan

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja

perusahaan yang merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan

sasaran tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja perusahaan dapat

dinilai melalui berbagai macam indikator untuk mengukur

keberhasilan perusahaan, pada umumnya berfokus pada informasi

kinerja yang berasal dari laporan keuangan, dalam penelitian ini

kinerja diproksikan dengan Return On Asset (ROA) dan Return On

Equity (ROE).

3.3.2.3 Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio

profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan

didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aset

(43)

terhadap total aset bank tersebut. Semakin besar nilai ROA, maka

semakin besar pula kinerja perusahaan, karena return yang didapat

perusahaan semakin besar. Dengan kata lain, rasio ini digunakan

untuk menggambarkan produktivitas bank bersangkutan (berapa

banyak kekayaan yang harus digunakan dan dipakai untuk

menghasilkan sejumlah laba). Semakin besar nilai rasio ini

menunjukkan bahwa bank semakin produktif. Untuk menghitung

ROA digunakan rumus sebagai berikut :

3.3.2.4 Return On Equity (ROE)

Return On Equity mengukur seberapa banyak laba bersih

yang dapat dihasilkan dari investasi para pemegang saham dalam

perusahaan. Rasio yang rendah dapat diartikan bahwa manajemen

kurang efisien dalam penggunaan modal, sedangkan rasio yang

tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar modal diperoleh dari

pinjaman atau manajemen sangat efisien. Untuk menghitung ROE

digunakan rumus sebagai berikut:

3.3.2.5 Risk Taking

Variabel dependen kedua dalam penelitian ini adalah risk

taking yang merupakan gambaran tingkatan suatu risiko yang

(44)

perusahaan perbankan. Dalam penelitian ini, risk taking diproksikan

menggunakan tiga item pengukuran, risiko kredit yang diukur

dengan NPL, serta risiko bisnis yang diukur dengan SDROA dan

SRDOE. Risiko kredit dipilih dalam penelitian ini karena risiko

kredit merupakan risiko utama yang harus dikelola oleh perusahaan

perbankan.

Risiko kredit diukur dengan menggunakan rasio keuangan

yang menghasilkan perbandingan jumlah kredit bermasalah atau Non

Performing Loan (NPL) terhadap total kredit yang diberikan oleh

bank. Semakin tinggi rasio NPL yang dimiliki oleh suatu bank,

menggambarkakan bahwa risiko kredit yang dimilikinya semakin

besar. Dalam penelitian ini risiko kredit diproksikan dengan formula

berikut:

Kredit bermasalah yang dihitung dalam penelitian ini

merupakan kredit bermasalah bersih atau kredit bermasalah setelah

dikurangi dengan nilai penyisihan kerugian. Sementara total kredit

merupakan total kredit bersih yang diberikan kepada pihak ketiga

(tidak termasuk kredit pada bank lain).

NPL merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi

bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit

yang ditanggung pihak bank. Setelah kredit diberikan kepada pihak

yang dianggap layak, bank wajib melakukan pemantauan terhadap

(45)

memenuhi kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan

pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit.

Selain menggunakan risiko kredit yang diukur dengan NPL,

untuk mengukur risiko bisnis perusahaan perbankan yang

menggambarkan risiko keseluruhan dalam kegiatan perusahaan

menggunakan standard deviation based on ROA (SDROA) dan

standard deviation based on ROE (SDROE) mengacu pada

penelitian Soedarmono et al. (2012) yang mengacu pada penelitian

Agoraki, Delis & Pasiouras. (2009) yang mengukur SDROA dan

SDROE berdasarkan periode tiga tahun.

3.3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol

hubungan kausualnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang

lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini ada tiga

variabel kontrol yang digunakan yaitu EQTA (Equity to Total Assets)

perbandingan antara ekuitas terhadap total aset, variabel dummy kepemilikan

SOB (State Owned Bank) dan variabel dummy Listed untuk perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.3.3.1 EQTA

EQTA menunjukkan bahwa perushaaan memiliki modal

sendiri/stockholder’s equity yang lebih tinggi, stockholder’s equity

memiliki sifat sebagai alat pengendalaian adanya hutang baik itu

(46)

utama operasional perusahaan dalam menghasilkan suatu laba atau

profit. Sehingga perusahaan yang baik secara keuangan adalah

perusahaan yang mempunyai modal sendiri atau stockholder equity

yang tinggi sehingga perusahaan tidak perlu mencari dana tambahan

dari hutang atau pinjaman.

3.3.3.2SOB (State Owned Bank)

Variabel SOB merupakan variabel dummy untuk tipe

kepemilikan bank. Bank yang dimiliki oleh pemerintah baik pusat

maupun daerah diberikan nilai 1.

3.3.3.3Listed

Variabel Listed merupakan variabel dummy untuk bank yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bank yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia diberikan nilai 1.

3.4 Teknik Pengujian Data

Untuk semua variabel dilakukan pengujian data dengan bantuan perangkat

SPSS 16.0, yaitu.

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, standar deviasi

maksimum dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).

(47)

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi adanya

penyimpangan asumsi klasik pada persamaan regresi berganda. Pemenuhan

asumsi klasik ini dimaksudkan agar variabel bebas sebagai estimator atas

variabel terikat tidak bias, sehingga akan dilakukan empat uji penyimpangan

asumsi klasik, yaitu seperti berikut ini.

3.4.2.1Uji Normalitas

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi

yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati

normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

analisis grafik dan uji statistik. Salah satu cara termudah untuk melihat

normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang

membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang

mendekati normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram

hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.

Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability

plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika

distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Selain menggunakan

analisis grafik penelitian ini juga akan menggunakan analisis

Kolmogorov-Smirnov. Suatu distribusi data dikatakan normal apabila

nilai signifikansi hitung >0.05 (Ghozali, 2006).

(48)

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas

atau tidak terjadi heterokedastisitas. Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk

mendekteksi adanya heterosketastisitas dilakukan dengan

menggunakan uji Glejser. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi

ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot

antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan

residualnya SRESID. Titik-titik yang menyebar secara acak pada

grafik scatterplots baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu

Y memperlihatkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,

2006).

3.4.2.3Uji Autokerelasi

Bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

atau waktu tertentu dengan t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi,

maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul

karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama

lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu)

tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi

yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengujian

(49)

(DW test) dengan membandingkan Durbin Watson hitung dengan

Durbin Watson tabel (Ghozali 2006).

3.4.2.4Uji Multikolinieritas

Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini

tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel yang nilai

korelasi antar variabel independen sama dengan nol. Konsekuensi

adanya multikolinearitas ini adalah tidak validnya signifikansi

variabel. Cara mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan

melakukan regresi antar variabel bebas, dengan menganalisis besaran

Varians Inflaction Factors (VIF). Secara umum nilai tolerance yang

dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Jika nilai

VIF dibawah 10 maka diantara variabel bebas tidak terdapat indikasi

terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2006).

3.4.3Analisis Regresi

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model persamaan regresi berganda untuk menguji adanya pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Model analisis pengaruh kompensasi terhadap kinerja dan risk taking

(50)

(1)

(2)

Keterangan:

Kompen = Kompensasi yang diberikan kepada eksekutif terdiri dari

logaritma natural kompensasi total (LnKomTot) dan

logaritma natural rata-rata kompensasi individu

(LnKomIndv),

Kinerja = Kinerja diukur menggunakan dua pengukuran yaitu

menggunakan Return On Assets (ROA) dan Return On

Equity (ROE),

Risk_T = Risk Taking diukur menggunakan tiga pengukuran yaitu

Non Performing Loan (NPL), Standard Deviation ROA

(SDROA) dan Standard Deviation ROE (SDROE),

EQTA = Rasio Equity to Total Assets,

SOB = dummy kepemilikan State Owned Bank,

FOB = dummy kepemilikan Foreign Owned Bank,

Listed = dummy bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

k = konstanta,

= koefisien regresi, dan

e = variabel penganggu.

3.4.4 Uji Ketepatan Perkiraan (Uji RSquare)

Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur

(51)

independen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien yang diperoleh akan berkisar 0 <

R2 di mana djika R2 semakin mendekati 1, maka semakin kuat

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.

Akan tetapi, dalam Ghozali (2006) dijelaskan mengenai kelemahan mendasar

penggunaan koefisien determinasi yang bias terhadap jumlah variabel

independen yang dimasukkan ke dalam model.

Setiap tambahan satu variabel independen, maka R Square pasti

meningkat tanpa mempedulikan variabel tersebut berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, peneliti menggunakan

nilai Adjusted R Square untuk mengevaluasi model regresi yang terbaik

karena dalam model regresi yang digunakan menggunakan variabel

Gambar

grafik scatterplots baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu
Tabel 4.1 Sampel Penelitian
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 4.3 Matriks Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil studi empirik tersebut hipotensi yang menyatakan : “Ada hubungan yang posotif antara Minat Belajar siswa terhadap mata pelajaran Akhlak

Rencana pengembangan jalur Kereta Api Sumatera yang melalui Tanjung Bintang-Sukadana juga akan sangat membantu distribusi angkutan barang hasil bumi dari Lampung Timur

Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa telah dihasilkan suatu Sistem Informasi Geografis Berbasis Web untuk pariwisata pulau Lombok, yang dapat membantu Dinas

Pada penelitian ini untuk melakukan peramalan produksi akan dilakukan dengan menerapkan metode peramalan exponential smoothing berbasis web dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh pembiayaan murabahah, istishna’, mudharabah, musyarakah dan ijarah terhadap profitabilitas ( return on asset)

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubemur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wall Kota

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Sikap Mahasiswa Progam Studi PPKn FKIP Universitas Lampung Terhadap Progam SM3T

Desain rancangan antena dibuat secara simulasi yang berkerja pada frekuensi 1.09 GHz, bahan substrat terbuat dari Fr-4 yang memiliki nilai konstanta dielektrik