1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut, terdapat beberapa faktor penentu, salah satunya adalah pembelajaran. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 20 tentang
SISDIKNAS).
Pembelajaran pada dasarnya mempunyai makna dua kegiatan yaitu
belajar dan membelajarkan yang juga melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa.
Belajar dan membelajarkan merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Belajar menitikberatkan pada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subyek yang menerima materi pelajaran. Sedangkan
membelajarkan menekankan pada hal yang dilakukan oleh seseorang sebagai
fasilitator memberikan materi pelajaran. Konsep belajar dan membelajarkan
akan terpadu dalam satu kegiatan saat terjadi interaksi antara guru dengan
siswa dan siswa dengan lingkungan belajar. Belajar yang dilakukan siswa tidak
hanya semata-mata menghafal, bukan pula mengingat, namun belajar yang
sebenarnya adalah sebuah proses yang ditandai dengan adanya perubahan
perilaku seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
ketrampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan, dan
Aspek yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan siswa dalam
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran pada dasarnya
menuntut kemampuan guru dalam mengendalikan kegiatan belajar siswa.
Meski tidak setiap kegiatan belajar siswa bergantung pada kehadiran guru,
namun terdapat hubungan sebab akibat antara guru mengajar dan murid
belajar. Oleh karena itu salah satu tanggung jawab guru dalam proses
pembelajaran adalah merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
sedemikian rupa sehingga para peserta didik dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, guru diwajibkan
untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran menggunakan
pendekatan tertentu. Pendekatan dalam pembelajaran sesungguhnya
merupakan sarana untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan aktivitas
belajar yang dilakukan guru dan siswa.
Salah satu mata pelajaran yang memerlukan aktivitas langsung dalam
prosesnya antara guru, siswa, dan lingkungan belajar untuk memperoleh
pengalaman adalah Matematika. Mata pelajaran Matematika telah diajarkan
dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang tercantum pada Permendiknas No.
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:147) juga dijelaskan, bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Matematika mempunyai peranan penting
dalam kehidupan sehari-hari karena salah satu aspek dalam matematika
adalah belajar pemecahan masalah.
Melalui belajar pemecahan masalah maka diharapkan dapat dibentuk
proses berpikir secara logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika. Mengingat peran matematika yang sedemikian penting maka pada
setiap jenjang pendidikan formal, siswa dituntut untuk dapat mempelajari dan
Dewasa ini, sering terjadi banyak perdebatan mengenai proses
pembelajaran yang dilakukan secara konvensional. Pandangan umum
menyatakan bahwa pembelajaran konvensional yang sering digunakan oleh
guru, dirasa sudah tidak cocok lagi untuk digunakan, karena pada dasarnya
metode ini hanya menekankan pada keaktifan guru sebagai sumber utama dalam
mentransfer ilmu. Penggunaan metode yang seperti ini, dimungkinkan siswa
perhatiannya kurang bahkan mengantuk karena membosankan. Namun jika
dikaji lebih lanjut, pembelajaran konvensional tidak sepenuhnya buruk.
Pembelajaran secara konvensional dapat dinilai baik dan berhasil jika di
dalamnya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan,
diantaranya adalah pembawaan guru dalam mengelola pembelajaran, motivasi
maupun minat siswa yang tinggi, bahkan sarana dan prasarana yang
memadai dapat menjadikan pembelajaran konvensional bermakna. Namun
terlepas dari hal tersebut, pendekatan maupun model pembelajaran
seyogyanya dapat mengubah gaya belajar siswa agar lebih aktif dalam
mengkontruksikan konsep.
Berangkat dari keraguan akan pendekatan pembelajaran konvensional,
maka perlu adanya perbaikan yang dapat meningkatkan perhatian, motivasi,
pemahaman, hasil belajar, maupun prestasi belajar siswa. Oleh karena itu,
guru harus mampu menawarkan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif,
sehingga dapat membangkitkan perhatian siswa sehingga siswa menjadi lebih
aktif dan termotivasi dalam belajar. Selain hal itu, kemampuan guru dalam
menguasai pendekatan pembelajaran yang akan digunakan juga menjadi
faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran.
Sistem pembelajaran matematika diharapkan mampu menggunakan
pendekatan kontekstual sebagai fokus dalam kegiatan pembelajaran, dimana siswa
terlibat pembelajaran aktif yang didalamnya mampu menemukan makna,
karena pembelajaran kontekstual menghubungkan isi pelajaran dengan
lingkungan.
tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman dari puncak proses belajar.
Dalam suatu kelas, hasil belajar setiap individu pasti berbeda-beda. Ada siswa
yang hasil belajarnya tinggi dan rendah.
Berdasarkan hasil observasi awal di SDN 1 Ampel kecamatan Ampel
kabupaten Boyolali ditemukan beberapa hal berikut. Pada umumnya proses
pembelajaran matematika yang telah berjalan di SDN 1 Ampel kecamatan
Ampel kabupaten Boyolali kurang meningkatkan peran aktif siswa dalam
kegiatan pembelajaran, guru yang mengelola pembelajaran matematika belum
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai fokus dalam pembelajaran. Di
samping itu, pengaitan masalah kehidupan sehari-hari dengan materi
pembelajaran masih kurang.
Kenyataannya pada saat peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas
4 Ibu hariyanti, M.Pd. di SDN 1 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
belum menggunakan model-model pembelajaran kreatif secara sepenuhnya
didalam pembelajaran Matematika di kelas, beliau hanya sesekali saja
menggunakan metode make a match apabila beliau sedang ingin menerapkannya
saja. Hal tersebut dikarenakan menurut Ibu Hariyanti yang terpenting adalah
beliau mengajar dan membuat siswa paham akan materi yang sedang diajarkan.
Meskipun dalam pembelajarannya tersebut Ibu Hariyanti, M.Pd. SD belum
menggunakan model-model pembelajaran kreatif secara sepenuhnya, tetapi beliau
sudah menggunakan alat peraga yang sudah tersedia di sekolah, melakukan tanya
jawab antara guru dan siswa, guru melakukan demonstrasi, menggunakan
benda-benda nyata sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Apabila dari sekolah
belum tersedia alat peraga maka guru meminta siswa untuk membawa dari rumah
tetapi yang tidak memberatkan siswa itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar
beberapa siswa dapat aktif mengikuti pembelajaran dengan bimbingan guru, tetapi
ada juga yang masih pasif karena malu menyampaikan pendapatnya atau takut
salah.
Hasil wawancara dengan Ibu Hariyanti, M.Pd. SD guru kelas 4 SDN 1
kelas 4A semester 2 dalam mata pelajaran Matematika, yaitu diperoleh data
rata-rata sebagai berikut:
Nilai rata-rata kelas 4A dalam mata pelajaran Matematika adalah72,09.
Dari data yang peneliti peroleh batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dari
kelas 4 adalah 70. Hasil belajar Matematika kelas 4A di SDN 1 Ampel Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali menunjukkan 60% siswa masih di bawah KKM dan
40% siswa sudah di atas KKM. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Tri Joko
Listianto, S.Pd selaku kepala sekolah SDN 1 Ampel Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali, KKM dapat ditentukan dari Indikator, keadaan siswa di SDN
1 Ampel, Kompleksitas terhadap materi yang bersangkutan, dan daya dukung
lainnya.
Selain peneliti melakukan observasi di SD inti SDN 1 Ampel, peneliti juga
melakukan observasi di SD imbas gugus Gajah Mada SDN Tanduk 02,
Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Dari hasil wawancara dengan Ibu Hesty
selaku guru kelas 4 SDN Tanduk 02, bahwa dalam pembelajarannya Ibu Hesty
belum menggunakan model pembelajaran sama sekali. Selain belum
menggunakan metode atau model pembelajaran, Ibu Hesty hanya menjelaskan,
melakukan tanya jawab, dan melakukan penugasan kepada siswa pada waktu
melakukan proses belajar mengajar di kelas. Selama proses pembelajaran
berlangsung, banyak siswa yang belum aktif dalam mengikuti pembelajaran. Hal
tersebut bisa terjadi karena guru hanya terlalu fokus untuk menjelaskan materi
dengan ceramah saja.
Hasil wawancara dengan Ibu Hesty selaku guru kelas 4 SDN Tanduk 02,
Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, diperoleh data hasil belajar siswa kelas 4
semester 2 dalam mata pelajaran Matematika, yaitu:
Nilai rata-rata kelas 4 dalam mata pelajaran Matematika adalah 61,96.
Dari data yang peneliti peroleh batas KKM dari kelas 4 adalah 67. Hasil belajar
Matematika kelas 4 di SDN Tanduk 02 Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali,
menunjukkan 48% siswa masih di bawah KKM dan 52% siswa sudah di atas
Di SD Negeri pada gugus Gajah Mada, Kecamatan Ampel, Kabupaten
Boyolali, dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada pembelajaran
Matematika belum mencapai hasil yang maksimal. Hal tersebut bisa terjadi karena
masih banyak siswa yang belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Selain itu
disebabkan juga masih banyaknya siswa yang pasif saat pembelajaran dan malu
ataupun enggan untuk bertanya apabila dia kurang memahami pembelajaran yang
berlangsung, hal ini disebabkan juga karena guru yang belum kreatif
menggunakan model-model pembelajaran ataupun mengembangkan pembelajaran
agar lebih menarik lagi.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa di dalam kelas, guru
dapat menerapkan berbagai model pembelajaran dalam setiap mata pelajaran,
konsep materi dan tujuan yang ingin dicapai berbeda-beda. Dalam pemahaman
konsep-konsep materi diperlukan model pembelajaran yang dapat membuat siswa
benar-benar aktif dan merasakan suasana yang menyenangkan saat belajar. Ada
berbagai model pembelajaran kreatif yang cocok untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mencapai kompetensi Matematika. Model-model pembelajaran
tersebut diantaranya adalah ; Student centered learning (SCL) Active Learning
(Pembelajaran Aktif) Cooperatif Learning (CL) Contextual Teaching and
Learning (CTL) Discovery Learning (Pembelajaran Melalu Penemuan) Problem
Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) collaborative Learning (
Pembelajaran Kolaboratif) Project Based Learning.
Dari berbagai model pembelajaran tersebut diatas mempunyai keunggulan
dan kelemahannya masing-masing, termasuk juga model Project Based Learning
dan Problem Based Learning.Model pembelajaran Project Based Learning
adalah model pembelajaran yang. memanfaatkan masalah. Siswa harus melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiri) untuk dapat memecahkan masalah
tersebut. Sedangkan model pembelajaran Problem Based Learning adalah metode
belajar yang sistematis, yang melibatkan siswa dalam belajar pengetahuan dan
ketrampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiri) yang panjang dan
terstruktur terhadap pertanyaan yang autentik dan kompleks serta tugas dan
Kedua model pembelajaran tersebut dapat membuat siswa menjadi lebih
aktif dalam pembelajaran dan guru juga dapat memunculkan kreatifitas
siswa.Peneliti ingin mengetahui dari 2 model tersebut manakah yang paling
efektif untuk mempengaruhi hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika.
Seperti contoh dari penelitian sebelumnya yang berjudul Penelitian Fitri Yuni
Astuti (2007) yang berjudul “Model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) untuk meningkatkan Hasil belajar Siswa kelas VIII Semester II
SMP N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Tahun Pelajaran 2006/2007”. Sedangkan menurut peneliti Handoko Eko Putro (2010) yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS
2 SMA Negri 8 Surakarta pada Mata Pelajaran Ekonomi Tahun Ajaran 2009/2010
juga dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa. Dalam penelitian
eksperimen menggunakan model Project Based Learning tersebut juga dianggap
efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kela V SD.
Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran
Project Based Learning dan model pembelajaran Problem Based Learning efektif
untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Namun masih belum dapat
menunjukkan salah satu model mana yang lebih efektif untuk pembelajaran
Matematika.Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui perbandingan keefektifan
model pembelajaran Project Based Learning dan model pembelajaran Problem
Based Learning dalam pembelajaran Matematika kelas 4 Sekolah Dasar.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Belum diterapkan model pembelajaran kreatif yang dapat menjadi solusi
bagi siswa untuk lebih mengerti materi dalam pembelajaran Matematika.
2. Masih terdapat siswa yang pasif saat pembelajaran Matematika.
3. Hasil belajar siswa masih ada yang di bawah nilai KKM (Kriteria
masih ada 60 % siswa yang belum tuntas, di SD N Tanduk 02 Ampel
kabupaten Boyolali dengan KKM 67 masih terdapat 48 % siswa yang
belum tuntas.
4. Rata-rata nilai dari masing-masing SD yang masih belum maksimal yaitu
dari SD N Ampel 01 sebagai SD inti adalah 72,09. Dari SD Tanduk 02
adalah 61,96.
1.3. Batasan masalah
Dari masalah yang dipaparkan di atas, tentu diperlukan batasan masalah
yang akan dikerjakan dan dicari solusinya. Dalam penelitian ini dapat diterapkan
pada siswa kelas 4 SD dalam pembelajaran Matematika. Hasil belajar yang
diamati hanya terbatas pada hasil belajar domain kognitif.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas dapat
dirumuskan masalah yang akan diteliti adalah adakah perbedaan hasil belajar
model pembelajaran Problem Based Learning dibandingkan dengan model
pembelajaran Project Based Learning dalam pembelajaran Matematika kelas 4
Sekolah Dasar gugus Gajah Mada Boyolali?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui: perbedaan hasil belajar dalam penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning
(PJPBL) dalam pembelajaran Matematika semester I kelas 4 SD/MI gugus Gajah
Mada Boyolali tahun ajaran 2014/2015.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
Manfaat teoritis penelitian ini adalah hasil yang diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran perkembangan dunia pendidikan mengenai keefektifan
penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dan model
pembelajaran Project Based Learning terhadap hasil belajar mata pelajaran
Matematika.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Bagi siswa : memberikan pengalaman belajar yang menarik dan
berkesan pada siswa.
2. Bagi guru :memberikan masukan kepada guru SD agar lebih inovatif
dan kreatif dalam memilih model pembelajaran sesuai dengan materi yang
diajarkan.
3. Bagi sekolah :penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
yang baik pada sekolah itu sendiri dan sekolah lain pada umumnya dalam
rangka meningkatka nmutu pendidikan.
4. Bagi peneliti :dapat mengetahui seberapa efektifkah penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Project