• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan ( Studi Deskriptif : Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan ( Studi Deskriptif : Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB II

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

4.1Perkembagan Sistem Lembaga Pemasyarakatan

Pada zaman dahulu belum ada pidana hilang kemerdekaan, sehingga tidak

ada penjara, namun dahulu kala orang-orang yang dianggap melakukan kesalahan

akan dikurung dalam suatu rumah atau ruang kosong untuk sementara waktu.

Konsep ini belum bisa dikatakan sebagai penjara karena orang-orang yang

bersalah tersebut ditahan hanya sementara waktu untuk menunggu keputusan

hakim ataupun orang yang berkuasa untuk dilaksanakannya hukum yang berlaku

yaitu hukum mati berupa gantung atau pun hukum badan berupa cambuk.

Menurut Howard Jones ( Dwidja : 2006 ) menjelaskan bahwa sejak jaman

Raja Mesir pada tahun 2000 Sebelum Masehi (SM) dikenal pidana penjara dalam

arti pemahaman selama menunggu pengadilan, dan ada kalanya sebagai

penahanan untuk keperluan lain menurut hukum Romawi. Pada saat itu akhir dari

hukuman itu adalah hukum badan, seperti cambuk, pemotongan tangan, hukuman

mati baik pemenggalan kepala ataupun hukum cambuk.

Pidana penjara dikenal menurut P.A.F. Lamintang (Dwidja : 2006) adalah

suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang

dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga

pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan

tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan

(2)

30

Pidana penjara selanjutnya dikenal apabila, sesorang yang melakukan

pelanggaran dan telah diputuskan bersalah oleh hakim32

Sejak zaman Belanda, Indonesia sudah mengenal sistem penjara,

diberikan hukuman

kehilangan kebebasan bergerak kemudian di tempatkan dalam tempat yang

kemudan dikenal penjara yang memiliki aturan-aturan yang harus ditaati. Selama

dalam penjara seseorang yang bersalah tersebut akan melakukan berbagai

kegiatan sesuai aturan yang berlaku hingga masa hukuman yang diputuskan

selesai dijalani.

Pada saat bentuk pidana penjara mulai dikenal dalam masa peralihan

ternyata pelaksanaan pidana penjara masih dipengaruhi oleh praktek perlakuan

terhadap pidana badan dan nafsu membalas yang sudah terlalu lama membekas

dalam budaya hukum masyarakat, sehingga memakan waktu yang lama untuk

merubah jalan pikiran yang membedakan antara bentuk pidana penjara dan pidana

badan. Peninggalan cara berfikir masa lalu itu masih nampak bekas-bekasnya dari

sikap masyarakat sebagai penegak hukum ada masa sekarang.

2.1.1 Penjara di Indonesia

33

hal ini

di tandai dengan adanya Reglement34

penjara adalah tempat pembalasan yang setimpal atau sama atas suatu perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku tindak pidana dan juga sebagai tempat pembinaan terhadap narapidana atau pelaku tindak pidana.

pada tahun 1917. Pasal 28 ayat 1 Reglement

tersebut menyebutkan sebagai berikut:

32

Hakim yang dimaksud halam hal ini adalah seseorang yang berkuasa memberikan keputusan bersalah dan diakui oleh masyarakat dimana kejadian ataupun perkara itu berlangsung. Pada jaman dahulu hakim tersebut biasanya seorang Raja ataupun Ratu, ataupun Ketua adat dalam kelompok tersebut.

33

Penjara berasal dari kata jera yang dahulu diartikan tempat untuk menbuat jera pelanggar aturan. 34

(3)

31

Pasal 28 ayat 1 tersebut menjelaskan bahwa pelaku tindak pidana “dibalas

perlakuannya” sesuai dengan apa yang diperbuat dan “melakukan pembinaan”

kepada pelaku tindak pidana sehingga tidak melakukan tindakan pidana kembali.

Kedua hal tersebut merepakan hal yang berbeda namun harus di lakukan secara

bersamaan pada tempat yang sama.

Seringkali yang dilakukan hanya satu hal saja yaitu pembalasan yang

setimpal atas tindakan pidana yang telah dilakukan tanpa memperhatikan

pembinaan untuk tidak melakukan tindakan pidana itu kembali.

Terjadinya perkembangan atau pergeseran nilai dari tujuan atau inti pidana

penjara tersebut atau disebut dengan eksistensi sebelum menjadi Lembaga

Pemasyarakatan, yang dimulai dari tujuan balas dendam (retalisation) kepada

pelaku tindak pidana kemudian berubah menjadi pembalasan yang setimpal

(retribution) bagi si pelaku tindak pidana yang selanjutnya diikuti dengan tujuan

untuk menjerakan (deterence) si pelaku tindak pidana dan kemudian diikuti juga

pada awal abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20, tujuan tersebut tidak

lagi bersangkutan dengan memidana (punitive) melainkan bertujuan untuk

memperbaiki terpidana (rehabilitation) dengan jalur resosialisasi.35

Berbagai macam pengertian tujuan dari pidana penjara tersebut terdapat

banyak perbedaan. Namun demikian di Indonesia menurut Sudarto, melalui Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana ke dalam Reglement Penjara Tahun 1917

memang masih ada yang beranggapan bahwa tujuan dari pidana penjara tersebut

35

(4)

32

adalah pembalasan yang setimpal dengan mempertahankan sifat dari pidana

penjaranya yang harus diutamakan. Tetapi pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan

bahwa pidana penjara adalah pemasyarakatan dan hal tersebut lebih mengarah

atau mengutamakan pembinaan (re-educatie and re-socialisatie). Sebenarnya

secara umum pemasyarakatan tersebut bisa diartikan memasyarakatkan kembali

seseorang pelaku tindak pidana yang selama ini sudah salah jalan dan merugikan

orang lain atau masyarakat dan mengembalikannya kembali ke jalan yang benar

dengan cara membina orang yang bersangkutan tersebut sehingga menguntungkan

atau berguna bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya yang telah

dirugikannya pada waktu dulu.36

Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8

Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia” maka

metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini meliputi 4 tahap,

yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu yaitu37 1. Tahap Orientasi / Pengenalan

:

Setiap narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan

dilakukan penelitian untuk segala hal ikwal perihal dirinya ataupun

identitas pelaku kejahatan

2. Tahap Asimilasi dalam Arti Sempit

Jika pembinaan terhadap narapidana telah berjalan kurang dari 1/3

dari masa pidana sebenarnya, narapidana menunjukan

36

Ibid.

37

(5)

33

perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka

tempat utama untuk proses pembinaan selanjutnya dapat dilakukan

diruang terbuka untuk memperoleh sedikit ruang gerak yang lebih

terbuka. Ditempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab lebih

banyak lagi, proses ini diberlakukan hingga masa hukumannya

memasuki 1/2 masa pidana yang sebenarnya.

3. Tahap Asimilasi dalam Arti Luas

Pada tahapan ini narapidana yang telah menjalani masa kurungan

1/2 masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Pembina

Pemasyarakatan menyatakan proses pembinaan telah mencapai

kemajuan yang lebih baik, maka wadah proses pembinaannya lebih

terbuka lagi. Narapidana bisa diikut sertakan dalam

program-program pembinaan seperti sekolah umum, berolahraga dengan

masyarakat dengan pengawasan, bekerja pada badan swasta dan

lain-lain. Proses ini berlangsung hingga masa tahanan dijalani 2/3

masa pidana yang sebenarnya.

4. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat.

Tahap ini adalah tahap terakhir dalam proses pembinaan. Bila pada

pengamatan Dewan Pengamat Pemasyarakatan, narapidana

melakukan proses observasi, asimilasi dalam arti sempit maupun

asimilasi dalam arti luas, dan integrasi telah dijalankan dengan baik

dan masa pidana telah dijalani 2/3, maka narapidana dapat diberi

(6)

34

Tujuan diselengarakannya sistem pemasyarakatan dalam rangka

membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang

seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mmelakukan tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif

berperan dalam membangun dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang

baik dan bertanggung jawab.

Konsepsi pemasyarakatan pada tingkat permulaan merupakan tujuan dari

pidana penjara. Pemasyarakatan sebagai tujuan menurut teori pemidanaan dalam

hal menjatuhkan pidana hilangnya kemerdekaan tidak terlepas dari prinsip

pengimbalan atas perbuatan melanggar hukum pidana, namun tertap diberlakukan

sebagai manusia sekalipun ia telah tersesat sehingga memperoleh kesempatan

yang kedua.

Pidana membatasi kemerdekaan atau pencabutan kemerdekaan atau

menghilangkan kemerdekaan seseorang untuk bergerak, sudah berlaku secara

universal di setiap negara di dunia. Namun makna pidana yang demikian ini

dalam pelaksanaanya dan cara perlakuannya belum ada kesamaan di tiap-tiap

negara, disebabkan oleh besar kecilnya faktor penghambat yang berpengaruh di

sekitar negara yang bersangkutan saling berbeda.

4.2Sejarah Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Wanita Tanjung

Gusta Medan.

Lembaga masyarakat dahulunya dihuni oleh seluruh narapidana, baik itu

(7)

35

antara ketiganya. Anak-anak dan perempuan memiliki ruangan tersendiri dan

diawasi oleh pegawai wanita.

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

merupakan ruang lingkup dari Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia Sumatera Utara yang terletak di Jalan Putri Hijau No. 4 Medan

yang tugasnya dikoordinir oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan dan dibantu oleh

Kepala Bidang Pemasyarakatan serta dibantu oleh Kepala Seksi-Seksi lainnya.

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berdiri pada

tahun 1980 dengan kapasitas 150 orang penghuni yang beralamat jalan Lembaga

Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wanita Tanjung Gusta Medan ini merupakan pindahan dari Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medan

Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan yang didirikan

dengan 3 (tiga) tahap yaitu

1. Tahap pertama didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 12 Maret

1980, No. 69/XIII/3/1980 Tahun Anggaran 1981/1982 dengan

menghabiskan dana sebesar Rp 89.010.000,- (delapan puluh sembilan

jutasepuluh ribu rupiah).

2. Tahap kedua didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 11 Maret

1982, No. 53/XIII/3/1982 Tahun Anggaran 1982/1983 dengan

menghabiskan dana sebesar Rp 102.600.000,- (seratus dua juta enam ratus

(8)

36

3. Tahap ketiga didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 18 April

1983, No. 93/XIII/4/1983 Tahun Anggaran 1983/1984 dengan

menghabiskan dana sebesar Rp 149.850.000,- (seratus empat puluh

sembilan juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah).

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta resmi

pemakaiannya pada bulan September 1986 berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia No. 07.03 Tahun 1985 tertanggal 6 Februari 1985

tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, dan menurut

Peraturan Penjara Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi, “Pemisahan antara laki-laki

dan orang-orang perempuan, orangorang dewasa dan anak-anak di bawah umur

atau di bawah 16 (enam belas) tahun”.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

tersebut, para narapidana harus dipisah-pisahkan demi memudahkan

pembinaannya. Sebagai realisasinya pada tahun 1986 Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Klas IIA ini diresmikan pada tanggal 18 Oktober 1986 oleh Kepala Kantor

Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara, Radjo Harahap, SH dan pejabat

Pemerintah Daerah setempat. Seluruh penghuni yang ada di Lembaga

Pemasyarakatan Dewasa tersebut dipisahkan, untuk anak-anak ditempatkan di

Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II, untuk wanita ditempatkan di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA, sedangkan yang laki-laki dewasa tetap ditempat

yang semula. Pada saat berdirinya LP Wanita Klas IIA terdiri dari petugas

(9)

37

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Medan berdiri diatas tanah

hibah dari Pemerintah Daerah setempat yang sampai saat ini sertifikat tanah masih

bergabung dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Medan. Luas tanah

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Medan yaitu 6.422 m2 dan luas bangunan 5.250 m2.

4.3Letak Geografis Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita berlokasi di Kelurahan

Tanjung Gusta Medan, Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan, berjarak

± 3 kilometer dari Jalan Asrama di simpang Perumnas Helvetia Medan. Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Wanita mempunyai letak geografis sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan rumah dinas Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan penduduk dan persawahan

penduduk.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Lembaga Pemasyarakatan Anak K

Medan.

(10)

38

2.4Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung

Gusta.

Struktur bagunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung

Gusta terdiri dari bangunan permanen yang di kelilingi oleh tembok permanen

yang tingginya kurang lebih 6 (enam) meter, dimana setiap sudut tembok tersebut

dibangun 4 (empat) menara pos jaga. Sebelum memasuki Lembaga

Pemasayarakatan terdapat pintu masuk yang dijaga Penjaga Pintu Utama (P2U)

sebagai gerbang dan pusat semua pos-pos penjagaan.

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan terdiri

dari 2 (dua) lantai yang terdiri dari:

• Lantai II, meliputi ruang kalapas, Sub Tata Usaha, Urusan Umum, Urusan

Kepegawaian dan Keuangan,

• Lantai I, meliputi ruang Pengamanan Pintu Utama (P2U), ruang Kesatuan

Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), ruang kunjungan, ruang

Karupam, Ruang Registrasi, ruang penggeledahan, ruang Kasie

Bimbingan Anak didik, ruang keamanan dan ketertiban.

• Blok hunian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dengan kapasitas 150

orang yang terdiri dari:

1. Blok A = 6 kamar

2. Blok B = 12 kamar

3. Blok C = 6 kamar

(11)

39

5. Selain blok hunian terdapat juga ruangan yang digunakan untuk

karantina yang disebut dengan Mapenaling. Mapenaling

merupakan ruang karantina bagi naraidana ataupun tahanan yang

baru masuk dalam registrasi.

6. Sterp Cell (sell hukuman)

• Fasilitas lain sebagai pendukung yaitu

 Poliklinik

 Musollah

 Gereja

 Vihara

 Aula

 Dapur

 Joglo

 Ruang pelatihan kerja

 Wartel

 Koperasi untuk melayani kebutuhan Warga Binaan

Pemasyarakatan

 Kamar mandi Umum

 Ruang mencuci baju dan jemuran

 Ladang untuk bercocok tanam

 Peternakan bebek.

Kamar hunian dilengkapi dengan kipas dan televisi yang bisa digunakan

(12)

40

fasilitas penerangan yang cukup memadai. Kersihan kamar hunian menjadi

tanggungjawab masing-masing penghuni kamar hunian. Setiap narapidana

mendapat satu buat tempat makan. Satu buah cangkir sebagai alat untuk makan.

Kamar hunian yang cukup kecil memungkinkan pasokan air di kamar

mandi kamar hunian sangat kurang untuk kebutuhan MCK. Mencuci pakaian

biasanya warga binaan pemasyarakatan menggunakan fasilitas laundry tentunya

dengan membayarkan sejumlah uang, bagi yang tidak mampu akan menggunakan

fasilitas kamar mani umum untuk mencuci. Setiap warga binaan pemasyarakatan

biasanya memiliki ember untuk penampungan air yang digunakan sendiri jika air i

kamar hunian kosong ataupun kamar mandi umum seang digunakan warga binaan

pemasyarakatan yang lain.

Tabel 1

Jumlah narapidana dan tahanan perempuan pada masing-masing klasifikasi.

No Klasifikasi Jumlah (Jiwa)

1 BI (Narapiana dengan masa hukuman diatas 1 tahun)

342

2 BII a (Narapiana dengan masa hukumana dibawah 1 tahun)

7

3 BIII Sub (Narapiana yang sedang menjalankan masa hukuman subsider)

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.

Ruang hunian yang sebenarnya berkapasitas 150 orang, pada kenyataanya

(13)

41

Pemasyarakatan Kelas IIA Khusus Wanita dihuni oleh 486 orang narapidana

ataupun tahanan. Jumlah tersebut terdiri dari :Narapidana warga negara Indonesia

360 orang dan 3 orang warga negara asing, sedangkan tahanan terdiri dari 123

tahanan warga negara Indonesia.

Kasus-kasus yang dilakukan narapidana dan tahanan di Lembaga

Pemasyarakatan Tanjung Gusta cukup beragam antara lain, pencurian,

penggelapan, pembunuhan, penggelapan, penadahan, perdagangan manusia,

korupsi, pencemakan nama baik, narkotika baik itu sebagai pengguna, pengedar,

ataupun keduanyadan lain sebagainya. Kasus Narkotika menjadi kasus terbesar

yang dilakukan warga binaan pemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan informasi

yang diberikan informan di lapangan.

”Untuk kasus napi di LP ini dek paling banyak itu kasus tentang narkoba, hampir 80% mereka kasus narkoba dek. Mereka itu banyak pengguna narkoba, ada juga yang mengedarkan sambil dipakenya narkoba itu, kalau kasus-kasus lainnya masih bisanya dihitung jari orangnya. ( Asmah Simatupang).

Kasus tentang narkotika telah diatur oleh Undang-Undang Narkotika.

Dijelaskan bahwa apa perbedaan pasal paa setiap kasus, baik itu pengguna,

pengedar, ataupun pengguna sekaligus pengedar narkotika tersebut. Menurut

Undang-Undang masa hukumana bagi narapidana kasus Narkotika minimal 4

tahun hukuman kurungan dan juga denda sejumlah uang sesuai dengan keputusan

hakim.

Tidaklah mengherankan jika jumlah narapiana pada kelas BI atau

(14)

42

narkotika yang sangat mendominasi menjadi faktor utama yang menyebabkan hal

ini terjadi. Pemerintahan juga saat ini sangat memperhatikan kasus narkotika ini.

Tidaklah heran setiap hari akan bertambah narapidana kasus narkotika, karna

Indoensia pada saat ini menyatakan perang terhaap narkotika.

2.5Struktur Organisasi Lembaga Pemasyaraktan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.

Gambar 2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

Setiap unit memiliki tugas dan tanggung jawabyang berbeda-beda, tetapi

merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membantu dalam

mencapai tujuan bersama.

1. Kepala Lembaga pemasyarakatan (KALAPAS)

Kalapas sebagai pimpinan dan penanggung jawab tunggal atas seluruh isi

dan keberadaan Lapas, karena Kalapas sebagai koordinator pelaksanaan

(15)

43

Bertugas mengkoordinasikan pembinaan, serta memelihara keamanan dan

ketertiban dan ketatausahaan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan,

petunjuk atasan, dan peraturan yang berlaku dalam rangka penyampaian tujuan

pemasyarakatan bagi warga binaan pemasyarakatan. Kalapas dalam melaksanakan

tugasnya dibantu beberapa bidang, yaitu Sub Bagian Tata Usaha, Seksi

Bimbingan Napi, Seksi Kegiatan Kerja, Seksi Administrasi Keamanan dan Tata

Tertib, dan Kesatuan Pengaman Lapas (KPLP). Selain itu Kalapas juga bertugas:

• Bertanggung jawab terhadap penerimaan, pendaftaran, dan penempatan

Narapidana dan atau Anak didik Pemasyarakatan.

• Menandatangani buku-buku Registrasi B/D/F.

• Memjatuhkan hukuman disiplin bagi Narapidana dan atau Anak Didik

yang melanggar Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan.

2. Bagian Tata Usaha bertugas:

• Melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.

• Melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.

3. Bagian Bimbingan Narapidana dan atau Anak Didik bertugas:

• Melakukan Registrasi dan membuat statistik, dokumentasi sidik jari, serta

memberikan bimbingan pemasyarakatan bagi Narapidana dan atau Anak

Didik.

• Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi Narapidana dan atau

Anak Didik.

• Menjalankan substantif dan administratif bagi Narapidana dan atau Anak

(16)

44

4. Bagian Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan bertugas

• Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap Narapidana dan atau

Anak Didik

• Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban

• Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan, dan pengeluaran

Narapidana dan atau Anak Didik.

• Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.

• Melakukan pengontrolan dan penggeledahan secara rutin terhadap blok

hunian Narapidana dan atau Anak Didik.

5. Bagian Keamanan dan Tata tertib bertugas:

• Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas

pengamanan.

• Melakukan pengontrolan dan penggeledahan secara rutin terhadap blok

hunian Narapidana dan atau Anak Didik.

• Memjalankan hukuman disiplin atas persetujuan KALAPAS

6. Bagian Bimbingan Kerja

• Memberikan bimbingan kerja dan mempersiapkan fasilitas sarana kerja

dan pengelolaan hasil kerja.

• Melakukan pengawasan terhadap Narapidana dan atau Anak Didik yang

Gambar

Tabel 1
Gambar 2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Referensi

Dokumen terkait

The objectives of this report are to describe the process of teaching vocabulary using picture for second grade students in SD Negeri Ngebung 1 Kalijambe, to

Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan courseware digital learning dalam meningkatkan penguasaan konsep dan

Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Bahasa Indonesia Menyusun Karangan Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching dnd Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri

Dan faktor penyebab dari dalam (internal), terjadinya pemberontakan, perkelahian, pemerasan dan berbagai tindakan kekerasan lain oleh tahanan.Upaya yang dilakukan sebagai

Analisis Kelayakan Finansial Industri Enzim Protease Biduri (Studi Kasus di Koperasi Ponpes Al-Ishlah Grujugan Bondowoso); Agung Basuki Putranto; 051710101089; 2011: 61

Melalui penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa kebiasaan buruk mahasiswa saat menggunakan lift dapat merugikan keuangan universitas apabila saat menaiki

Variabel penelitian ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta yaitu Usia ibu, paritas, jarak

[r]