29
BAB II
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
4.1Perkembagan Sistem Lembaga Pemasyarakatan
Pada zaman dahulu belum ada pidana hilang kemerdekaan, sehingga tidak
ada penjara, namun dahulu kala orang-orang yang dianggap melakukan kesalahan
akan dikurung dalam suatu rumah atau ruang kosong untuk sementara waktu.
Konsep ini belum bisa dikatakan sebagai penjara karena orang-orang yang
bersalah tersebut ditahan hanya sementara waktu untuk menunggu keputusan
hakim ataupun orang yang berkuasa untuk dilaksanakannya hukum yang berlaku
yaitu hukum mati berupa gantung atau pun hukum badan berupa cambuk.
Menurut Howard Jones ( Dwidja : 2006 ) menjelaskan bahwa sejak jaman
Raja Mesir pada tahun 2000 Sebelum Masehi (SM) dikenal pidana penjara dalam
arti pemahaman selama menunggu pengadilan, dan ada kalanya sebagai
penahanan untuk keperluan lain menurut hukum Romawi. Pada saat itu akhir dari
hukuman itu adalah hukum badan, seperti cambuk, pemotongan tangan, hukuman
mati baik pemenggalan kepala ataupun hukum cambuk.
Pidana penjara dikenal menurut P.A.F. Lamintang (Dwidja : 2006) adalah
suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang
dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga
pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan
tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan
30
Pidana penjara selanjutnya dikenal apabila, sesorang yang melakukan
pelanggaran dan telah diputuskan bersalah oleh hakim32
Sejak zaman Belanda, Indonesia sudah mengenal sistem penjara,
diberikan hukuman
kehilangan kebebasan bergerak kemudian di tempatkan dalam tempat yang
kemudan dikenal penjara yang memiliki aturan-aturan yang harus ditaati. Selama
dalam penjara seseorang yang bersalah tersebut akan melakukan berbagai
kegiatan sesuai aturan yang berlaku hingga masa hukuman yang diputuskan
selesai dijalani.
Pada saat bentuk pidana penjara mulai dikenal dalam masa peralihan
ternyata pelaksanaan pidana penjara masih dipengaruhi oleh praktek perlakuan
terhadap pidana badan dan nafsu membalas yang sudah terlalu lama membekas
dalam budaya hukum masyarakat, sehingga memakan waktu yang lama untuk
merubah jalan pikiran yang membedakan antara bentuk pidana penjara dan pidana
badan. Peninggalan cara berfikir masa lalu itu masih nampak bekas-bekasnya dari
sikap masyarakat sebagai penegak hukum ada masa sekarang.
2.1.1 Penjara di Indonesia
33
hal ini
di tandai dengan adanya Reglement34
penjara adalah tempat pembalasan yang setimpal atau sama atas suatu perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku tindak pidana dan juga sebagai tempat pembinaan terhadap narapidana atau pelaku tindak pidana.
pada tahun 1917. Pasal 28 ayat 1 Reglement
tersebut menyebutkan sebagai berikut:
32
Hakim yang dimaksud halam hal ini adalah seseorang yang berkuasa memberikan keputusan bersalah dan diakui oleh masyarakat dimana kejadian ataupun perkara itu berlangsung. Pada jaman dahulu hakim tersebut biasanya seorang Raja ataupun Ratu, ataupun Ketua adat dalam kelompok tersebut.
33
Penjara berasal dari kata jera yang dahulu diartikan tempat untuk menbuat jera pelanggar aturan. 34
31
Pasal 28 ayat 1 tersebut menjelaskan bahwa pelaku tindak pidana “dibalas
perlakuannya” sesuai dengan apa yang diperbuat dan “melakukan pembinaan”
kepada pelaku tindak pidana sehingga tidak melakukan tindakan pidana kembali.
Kedua hal tersebut merepakan hal yang berbeda namun harus di lakukan secara
bersamaan pada tempat yang sama.
Seringkali yang dilakukan hanya satu hal saja yaitu pembalasan yang
setimpal atas tindakan pidana yang telah dilakukan tanpa memperhatikan
pembinaan untuk tidak melakukan tindakan pidana itu kembali.
Terjadinya perkembangan atau pergeseran nilai dari tujuan atau inti pidana
penjara tersebut atau disebut dengan eksistensi sebelum menjadi Lembaga
Pemasyarakatan, yang dimulai dari tujuan balas dendam (retalisation) kepada
pelaku tindak pidana kemudian berubah menjadi pembalasan yang setimpal
(retribution) bagi si pelaku tindak pidana yang selanjutnya diikuti dengan tujuan
untuk menjerakan (deterence) si pelaku tindak pidana dan kemudian diikuti juga
pada awal abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20, tujuan tersebut tidak
lagi bersangkutan dengan memidana (punitive) melainkan bertujuan untuk
memperbaiki terpidana (rehabilitation) dengan jalur resosialisasi.35
Berbagai macam pengertian tujuan dari pidana penjara tersebut terdapat
banyak perbedaan. Namun demikian di Indonesia menurut Sudarto, melalui Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ke dalam Reglement Penjara Tahun 1917
memang masih ada yang beranggapan bahwa tujuan dari pidana penjara tersebut
35
32
adalah pembalasan yang setimpal dengan mempertahankan sifat dari pidana
penjaranya yang harus diutamakan. Tetapi pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan
bahwa pidana penjara adalah pemasyarakatan dan hal tersebut lebih mengarah
atau mengutamakan pembinaan (re-educatie and re-socialisatie). Sebenarnya
secara umum pemasyarakatan tersebut bisa diartikan memasyarakatkan kembali
seseorang pelaku tindak pidana yang selama ini sudah salah jalan dan merugikan
orang lain atau masyarakat dan mengembalikannya kembali ke jalan yang benar
dengan cara membina orang yang bersangkutan tersebut sehingga menguntungkan
atau berguna bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya yang telah
dirugikannya pada waktu dulu.36
Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8
Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia” maka
metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini meliputi 4 tahap,
yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu yaitu37 1. Tahap Orientasi / Pengenalan
:
Setiap narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan
dilakukan penelitian untuk segala hal ikwal perihal dirinya ataupun
identitas pelaku kejahatan
2. Tahap Asimilasi dalam Arti Sempit
Jika pembinaan terhadap narapidana telah berjalan kurang dari 1/3
dari masa pidana sebenarnya, narapidana menunjukan
36
Ibid.
37
33
perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka
tempat utama untuk proses pembinaan selanjutnya dapat dilakukan
diruang terbuka untuk memperoleh sedikit ruang gerak yang lebih
terbuka. Ditempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab lebih
banyak lagi, proses ini diberlakukan hingga masa hukumannya
memasuki 1/2 masa pidana yang sebenarnya.
3. Tahap Asimilasi dalam Arti Luas
Pada tahapan ini narapidana yang telah menjalani masa kurungan
1/2 masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Pembina
Pemasyarakatan menyatakan proses pembinaan telah mencapai
kemajuan yang lebih baik, maka wadah proses pembinaannya lebih
terbuka lagi. Narapidana bisa diikut sertakan dalam
program-program pembinaan seperti sekolah umum, berolahraga dengan
masyarakat dengan pengawasan, bekerja pada badan swasta dan
lain-lain. Proses ini berlangsung hingga masa tahanan dijalani 2/3
masa pidana yang sebenarnya.
4. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat.
Tahap ini adalah tahap terakhir dalam proses pembinaan. Bila pada
pengamatan Dewan Pengamat Pemasyarakatan, narapidana
melakukan proses observasi, asimilasi dalam arti sempit maupun
asimilasi dalam arti luas, dan integrasi telah dijalankan dengan baik
dan masa pidana telah dijalani 2/3, maka narapidana dapat diberi
34
Tujuan diselengarakannya sistem pemasyarakatan dalam rangka
membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mmelakukan tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam membangun dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab.
Konsepsi pemasyarakatan pada tingkat permulaan merupakan tujuan dari
pidana penjara. Pemasyarakatan sebagai tujuan menurut teori pemidanaan dalam
hal menjatuhkan pidana hilangnya kemerdekaan tidak terlepas dari prinsip
pengimbalan atas perbuatan melanggar hukum pidana, namun tertap diberlakukan
sebagai manusia sekalipun ia telah tersesat sehingga memperoleh kesempatan
yang kedua.
Pidana membatasi kemerdekaan atau pencabutan kemerdekaan atau
menghilangkan kemerdekaan seseorang untuk bergerak, sudah berlaku secara
universal di setiap negara di dunia. Namun makna pidana yang demikian ini
dalam pelaksanaanya dan cara perlakuannya belum ada kesamaan di tiap-tiap
negara, disebabkan oleh besar kecilnya faktor penghambat yang berpengaruh di
sekitar negara yang bersangkutan saling berbeda.
4.2Sejarah Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Wanita Tanjung
Gusta Medan.
Lembaga masyarakat dahulunya dihuni oleh seluruh narapidana, baik itu
35
antara ketiganya. Anak-anak dan perempuan memiliki ruangan tersendiri dan
diawasi oleh pegawai wanita.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan
merupakan ruang lingkup dari Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Sumatera Utara yang terletak di Jalan Putri Hijau No. 4 Medan
yang tugasnya dikoordinir oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan dan dibantu oleh
Kepala Bidang Pemasyarakatan serta dibantu oleh Kepala Seksi-Seksi lainnya.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berdiri pada
tahun 1980 dengan kapasitas 150 orang penghuni yang beralamat jalan Lembaga
Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Wanita Tanjung Gusta Medan ini merupakan pindahan dari Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Medan
Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan yang didirikan
dengan 3 (tiga) tahap yaitu
1. Tahap pertama didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 12 Maret
1980, No. 69/XIII/3/1980 Tahun Anggaran 1981/1982 dengan
menghabiskan dana sebesar Rp 89.010.000,- (delapan puluh sembilan
jutasepuluh ribu rupiah).
2. Tahap kedua didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 11 Maret
1982, No. 53/XIII/3/1982 Tahun Anggaran 1982/1983 dengan
menghabiskan dana sebesar Rp 102.600.000,- (seratus dua juta enam ratus
36
3. Tahap ketiga didirikan berdasarkan Dasar Isian Proyek tanggal 18 April
1983, No. 93/XIII/4/1983 Tahun Anggaran 1983/1984 dengan
menghabiskan dana sebesar Rp 149.850.000,- (seratus empat puluh
sembilan juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah).
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta resmi
pemakaiannya pada bulan September 1986 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia No. 07.03 Tahun 1985 tertanggal 6 Februari 1985
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, dan menurut
Peraturan Penjara Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi, “Pemisahan antara laki-laki
dan orang-orang perempuan, orangorang dewasa dan anak-anak di bawah umur
atau di bawah 16 (enam belas) tahun”.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
tersebut, para narapidana harus dipisah-pisahkan demi memudahkan
pembinaannya. Sebagai realisasinya pada tahun 1986 Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Klas IIA ini diresmikan pada tanggal 18 Oktober 1986 oleh Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara, Radjo Harahap, SH dan pejabat
Pemerintah Daerah setempat. Seluruh penghuni yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Dewasa tersebut dipisahkan, untuk anak-anak ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II, untuk wanita ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA, sedangkan yang laki-laki dewasa tetap ditempat
yang semula. Pada saat berdirinya LP Wanita Klas IIA terdiri dari petugas
37
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Medan berdiri diatas tanah
hibah dari Pemerintah Daerah setempat yang sampai saat ini sertifikat tanah masih
bergabung dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Medan. Luas tanah
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Medan yaitu 6.422 m2 dan luas bangunan 5.250 m2.
4.3Letak Geografis Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita berlokasi di Kelurahan
Tanjung Gusta Medan, Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan, berjarak
± 3 kilometer dari Jalan Asrama di simpang Perumnas Helvetia Medan. Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Wanita mempunyai letak geografis sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan rumah dinas Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Medan.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan penduduk dan persawahan
penduduk.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Lembaga Pemasyarakatan Anak K
Medan.
38
2.4Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung
Gusta.
Struktur bagunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung
Gusta terdiri dari bangunan permanen yang di kelilingi oleh tembok permanen
yang tingginya kurang lebih 6 (enam) meter, dimana setiap sudut tembok tersebut
dibangun 4 (empat) menara pos jaga. Sebelum memasuki Lembaga
Pemasayarakatan terdapat pintu masuk yang dijaga Penjaga Pintu Utama (P2U)
sebagai gerbang dan pusat semua pos-pos penjagaan.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan terdiri
dari 2 (dua) lantai yang terdiri dari:
• Lantai II, meliputi ruang kalapas, Sub Tata Usaha, Urusan Umum, Urusan
Kepegawaian dan Keuangan,
• Lantai I, meliputi ruang Pengamanan Pintu Utama (P2U), ruang Kesatuan
Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), ruang kunjungan, ruang
Karupam, Ruang Registrasi, ruang penggeledahan, ruang Kasie
Bimbingan Anak didik, ruang keamanan dan ketertiban.
• Blok hunian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dengan kapasitas 150
orang yang terdiri dari:
1. Blok A = 6 kamar
2. Blok B = 12 kamar
3. Blok C = 6 kamar
39
5. Selain blok hunian terdapat juga ruangan yang digunakan untuk
karantina yang disebut dengan Mapenaling. Mapenaling
merupakan ruang karantina bagi naraidana ataupun tahanan yang
baru masuk dalam registrasi.
6. Sterp Cell (sell hukuman)
• Fasilitas lain sebagai pendukung yaitu
Poliklinik
Musollah
Gereja
Vihara
Aula
Dapur
Joglo
Ruang pelatihan kerja
Wartel
Koperasi untuk melayani kebutuhan Warga Binaan
Pemasyarakatan
Kamar mandi Umum
Ruang mencuci baju dan jemuran
Ladang untuk bercocok tanam
Peternakan bebek.
Kamar hunian dilengkapi dengan kipas dan televisi yang bisa digunakan
40
fasilitas penerangan yang cukup memadai. Kersihan kamar hunian menjadi
tanggungjawab masing-masing penghuni kamar hunian. Setiap narapidana
mendapat satu buat tempat makan. Satu buah cangkir sebagai alat untuk makan.
Kamar hunian yang cukup kecil memungkinkan pasokan air di kamar
mandi kamar hunian sangat kurang untuk kebutuhan MCK. Mencuci pakaian
biasanya warga binaan pemasyarakatan menggunakan fasilitas laundry tentunya
dengan membayarkan sejumlah uang, bagi yang tidak mampu akan menggunakan
fasilitas kamar mani umum untuk mencuci. Setiap warga binaan pemasyarakatan
biasanya memiliki ember untuk penampungan air yang digunakan sendiri jika air i
kamar hunian kosong ataupun kamar mandi umum seang digunakan warga binaan
pemasyarakatan yang lain.
Tabel 1
Jumlah narapidana dan tahanan perempuan pada masing-masing klasifikasi.
No Klasifikasi Jumlah (Jiwa)
1 BI (Narapiana dengan masa hukuman diatas 1 tahun)
342
2 BII a (Narapiana dengan masa hukumana dibawah 1 tahun)
7
3 BIII Sub (Narapiana yang sedang menjalankan masa hukuman subsider)
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.
Ruang hunian yang sebenarnya berkapasitas 150 orang, pada kenyataanya
41
Pemasyarakatan Kelas IIA Khusus Wanita dihuni oleh 486 orang narapidana
ataupun tahanan. Jumlah tersebut terdiri dari :Narapidana warga negara Indonesia
360 orang dan 3 orang warga negara asing, sedangkan tahanan terdiri dari 123
tahanan warga negara Indonesia.
Kasus-kasus yang dilakukan narapidana dan tahanan di Lembaga
Pemasyarakatan Tanjung Gusta cukup beragam antara lain, pencurian,
penggelapan, pembunuhan, penggelapan, penadahan, perdagangan manusia,
korupsi, pencemakan nama baik, narkotika baik itu sebagai pengguna, pengedar,
ataupun keduanyadan lain sebagainya. Kasus Narkotika menjadi kasus terbesar
yang dilakukan warga binaan pemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan informasi
yang diberikan informan di lapangan.
”Untuk kasus napi di LP ini dek paling banyak itu kasus tentang narkoba, hampir 80% mereka kasus narkoba dek. Mereka itu banyak pengguna narkoba, ada juga yang mengedarkan sambil dipakenya narkoba itu, kalau kasus-kasus lainnya masih bisanya dihitung jari orangnya. ( Asmah Simatupang).
Kasus tentang narkotika telah diatur oleh Undang-Undang Narkotika.
Dijelaskan bahwa apa perbedaan pasal paa setiap kasus, baik itu pengguna,
pengedar, ataupun pengguna sekaligus pengedar narkotika tersebut. Menurut
Undang-Undang masa hukumana bagi narapidana kasus Narkotika minimal 4
tahun hukuman kurungan dan juga denda sejumlah uang sesuai dengan keputusan
hakim.
Tidaklah mengherankan jika jumlah narapiana pada kelas BI atau
42
narkotika yang sangat mendominasi menjadi faktor utama yang menyebabkan hal
ini terjadi. Pemerintahan juga saat ini sangat memperhatikan kasus narkotika ini.
Tidaklah heran setiap hari akan bertambah narapidana kasus narkotika, karna
Indoensia pada saat ini menyatakan perang terhaap narkotika.
2.5Struktur Organisasi Lembaga Pemasyaraktan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.
Gambar 2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
Setiap unit memiliki tugas dan tanggung jawabyang berbeda-beda, tetapi
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membantu dalam
mencapai tujuan bersama.
1. Kepala Lembaga pemasyarakatan (KALAPAS)
Kalapas sebagai pimpinan dan penanggung jawab tunggal atas seluruh isi
dan keberadaan Lapas, karena Kalapas sebagai koordinator pelaksanaan
43
Bertugas mengkoordinasikan pembinaan, serta memelihara keamanan dan
ketertiban dan ketatausahaan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan,
petunjuk atasan, dan peraturan yang berlaku dalam rangka penyampaian tujuan
pemasyarakatan bagi warga binaan pemasyarakatan. Kalapas dalam melaksanakan
tugasnya dibantu beberapa bidang, yaitu Sub Bagian Tata Usaha, Seksi
Bimbingan Napi, Seksi Kegiatan Kerja, Seksi Administrasi Keamanan dan Tata
Tertib, dan Kesatuan Pengaman Lapas (KPLP). Selain itu Kalapas juga bertugas:
• Bertanggung jawab terhadap penerimaan, pendaftaran, dan penempatan
Narapidana dan atau Anak didik Pemasyarakatan.
• Menandatangani buku-buku Registrasi B/D/F.
• Memjatuhkan hukuman disiplin bagi Narapidana dan atau Anak Didik
yang melanggar Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan.
2. Bagian Tata Usaha bertugas:
• Melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
• Melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.
3. Bagian Bimbingan Narapidana dan atau Anak Didik bertugas:
• Melakukan Registrasi dan membuat statistik, dokumentasi sidik jari, serta
memberikan bimbingan pemasyarakatan bagi Narapidana dan atau Anak
Didik.
• Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi Narapidana dan atau
Anak Didik.
• Menjalankan substantif dan administratif bagi Narapidana dan atau Anak
44
4. Bagian Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan bertugas
• Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap Narapidana dan atau
Anak Didik
• Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
• Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan, dan pengeluaran
Narapidana dan atau Anak Didik.
• Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.
• Melakukan pengontrolan dan penggeledahan secara rutin terhadap blok
hunian Narapidana dan atau Anak Didik.
5. Bagian Keamanan dan Tata tertib bertugas:
• Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas
pengamanan.
• Melakukan pengontrolan dan penggeledahan secara rutin terhadap blok
hunian Narapidana dan atau Anak Didik.
• Memjalankan hukuman disiplin atas persetujuan KALAPAS
6. Bagian Bimbingan Kerja
• Memberikan bimbingan kerja dan mempersiapkan fasilitas sarana kerja
dan pengelolaan hasil kerja.
• Melakukan pengawasan terhadap Narapidana dan atau Anak Didik yang