42
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Indonesia
Organisasi merupakan sebuah alat perjuangan, dengan organisasi
seseorang maupun sekelompok orang dapat melakukan perubahan. Organisasi
memiliki banyak macam bentuk dengan berbagai landasan yang dipakai. Salah
satu organisasi yang terkait ialah organisasi yang mengatas namakan perempuan
untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan memperjuangkan
kemerdekaan. Penulis akan memberikan gambaran mengenai perkembangan
organisasi perempuan di Indonesia yang bersumber dari buku Sejarah
Pertumbuhan Dan Perkembangan Aisyiyah terbitan Pimpinan Pusat Aisyiyah
tahun 2007.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, perjuangan untuk melawan penjajahan
telah disuarakan seluruh nusantara. Perjuangan ini dilihat dari pergerakan bangsa
yang dilihat jelas dari pelajar, mahasiswa sehingga mereka melakukan pergerakan
melalui organisasi. Organisasi yang merupakan bentuk dari pergerakan tersebut
ialah Boedi Oetomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang di dalamnya
terdapat divisi perempuan. Setelah Boedi Oetomo berdiri, banyak organisasi
perjuangan bermunculan baik organisasi laki-laki maupun organisasi perempuan
43 Barat, muncul surat kabar Poetri Hindia yang menyuarakan gerakan perempuan
untuk perempuan perkotaan untuk pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan
masa itu. Pada tahun 1911 di Sumatera didirikan Kerajinan Amal Setia untuk
kaum perempuan yang mengutamakan pendidikan dan memebrikan latihan untuk
membuat kerajinan tangan tradisional dan di Sumatera didirikan pula surat kabar
mengenai perempuan yakni Soenting Melajoe pada tahun 1912.
Di Jakarta pada tahun 1912 didirikan organisasi perempuan yang
sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo yaitu
Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah salah satu organisasi perempuan tertua di
Indonesia yang bertujuan membimbing dan memberikan pelajaran kepada
perempuan Indonesia untuk belajar baca dan tulis untuk meningkatkan status
perempuan dan mengajarkan perempuan untuk mengemukakan pendapat di depan
umum. Organisasi Poetri Mardika memiliki anggota perempuan-perempuan
pribumi, organisasi ini didirikan atas dasar untuk menandingi organisasi
perempuan yang dibentuk oleh Belanda. Di Bandung pada tahun 1914, muncul
surat kabar yang berbahasa Sunda yang diberi nama Penuntun Isteri yang
ditujukan untuk kaum perempuan di pedesaan. Dan kemudian setelah itu muncul
organisasi perempuan yang menyebar di seluruh Indonesia.
Kowani adalah Kongres Wanita Indonesia yang merupakan organisasi
yang diprakrasai oleh organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Awalnya
Kowani bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), yang
dibentuk setelah terselenggaranya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
44 beberapa organisasi untuk ikut serta bergerak dalam bidang kepemudaan dan
khususnya mengenai perempuan Indonesia. Tanggal 22-25 Desember 1928 adalah
hari dimana kongres perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta
yang disebabkan atas beberapa pemikiran perempuan yakni Nyi Hadjar
Dewantara, Sujatien, dan Soukonto dimana perempuan Indonesia masih kurang
secara intelektualitasnya dan kurang kemajuan dalam pergerakannya. Lalu,
banyak organisasi perempuan di Indonesia yang tidak pernah bertemu satu sama
lain untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Maka dari itu, Nyi Hadjar
Dewantara, Sujiaten, dan Soukonto sepakat menyelenggarakan kongres
perempuan Indonesia pertama yang menghasilkan kesepakatan membentuk
federasi, dikarenakan belum ada wadah untuk mempertemukan para perempuan
Indonesia untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan, federasi itulah yang
diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).
Kongres perempuan Indonesia pertama menghasilkan keputusan
dibentuknya Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang tujuan
utamanya adalah melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dalam rumah
tangga, dan pada tahun 1946 Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)
dirubah namanya dengan Kongres Wanita Indonesia yang sekarang dikenal
dengan Kowani. Pada kongres perempuan Indonesia yang ke-III ditetapkanlah
bahwa tanggal 22 Desember merupakan hari nasional tanpa libur yang
45 Saat kongres perempuan Indonesia pertama hadir kurang lebih dari 1000
orang yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan diantaranya yakni :
Tabel 1
Nama Organisasi Perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia Pertama
No. Nama Organisasi No. Nama Organisasi
1. Putri Budi Sejati, Surabaya 16. Wanito Koentjono, Banjarnegara
2. Putri Indonesia, Surabaya 17. S.I.B.I, Surabaya
3. Wanita Katolik, Salatiga 18. Hoofdbestuur Aisyiyah
4. Rukun Wononijo, Jakarta 19. Santjaja Rini, Solo
5. Wanito Sejati, Bandung 20. Aisyiyah, Solo
6. Putri Inonesia, Mataram 21. Wanita Utomo, Mataram
7. Darama Laksmi, Salatiga 22. Wanita Muljo, Mataram
8. Budi Rini, Malang 23. Taman Siswa, Mataram
9. Margining Kautaman, Kemayoran 24. Panti Krido Wanito, Pekalongan
10. Karti Wara, Solo 25. Jong Islamieten Bond, Mataram
11. Budi Wanito, Solo 26. Jong Java, Jakarta
12. Wanita Katolik, Mataram 27. Jong Islamieten Bond, Tegal
13. Jong Java, Mataram 28. Nahdatul Fataat, Mataram
14. Jong Java, Salatiga 29. Kesumo Rini, Kudus
15. Jong Islamieten Bond, Jakarta 30. Utusan Istri Sumatra
Pada tahun 1938 didirikan organisasi perempuan di Bandung
dengan nama Pasundan Isteri yang memiliki cabang di kota lainnya, organisasi ini
diterima oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan menjadikan perempuan
dapat dipilih dan memilih untuk menjadi anggota parlemen di tingkat kota dengan
46 dengan bangsa Indonesia dan pada tahun 1941 pemerintahan kolonial Belanda
memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke parlemen yang lebih
tinggi lagi tingkatannya. Masuknya perempuan dalam parlemen bertujuan untuk
memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dan sekolah-sekolah.
Saat pemerintahan Jepang masuk ke Indonesia, nasib para perempuan
kembali terpuruk dengan dijadikannya para perempuan sebagai penyuplai bahan
makanan untuk tentara Jepang, para perempuan ini disebut dengan Barisan
Srikandi. Kemudian, para isteri pejabat negara Indonesia juga membentuk
Fujinkai yang membantu tentara Jepang untuk mengumpulkan bahan makanan.
Untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemuda dan pemudi
Indonesia mendirikan organisasi sebagai sebuah bentuk perlawanan bersenjata
bangsa terhadap penjajahan. Organisasi yang didirikan oleh Jepang lambat laun
membubarkan diri. Kaum perempuan Indonesia mendirikan organisasi
perlawanan dengan menamai organisasinya Persatuan Wanita Indonesia
(Perwani). Selain itu, dibidang sosial politik para perempuan Indonesia
membentuk organisasi pergerakan kemerdekaan yakni Wanita Negara Indonesia
(Wani). Kedua organisasi ini ikut serta masuk ke dalam Kowani, dan gerakan
perempuan Indonesia semakin melebar ke wilayah seluruh Indonesia. Selama
agresi Belanda berlangsung pada tahun 1947-1949, banyak organisasi militer
perempuan yang didirikan untuk perlawanan terhadap Belanda. Organisasi militer
perempuan tersebut ialah Laskar Muslimat Indonesia, Sabil Muslimat dan Laskar
47 Pada saat pemilihan umum pertama di Indonesia, muncul organisasi
perempuan yang berbasis partai politik untuk parlemen seperti Wanita Syarikat
Islam, Muslimat Nahdhatul Ulama, Wanita Indonesia, Wanita Demokrat, dan
muncul pula Partai Wanita Rakyat. Ada juga Gerakan Wanita Indonesia
(Gerwani) yang merupakan organisasi perempuan yang afiliasi dengan Partai
Komunis Indonesia. Gerwani memperjuangkan perempuan untuk persamaan hak
dengan laki-laki dapat dipilih dan memilih dan masuk ke dalam parlemen. Dalam
perkembangannya, Gerwani dianggap sebagai orang-orang PKI dan eksistensinya
terhenti ketika PKI sedang ramai dibicarakan di Indonesia sebagai dalang dari
peristiwa Gerakan 30 September. Banyak anggota Gerwani yang ditangkap dan
dibunuh serta hilang pada saat itu, dan akhirnya organisasi perempuan yang
bertahan di Indonesia adalah Kowani. Kowani mendukung rezim Orde Baru untuk
melawan Orde Lama dan membentuk organisasi perempuan untuk perlawanan
terhadap Orde Lama dengan sebutan Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (Kawi),
Kowani dan Kawi menggabungkan diri menjadi perempuan Golkar.
Di masa Orde Baru, terjadi perubahan sistem yang besar dari masa Orde
Lama, organisasi perempuan yang boleh berpolitik dan bergabung dengan partai
poltik hanya perempuan Golkar yang digerakkan oleh Kowani. Ada 3 (tiga)
konsep yang digunakan oleh Kowani saat itu yaitu Perempuan sebagai Isteri, Ibu
dan Pelayan Negara. Pemerintah banyak membentuk organisasi-organisasi
perempuan yang baru seperti pengelompokan berbagai organisasi perempuan istri
pegawai negeri, yang dikenal dengan nama Dharma Wanita (bagi istri pegawai
48 cabang angkatan bersenjata). Satu organisasi lagi adalah untuk program
kesejahteraan keluarga, yaitu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dengan
keanggotaannya bersifat sekarela. Organisasi yang dibentuk oleh pemerintahan
Orde Baru memperkuat Kowani untuk mendukung secara penuh pemerintahan
Orde Baru dibawah naungan Golkar, sebagai penghargaan terhadap Kowani
mendapatkan kursi di parlemen di masa itu. Anggota Kowani yang masuk ke
dalam parlemen membantu dibuatnya peraturan tentang perkawinan dan disahkan
menjadi Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawaninan. Undang-undang
inilah yang nantinya menjadi pondasi perempuan untuk mendapatkan
perlindungan. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung
pembangunan bagi perempuan dimulai pada tahun 1975. Untuk itu di masa Orde
Baru dibentuklah organisasi perempuan yang diberi nama Komisi Nasional
Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI), organisasi ini bertujuan membantu
pemerintah dalam mengumpulan data, melakukan penelitian, dan mengevaluasi
program dalam peningkatan peran perempuan.
Masih pada era Orde Baru, organisasi perempuan masih tetap muncul ke
permukaan disamping organisasi perempuan yang mendukung pemerintahan
Soeharto. Organisasi yang muncul seperti Badan Musyawarah Organisasi Islam
Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Badan Kerjasama Wanita Kristen Indonesia
(BKWKI). Dua organisasi ini mendukung Indonesia ikut serta dalam acara
Wanita Internasional di Meksiko pada tahun 1975 dan tahun 1985 dalam acara
Konferensi Perempuan di Naibiro. Dalam dukungan untuk konferensi perempuan,
49 pejabat yang menjadi pimpinan pemerintahan yang menjadi ketua dari organisasi
PKK. Keanggotaan PKK tidak lagi bersifat sukarela namun menjadi bersifat
wajib. Pada tahun 1985, PKK menjadi alat memobilisasi massa untuk pemilihan
umum. Sistem yang dipakai oleh organisasi PKK mengikuti sistem Fujinkai pada
masa penjajahan Jepang dimana isteri pejabat sebagai alat untuk membantu
suaminya yang menjabat demi kepentingan suaminya yang masuk dalam
kekuasaan Soeharto. Isteri pejabat ini sebagai penggerak partisipasi perempuan
dan turut menyukseskan keputusan suaminya, dan dapat dikatakan seorang isteri
berfungsi sebagai pendukung karir suami.
Selanjutnya, organisasi perempuan yang dimotori oleh Kowani dan
organisasi perempuan yang dibentuk oleh pemerintahan Soeharto menjadi alat
memobilisasi massa untuk tetap mendukung pemerintahan Soeharto. Perempuan
ini bukan menjadi orang yang di depan di ranah perpolitikan Indonesia saat itu,
tetapi perempuan Indonesia hanya menjadi boneka yang dibentuk untuk
mempertahankan kekuasaan Soeharto dengan fungsi perempuan hanya untuk
memobilisasi massa perempuan untuk diarahkan dan mempertahankan rezim
Soeharto. Kowani yang merupakan organisasi perempuan terbesar tidak dapat
berdiri secara independen karena ketergantungannya terhadap rezim Orde Baru.
Selain itu, ketika Kowani berdiri sendiri dan tidak dengan bantuan pemerintah,
maka Kowani dianggap menentang dari pemerintahannya dan dianggap musuh
yang harus dihilangkan. Sehingga Kowani tidak dapat menyuarakan
50 Namun, Kowani tetap dapat memperjuangkan hak perempuan untuk dapat
dilindungi sebagai korban dari tindak kekerasan.
Menjelang runtuhnya rezim Soeharto dan digaungkannya Reformasi,
sebagian besar orang meyuarakan tentang Hak Asasi Manusia dan banyak
organisasi perempuan mengatasnamakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
didirikan seperti Kalyanamitra yang menyuarakan tentang Hak-hak Asasi yang
dimiliki perempuan, Solidaritas Perempuan (SP) untuk melindungi perempuan
dari kekerasan dan pelecehan seksual, Suara Ibu Pedui (SIP) serta Koalisi
Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi (KPID).
Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan sampai runtuhnya rezim
Soeharto, setelah reformasi berdiri banyak organisasi perempuan yang bertujuan
lebih ke arah memperjuangkan hak-hak perempuan melalui usaha-usaha
pemberdayaan perempuan. Organisasi perempuan yang didirikan setelah
reformasi seperti Pundi Perempuan, yang didirikan tahun 2002 di Jakarta yang
tujuannya untuk menggalang dana dan mengelolanya untuk kepentingan
organisasi. Organisasi ini mendalami permasalahan kekerasan terhadap
perempuan di dalam rumah tangga. Di Yogyakarta, ada Rifka Annisa yang
bergerak sebagai penyedia layanan bagi kekerasan terhadap perempuan, dan juga
melakukan pemberdayaan perempuan melalui bidang ekonomi, karena salah satu
penyebab kekerasan terhadap perempuan dipengaruhi oleh ekonomi. Pada tanggal
25 Juni 2002 didirikan Sahabat Perempuan Institute di Bandung, organisasi ini
dibentuk karena ada kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak
51 mengenai isu gender, Islam dan feminisme serta upaya peningkatan keterlibatan
perempuan masuk ke segala sektor di Indonesia. Kemudian ditanggal 1 Januari
2003 di Jambi didirikan organisasi Aliansi Perempuan Merangin yang titik fokus
gerakannya menyuarakan hak-hak perempuan kepada pemerintah dengan
membuka wadah seluas-luasnya bagi perempuan untuk meningkatkan taraf
hidupnya. Di Jakarta terdapat Jurnal Perempuan yang merupakan lembaga
swadaya masyarakat yang meningkatkan dan menyuarakan hak-hak perempuan
melaui media komunikasi dan informasi.
Organisasi perempuan yang didirikan di Indonesia tidak hanya yang
berdiri sendiri karena sebuah perkumpulan perempuan-perempuan yang memiliki
tujuan yang sama, namun ada juga yang merupakan bagian dari partai politik
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya seperti Gerwani adalah bagian dari
Partai Komunis Indonesia, kemudian Wanita Indonesia yang merupakan
organisasi perempuan yang dimiliki oleh Partai Indonesia Raya, Partai Nasional
Indonesia memiliki Wanita Marhein lalu berganti nama menjadi Wanita
Demokrat. Selain partai politik, ada pula organisasi perempuan yang dibentuk dari
organisasi sosial maupun organisasi mahasiswa. Organisasi perempuan yang
menjadi sayap organisasi sosial adalah Aisyiyah yang merupakan organisasi
perempuan untuk perempuan-perempuan Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah
untuk putri-putri Muhammadiyah, kemudian Muslimat Nahdlatul Ulama yang
merupakan organisasi perempuan Nahdlatul Ulama, dan Muslimat Al-Washliyah
merupakan organisasi kaum perempuan Al-Washliyah. Untuk organisasi
52 HMI-Wati) yang didirikan untuk memberikan wadah bagi perempuan untuk
membahas mengenai isu-isu perempuan dan Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) memiliki Kopri (Korp PMII Putri).
2.2 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Kota Medan
Medan merupakan kota yang tidak luput dengan perkembangan organisasi
perempuan. Atas dasar surat dan anjuran Kowani di Jakarta pada tahun 1962 agar
di Sumatera Utara khususnya Kota Medan dapat dibentuk wadah Persatuan
Organisasi Wanita, maka Basyah Lubis selaku isteri Walikota Medan pada saat itu
mengambil inisiatif untuk membentuk wadah sebagaiman dimaksud dengan nama
Badan Kontak Wanita dan Organisasi Wanita (BKWOW).
Pada awal berdirinya BKWOW beranggotakan 18 organisasi perempuan
dan 7 orang perempuan secara pribadi, dengan ketua Ny. Basyrah Lubis dan Ny.
Dahlan sebagai sekretaris. Diantara organisasi yang memperkarsai BKWOW,
banyak yang tidak ada lagi dengan alasan adanya peraturan-peraturan baru dari
pemerintah dan adanya perubahan situasi politik sehingga organisasi perempuan
yang berafiliasi kepada Partai Politik tertentu juga dibubarkan.
Sampai tahun 1965 jumlah organisasi yang bergabung dalam BKWOW
mencapai 35 organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Pada
tahun 1968 berdiri pula sebuah organisasi dengan tujuan yang sama diprakarsai
oleh Ny. Kusno Utomo dengan nama Yayasan Wisma Wanita yang juga
bercita-cita mendirikan sebuah gedung wanita sebagai tempat diadakannya
53 Ny. Roslila Tahir dan dihadiri 63 organisasi kedua yayasan tersebut sepakat utuk
bergabung dengan pergantian nama dari BKWOW menjadi BKSOW (Badan
Kerja Sama Organisasi Wanita).
Pada Kongres Kowani ke-18 tahun 1983 dimana dihadiri utusan-utusan
BKOW seluruh Indonesia, diadakan penyeragaman nama yang berlaku untuk
seluruh Indonesia dengan Badan Kerjasama Organisasi Wanita disingkat BKOW
untuk tingkatan Provinsi dan Gabungan Organisasi Wanita disingkat GOW untuk
tingkatan Kabupaten/Kota. Kemudian BKOW dan GOW berjalan secara terpisah.
Gabungan Organisasi Wanita di Kota Medan tidak berjalan mulus, sekitar
10 (sepuluh) tahun lalu GOW Kota Medan tidak ada lagi hingga saat ini, hal ini
disampaikan oleh Sekretaris BKOW-SU Ibu Hj. Risnawati Siregar yakni :
“Ditingkatan nasional namanya Kowani, di Provinisi BKOW dan Kabupaten/Kota namanya GOW. Tapi, di Medan GOW udah gak ada lagi, udah 10 tahun ini gak ada. Susah untuk diadakan lagi, karena Kowani ke BKOW maupun BKOW ke GOW tidak ada hubungan hirarki, ya jadi mesti organisasi tingkatan Kabupaten/Kota yang bisa buat GOW. Nah kalo kota Medan mesti tingkatan Kota Medan. BKOW tidak bisa mendirikan GOW.” (Wawancara 08 Januari 2015)
Badan Kerjasama Organisasi Wanita Sumatera Utara tidak dapat
mendirikan Gabungan Organisasi Wanita Kota Medan karena tidak memiliki
hubungan hirarki karena organisasi masing-masing berjalan sendiri meskipun
memiliki hubungan emosional yang dekat karena mangatasnamakan organisasi
54 2.3 Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan
Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan terletak di Kota Medan, Sumatera
Utara. Kota Medan sendiri memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6%
dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan
dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil
dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak
pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal
Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya,
budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya
nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak
satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan
sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang
heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman
suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan
sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan
industri pariwisata di Kota Medan. Adanya prularisme ini juga merupakan
peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu
sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi
pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan
yang harus dipelihara secara harmonis.
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah
55 pula orang keturunan
yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di
Medan terlihat dari jumlah
tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai
Secara historis, pada tahun
jumlah tersebut, 409 orang berketurunan
8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.
Tabel 2
Etnis Di Kota Medan Tahun 2000
Etnis Tahun 2000
Letak kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan berada di Jalan
Santun No. 17 terletak di Kelurahan Sisi Rejo I dan masuk ke dalam Kecamatan
56 Kecamatan Medan Kota adalah daerah perdagangan dan jasa, dengan
penduduknya berjumlah 72.580 Jiwa Di Kecamatan Medan Kota ini terdapat
Terminal Teladan sebagai terminal Taksi antar kota. Di Kecamatan ini terdapat
juga Lapangan Sepak Bola bertaraf Internasional yaitu Stadion Teladan. Sebagai
daerah perdagangan dan jasa, di Kecamatan ini banyak terdapat pasar dan
pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, show room.
Kecamatan Medan Kota terletak di pusat Kota Medan dengan batas-batas
yakni sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan, sebelah
timur berbatasan dengan Kab. Deli Serdang, sebelah selatan berbatasan dengan
57 Gambar 2
Peta Kecamatan Medan Kota
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Lokasi_Kecamatan_Medan_Kota_