• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN - Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN - Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Indonesia

Organisasi merupakan sebuah alat perjuangan, dengan organisasi

seseorang maupun sekelompok orang dapat melakukan perubahan. Organisasi

memiliki banyak macam bentuk dengan berbagai landasan yang dipakai. Salah

satu organisasi yang terkait ialah organisasi yang mengatas namakan perempuan

untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan memperjuangkan

kemerdekaan. Penulis akan memberikan gambaran mengenai perkembangan

organisasi perempuan di Indonesia yang bersumber dari buku Sejarah

Pertumbuhan Dan Perkembangan Aisyiyah terbitan Pimpinan Pusat Aisyiyah

tahun 2007.

Sebelum kemerdekaan Indonesia, perjuangan untuk melawan penjajahan

telah disuarakan seluruh nusantara. Perjuangan ini dilihat dari pergerakan bangsa

yang dilihat jelas dari pelajar, mahasiswa sehingga mereka melakukan pergerakan

melalui organisasi. Organisasi yang merupakan bentuk dari pergerakan tersebut

ialah Boedi Oetomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang di dalamnya

terdapat divisi perempuan. Setelah Boedi Oetomo berdiri, banyak organisasi

perjuangan bermunculan baik organisasi laki-laki maupun organisasi perempuan

(2)

43 Barat, muncul surat kabar Poetri Hindia yang menyuarakan gerakan perempuan

untuk perempuan perkotaan untuk pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan

masa itu. Pada tahun 1911 di Sumatera didirikan Kerajinan Amal Setia untuk

kaum perempuan yang mengutamakan pendidikan dan memebrikan latihan untuk

membuat kerajinan tangan tradisional dan di Sumatera didirikan pula surat kabar

mengenai perempuan yakni Soenting Melajoe pada tahun 1912.

Di Jakarta pada tahun 1912 didirikan organisasi perempuan yang

sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo yaitu

Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah salah satu organisasi perempuan tertua di

Indonesia yang bertujuan membimbing dan memberikan pelajaran kepada

perempuan Indonesia untuk belajar baca dan tulis untuk meningkatkan status

perempuan dan mengajarkan perempuan untuk mengemukakan pendapat di depan

umum. Organisasi Poetri Mardika memiliki anggota perempuan-perempuan

pribumi, organisasi ini didirikan atas dasar untuk menandingi organisasi

perempuan yang dibentuk oleh Belanda. Di Bandung pada tahun 1914, muncul

surat kabar yang berbahasa Sunda yang diberi nama Penuntun Isteri yang

ditujukan untuk kaum perempuan di pedesaan. Dan kemudian setelah itu muncul

organisasi perempuan yang menyebar di seluruh Indonesia.

Kowani adalah Kongres Wanita Indonesia yang merupakan organisasi

yang diprakrasai oleh organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Awalnya

Kowani bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), yang

dibentuk setelah terselenggaranya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

(3)

44 beberapa organisasi untuk ikut serta bergerak dalam bidang kepemudaan dan

khususnya mengenai perempuan Indonesia. Tanggal 22-25 Desember 1928 adalah

hari dimana kongres perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta

yang disebabkan atas beberapa pemikiran perempuan yakni Nyi Hadjar

Dewantara, Sujatien, dan Soukonto dimana perempuan Indonesia masih kurang

secara intelektualitasnya dan kurang kemajuan dalam pergerakannya. Lalu,

banyak organisasi perempuan di Indonesia yang tidak pernah bertemu satu sama

lain untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Maka dari itu, Nyi Hadjar

Dewantara, Sujiaten, dan Soukonto sepakat menyelenggarakan kongres

perempuan Indonesia pertama yang menghasilkan kesepakatan membentuk

federasi, dikarenakan belum ada wadah untuk mempertemukan para perempuan

Indonesia untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan, federasi itulah yang

diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

Kongres perempuan Indonesia pertama menghasilkan keputusan

dibentuknya Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang tujuan

utamanya adalah melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dalam rumah

tangga, dan pada tahun 1946 Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)

dirubah namanya dengan Kongres Wanita Indonesia yang sekarang dikenal

dengan Kowani. Pada kongres perempuan Indonesia yang ke-III ditetapkanlah

bahwa tanggal 22 Desember merupakan hari nasional tanpa libur yang

(4)

45 Saat kongres perempuan Indonesia pertama hadir kurang lebih dari 1000

orang yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan diantaranya yakni :

Tabel 1

Nama Organisasi Perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia Pertama

No. Nama Organisasi No. Nama Organisasi

1. Putri Budi Sejati, Surabaya 16. Wanito Koentjono, Banjarnegara

2. Putri Indonesia, Surabaya 17. S.I.B.I, Surabaya

3. Wanita Katolik, Salatiga 18. Hoofdbestuur Aisyiyah

4. Rukun Wononijo, Jakarta 19. Santjaja Rini, Solo

5. Wanito Sejati, Bandung 20. Aisyiyah, Solo

6. Putri Inonesia, Mataram 21. Wanita Utomo, Mataram

7. Darama Laksmi, Salatiga 22. Wanita Muljo, Mataram

8. Budi Rini, Malang 23. Taman Siswa, Mataram

9. Margining Kautaman, Kemayoran 24. Panti Krido Wanito, Pekalongan

10. Karti Wara, Solo 25. Jong Islamieten Bond, Mataram

11. Budi Wanito, Solo 26. Jong Java, Jakarta

12. Wanita Katolik, Mataram 27. Jong Islamieten Bond, Tegal

13. Jong Java, Mataram 28. Nahdatul Fataat, Mataram

14. Jong Java, Salatiga 29. Kesumo Rini, Kudus

15. Jong Islamieten Bond, Jakarta 30. Utusan Istri Sumatra

Pada tahun 1938 didirikan organisasi perempuan di Bandung

dengan nama Pasundan Isteri yang memiliki cabang di kota lainnya, organisasi ini

diterima oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan menjadikan perempuan

dapat dipilih dan memilih untuk menjadi anggota parlemen di tingkat kota dengan

(5)

46 dengan bangsa Indonesia dan pada tahun 1941 pemerintahan kolonial Belanda

memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke parlemen yang lebih

tinggi lagi tingkatannya. Masuknya perempuan dalam parlemen bertujuan untuk

memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dan sekolah-sekolah.

Saat pemerintahan Jepang masuk ke Indonesia, nasib para perempuan

kembali terpuruk dengan dijadikannya para perempuan sebagai penyuplai bahan

makanan untuk tentara Jepang, para perempuan ini disebut dengan Barisan

Srikandi. Kemudian, para isteri pejabat negara Indonesia juga membentuk

Fujinkai yang membantu tentara Jepang untuk mengumpulkan bahan makanan.

Untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemuda dan pemudi

Indonesia mendirikan organisasi sebagai sebuah bentuk perlawanan bersenjata

bangsa terhadap penjajahan. Organisasi yang didirikan oleh Jepang lambat laun

membubarkan diri. Kaum perempuan Indonesia mendirikan organisasi

perlawanan dengan menamai organisasinya Persatuan Wanita Indonesia

(Perwani). Selain itu, dibidang sosial politik para perempuan Indonesia

membentuk organisasi pergerakan kemerdekaan yakni Wanita Negara Indonesia

(Wani). Kedua organisasi ini ikut serta masuk ke dalam Kowani, dan gerakan

perempuan Indonesia semakin melebar ke wilayah seluruh Indonesia. Selama

agresi Belanda berlangsung pada tahun 1947-1949, banyak organisasi militer

perempuan yang didirikan untuk perlawanan terhadap Belanda. Organisasi militer

perempuan tersebut ialah Laskar Muslimat Indonesia, Sabil Muslimat dan Laskar

(6)

47 Pada saat pemilihan umum pertama di Indonesia, muncul organisasi

perempuan yang berbasis partai politik untuk parlemen seperti Wanita Syarikat

Islam, Muslimat Nahdhatul Ulama, Wanita Indonesia, Wanita Demokrat, dan

muncul pula Partai Wanita Rakyat. Ada juga Gerakan Wanita Indonesia

(Gerwani) yang merupakan organisasi perempuan yang afiliasi dengan Partai

Komunis Indonesia. Gerwani memperjuangkan perempuan untuk persamaan hak

dengan laki-laki dapat dipilih dan memilih dan masuk ke dalam parlemen. Dalam

perkembangannya, Gerwani dianggap sebagai orang-orang PKI dan eksistensinya

terhenti ketika PKI sedang ramai dibicarakan di Indonesia sebagai dalang dari

peristiwa Gerakan 30 September. Banyak anggota Gerwani yang ditangkap dan

dibunuh serta hilang pada saat itu, dan akhirnya organisasi perempuan yang

bertahan di Indonesia adalah Kowani. Kowani mendukung rezim Orde Baru untuk

melawan Orde Lama dan membentuk organisasi perempuan untuk perlawanan

terhadap Orde Lama dengan sebutan Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (Kawi),

Kowani dan Kawi menggabungkan diri menjadi perempuan Golkar.

Di masa Orde Baru, terjadi perubahan sistem yang besar dari masa Orde

Lama, organisasi perempuan yang boleh berpolitik dan bergabung dengan partai

poltik hanya perempuan Golkar yang digerakkan oleh Kowani. Ada 3 (tiga)

konsep yang digunakan oleh Kowani saat itu yaitu Perempuan sebagai Isteri, Ibu

dan Pelayan Negara. Pemerintah banyak membentuk organisasi-organisasi

perempuan yang baru seperti pengelompokan berbagai organisasi perempuan istri

pegawai negeri, yang dikenal dengan nama Dharma Wanita (bagi istri pegawai

(7)

48 cabang angkatan bersenjata). Satu organisasi lagi adalah untuk program

kesejahteraan keluarga, yaitu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dengan

keanggotaannya bersifat sekarela. Organisasi yang dibentuk oleh pemerintahan

Orde Baru memperkuat Kowani untuk mendukung secara penuh pemerintahan

Orde Baru dibawah naungan Golkar, sebagai penghargaan terhadap Kowani

mendapatkan kursi di parlemen di masa itu. Anggota Kowani yang masuk ke

dalam parlemen membantu dibuatnya peraturan tentang perkawinan dan disahkan

menjadi Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawaninan. Undang-undang

inilah yang nantinya menjadi pondasi perempuan untuk mendapatkan

perlindungan. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung

pembangunan bagi perempuan dimulai pada tahun 1975. Untuk itu di masa Orde

Baru dibentuklah organisasi perempuan yang diberi nama Komisi Nasional

Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI), organisasi ini bertujuan membantu

pemerintah dalam mengumpulan data, melakukan penelitian, dan mengevaluasi

program dalam peningkatan peran perempuan.

Masih pada era Orde Baru, organisasi perempuan masih tetap muncul ke

permukaan disamping organisasi perempuan yang mendukung pemerintahan

Soeharto. Organisasi yang muncul seperti Badan Musyawarah Organisasi Islam

Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Badan Kerjasama Wanita Kristen Indonesia

(BKWKI). Dua organisasi ini mendukung Indonesia ikut serta dalam acara

Wanita Internasional di Meksiko pada tahun 1975 dan tahun 1985 dalam acara

Konferensi Perempuan di Naibiro. Dalam dukungan untuk konferensi perempuan,

(8)

49 pejabat yang menjadi pimpinan pemerintahan yang menjadi ketua dari organisasi

PKK. Keanggotaan PKK tidak lagi bersifat sukarela namun menjadi bersifat

wajib. Pada tahun 1985, PKK menjadi alat memobilisasi massa untuk pemilihan

umum. Sistem yang dipakai oleh organisasi PKK mengikuti sistem Fujinkai pada

masa penjajahan Jepang dimana isteri pejabat sebagai alat untuk membantu

suaminya yang menjabat demi kepentingan suaminya yang masuk dalam

kekuasaan Soeharto. Isteri pejabat ini sebagai penggerak partisipasi perempuan

dan turut menyukseskan keputusan suaminya, dan dapat dikatakan seorang isteri

berfungsi sebagai pendukung karir suami.

Selanjutnya, organisasi perempuan yang dimotori oleh Kowani dan

organisasi perempuan yang dibentuk oleh pemerintahan Soeharto menjadi alat

memobilisasi massa untuk tetap mendukung pemerintahan Soeharto. Perempuan

ini bukan menjadi orang yang di depan di ranah perpolitikan Indonesia saat itu,

tetapi perempuan Indonesia hanya menjadi boneka yang dibentuk untuk

mempertahankan kekuasaan Soeharto dengan fungsi perempuan hanya untuk

memobilisasi massa perempuan untuk diarahkan dan mempertahankan rezim

Soeharto. Kowani yang merupakan organisasi perempuan terbesar tidak dapat

berdiri secara independen karena ketergantungannya terhadap rezim Orde Baru.

Selain itu, ketika Kowani berdiri sendiri dan tidak dengan bantuan pemerintah,

maka Kowani dianggap menentang dari pemerintahannya dan dianggap musuh

yang harus dihilangkan. Sehingga Kowani tidak dapat menyuarakan

(9)

50 Namun, Kowani tetap dapat memperjuangkan hak perempuan untuk dapat

dilindungi sebagai korban dari tindak kekerasan.

Menjelang runtuhnya rezim Soeharto dan digaungkannya Reformasi,

sebagian besar orang meyuarakan tentang Hak Asasi Manusia dan banyak

organisasi perempuan mengatasnamakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

didirikan seperti Kalyanamitra yang menyuarakan tentang Hak-hak Asasi yang

dimiliki perempuan, Solidaritas Perempuan (SP) untuk melindungi perempuan

dari kekerasan dan pelecehan seksual, Suara Ibu Pedui (SIP) serta Koalisi

Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi (KPID).

Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan sampai runtuhnya rezim

Soeharto, setelah reformasi berdiri banyak organisasi perempuan yang bertujuan

lebih ke arah memperjuangkan hak-hak perempuan melalui usaha-usaha

pemberdayaan perempuan. Organisasi perempuan yang didirikan setelah

reformasi seperti Pundi Perempuan, yang didirikan tahun 2002 di Jakarta yang

tujuannya untuk menggalang dana dan mengelolanya untuk kepentingan

organisasi. Organisasi ini mendalami permasalahan kekerasan terhadap

perempuan di dalam rumah tangga. Di Yogyakarta, ada Rifka Annisa yang

bergerak sebagai penyedia layanan bagi kekerasan terhadap perempuan, dan juga

melakukan pemberdayaan perempuan melalui bidang ekonomi, karena salah satu

penyebab kekerasan terhadap perempuan dipengaruhi oleh ekonomi. Pada tanggal

25 Juni 2002 didirikan Sahabat Perempuan Institute di Bandung, organisasi ini

dibentuk karena ada kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak

(10)

51 mengenai isu gender, Islam dan feminisme serta upaya peningkatan keterlibatan

perempuan masuk ke segala sektor di Indonesia. Kemudian ditanggal 1 Januari

2003 di Jambi didirikan organisasi Aliansi Perempuan Merangin yang titik fokus

gerakannya menyuarakan hak-hak perempuan kepada pemerintah dengan

membuka wadah seluas-luasnya bagi perempuan untuk meningkatkan taraf

hidupnya. Di Jakarta terdapat Jurnal Perempuan yang merupakan lembaga

swadaya masyarakat yang meningkatkan dan menyuarakan hak-hak perempuan

melaui media komunikasi dan informasi.

Organisasi perempuan yang didirikan di Indonesia tidak hanya yang

berdiri sendiri karena sebuah perkumpulan perempuan-perempuan yang memiliki

tujuan yang sama, namun ada juga yang merupakan bagian dari partai politik

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya seperti Gerwani adalah bagian dari

Partai Komunis Indonesia, kemudian Wanita Indonesia yang merupakan

organisasi perempuan yang dimiliki oleh Partai Indonesia Raya, Partai Nasional

Indonesia memiliki Wanita Marhein lalu berganti nama menjadi Wanita

Demokrat. Selain partai politik, ada pula organisasi perempuan yang dibentuk dari

organisasi sosial maupun organisasi mahasiswa. Organisasi perempuan yang

menjadi sayap organisasi sosial adalah Aisyiyah yang merupakan organisasi

perempuan untuk perempuan-perempuan Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah

untuk putri-putri Muhammadiyah, kemudian Muslimat Nahdlatul Ulama yang

merupakan organisasi perempuan Nahdlatul Ulama, dan Muslimat Al-Washliyah

merupakan organisasi kaum perempuan Al-Washliyah. Untuk organisasi

(11)

52 HMI-Wati) yang didirikan untuk memberikan wadah bagi perempuan untuk

membahas mengenai isu-isu perempuan dan Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) memiliki Kopri (Korp PMII Putri).

2.2 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Kota Medan

Medan merupakan kota yang tidak luput dengan perkembangan organisasi

perempuan. Atas dasar surat dan anjuran Kowani di Jakarta pada tahun 1962 agar

di Sumatera Utara khususnya Kota Medan dapat dibentuk wadah Persatuan

Organisasi Wanita, maka Basyah Lubis selaku isteri Walikota Medan pada saat itu

mengambil inisiatif untuk membentuk wadah sebagaiman dimaksud dengan nama

Badan Kontak Wanita dan Organisasi Wanita (BKWOW).

Pada awal berdirinya BKWOW beranggotakan 18 organisasi perempuan

dan 7 orang perempuan secara pribadi, dengan ketua Ny. Basyrah Lubis dan Ny.

Dahlan sebagai sekretaris. Diantara organisasi yang memperkarsai BKWOW,

banyak yang tidak ada lagi dengan alasan adanya peraturan-peraturan baru dari

pemerintah dan adanya perubahan situasi politik sehingga organisasi perempuan

yang berafiliasi kepada Partai Politik tertentu juga dibubarkan.

Sampai tahun 1965 jumlah organisasi yang bergabung dalam BKWOW

mencapai 35 organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Pada

tahun 1968 berdiri pula sebuah organisasi dengan tujuan yang sama diprakarsai

oleh Ny. Kusno Utomo dengan nama Yayasan Wisma Wanita yang juga

bercita-cita mendirikan sebuah gedung wanita sebagai tempat diadakannya

(12)

53 Ny. Roslila Tahir dan dihadiri 63 organisasi kedua yayasan tersebut sepakat utuk

bergabung dengan pergantian nama dari BKWOW menjadi BKSOW (Badan

Kerja Sama Organisasi Wanita).

Pada Kongres Kowani ke-18 tahun 1983 dimana dihadiri utusan-utusan

BKOW seluruh Indonesia, diadakan penyeragaman nama yang berlaku untuk

seluruh Indonesia dengan Badan Kerjasama Organisasi Wanita disingkat BKOW

untuk tingkatan Provinsi dan Gabungan Organisasi Wanita disingkat GOW untuk

tingkatan Kabupaten/Kota. Kemudian BKOW dan GOW berjalan secara terpisah.

Gabungan Organisasi Wanita di Kota Medan tidak berjalan mulus, sekitar

10 (sepuluh) tahun lalu GOW Kota Medan tidak ada lagi hingga saat ini, hal ini

disampaikan oleh Sekretaris BKOW-SU Ibu Hj. Risnawati Siregar yakni :

“Ditingkatan nasional namanya Kowani, di Provinisi BKOW dan Kabupaten/Kota namanya GOW. Tapi, di Medan GOW udah gak ada lagi, udah 10 tahun ini gak ada. Susah untuk diadakan lagi, karena Kowani ke BKOW maupun BKOW ke GOW tidak ada hubungan hirarki, ya jadi mesti organisasi tingkatan Kabupaten/Kota yang bisa buat GOW. Nah kalo kota Medan mesti tingkatan Kota Medan. BKOW tidak bisa mendirikan GOW.” (Wawancara 08 Januari 2015)

Badan Kerjasama Organisasi Wanita Sumatera Utara tidak dapat

mendirikan Gabungan Organisasi Wanita Kota Medan karena tidak memiliki

hubungan hirarki karena organisasi masing-masing berjalan sendiri meskipun

memiliki hubungan emosional yang dekat karena mangatasnamakan organisasi

(13)

54 2.3 Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan

Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan terletak di Kota Medan, Sumatera

Utara. Kota Medan sendiri memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6%

dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan

dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil

dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak

pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal

Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya,

budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya

nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak

satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan

sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang

heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman

suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan

sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan

industri pariwisata di Kota Medan. Adanya prularisme ini juga merupakan

peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu

sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi

pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan

yang harus dipelihara secara harmonis.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah

(14)

55 pula orang keturunan

yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di

Medan terlihat dari jumlah

tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai

Secara historis, pada tahun

jumlah tersebut, 409 orang berketurunan

8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Tabel 2

Etnis Di Kota Medan Tahun 2000

Etnis Tahun 2000

Letak kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan berada di Jalan

Santun No. 17 terletak di Kelurahan Sisi Rejo I dan masuk ke dalam Kecamatan

(15)

56 Kecamatan Medan Kota adalah daerah perdagangan dan jasa, dengan

penduduknya berjumlah 72.580 Jiwa Di Kecamatan Medan Kota ini terdapat

Terminal Teladan sebagai terminal Taksi antar kota. Di Kecamatan ini terdapat

juga Lapangan Sepak Bola bertaraf Internasional yaitu Stadion Teladan. Sebagai

daerah perdagangan dan jasa, di Kecamatan ini banyak terdapat pasar dan

pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, show room.

Kecamatan Medan Kota terletak di pusat Kota Medan dengan batas-batas

yakni sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan, sebelah

timur berbatasan dengan Kab. Deli Serdang, sebelah selatan berbatasan dengan

(16)

57 Gambar 2

Peta Kecamatan Medan Kota

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Lokasi_Kecamatan_Medan_Kota_

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 Etnis Di Kota Medan Tahun 2000
Gambar 2 Peta Kecamatan Medan Kota

Referensi

Dokumen terkait

"Istilahnya bukan panggilan paksa ada surat perintah membawa jadi panggilan pertama, kedua, ketiga itu disertai perintah membawa,".. Surat itu, akan segera diproses

[r]

[r]

Ketujuh, faktor penyebab rendahnya kemampuan menulis teks pidato antara lain: referensi buku tata bahasa yang kurang; penguasaan kaidah yang tidak memadai; kurangnya

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS, dapat dijadikan dasar untuk menjawab hipotesis yang diajukan

Model pembelajaran inkuiri akan efektif manakala (1) Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasa- lahan yang ingin dipecahkan, (2) Jika

Supplementation on Growth Performance, Feed Intake and Nutrient Digestibility of Brahman Beef Cattle.. Julakorn Panatuk, Suthipong Uriyapongson and Chainarong

Dalam Rapat Anggota yang dilaksanakan secara langsung maupun dengan sistem perwakilan, Rapat Pengurus memilih maksimal 30 (tiga puluh) orang dari Anggota Luar Biasa untuk