• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN - Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Usia Prasekolah di Desa Sigumpar Kecamatan Lintonghuta Kabupaten Humbanghasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN - Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Usia Prasekolah di Desa Sigumpar Kecamatan Lintonghuta Kabupaten Humbanghasundutan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Lara, Crego, dan Maroto (2012) menyatakan bahwa masalah perilaku anak

cenderung memiliki asal-usul multifaktor yang luas dan dibagi menjadi

karakeristik pribadi dan faktor lingkungan atau faktor situasional. Karakteristik

kepribadian dianggap sebagai hal yang paling mempengaruhi perilaku anak, selain

itu juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan keluarga. Pengaruh faktor

kepribadian serta temperamen, ketakutan umum dan masalah perilaku telah

banyak dipelajari secara ekstensif, namun pengaruh faktor lingkungan dan

situasional masih relatif kurang diteliti dan sebagian besar dilakukan di Eropa dan

Asia Tenggara. Di antara faktor lingkungan dan situasional, telah

didokumentasikan dengan baik bahwa pola asuh orangtua di rumah sangat

berkorelasi dengan perilaku dan kemampuan sosialisasi yang ditunjukkan anak

dengan lingkungan sekitarnya (Stansbury, Haley, Holly, & Herb, 2012).

Davies, Cummings, dan Winter (2004) menyatakan bahwa pola asuh

orangtua memiliki dampak yang signifikan pada perilaku anak. Hubungan yang

positif antara pola asuh orangtua dengan anak akan berdampak pada keberhasilan

akademik anak, perkembangan kognitif, pengaturan emosi dan penyesuaian diri

anak (Davidov & Grusec, 2006). Dan anak yang merasa ditolak oleh orangtua

memiliki sikap agresif dan bermusuhan, harga diri rendah, ketergantungan,

penurunan kemandirian dan ketidakstabilan emosi (Palmer & Hollin, 2000).

Baumrind (1966) menyatakan bahwa ada 3 model pola asuh orangtua,

(2)

(otoriter) dicirikan dengan orangtua yang selalu menuntut anak tanpa memberi

kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai dengan

komunikasi terbuka antara orangtua dan anak juga tanpa kehangatan dari

orangtua. Pola asuh permissive (permisif) dicirikan dengan orangtua yang terlalu

membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun kontrol. Pola

asuh authoritative (demokratif) dicirikan dengan adanya tuntutan dari orangtua

disertai komunikasi terbuka antara orangtua dan anak. Orangtua sangat

memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya dengan mempertimbangkan

faktor kepentingan dan kebutuhan.

Baumrind (1966) menyebutkan bahwa metode pola asuh yang ideal adalah

pola asuh authoritative. Hal ini sejalan dengan penelitian Dehyadegary dan Nor

(2012) terhadap anak remaja di Iran yang menyatakan bahwa pola asuh

authoritative memiliki hubungan bermakna positive dengan pencapaian prestasi

akademik. Sedangkan pola asuh permissive memiliki hubungan yang negatif dan

tidak ada hubungan antara pola asuh authoritarian dengan pencapaian prestasi

akademik. Berdasarkan penelitian Watabe dan Hibbard (2014) dinyatakan bahwa

motivasi pencapaian prestasi akademik anak-anak di Amerika tinggi dengan pola

asuh authoritative dan authoritarian, sedangkan di Jepang hanya sedikit

dipengaruhi oleh pola asuh orangtua.

Pada penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Choi, Kim, Kim, dan

Park (2013) ditunjukkan bahwa pola asuhauthoritatian paling rutin digunakan di

banyak budaya, termasuk budaya Asia dan menghasilkan anak yang optimal.

(3)

Chen (2010) di Taiwan yang melaporkan bahwa pola asuh authoritarian

berhubungan prestasi akademik anak yang buruk.

Schmidt (2005) menyatakan bahwa masing-masing pola asuh orangtua

yang ada akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan

kepribadian dan perilaku anak. Orangtua merupakan lingkungan terdekat yang

selalu mengitari anak sekaligus menjadi figur dan idola mereka. Model perilaku

orangtua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh

anak. Anak meniru bagaimana orangtua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan

harapan, tuntutan dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan

masalah, serta mengungkapkan perasaan dan emosinya.

Rahmayanti dan Pujiastuti (2012) menyatakan dalam penelitiannya di TK

Kartika-9 Cimahi kepada 37 responden mengenai hubungan pola asuh orangtua

dengan perkembangan anak usia prasekolah bahwa sebagian besar orangtua

menggunakan pola asuh demokratis yaitu 26 orangtua (70,3%), sangat sedikit

yang menggunakan pola asuh otoriter yaitu 6 orangtua (16,2%) dan permisif

hanya 5 orangtua (13,5%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p value =

0,013 (< α = 0,05) artinya terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan

perkembangan anak usia pra sekolah di TK Kartika X-9 Cimahi. Demikian juga

pada penelititan Kirana (2013) pada anak usia 3-6 tahun di Kabupaten Semarang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara model pola asuh

dengan intensitas temper tantrum anak. Dimana anak yang dibesarkan dengan

pola asuh demokratis memiliki intensitas temper tantrum yang lebih rendah

(4)

asuh permisif. Sejalan juga dengan penelitian Puspita (2012) di TK IV Saraswati

Denpasar, pola asuh orangtua memiliki hubungan yang signifikan dengan

kepercayaan diri pada anak prasekolah. Dimana ditunjukan bahwa pola asuh

demokratis menghasilkan anak dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Bowlby (1956) menyatakan bahwa hampir seluruh orangtua

mengharapkan anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri, percaya diri dan

mampu berhubungan dengan yang lain. Kemandirian anak akan terlihat dalam

berbagai hal seperti bersosialisasi, belajar dan berperilaku hidup bersih dan sehat

(Soetjiningsih, 1995). Dan waktu yang paling tepat untuk melatih kemandirian

anak adalah di usia prasekolah. Memasuki masa prasekolah ini sebenarnya anak

sudah bisa menangkap keinginan orangtua dan kemandirian lama-kelamaan akan

terbentuk.

Dalam The Center on the Social and Emotional Foundations for Early

Learning,seorang guru prasekolah menyatakan bahwa seorang anak yang berusia

5 tahun sangat suka menolong dan mandiri. Lebih lanjut lagi dijelaskan

kemampuan anak pada usia 5 tahun, antara lain: mengikuti peraturan dan rutinitas

yang sudah ditentukan (mencuci tangan sebelum makan, meletakkan baju kotor ke

keranjang, menggosok gigi sebelum tidur), mandiri memulai rutinitas yang

sederhana (memakai dan melepaskan baju, mencuci tangan, menggosok gigi,

makan malam dengan duduk di meja makan, mandi ditonton oleh orang dewasa),

dan mandiri dengan kemampuan perawatan diri lain. Hal ini sejalan dengan yang

dikatakan Cottingham (2004) bahwa anak-anak harus belajar menjaga kebersihan

(5)

Curtis et al. (2001) juga mengatakan bahwa usia dini adalah sebuah

periode formatif perkembangan kebiasaan kesehatan, termasuk cara mencuci

tangan yang baik. Kebiasaan hidup sehat akan berdampak pada kesehatan

anak-anak yang lebih baik. Oleh karena itu, mengajarkan anak-anak-anak-anak bertanggungjawab

pada kesehatan mereka sendiri adalah penting. Paliwal (2014) mengatakan bahwa

pendidikan kesehatan biasanya dimulai dengan keluarga dan akhirnya anak akan

belajar bagaimana melakukannya dan mereka akan menjaga kebersihan diri

sendiri. Dan anak-anak yang belajar personal hygiene di usia dini akan terbiasa

mempraktikkannya sampai usia dewasa. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Mhaske et al. (2014) terhadap anak usia sekolah di kota Pune ditemukan bahwa

personal hygienelebih baik kondisinya pada anak perempuan dibandingkan

laki-laki. Anak laki-laki lebih ceroboh terhadap kebersihan diri apalagi semakin tinggi

usianya.

Mehta dan Kaur (2012) menyatakan praktik personal hygiene termasuk

mandi secara teratur, mencuci tangan secara teratur, mencuci sisir, memotong

rambut secara teratur, memakai pakaian yang bersih, menggosok gigi, mengganti

sikat gigi secara teratur, memotong kuku, mencuci pakaian dalam setiap harinya

dan lain sebagainya. Tetapi, beberapa hal dasar yang sangat penting untuk

anak-anak adalah membersihkan badan, seperti kotoran dan bau badan, mandi setiap

hari, membersihkan tangan teratur, menggosok gigi dua kali sehari.

Oyibo (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dan pelaksanaan yang

rendah dari personal hygiene seperti mencuci tangan sangat berperan sebagai

(6)

perkembangan anak dalam jangka panjang. Dan hasil pada penelitian Rosen,

Manor, dan Engelhard (2009) di Yerusalem pada 40 kelas prasekolah

menunjukkan bahwa mencuci tangan yang sederhana dengan sabun membantu

melindungi anak-anak dari penyakit yang paling membunuh yaitu, diare dan

infeksi saluran pernafasan bagian bawah.

Nefer (2014) mengatakan lingkungan dan personal hygiene yang buruk

berbahaya pada kesehatan anak-anak. Anak-anak yang tidak bersih sering

diserang demam, diare, flu dan sebagainya yang disebabkan oleh terpapar udara

yang berlebihan yang membawa kuman. Penyakit rongga mulut dan gusi

disebabkan oleh ketidakpedulian oral hygiene dan menjadi penyebab gigi

prematur. Sejalan dengan Albertsson dan Dijken (2010) yang mengatakan bahwa

kesehatan mulut adalah bagian integral dari kesehatan secara umum. Kesehatan

mulut yang buruk dapat berdampak merugikan pada kesehatan secara

keseluruhan. Karena itu kesehatan mulut sangatlah penting dan hal itu dapat

dicapai denganoral hygieneyang baik.

Penelitian Kamath, Bijle, Walimbe, dan Patil (2014) di Mangalore yang

bertujuan untuk mengkaji kesadaran anak-anak tentang praktik oral hygiene di

populasi pedesaan menunjukkan bahwa pengetahuan dan praktik oral hygiene

anak-anak baik, tetapi masih perlu untuk dikembangkan lagi. Dimana data praktik

oral hygienedikumpulkan dengan mengisi kuisioner yang dikelola sendiri. Survey

ini menunjukkan 52% anak menyikat gigi 2 kali sehari dengan 98,9%

(7)

bantu dalam melakukan oral hygiene. Padahal tidak satupun anak yang sudah

pernah mengikuti interaktif tentang pendidikanoral hygiene.

Soetjiningsih (1995) juga menyatakan bahwa kebersihan perorangan

maupun kebersihan lingkungan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya

penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare,cacingan, scabies, karies gigi

dan sebagainya. Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa di Indonesia

period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan dan keluhan penduduk adalah 25,0 persen, insiden dan

prevalensi pneumonia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5 persen , insiden diare

pada kelompok usia balita adalah 10,2 persen dan prevalensi nasional masalah

gigi dan mulut adalah 25,9 persen. Untuk perilaku benar dalam menyikat gigi

berkaitan dengan faktor gender, ekonomi, dan daerah tempat tinggal. Ditemukan

sebagian besar penduduk Indonesia menyikat gigi pada saat mandi pagi maupun

mandi sore, (76,6%). Menyikat gigi dengan benar adalah setelah makan pagi dan

sebelum tidur malam, untuk Indonesia ditemukan hanya 2,3 persen.

Berdasarkan fenomena di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang

hubungan pola asuh orangtua dengan kemandirian personal hygiene anak usia

prasekolah. Pola asuh orangtua yang tepat akan memberikan implikasi pada

pelaksanaan personal hygiene anak sehingga dapat mencapai kemandirian anak

(8)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diteliti

adalah apakah ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat

kemandirian personal hygiene anak prasekolah yang berusia 5 tahun di Desa

Sigumpar Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbanghasundutan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

pola asuh orangtua dengan tingkat kemandirian personal hygiene pada anak

prasekolah yang berusia 5 tahun di Desa Sigumpar Kecamatan Lintongnihuta

Kabupaten Humbanghasundutan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik responden di Desa Sigumpar Kecamatan

Lintongnihuta Kabupaten Lintongnihuta

2. Mengidentifikasi pola asuh orangtua pada anak prasekolah yang berusia 5

tahun di Desa Sigumpar Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Lintongnihuta

3. Mengidentifikasi tingkat kemandirianpersonal hygienepada anak prasekolah

berusia 5 tahun di Desa Sigumpar Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten

Lintongnihuta

4. Menganalisis hubungan pola asuh orangtua terhadap tingkat kemandirian

personal hygiene pada anak prasekolah berusia 5 tahun di Desa Sigumpar

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengembangan pengetahuan serta menjadi evidencekhususnya dalam pengajaran

di perkuliahan pada keperawatan komunitas dan anak.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

program-program di pelayanan keperawatan khususnya keperawatan anak,

keperawatan keluarga, dan komunitas. Program yang dapat dilakukan oleh

perawat komunitas dengan perawat anak adalah mensosialisasikan pentingnya

kemandirianpersonal hygienedi usia dini.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Memberikan informasi tentang hubungan pola asuh orangtua dengan

kemandirian personal hygiene pada anak usia prasekolah sehingga berguna bagi

para peneliti yang ingin meneliti faktor-faktor lain lain yang berkaitan dengan

Referensi

Dokumen terkait

H 4 : Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa

Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa (Data Flow Diagram) DFD merupakan suatu cara atau metode untuk membuat rancangan sebuah sistem yang

The writer be certain opinion that the use of cartoon and picture book story in teaching vocabulary for fifth grade elementary school is very influential, its give

Pembuatan binary tree lebih mudah menggunakan binary search tree (binary sorted tree) dengan cara : “ Jika nilai dari simpul yang akan disisipkan lebih besar dari simpul parent,

Apakah prestasi belajar siswa dengan Ice Breaking pada model Team Games Tornament mata pelajaran IPA lebih baik dari pada prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode

Kedua, Bank sebagai kreditor pemegang hak tanggungan jika terjadi pembatalan APHT dan Perjanjian Kredit oleh Pengadilan dimana obyek jaminan diperoleh secara

Persiapan simulasi server DHCP dalam contoh ini adalah dengan menggunakan 5 buah workstation, 1 switch, dan 1 server sehingga terlihat seperti gambar 14 di bawah ini.. Gambar

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XII MIPA 3 SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 37 peserta didik