TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.)
Gambir merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, karena
mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Gambir ini diperdagangkan dalam
bentuk getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan
ranting tumbuhan gambir yang telah diolah dan dicetak berbentuk silinder.
Ekstrak gambir mengandung katekin sebagai komponen utama, yaitu suatu
senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri.
Gambir dapat dipergunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, industri
kosmetik, industri batik, industri cat, industri penyamak kulit, biopestisida,
hormon pertumbuhan, pigmen, dan sebagai campuran bahan pelengkap makanan
(Elida, 2011).
Tanaman gambir masih dibudidayakan masyarakat secara tradisional
tanpa memperhatikan aspek konservasi lahan dimana mereka membuka lahan
yang umumnya yang umumnya terdapat pada lereng perbukitan dengan cara
menebangi hutan dan membakarnya sehingga bahan organik tanah menipis
sedangkan pemberian bahan organik hampir tidak ada, sehingga dalam waktu
yang relatif singkat lahan tersebut menjadi kurus dan hasil tanaman menurun
drastis (Ardi, 2003).
Hasil penelitian dari Murti (2004) hubungan antara status hara N, P dan K
di tanah dengan produksi daun segar tanaman gambir pada kebun gambir rakyat di
Siguntur, Sumatera Barat berdasarkan tiga unit topografi yaitu : Unit lahan dengan
(lereng 25-45%) dan unit lahan dengan topografi bergunung (lereng > 45%),
unsur hara N, P dan K memberikan keragaman produksi sebesar 71,87%. Unsur N
dan P berperan negatif, sedangkan unsur K berperan positif terhadap produksi
tanaman gambir.
Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Gambir
Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam
suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bougenvil
yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa
mencapai 45 cm. Daunnya oval sampai bulat dengan panjang 8-14 cm, lebar 4-6,5
cm, berwarna hijau dan tangkai daun pendek (Manan, 2008).
Gambir memiliki bunga yang tersusun majemuk dengan bentuk lonjong
diketiak daun, mahkota berwarna merah muda, kelopak bunga pendek, mahkota
bunga berbentuk corong seperti bunga kopi. Buahnya berbentuk polong, semi
berpenampang hingga 2 cm dan penuh dengan biji-biji halus yang berukuran ±1 -
2 cm. Pada bagian luarnya terdapat sayap yang memungkinkan biji gambir
tersebar karena angin. Di dalam inti biji terdapat calon akar radicula, calon batang
cauliculus, dan daun lembaga cotyledone (Solin, 2010).
Tanaman gambir dapat tumbuh pada jenis tanah mulai dari tingkat
kesuburan rendah hingga kesuburan tinggi. Di Sumatera kebanyakan tanaman
gambir tumbuh pada jenis tanah Ultisol dengan derajat keasaman tanah berkisar
antara pH 4,5 - 5,5. Topografi lahan yang sesuai pada daerah datar hingga
bergelombang. Ketinggian tempat yang paling sesuai adalah 200 sampai 800 m
diatas permukaan laut. Membutuhkan sebaran hujan yang merata sepanjang tahun
pertahun berkisar 3000 - 3500 mm, suhu dibutuhkan antara 20 – 36o
Sekalipun tanaman gambir tidak menghendaki tanah yang subur namun
bisaanya dipergunakan lahan dipinggir hutan yang baru buka atau belum pernah
dipergunakan sebelumnya yang letaknya miring / lereng bukit dan mudah
meresapkan air, karena tanaman gambir tidak dapat hidup/ berkembang pada air
yang tergenang (Solin, 2010).
C dengan
tingkat kelembaban 70 - 80%. Pertumbuhan lebih baik pada daerah yang memiliki
ruang terbuka (100%) atau dengan naungan maksimum sekitar 10%. Bila
diusahakan pada lokasi yang lebih banyak naungan akan mengurangi rendemen
getah (Sutarman, 2010).
Tanaman gambir mulai bisa dipanen pada saat tanaman berumur satu
setengah tahun, maka tingkat pengembalian investasi usaha gambir ini tidak
begitu lama dibandingkan dengan komoditas tanaman lain seperti cengkeh, kayu
manis, dan kemiri. Di samping itu, tanaman gambir memiliki sifat
toleran terhadap tanah-tanah marjinal dan berlereng. Sehingga, dengan
memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring, maka tanaman
gambir memiliki aspek konservasi yang baik. Gambir juga dapat bertahan lebih
lama bila disimpan dan tidak cepat rusak dibandingkan dengan hasil-hasil
tanaman hortikultura lainnya yang tidak bisa disimpan lebih lama. Faktor
lainnya yang lebih penting adalah tanaman ini dapat dipanen secara
berkelanjutan tergantung dari perawatan yang kita lakukan. Tanaman ini
bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah dengan baik
Tanah Inseptisol
Inseptisol berasal dari bahasa latin inceptum yang berarti mulai.
Perkembangan horizon genetik baru dimulai dalam inceptisol masih dianggap
lebih tua dibandingkan entisol. Secara khas Inceptisol mempunyai epipedon
okerik dan mungkin memiliki horizon diagnosis lainnya, tetapi memperlihatkan
sedikit bukti tentang pencucian dan penimbunan (Foth, 1994).
Inseptisol tersebar luas di Indonesia dengan luas 40.879.687 ha dari total
lahan kering masam di Indonesia yaitu 102.817.113 ha dengan penyebarannya
dominan terdapat di Sumatera (13.412.422 ha), Kalimantan (10.968.100 ha) dan
Papua (9.928.395 ha) sedangkan luasnya di Jawa, Bali dan Sulawesi berturut-turut
adalah 2.124.623 ha, 38.884 ha dan 4.407.263 ha (Mulyani et al, 2009).
Reaksi tanah inseptisol ada yang masam sampai agak masam
(pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8). Kandungan bahan
organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi.
Kandungan bahan organik paling atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah
dengan ratio C/N tergolong rendah (5 - 10) sampai sedang (10 - 18). Kandungan P
potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang.
Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi dari pada K potensial, baik lapisan
atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat tukar diseluruh lapisan
tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbs didominasi ion Mg dan Ca,
dengan kandungan ion K relatif rendah. Tanah Inceptisol didominasi oleh
kandungan liat yang relatif tinggi sehingga fiksasi kalium sangat kuat yang
mengakibatkan konsentrasi kalium pada larutan tanah berkurang. Kapasitas tukar
sampai tinggi. Secara umum disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi
dari rendah sampai tinggi (Damanik et al, 2011).
pH Tanah
Bisaanya tanah-tanah masam umum di jumpai di daerah beriklim basah.
Dalam tanah tersebut konsentrasi ion H+ melebihi konsentrasi ion OH-.
Tanah-tanah ini dapat mengandung Al, Fe dan Mn terlarut dalam jumlah besar.
Asam-asam anorganik dan organik yang dihasilkan oleh penguraian bahan
organik tanah dapat mempengaruhi kemasaman tanah. Respirasi akar tanaman
menghasilkan CO2 yang akan membentuk H2CO3 dalam air. Air merupakan
sumber lain dari sejumlah kecil ion H+
Tanah secara alami dapat menjadi asam oleh curah hujan. Hampir semua
hujan yang turun ke bumi bersifat asam. Air hujan murni sebenarnya adalah air
destilasi, namun begitu turun melalui atmosfir dapat menjadi asam berpH 5,6
karena bereaksi dengan CO
di dalam tanah (Tan, 1998).
2 atmosfir akan menghasilkan ion H+, akibatnya pH
menjadi 5,6. Reaksinya : H2O + CO2 > H2CO3 > H+ + HCO3 <-> 2H+ +
CO3. Tanaman dan mikroorganisme juga menghasilkan CO2 melalui proses
respirasi. Selama periode pertumbuhan aktif akar tanaman dan organism tanah
menghasilkan CO2
Kemasaman di dalam tanah disebabkan ion H dan ion Al yang terdapat di
dalam tanah. Keberadaan H
tanah dan terlarut sehingga pH tanah menjadi lebih masam
(Mukhlis, et al, 2011).
+
di dalam tanah bersumber dari bahan organik tanah
(humus), bahan mineral liat dan mineral oksida, sedangkan Al bersumber dari
polimer Al dan Fe. Polimer Al merupakan penyebab utama kemasaman tanah
(humus), mengandung gugus hidroksil dan karboksil reaktif sebagai asam lemah
yang membebaskan H+. Kandungan bahan organik tanah yang beragam
dipengaruhi oleh factor lingkungan, vegetasi dan tanah. Sehingga sumbangannya
terhadap kemasaman tanah juga beragam (Damanik et al, 2011).
Banyak jenis bahan organik yang dapat mengasamkan tanah, tergantung
kepada tanaman dari bahan organik tersebut berasal. Beberapa tanaman
mengandung sejumlah asam organik. Begitu residunya terdekomposisi, asam
organik secara alami mempengaruhi kemasaman tanah. Beberapa tanaman
mengasamkan secara sederhana, karena rendahnya konsentrasi basa yang
dikandungnya. Jika tanaman tidak mengandung cukup basa untuk mencukupi
keperluan mikrobia, dekomposisi jaringan tanaman tidak hanya mengeluarkan
karbondioksida tetapi juga akan mengambil hara basa, seperti kalsium dan
magnesium (Mukhlis et al, 2011).
Kemasaman tanah sangat mempengaruhi ketersediaan N anorganik,
dimana pada pH rendah aktifitas mikroorganisme untuk mendekomposisi N
organik menjadi terhambat. N anorganik pada tanah mineral masam hasil
dekomposisi lebih banyak terakumulasi dalam bentuk NH4+, karena proses
nitrifikasi membentuk NO3- terhambat pada pH < 5,39 dan akan optimum
ketersediaan N dalam bentuk NO3-
Tanah-tanah di daerah beriklim basah bisaanya mengandung sedikit
mineral Ca dan Mg yang mudah lapuk. Curah hujan yang tinggi menyebabkan Ca
dan Mg hilang (leaching) dari tanah. Tanaman yang menyerap kation dapat
nitrifikasi NH4+
Pada pH rendah P akan banyak terfiksasi oleh kation-kation Al, Fe, dan
Mn. Ketersediaan kation-kation basa yang sangat rendah pada kemasaman yang
tinggi dan tingginya kelarutan kation-kation asam menyebabkan P lebih banyak
terfiksasi oleh kation-kation asam tersebut, serta aktifitas kation basa pada larutan
tanah dan daerah perakaran tanaman akan berkompetisi dengan kation-kation
asam dalam memanfaatkan tapak pertukaran (Barchia, 2009).
dari pupuk, limbah tanaman dan hewan atau bahan organik
(Damanik et al, 2011).
Unsur Hara Nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang sangat penting
dan dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan diserap tanaman
dalam bentuk ion NH4+ (ammonium) dan ion NO
3-Unsur Nitrogen dari dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan
organik dan sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan
ammonium nitrat) dan air hujan (Hanafiah, 2005). Bahan organik mengandung
protein (N organik), selanjutnya dalam dekomposisi bahan organik protein akan
dilapuki oleh jasad-jasad renik menjadi asam-asam amino, kemudian menjadi
ammonium (NH4) dan nitrat (NO3) yang larut di dalam tanah. (nitrat). Ditinjau dari berbagai
hara nitrogen yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini disebabkan jumlah
nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman
dalam bentuk panenan setiap musim cukup banyak. Di samping itu senyawa
nitrogen anorganik sangat mudah larut dan mudah hilang dalam air drainase,
Bakteri yang berperan dalam dekomposisi ini adalah bakteri-bakteri nitrifikasi
(Damanik et al, 2011).
Nitrogen di dalam tanaman dijumpai baik dalam bentuk anorganik
maupun organik, yang berkombinasi dengan C,H, O, dan kadang-kadang dengan
S membentuk asam amino, enzim, asam nukleat, klorofil dan alkaloid. Walaupun
N anorganik terakumulasi dalam bentuk nitrat , akan tetapi bentuk N organik tetap
dominan di dalam tanaman sebagai senyawa protein yang mempunyai berat
molekul tinggi (Winarso, 2005).
Unsur Hara Fosfor
Unsur hara fosfor (P) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian P
di dalam tanah umumnya tidak tersedia untuk tanaman, meskipun jumlah
totalnya lebih besar daripada nitrogen. Sumber utama P di dalam tanah terdiri dari
bentuk organik dan anorganik. P organik tanah contohnya antara lain:
asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolipid, fosfoprotein, inositol fosfat dan
fosfat metabolik. Sementara P anorganik berasal dari kerak bumi, dan hasil
dari pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfor seperti mineral apatit
dan kandungannya mencapai 0,12% P (Damanik et al, 2011).
Di dalam tanah P terdapat dalam berbagai bentuk persenyawaan
yang sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman. Sebagian besar pupuk yang
diberikan kedalam tanah tidak dapat digunakan tanaman karena bereaksi
dengan bahan-bahan tanah lainnya sehingga tidak dapat digunakan tanaman.
Sehingga nilai efisiensi pemupukan P pada umumnya rendah hingga sangat
ortofosfat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion fosfat
sekunder (HPO4-2). Kemasaman tanah (pH) sangat besar pengaruhnya terhadap
perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu semakin masam kadar H2PO4-
makin besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan dengan
HPO4-2. Sebagian besar tanah mempunyai pH dibawah 7, sehingga konsentrasi
H2PO4- lebih dominan dibandingkan dengan HPO4-2. Hal ini merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan tanaman lebih banyak menyerap bentuk H2PO4
-dibandingkan HPO4-2
pH tanah dapat mempengaruhi bentuk-bentuk ion orthofosfat di dalam
tanah. Pada tanah masam bentuk ion H
. Bentuk-bentuk P yang lain juga ada yang diserap tanaman
akan tetapi jumlahnya sangat sedikit (Winarso, 2005).
2PO4- dijumpai lebih dominan sedangkan
pada tanah agak basa dan basa dijumpai bentuk ion HPO4-2 dan PO43-. Perubahan
bentuk ion fosfat berdasarkan keadaan pH tanah diperlihatkan melalui reaksi
berikut : H2PO4- H2O + HPO42- H2O + PO4
3-(Damanik et al, 2011).
Fosfat dalam tanaman dapat memisahkan diri sebagai H2PO4 dari organik
fosfat. Beberapa dari H2PO4 merupakan eksudat akar-akar tanaman. Fosfat juga
diproduksi oleh bakteri dan organism lain. Enzim fosfatase menghidrolisa fosfor
organik dari sisa-sisa bahan yang sudah mati yang membuatnya tersedia bagi
tanaman. Beberapa enzim yang lain juga aktif melakukan dekomposisi molekul
organik yang mengandung fosfat atau mineral fosfat. Sebagian besar fosfat yang
mengandung sebanyak setengah atau lebih dari fosfor tanah yang larut
(Yulipriyanto, 2010).
Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah
melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik dan CO2. Asam-asam
organik seperti asam malonat, tartarat, humat, fulvik akan menghasilkan anion
organik. Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan
Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa komplek yang
bersifat sukar larut. Dengan pengikatan Al, Fe dan Ca ini, maka ion-ion akan
bebas dari pengikatan logam tersebut sehingga tersedia di dalam larutan tanah
(Damanik et al, 2011).
Unsur Hara Kalium
Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak setelah nitrogen dan fosfor. Kadar kalium total di dalam
tanah pada umumnya cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2,6% dari total
berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Pemupukan
hara nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium
dari dalam tanah, ditambah lagi pencucian dan erosi menyebabkan kehilangan
kalium semakin besar (Damanik et al, 2011).
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Tidak seperti halnya
dengan N dan P, unsur K di dalam tanaman tidak dalam bentuk senyawa organik.
Kalium sangat vital dalam proses fotosintesis. Apabila K defisiensi maka proses
fotosintesis akan turun, akan tetapi respirasi tanaman akan meningkat. Kejadian ii
akan menyebabkan banyak karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman tersebut
pembentukan bagian-bagian tanaman akan berkurang akhirnya pertumbuhan dan
produksi tanaman berkurang (Winarso, 2005).
Jumlah kalium total dalam tanah cukup besar, tetapi ketersediannya bagi
pertumbuhan tanaman sangat sedikit. Sebagian besar kalium ditahan oleh struktur
mineral, atau di dalam lapisan mineral liat, dan tersedia sangat lambat.
Pembebasan K dari mineral bisaanya tidak cukup bagi tanaman. Ketersediaan K
tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pH namun demikian serapan oleh tanaman
dapat dibatasi bila kelembabannya tidak cukup. Bila K dapat digunakan dalam
jumlah besar oleh tanaman maka harus ada penggantian K dalam tanah dengan
memberinya pupuk organik ataupun anorganik (Yulipriyanto,2010).
Kehilangan kalium dari tanah dapat terjadi dengan beberapa cara seperti:
terangkut tanaman bersama pemanenan, tercuci, tererosi dan terfiksasi.
Kehilangan kalium akibat tercuci merupakan kehilangan yang terbesar. Jumlah
kalium yang hiang bersama air atau tercuci adalah sangat besar, dan kehilangan
ini dapat mencapai 25 kg per hektar per tahun, bahkan bisa lebih besar. Besarnya
kalium akibat tercuci ini sangat tergantung pada faktor tanah seperti: tekstur
tanah, kapasitas tukar kation, pH tanah dan jenis tanah (Damanik et al, 2011).
Unsur Hara Kalsium
Kalsium dan magnesium adalah unsur hara makro sekunder yang juga
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Kedua unsur ini sering diaplikasikan
ke dalam tanah dalam bentuk kapur, terutama pada tanah yang bereaksi masam
untuk menaikkan pH tanah. Kedua unsur ini mempunyai perilaku dan sifat yang
hampir sama, dan merupakan kation-kation utama pada kompleks perukaran
Ketersediaan Ca dan Mg terkait dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan
persen kejenuhan basa-basa (Ca, Mg, K dan Na). Kejenuhan basa yang rendah
mencerminkan ketersediaan Ca dan Mg yang rendah. Jika dibandingkan,
keterikatan Mg pada situs pertukaran kation lebih lemah dibandingkan Ca,
sehingga umumnya kadar Ca tanah lebih tinggi dibanding Mg. Oleh karena itu,
kehilangan lewat pelindian dan defisiensi Mg lebih sering menjadi masalah.
Defisiensi Ca umumnya dijumpai pada kondisi sangat masam dengan kejenuhan
Ca rendah (Hanafiah, 2005).
Kalsium diserap tanaman sebagai bentuk kation Ca2+. Ion kalsium diambil
tanaman dapat berasal dari larutan tanah dan dipermukaan liat (bentuk dapat
ditukar) melalui intersepsi akar atau kontak pertukaran. Berdasarkan penelitian
kadar Ca2+ dalam larutan tanah sekitar 15 ppm cukup untuk pertumbuhan tanaman
jagung dengan produksi tinggi, sedangkan untuk media tumbuh tanaman berupa
larutan biasanya dibutuhkan konsentrasi sekitar 100 hingga 300 ppm. Kadar Ca2+
Kapasitas tanah untuk mensuplai Ca untuk tanaman tergantung pada KTK
tanah, kejenuhan Ca pada KTK, dan koefisien kation-kation yang dapat
dipertukarkan. Perubahan dari kondisi yang cukup tersedia ke defisiensi terjadi
pada saat sistem tanah kehilangan dari Ca yang disebabkan oleh terjadinya deplesi
dari sumber Ca. Tanah mineral masam dengan kapasitas pertukaran kation yang
rendah mengandung tidak cukup Ca untuk pertumbuhan tanaman
(Barchia, 2009).
dalam larutan tanah pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi biasanya
Unsur Hara Magnesium
Magnesium diserap tanaman dalam bentuk kation Mg2+
Ketersediaan Mg untuk pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat
ketersediaan Mg yang dapat dipertukarkan dan konsentrasi Mg dalam larutan
tanah yang dapat ditransportasikan ke akar tanaman melalui aliran massa. Saat pH
turun, akan terjadi penurunan dari Mg yang ada di tapak pertukaran karena adanya
reduksi muatan negatif tergantung pH, Mg akan tersedia pada larutan tanah dan
selanjutnya akan mudah hilang melalui pencucian. Kation Mg adalah kompetitor
yang buruk dibanding Al dan Ca pada tapak pertukaran sehingga akan mudah
hilang dari lapisan olah tanah sebagai akibat dari pemasaman tanah
(Barchia, 2009).
. Sebagian besar
Mg tersebut diambil tanaman dari larutan tanah melalui aliran massa, sedangkan
melalui intersepsi sangat sedikit. Jumlah Mg yang diserap tanaman lebih sedikit
dibandingkan Ca atau K. Konsentrasi Mg dalam media larutan tanaman bisaanya
sangat sesuai pada variasi antara 30 hingga 100 ppm (Winarso, 2005).
Seperti halnya Ca di dalam tanah Mg terdapat di larutan tanah dan dalam
kesetimbangan dengan tapak-tapak jerapan tanah, sehingga dapat saling
dipertukarkan. Biasanya kadar Mg lebih rendah dibandingkan dengan Ca, hal ini
disebabkan Mg lebih lemah diikat oleh tapak-tapak jerapan dibandingkan dengan
Ca sehingga lebih peka terhadap pencucian. Serapan Mg berkurang pada
tanah-tanah yang sangat masam, karena tingginya Almunium dapat ditukar. Tanah-tanah-tanah
yang mempunyai persen kejenuhan Al sekitar 65 hingga 70% sudah sering
Keadaan tanah yang dilewati oleh air hujan, dapat menyebabkan
tercucinya kation-kation basa seperti Ca dan Mg. Kation basa yang hilang tersebut
kedudukannya di tapak jerapan akan digantikan oleh kation-kation masam seperti
Al, H dan Mn. Oleh karena itu tanah-tanah yang terbentuk pada lahan dengan
curah hujan tinggi bisaanya lebih masam dibandingkan pada tanah-tanah pada
lahan kering atau arid (Winarso, 2005).
Hubungan Pembukaan Lahan dan Posisi Lahan Terhadap Status Hara
Tanah
Tanah yang subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, menggunakan
teknik pengelolaan dan jenis tanaman yang sesuai. Pengelolaan tanah yang tidak
tepat dapat menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah, sehingga mencapai
suatu kondisi dimana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak
diperlukan agar diperoleh pertumbuhan dan perkembangan tanah yang optimum.
(Damanik et al, 2011).
Pembukaan lahan dengan cara teknik tanpa bakar dilakuan dengan
menebang vegetasi yang tidak diinginkan kemudian ditumpuk dan dibiarkan
terdekomposisi secara alami tanpa ada kegiatan pembakaran, sehingga dapat
mempertahankan struktur dan kesuburan tanah serta dapat menjaga kelestarian
lingkungan (Onrizal, 2005). Hasil penelitian dari Rahmawati (2007) dampak dari
pembukaan lahan pada kawasan hutan menyebabkan terjadinya peningkatan Bulk
Density, serta penurunan permeabilitas, porositas dan kadar air. Pada sifat kimia
tanah terjadi penurunan nilai C-Organik tanah, N-total, P-tersedia, K-tersedia dan
disebabkan oleh semakin menurunnya kandungan bahan organik dalam tanah
yang diakibatkan oleh adanya leaching (pencucian) akibat penebangan.
Pada lahan dengan curah hujan tinggi umumnya kemasaman meningkat
sesuai dengan kedalaman lapisan tanah, sehingga kehilangan top soil oleh erosi
dapat menyebabkan lapisan olah tanah menjadi lebih masam. Hal ini disebabkan
oleh lapisan olah tanah didominasi oleh subsoil dibandingkan oleh topsoil, karena
top soil banyak yang hilang. Walaupun demikian ada daerah yang mempunyai
subsoil dengan pH lebih tinggi dibandingkan topsoilnya (Winarso, 2005).
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain dari memperbesar
jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan
aliran permukaan. Semakin miringnya lereng maka jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak
(Arsyad, 2010). Sedangkan semakin panjang lereng, maka kecepatan aliran
permukaan akan makin besar dan kuat sehingga terkikisnya tanahpun makin besar
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya
lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta
berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Kerusakan
yang dialami pada tanah tempat terjadi erosi berupa kemunduran sifat-sifat kimia
dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan
meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten baru yang
terbentuk pada tahun 2003 yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Dairi
di Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis, kabupaten Pakpak Bharat terletak
diantara koordinat 02°15’49” - 02°47’08” LU dan 98°4’12” - 98°28’01” BT.
Batas administrasi Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi
- Sebelah Timur berbatasan denganKabupaten Toba Samosir
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten
Humbang Hasundutan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kota
Subulussalam Provinsi Aceh.
Luas Kabupaten Pakpak Bharat adalah 135.610 Ha, yang terdiri dari 8
kecamatan (52 desa) yakni Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan
SitelluTali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan
Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut dan Kecamatan
Pagindar.
Pada umumnya Kabupaten Pakpak Bharat berada pada ketinggian rata-rata
antara 250-1.400 meter di atas permukaan laut. Dilihat dari kemiringan lerengnya,
Kabupaten Pakpak Bharat memiliki keadaan lereng yang bervariasi yaitu mulai
dari datar, berombak, bergelombang, curam hingga terjal. Suhu udara rata-rata
berkisar antara 18o sampai 28oC dengan curah hujan sekitar 3161 mm/tahun..
Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebanyak 40.884 jiwa pada tahun 2011, yang
terdiri dari 20.676 jiwa penduduk laki-laki dan 20.208 jiwa penduduk perempuan .
Daerah kabupaten Pakpak Bharat tergolong daerah agraris dimana sektor
pertanian lebih dominan dari sektor lainnya, oleh karenanya kabupaten Pakpak
Bharat meningkatkan potensi sektor pertanian terutama gambir dan kemenyan
sebagai pilar perekonomiannya. Daerah ini juga punya potensi kopi Arabica,
karet, kelapa sawit dan kayu manis. Sektor pertanian ini mendominasi struktur
PDRB paling besar di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu sebesar 63,16 persen