KAJIAN FITOREMEDIASI KROMIUM DALAM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT
Muhammad Sholeh*, Gresy Griyanitasari
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik
*E-mail: muhammad-sholeh@kemenperin.go.id
ABSTRAK
Kromium merupakan logam berat yang banyak digunakan di industri penyamakan kulit. Kontaminasi krom
menyebabkan banyak masalah lingkungan, oleh karena itu remediasi logam ini sangat perlu dilakukan.
Fitoremediasi menjadi salah satu solusi efektif teknologi yang digunakan untuk mengurangi kadar krom dari
tanah dan air yang terkontaminasi. Kajian ini merangkum dan mendiskusikan
state of the art
penelitian
fitoremediasi krom dalam limbah industri penyamakan kulit.
PHYTOREMEDIATION OF CHROMIUM IN TANNERY WASTE:
A REVIEW
Muhammad Sholeh*, Gresy Griyanitasari
Center for Leather, Rubber and Plastics
*E-mail: muhammad-sholeh@kemenperin.go.id
ABSTRACT
Chromium is the most important heavy metal used in tannery. Contamination of chromium causing many
environmental problems, therefore their remediation is crucial. Phytoremediation is an effective
technological solution used to remove chromium from contaminated soil and water. This review summarizes
and discusses the state of the art of research on phytoremediation of chromium in tannery waste.
PENDAHULUAN
Industri penyamakan kulit memproses kulit mentah menjadi kulit jadi. Proses penyamakan menggunakan
berbagai bahan kimia mulai dari asam, garam, logam berat, surfaktan, dan lain-lain sehingga berpotensi
menghasilkan limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Zhang et al., 2010; Liu et al., 2013; Hartanti
et al., 2014; Kalidhasan et al., 2016; Prayitno & Sholeh, 2014). Kromium (Cr) merupakan bahan penyamak
yang paling populer karena mampu menghasilkan kulit tersamak dengan sifat fisis yang lebih unggul
dibandingkan bahan penyamak lain. Kromium yang digunakan pada proses penyamakan tidak seluruhnya
dapat terserap ke dalam kulit sehingga terdapat sisa Cr yang terbuang dan dapat mencemari lingkungan
(Bertani et al., 2016).
Kromium memiliki sifat berbahaya, sehingga kontaminasinya dalam air menjadi masalah di berbagai
belahan dunia (Zhang et al., 2010). Dalam fase cair, umumnya Cr berada dalam dua spesiasi, yaitu kromium
trivalen, seperti Cr
3+atau Cr(OH)
2+, dan kromium heksavalen, seperti HCrO4
−, CrO4
2−atau Cr2O7
2−(Zhang
et
al., 2010;
Němeček
et al., 2016). Kromium heksavalen lebih berbahaya (Liu
et al., 2013) karena bersifat
racun, karsinogenik, mutagenik (Zhang et al., 2010), dan sangat merusak lingkungan (Tangahu et al., 2011;
Chen et al., 2014) sehingga World Health Organization (WHO) merekomendasikan batas Cr(VI) pada limbah
cair sebesar 0,05 mg/l (Zhang et al., 2010), meskipun setiap negara memiliki peraturan tersendiri mengenai
batasan tersebut.
Terdapat banyak metode untuk mengurangi kadar krom dalam limbah, diantaranya adalah dengan adsorpsi
(Reddy et al., 2014; Werkneh et al., 2014; Supraptiningsih et al., 2006), destruksi kimia (Wiryodiningrat
et
al., 2007), flokulasi (Sugihartono, 2016); elektrokoagulasi (Benhadji et al., 2011), ultrasound (Farooq et al.,
2013), dan remediasi (Ramesh Kannan et al., 2009).
FITOREMEDIASI
Kepedulian para peneliti tentang ancaman ekologi yang disebabkan oleh logam berat menghasilkan banyak
penelitian terkait remediasi. Akan tetapi, metode yang telah dilakukan untuk memulihkan lingkungan dari
logam berat cenderung berbiaya tinggi, sehingga tidak memberikan hasil yang optimal (Tangahu
et al.,
2011), dan tidak mudah untuk dilakukan. Remediasi logam berat yang mengkontaminasi tanah secara
tradisional dilakukan dengan penggalian dan pembuangan ke tempat pembuangan akhir yang hanya
memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain, mahal, dan menghasilkan residu yang
membutuhkan perlakuan lebih lanjut (Tangahu et al., 2011).
Gambar 1. Klasifikasi strategi remediasi logam berat (Ullah et al., 2015)
Diantara berbagai klasifikasi strategi remediasi logam berat, fitoremediasi merupakan teknologi yang ramah
lingkungan dibandingkan dengan metode lain yang melibatkan bahan kimia (Baldantoni
et al., 2014).
Fitoremediasi adalah teknologi yang memanfaatkan tumbuhan untuk memitigasi, mentransfer,
menstabilisasi atau mendegradasi polutan yang ada dalam tanah, sedimen, dan air (Tangahu et al., 2011;
Ojoawo et al., 2015). Teknologi fitoremediasi dapat dibagi menjadi beberapa macam yang masing-masing
mempunyai mekanisme yang berbeda dalam meremediasi tanah, sedimen, atau air yang terkontaminasi
logam berat (Sarma, 2011; Ullah et al., 2015; Tangahu et al., 2011) yaitu:
-
Rhizodegradasi, degradasi xenobiotik organik dibantu oleh mikroorganisme rhizopheric
-
Fitoekstraksi, logam diabsorpsi tanaman melalui akar, sedangkan hiperakumulator digunakan untuk
mengekstraksi logam dari tempat yang terkontaminasi
-
Fitovolatilisasi, tanaman digunakan untuk ekstraksi logam dan dilepaskan ke atmosfer melalui
volatilisasi.
-
Fitotransformasi, perpindahan kontaminan yang beracun menjadi kurang beracun
-
Fitodegradasi, degradasi oleh enzim tanaman
-
Fitostabilisasi, akar tanaman dan interaksi mikrobia dan menghentikan kontaminan organik dan
anorganik dengan cara mengikatnya menjadi partikel tanah sehingga migrasi kontaminan terbatas
-
Fitofiltrasi, menggunakan tanaman dari air yang terkontaminasi untuk mengabsorpsi polutan
Strategi Remediasi
Pendekatan Fisikokimia
Penggalian
Pembuangan akhir
Panas
Pencucian
Elektro Reklamasi
Pendekatan Biologis
Remediasi Mikrobial
Bakteri
Jamur
Ganggang Fitoremediasi
FITOREMEDIASI LIMBAH PENYAMAKAN KULIT
Penelitian tentang fitoremediasi limbah krom pada industri penyamakan kulit telah banyak dilakukan.
Rangkuman terkait tanaman yang digunakan, media tanam, durasi, dan kadar krom dalam media terlihat
pada Tabel 1.
Krom dalam media terserap ke dalam tubuh tumbuhan pada berbagai bagian. Bareen & Tahira (2011)
mendapatkan hasil bahwa S. fruticosa mempunyai kemampuan mengakumulasi Cr terbesar pada daunnya
diikuti akar dan batang. Untuk meningkatkan kemampuan remediasi, pada tanah ditambahkan sedikit
EDTA. Namun bila penambahan EDTA terlalu besar ada resiko leaching krom. Patel & Patra (2015)
melaporkan hasil yang berbeda untuk
Pelargonium graveolens L’Hér.
Tanaman ini mengakumulasi krom
terbesar pada akar yang diikuti daun dan batang. Minyak yang dihasilkan P
graveolens tidak terdeteksi
adanya logam krom. Akumulasi lebih tinggi di akar dimungkinkan karena imobilisasi logam berat di sel-sel
akar, sehingga berkurangnya efek racun, yang mungkin disebabkan oleh respon toksisitas alami tanaman
(Patel & Patra, 2014). Kecenderungan yang sama ditunjukkan pada tanaman Hyptis suaveolens ((Sivakumar,
Kanagappan, & Das, 2016).
Tabel 1. Penelitian tentang fitoremediasi krom dalam limbah penyamakan kulit
No Referensi Tanaman Media Durasi
S. fruticosa Tanah terkontaminasi limbah cair penyamakan
Populus x canescens Sm Limbah padat penyamakan kulit
4 (Dotro et al., 2012) Typha latifolia Pilot-scale wetlands 6 bulan 0,08-5,9 mg/L
8 (Hartanti et al., 2014) Eichornia Crassipes Limbah cair penyamakan kulit
Cymbopogon martinii Tanah dicampur lumpur penyamakan kulit
No Referensi Tanaman Media Durasi
Konsentrasi krom dalam
media
11 (Patel & Patra, 2014) Tagetes minuta Tanah dicampur lumpur penyamakan kulit
90 hari 30512 ppm
12 (Patel & Patra, 2015) Pelargonium graveolens
L’Hér
Tanah dicampur lumpur penyamakan kulit
90 hari 30512 ppm
13 Putri et al., 2014 Eichhornia crassipes solm, Heteranthera
14 (Singh & Sinha, 2005) Brassica juncea (L.) Czern.
Trichoderma species Limbah cair terolah industri penyamakan kulit.
5 hari 4-10 ppm (Cr6+)
16 (Darmawan, 2012) Chinesse kale, pak choy green 18 (Prayitno & Sholeh,
2014)
Equisetum hyemale Limbah cair terolah industri penyamakan
No Referensi Tanaman Media Durasi
Konsentrasi krom dalam
media
25 (Mandi, Tiglyene, & Jaouad, 2009)
Phragmites australis Tanah terkontaminasi limbah cair penyamakan
27 (R. Gupta, 2014) Amaranthus spinosus, Cannabis sativa, Cassia
Pistia stratiotes Limbah cair industri penyamakan kulit.
15 hari 1232 ppm
Manikandan et al. (2016) mendapatkan hasil fitoremediasi krom pada Acacia auriculiformis mengakumulasi
krom lebih tinggi baik di akar maupun batang, Dalbergia sisso dan T. populnea mengakumulasi krom lebih
banyak di akar, dan A. indica, A. richardiana, dan A. lebbeck mengakumulasi krom pada batang.
Darmawan (2012) melaporkan bahwa akumulasi krom di bagian perakaran tanaman lebih besar
dibandingkan di bagian tajuk tanaman sawi. Kandungan krom dalam jaringan tanaman sawi bagian tajuk
yang lazim dikonsumsi melebihi ambang batas konsumsi harian manusia yang ditetapkan yaitu sebesar
0,035 mg/kg per hari.
Tanaman yang berbeda memiliki kemampuan tersendiri dalam mengakumulasi krom.
Chrysanthemum
coronarium dan Tagetes erecta menunjukkan kemampuan mengakumulasi Cr yang lebih baik dibandingkan
tanaman berbunga yang lainnya. Tanaman
V. zizanoides, C. coronarium, and C. winterianus cocok untuk
fitoremediasi daerah terkontaminasi dan digunakan untuk fitostabilisasi (Sinha
et al., 2013). Level
akumulasi krom mengikuti order C. procera > S. acuta > R. communis > C. Fistula (Gupta & Sinha, 2007).
Tumbuhan tertentu memiliki mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi media mengandung logam
berat seperti krom. Toleransi yang ditunjukkan oleh tanaman dari
B. juncea terhadap krom dalam media
dapat dikaitkan dengan tingkat peningkatan antioksidan diinduksi dalam kondisi stres (Singh & Sinha,
2005). Tanaman
T. angustifolia mengambil Cr dengan menggunakan absorpsi lapisan permukaan dan
transportasi, dan mengurangi stres yang terkait dengan penyerapan Cr(VI) dengan cara penebalan dinding
sel atau sekresi zat kimia.(Chen et al., 2014). Hasil penelitian Zemleduch-Barylska & Lorenc-Plucinska (2015)
menunjukkan bahwa intensifikasi serapan, metabolisme nitrogen dan kemungkinan perubahan komposisi
dinding sel kemungkinan menjadi faktor utama yang memungkinkan tanaman Populus x canescens tumbuh
pada limbah industri penyamakan kulit.
Logam berat dalam media yang berupa lumpur industri penyamakan kulit mengakibatkan peningkatan stres
oksidatif di tanaman yang mengakibatkan peningkatan superoksida dismutase, katalase, peroksidase, prolin
dan melondialdehida di semua rasio dari lumpur dan tanah dibandingkan dengan kontrol. Pada 100%
lumpur tanpa tanah aktivitas antioksidan menurun yang menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi logam
berat mengganggu fungsi penangkapan oksigen (Patel & Patra, 2015).
Trichoderma dapat menyerap Cr dengan baik karena biosorpsi logam dari limbah cair terjadi berdasarkan
interaksi fisika/kimia antara biomassa dan logam dalam limbah cair, perbedaan morfologi yang terjadi
antara biomassa dapat mempengaruhi proses biosorpsi. Trichoderma merupakan biosorben yang murah
dalam menghilangkan Cr(VI) dalam limbah cair industri (Vankar, 2008).
Putri,
et al.
(2014) memanfaatkan tanaman eceng-ecengan (Ponteridaceae) sebagai agen fitoremediasi
limbah krom penyamakan kulit. Tanaman eceng-ecengan memiliki mekanisme sistem kerja fitoremediasi
yang bersifat rizofiltrasi dan fitoekstraksi. Pandey
et al. (2015) melaporkan bahwa lumpur industri
penyamakan kulit meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya hasil minyak
esensial, herba, dan bahan kering dari tanaman palmarosa yang ditanam pada media yang mengandung
lumpur. Hasil ini memperlihatkan bahwa tanaman palmarosa dapat dipakai sebagai fitostabilisator logam
berat pada lumpur industri penyamakan kulit.
Mikroorganisme dengan tanaman dapat bersinergi dalam mengakumulasikan logam berat.
Pseudomonas
monteilii PsF84 dan
Pseudomonas plecoglossicida PsF610 yang diinokulasikan di tumbuhan
geranium
beraroma mawar (Pelargonium graveolens cv. bourbon) dapat meningkatkan pengambilan krom dari media
tanah yang dicampur lumpur penyamakan kulit (Dharni et al., 2014).
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN FITOREMEDIASI
Dalam melakukan fitoremediasi, perlu diperhatikan pemilihan tanaman yang digunakan, kriteria yang
penting antara lain adalah tingkat ketahanan terhadap logam berat, tingkat pertumbuhan dan tingginya
biomasa yang dihasilkan, ketahanan terhadap air yang banyak, ketersediaan, ketahanan terhadap pH dan
salinitas, serta karakteristik akar dan kedalaman area akar. Terdapat beberapa faktor yang dapat
memengaruhi penyerapan logam berat oleh tanaman, yaitu spesies tanaman, sifat media yang digunakan,
penambahan chelating agent, area akar, dan serapan vegetatif (Ullah et al., 2015).
Adapun kelemahan fitoremediasi yaitu perlunya waktu yang cukup lama untuk menghilangkan polutan
pada suatu area terkadang sampai beberapa musim tanam. Kelemahan lain yaitu jumlah biomassa yang
dihasilkan perlu penanganan khusus karena mengandung polutan, kedalaman akar yang terbatas tidak
mampu menjangkau polutan yang masuk terlalu dalam ke tanah, kimia tanah, konsentrasi kontaminan,
kondisi iklim tingkat kontaminasi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, (Tangahu et al., 2011).
KESIMPULAN
Pengambilan krom oleh tanaman menggunakan teknologi fitoremediasi menjadi cara yang menarik untuk
memulihkan lingkungan yang terkontaminasi krom dari penyamakan kulit. Cara ini memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan dengan teknologi konvensional lainnya yang umum digunakan. Beberapa faktor
harus dipertimbangkan untuk mencapai hasil remediasi yang tinggi. Faktor pentingnya adalah spesies
tanaman yang cocok yang dapat digunakan untuk serapan krom.
DAFTAR PUSTAKA
Akter, S., Afrin, R., Mia, M. Y., & Hossen, M. Z. (2014). Phytoremediation of Chromium (Cr) from Tannery Effluent by Using Water Lettuce (Pistia stratiotes). ASA University Review2, 8(2), 149–156.
Ashokkumar, B., Jothiramalingam, S., Thiyagarajan, S. K., Hidhayathullakhan, T., & Nalini, R. (2014). Phytoremediation Of Tannery Polluted Soil Using Eclipta Alba (Karisalankanni). International Journal of Current Research in Chemistry and Pharmaceutical Sciences, 1(3), 1–5.
Baldantoni, D., Cicatelli, A., Bellino, A., & Castiglione, S. (2014). Different behaviours in phytoremediation capacity of two heavy metal tolerant poplar clones in relation to iron and other trace elements. Journal of Environmental Management, 146, 94–99. http://doi.org/10.1016/j.jenvman.2014.07.045
Bareen, F. e., & Tahira, S. A. (2011). Metal accumulation potential of wild plants in tannery effluent contaminated soil of Kasur, Pakistan: Field trials for toxic metal cleanup using Suaeda fruticosa. Journal of Hazardous Materials, 186(1), 443–450. http://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2010.11.022
Benhadji, A., Taleb Ahmed, M., & Maachi, R. (2011). Electrocoagulation and effect of cathode materials on the removal of pollutants from tannery wastewater of Rouiba. Desalination, 277(1-3), 128–134.
http://doi.org/10.1016/j.desal.2011.04.014
Bertani, R., Biasin, A., Canu, P., Della Zassa, M., Refosco, D., Simionato, F., & Zerlottin, M. (2016). Self-heating of dried industrial tannery wastewater sludge induced by pyrophoric iron sulfides formation. Journal of Hazardous Materials, 305, 105–114. http://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2015.11.038
Chen, J., Wang, K., Chen, H., Lu, C., Huang, L., Li, H., … Chang, S. (2010). Phytoremediation of Cr (III) by Ipomonea aquatica (water spinach) from water in the presence of EDTA and chloride : Effects of Cr speciation. Bioresource Technology, 101, 3033–3039. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2009.12.041
Chen, Y. L., Hong, X. Q., He, H., Luo, H. W., Qian, T. T., Li, R. Z., … Yu, H. Q. (2014). Biosorption of Cr (VI) by Typha angustifolia: Mechanism and responses to heavy metal stress. Bioresource Technology, 160, 89–92. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2014.01.022
Darmawan, A. R. B. (2012). Pengaruh penggunaan lumpur limbah industri penyamakan kulit terhadap penyerapan krom pada tanaman sawi. Majalah Kulit Karet Dan Plastik, 28(2), 69–78.
http://doi.org/http://dx.doi.org/10.20543/mkkp.v28i2.107
Dotro, G., Castro, S., Tujchneider, O., Piovano, N., Paris, M., Faggi, A., … Fitch, M. (2012). Performance of pilot-scale constructed wetlands for secondary treatment of chromium-bearing tannery wastewaters. Journal of Hazardous Materials, 239-240, 142–151. http://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2012.08.050
Farooq, R., Durrani, M., Ahmed, Z., Gilani, M. A., Mahmood, Q., Shaukat, S. F., … Yaquob, A. (2013). Treatment of
tanneries waste water by ultrasound assisted electrolysis process. J. Chem. Soc. Pak., 35(3), 599–603.
Giachetti, G., & Sebastiani, L. (2006). Metal accumulation in poplar plant grown with industrial wastes. Chemosphere, 64(3), 446–454. http://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2005.11.021
Girdhar, M., Singh, S., Rasool, H. I., Srivastava, V., & Mohan, A. (2014). Evaluating Different Weeds for
Phytoremediation Potential Available in Tannery Polluted Area by Conducting Pot and hydroponic experiment. Current World Environment, 9(1), 156–167.
Gupta, A. K., & Sinha, S. (2006). Chemical fractionation and heavy metal accumulation in the plant of Sesamum indicum (L.) var. T55 grown on soil amended with tannery sludge: Selection of single extractants. Chemosphere, 64(1), 161–173. http://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2005.10.016
Gupta, A. K., & Sinha, S. (2007). Phytoextraction capacity of the plants growing on tannery sludge dumping sites. Bioresource Technology, 98(9), 1788–1794. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2006.06.028
Gupta, R. (2014). Evaluation of heavy metal Phytoremediation potential of plants Inhabiting tannery polluted soils (Thesis).
Hartanti, P. I., Tunggul, A., Haji, S., Wirosoedarmo, R., & Sumberdaya, J. (2014). Pengaruh kerapatan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap penurunan logam chromium pada limbah cair penyamakan kulit. Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 31–37.
Kalidhasan, S., Santhana Krishna Kumar, A., Rajesh, V., & Rajesh, N. (2016). The journey traversed in the remediation of hexavalent chromium and the road ahead toward greener alternatives-A Perspective. Coordination Chemistry Reviews, 317, 157–166. http://doi.org/10.1016/j.ccr.2016.03.004
Kumar, N., Bauddh, K., Dwivedi, N., Barman, S. C., & Singh, D. P. (2012). Accumulation of metals in selected macrophytes grown in mixture of drain water and tannery effluent and their phytoremediation potential. J. Environ. Biol., 33, 923–927.
Liu, Y. Q., Liu, Y. G., Hu, X. J., & Guo, Y. M. (2013). Adsorption of Cr(VI) by modified chitosan from heavy-metal polluted water of Xiangjiang River, China. Transactions of Nonferrous Metals Society of China (English Edition), 23(10), 3095–3103. http://doi.org/10.1016/S1003-6326(13)62839-3
Mandi, L., Tiglyene, S., & Jaouad, A. (2009). Depuration of tannery effluent by phytoremediation and infiltration percolation under arid climate. Options Mediterraneennes, 88, 199–205.
Manikandan, M., Kannan, V., Mahalingam, K., Vimala, A., & Chun, S. (2016). Phytoremediation potential of chromium-containing tannery effluent-contaminated soil by native Indian timber-yielding tree species. Preparative Biochemistry and Biotechnology, 46(1), 100–108.
Mant, C., Costa, S., Williams, J., & Tambourgi, E. (2006). Phytoremediation of chromium by model constructed wetland. Bioresource Technology, 97(15), 1767–1772. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2005.09.010
Němeček, J., Pokorný, P., Lhotský, O., Knytl, V., Najmanová, P., Steinová, J., … Cajthaml, T. (2016). Combined nano -biotechnology for in-situ remediation of mixed contamination of groundwater by hexavalent chromium and chlorinated solvents. The Science of the Total Environment, 563, 822–834.
http://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2016.01.019
Ojoawo, S. O., Udayakumar, G., & Naik, P. (2015). ScienceDirect ScienceDirect Phytoremediation of Phosphorus and nitrogen with Canna x generalis Reeds in Domestic Wastewater through NMAMIT Constructed Wetland. Aquatic Procedia, 4(4), 349–356. http://doi.org/10.1016/j.aqpro.2015.02.047
Pandey, J., Chand, S., Pandey, S., Rajkumari, & Patra, D. D. (2015). Palmarosa [Cymbopogon martinii (Roxb.) Wats.] as a putative crop for phytoremediation, in tannery sludge polluted soil. Ecotoxicology and Environmental Safety, 122, 296–302. http://doi.org/10.1016/j.ecoenv.2015.08.005
Patel, A., & Patra, D. D. (2014). Influence of heavy metal rich tannery sludge on soil enzymes vis-a-vis growth of Tagetes minuta, an essential oil bearing crop. Chemosphere, 112, 323–332.
http://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2014.04.063
Prayitno, P., & Sholeh, M. (2014). Peningkatan kualitas air limbah terolah industri penyamakah kulit menggunakan taman tanaman air dengan tumbuhan bambu air. Majalah Kulit, Karet, Dan Plastik, 30(1), 23–28.
http://doi.org/10.20543/mkkp.v30i1.120
Ramesh Kannan, P., Deepa, S., Yasothai, S., Kanth, S. V., Raghava Rao, J., & Chandrasekaran, B. (2009).
Phytoremediation of tannery wastewater treated lands : part II : Using harvested Salicornia brachiata plants for
the preservation of sheepskins. J. Soc. Leather Technol. Chem., 93(September), 240–244.
Reddy, N. A., Lakshmipathy, R., & Sarada, N. C. (2014). Application of Citrullus lanatus rind as biosorbent for removal of trivalent chromium from aqueous solution. Alexandria Engineering Journal, 53(4), 969–975.
http://doi.org/10.1016/j.aej.2014.07.006
Sakthivel, V., & Vivekanandan, M. (2009). Reclamation of Tannery Polluted Soil through Phytoremediation. Physiol. Mon. Biol. Plants., 15(2), 175–180.
Singh, S., & Sinha, S. (2005). Accumulation of metals and its effects in Brassica juncea (L.) Czern. (cv. Rohini) grown on various amendments of tannery waste. Ecotoxicology and Environmental Safety, 62(1), 118–127.
http://doi.org/10.1016/j.ecoenv.2004.12.026
Sinha, S., Mishra, R. K., Sinam, G., Mallick, S., & Gupta, a. K. (2013). Comparative Evaluation of Metal
Phytoremediation Potential of Trees, Grasses, and Flowering Plants from Tannery-Wastewater-Contaminated Soil in Relation with Physicochemical Properties. Soil and Sediment Contamination: An International Journal, 22(8), 958–983. http://doi.org/10.1080/15320383.2013.770437
Sivakumar, P., Kanagappan, M., & Das, S. S. M. (2016). Phytoremediation of Tannery Waste Polluted Soil using Hyptis suaveolens (Lamiaceae). Int. J. Pure App. Biosci., 4(1), 265–272.
Sugihartono, S. (2016). Pemisahan krom pada limbah cair industri penyamakan kulit menggunakan gelatin dan flokulan anorganik. Majalah Kulit, Karet, Dan Plastik, 32(1), 21–30.
Supraptiningsih, S., Suraswati, A., & Sholeh, M. (2006). Penggunaan zeolit alam untuk mengurangi kandungan krom dan nh4+ dalam air limbah penyamakan kulit. Majalah Kulit, Karet, Dan Plastik, 22(1), 16–19.
http://doi.org/10.20543/mkkp.v22i1.329
Tangahu, B. V., Sheikh Abdullah, S. R., Basri, H., Idris, M., Anuar, N., & Mukhlisin, M. (2011). A review on heavy metals (As, Pb, and Hg) uptake by plants through phytoremediation. International Journal of Chemical Engineering, 2011. http://doi.org/10.1155/2011/939161
Ullah, A., Heng, S., Munis, M. F. H., Fahad, S., & Yang, X. (2015). Phytoremediation of heavy metals assisted by plant growth promoting (PGP) bacteria: A review. Environmental and Experimental Botany, 117, 28–40.
http://doi.org/10.1016/j.envexpbot.2015.05.001
Vajpayee, P., Rai, U. N., Ali, M. B., Tripathi, R. D., Yadav, V., Sinha, S., & Singh, S. N. (2001). Chromium-Induced Physiologic Changes in Vallisneria spiralis L. and Its Role in Phytoremediation of Tannery Effluent. Bull. Environ. Contam. Toxicol, 67, 246–256.
Vankar, P. S., & Bajpai, D. (2008). Phyto-remediation of chrome-VI of tannery effluent by Trichoderma species. Desalination, 222(1-3), 255–262. http://doi.org/10.1016/j.desal.2007.01.168
Werkneh, A. A., Habtu, N. G., & Beyene, H. D. (2014). Removal of hexavalent chromium from tannery wastewater
using activated carbon primed from sugarcane bagasse : Adsorption / desorption studies Removal of
hexavalent chromium from tannery wastewater using activated carbon primed from sugarcane bagasse : Ads. American Journal of Applied Chemistry, 2(6), 128–135. http://doi.org/10.11648/j.ajac.20140206.16
Wiryodiningrat, S., Kismolo, E., & Prayitno, P. (2007). Penanganan limbah krom dengan metode destruksi kimia. Majalah Kulit, Karet, Dan Plastik, 23(1), 13. http://doi.org/10.20543/mkkp.v23i1.328
Zemleduch-Barylska, A., & Lorenc-Plucińska, G. (2015). Populus × canescens grown on Cr-rich tannery waste: Comparison of leaf and root biochemical and proteomic responses. Plant Physiology and Biochemistry, 90, 1– 13. http://doi.org/10.1016/j.plaphy.2015.02.014