• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan Kopi di Pasar Domestik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Permintaan Kopi di Pasar Domestik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Nommensen Volume V Januari 2014 20 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN KOPI INDONESIA

DI PASAR DOMESTIK Drs. Jusmer Sihotang, M.Si

Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen

Dame Esther Mastina Hutabarat, S.P., M.M.

Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen

ABSTRACT

This research aims to study the factors that affect the demand for Indonesia coffee in the domestic market. The data analyzed is time series data in 1998-2012, the tool of analysis is multiple linear regression model were estimated by Ordinary Least Square (OLS) method by using SPSS v.22.

The results showed that the demand for Indonesian coffee in the domestic market positively related with the price of tea in the domestic market and real GDP per capita Indonesia, and negatively related to the price of coffee in the domestic market, the price of sugar in the domestic market and export volume of coffee. All independent variables can be simultaneously good and significant in explaining the diversity of demand for Indonesian coffee. However, on an individual basis, only real GDP per capita and volume of coffee exports significantly affect the demand for coffee in Indonesia. Indonesian coffee demand is elastic to the real GDP per capita, but inelastic against Indonesia's coffee exports.

Since the coffee production in Indonesia continues to increase, while exports of coffee very fluctuated and tends to decrease, the demand for coffee in the domestic market should be encouraged. Real GDP per capita of Indonesian that tends to increase should be used as an opportunity to increase the demand for coffee in the domestic market. Therefore, Indonesian government needs to carry out various policies, in example: describing the working capital loan or investment loan with soft terms so as to further promote the role of processing industries in Indonesia to produce a diversified range of coffee products to meet consumer preferences.

Keywords: Indonesian coffee, price of coffee, price of tea, price of sugar, Indonesian GDP, coffee exports, domestic market.

1. Pendahuluan

Kopi di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan dalam subsektor perkebunan yang memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peran penting. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber pendapatan bagi petani kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam pengolahan dan mata rantai pemasaran.

Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa selama periode 2000-2010, rataan luas areal kopi di Indonesia adalah 1.288.726 ha, dimana luas areal tersebut berfluktuasi dengan angka terendah 1.210.364 ha pada tahun 2010 dan tertinggi 1.372.184 ha yang dicapai pada tahun 2002. Selama kurun waktu tersebut, produksi kopi di Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rataan 652.099 ton per tahun.

(2)

Tingkat konsumsi kopi di Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi kopi per kapita per tahun negara-negara produsen lainnya, yaitu Brasil 2,93 kg, Colombia 4,00 kg, Costa Rica 5,0 kg, dan Ecuador 1,88 kg (AEKI, BPS, Ditjenbun, 1988). Namun konsumsi kopi di Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen seperti Vietnam, Pantai Gading, dan Kenya yaitu kurang dari 0,2 kg per kapita per tahun. Dibandingkan dengan negara-negara produsen, tingkat konsumsi kopi per kapita per tahun di negara-negara konsumen termasuk tinggi, misalnya Jerman 7 kg, Austria 8 kg, Belanda 9 kg, Belgia 6 kg, Italia 5 kg, Denmark 10 kg, Amerika dan Kanada mencapai 4,4 kg, bahkan Swedia dan Finlandia mampu mengonsumssi 11 kg per kapita per tahun (Anonymous, 2012).

Menurut AEKI (Anonimous, http://resalxperak.blogspot.com/) ada empat kondisi perkopian di dalam negeri yang perlu disikapi dalam menghadapi tantangan dan persaingan industri perkopian nasional di tengah dinamika global. Pertama, tuntutan pembangunan ekonomi domestik dan perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk pertanian internasional. Kedua, perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaian secara tepat waktu, serta harga yang kompetitif. Ketiga, untuk menjadikan produk kopi dan olahannya mempunyai daya saing kuat, baik di dalam maupun di luar negeri dibutuhkan pengetahuan secara rinci tentang preferensi konsumen yang berkembang, termasuk meningkatnya tuntutan konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produk-produk pertanian. Keempat, munculnya negara-negara pesaing (competitor) yang menghasilkan produk sejenis (Vietnam dan India) semakin mempersulit pengembangan pasar kopi, baik di negara-negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) maupun negara-negara-negara-negara tujuan ekspor baru (wilayah potensil pengembangan).

Walaupun menghadapi tantangan, namun masih terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perkopian Indonesia di masa yang akan datang. Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar potensial. Kedua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negara-negara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Ketiga, kelimpahan sumber daya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Lahan yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya kopi masih sangat luas, seperti lahan-lahan potensial yang tersebar di luar Pulau Jawa. Jika hal ini dapat dieksploitasikan secara benar dan terpadu dengan kawasan hutan, maka produksi kopi Indonesia akan meningkat. Persoalan investasi dan permodalan menjadi faktor kunci untuk mendorong tumbuh kembangnya kegiatan agribisnis kopi di Indonesia. Keempat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan penduduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir. Kelima, tersedianya bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit kopi, dan lantai jemur (Kustiarti, 2007).

Mengingat masih rendahnya kuantitas dan pertumbuhan konsumsi kopi di dalam negeri sementara tingkat produksi walaupun fluktuatif namun cenderung meningkat, maka selain upaya-upaya untuk meningkatkan ekspor pada pasar internasional, juga diperlukan berbagai kebijakan untuk mendorong peningkatan permintaan kopi di pasar domestik. Dalam kaitan itu yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apakah yang memengaruhi peningkatan permintaan kopi di pasar domestik? Untuk Indonesia, lebih spesifik pertanyaannya adalah faktor-faktor apakah yang mungkin menjadi pendorong maupun penghambat permintaan kopi di pasar domestik?

(3)

Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 22

kebijakan pajak dan subsidi (Sihotang, 2013; Case, 2007, Koutsoyiannis, 1994). Dari sisi permintaan, secara umum yang menjadi barang substitusi konsumsi kopi adalah teh dan yang menjadi barang komplemennya adalah gula pasir.

Sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mempelajari perkopian Indonesia dengan menggunakan berbagai model dengan menggunakan waktu dan data pengamatan yang berbeda-beda. Namun untuk merumuskan berbagai kebijakan pengembangan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, penelitian-penelitian terdahulu perlu dilanjutkan dan dikembangkan dengan melakukan respesifikasi model dan menggunakan data pengamatan atau informasi terbaru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi permintaan kopi Indonesia di pasar domestik dan mempelajari bagaimana sifat elastisitas permintaan kopi tersebut terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya.

2. Tinjauan Pustaka 2.1 Fungsi Permintaan Kopi

Permintaan adalah kuantitas barang yang ingin dibeli atau diminta oleh pembeli berdasarkan keadaan berbagai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan barang tersebut. Permintaan atas suatu barang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan dan kekayaan, selera atau preferensi, jumlah pembeli potensial, perkiraan pembeli akan masa depan, distribusi pendapatan, metode pemasaran, pengaruh-pengaruh khusus (Sihotang, 2013; Case 2007; Samuelson, 2004).

Apabila DA menyatakan kuantitas barang A yang diminta, PAmenyatakan harga barang A

itu sendiri, PB menyatakan harga barang lain, I menyatakan pendapatan dan kekayaan, T

menyatakan selera atau preferensi, B menyatakan jumlah pembeli potensial, E menyatakan perkiraan pembeli akan masa depan, D menyatakan distribusi pendapatan, dan M menyatakan metode pemasaran, maka fungsi permintaan barang A dalam bentuk persamaan linier dapat ditulis menjadi :

DA = a0+ a1PA+ a2PB+ a3I + a4T + a5B + a6E + a7D + a8M + ...

Sesuai dengan hukum permintaan, tanda koefisien a1 adalah negatif yang berarti

perubahan harga barang A akan menimbulkan perubahan yang terbalik terhadap permintaan barang A. Harapan teoretis dari tanda koefisien a2 adalah positif jika barang A dan barang B

merupakan barang yang bersubstitusi, dan negatif apabila barang A dan barang B merupakan barang yang berkomplemen. Harapan teoretis dari tanda koefisien a3adalah positif apabila barang

A merupakan barang esensial, normal atau mewah, dan negatif apabila barang A merupakan barang inferior. Harapan teoretis dari tanda koefisien a4, a5, dan a8 adalah positif artinya

perubahan selera atau preferensi, jumlah pembeli potensial, dan metode pemasaran akan menimbulkan perubahan yang searah terhadap kuantitas permintaan barang A. Jika konsumen memperkirakan pada masa depan terjadi inflasi yang tinggi, maka permintaan barang sekarang ini cenderung semakin meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Demikian juga jika

konsumen memperkirakan pendapatannya akan meningkat pada masa yang akan datang, bisa saja telah meningkatkan permintaannya pada saat ini sebelum pendapatannya betul-betul meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Jika dalam suatu negara distribusi

pendapatan adalah buruk, maka terdapat segelintir penduduk yang memiliki pendapatan yang sangat besar dengan daya beli yang sangat besar, sementara mayoritas penduduk lainnya hanya menerima pendapatan yang relatif kecil dengan daya beli yang sangat rendah. Dalam keadaan seperti itu, permintaan barang dan jasa pada umumnya adalah sangat rendah sehingga tanda koefisien a7adalah negatif. Akan tetapi, permintaan akan barang dan jasa akan cenderung tinggi

apabila distribusi pendapatan relatif merata sehingga tanda koefisien a7adalah positif.

(4)

penduduk, harga yang berlaku, fluktuasi kurs valuta, laju pertumbuhan GNP, barang substitusi dan periklanan.

Hasil penelitian Sihotang (1996), menunjukkan bahwa permintaan kopi di pasar domestik berhubungan positif dengan harga teh, pendapatan per kapita, trend waktu, dan permintaan kopi bedakala satu tahun. Sebaliknya permintaan tersebut berhubungan negatif dengan harga kopi, harga gula pasir, dan ekspor kopi Indonesia. Namun semua variabel-variabel bebas tersebut tidak berpengaruh signifikan secara statistik. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan tanda negatif dari koefisien variabel harga gula pasir, memberi isyarat adanya hubungan substitusi antara kopi dan teh serta hubungan komplemen antara kopi dengan gula pasir dalam konsumsi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Widayanti (http://wacana.ub.ac.id) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri adalah tingkat pendapatan masyarakat dengan elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan sebesar 0,59.

2.2 Elastisitas Permintaan Kopi

Konsep elastisitas sangat penting dan sangat banyak diaplikasikan dalam ilmu ekonomi. Elastisitas mengukur berapa besarkah respon perubahan suatu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yang biasanya diukur dengan menggunakan persentase. Elastisitas permintaan mengukur seberapa besar respon para pembeli terhadap perubahan salah satu dari variabel yang memengaruhi permintaan atas suatu barang dan jasa,ceteris paribus. Konsep elastisitas permintaan dapat diaplikasikan untuk berbagai tujuan, kegunaan utamanya adalah untuk analisis sensitivitas perubahan permintaan suatu barang atau jasa sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Jika dimisalkan bahwa Y adalah merupakan fungsi dari X maka ditulis Y = f (X), dimana Y adalah variabel tidak bebas, dan X adalah variabel bebas, maka rumus menghitung koefisien elastisitas adalah sebagai berikut:

E (YX) = a*(X/Y)

E (YX) = elastisitas variabel tidak bebas Y terhadap variabel bebas X a = koefisien dugaan dari variabel bebas X

X = rataan variabel bebas X Y = rataan variabel tidak bebas Y

Pada konsep fungsi permintaan barang, dikenal tiga konsep elastisitas yang terpenting yaitu elastisitas harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pendapatan. Elastisitas harga sendiri atas permintaan mengukur berapa persenkan perubahan kuantitas permintaan atas suatu barang sebagai akibat dari perubahan harga barang tersebut sebesar satu persen. Elastisitas harga silang atas permintaan mengukur berapa persenkah perubahan kuantitas permintaan atas suatu barang sebagai akibat dari perubahan harga barang lain sebesar satu persen. Apabila ditemukan bahwa tanda koefisien elastisitas harga silang adalah positif maka kedua barang tersebut saling bersubstitusi, dan jika tandanya adalah negatif maka kedua barang tersebut saling berkomplemen. Elastisitas pendapatan atas permintaan mengukur berapa persenkan perubahan permintaan atas suatu barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan sebesar satu persen. Jika tanda koefisien elastisitas pendapatan atas suatu barang adalah positif maka barang tersebut merupakan barang normal, dan jika tandanya adalah negatif maka barang tersebut merupakan barang inferior.

Studi yang dilakukan oleh de Graaff dalam Sihotang (1996), menunjukkan bahwa di negara-negara berkembang elastisitas permintaan harga kopi maupun pendapatan sangat rendah masing-masing hanya sebesar 0,2 dan 0,3. Hal ini berarti bahwa perubahan harga dan pendapatan tidak akan banyak memengaruhi permintaan akan kopi. Temuan dari FAO dalam Spillane (1990), rata-rata elastisitas permintaan kopi di negara-negara industri adalah -0,20 terhadap harga impor dan -0,34 terhadap harga eceran.

3. Metodologi Penelitian 3.1 Data dan Sumber Data

(5)

Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 24

Kementerian Pertanian Republik Indonesis, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, dan berbagai laporan yang telah dipublikasikan oleh instansi yang relevan dengan penelitian ini.

3.2 Spesifikasi Model dan Metode Pendugaan Model

Sesuai dengan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka model permintaan kopi Indonesia di pasar domestik diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi domestik (yaitu variabel harga kopi, harga teh sebagai barang substitusi kopi, harga gula pasir sebagai barang komplemen kopi, pendapatan per kapita) dan faktor ekonomi internasional yaitu variabel volume ekspor kopi Indonesia. Dengan demikian spesifikasi model persamaan regresi permintaan kopi Indonesia di pasar domestik adalah sebagai berikut:

DCDt= b0+ b1PCDt+ b2PTDt+ b3PGDt+ b4PPKt+ b5 XCIt+ U (t = 1,..., n)

dimana:

DCDt = permintaan kopi biji Indonesia di pasar domestik pada tahun ke-t (000 ton),

PCDt = harga kopi biji (robusta) Indonesia di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp

000/ton),

PTDt = harga teh di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp 000/ton),

PGDt = harga gula pasir di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp 000/ton),

PPKt = PDB riil perkapita Indonesia pada tahun ke-t (Rp 000),

XCIt = volume ekspor kopi biji Indonesia pada tahun ke-t (000 ton), dan

U = peubah pengganggu

Secara teoretis, hipotesis tentang tanda koefisien regresi yang diharapkan dari persamaan permintaan kopi di atas adalah: b1, b3, b5 < 0; dan b2, b4 > 0.

Metode pendugaan model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS (Ordinary Least Square) dengan pengolahan data menggunakan software program SPSS (Statistics Package for Social Science for Windows 22.0). Metode OLS mempunyai beberapa keunggulan yaitu secara teknis sangat mudah dalam penarikan interpretasi dan perhitungan serta penaksiran BLUE(Best Linier Unbiased Estimator).

3.3 Kriteria Ekonomika, Statistika, dan Ekonometrika

Dalam penelitian ini digunakan tiga kriteria untuk menguji apakah spesifikasi model persamaan regresi permintaan kopi yang telah dirumuskan adalah memuaskan atau tidak memuaskan digunakan sebagai alat penduga, yaitu kriteria ekonomika, kriteria statistika dan kriteria ekonometrika.

Kriteria ekonomi digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi yang diperoleh sesuai dengan harapan teoretis atau tidak. Kriteria statistik adalah untuk mengetahui apakah model persamaan regresi memuaskan atau tidak memuaskan dengan menggunakan koefisien determinasi (R2), uji pengaruh secara individual (uji-t), dan uji pengaruh secara simultan (uji-F).

Kriteria ekonometrika digunakan untuk mengetahui apakah model bebas atau tidak bebas dari pelanggaran asumsi model regresi linear klasik dengan melakukan dua uji, yaitu uji masalah multikolinaritas (multicollinearity) dengan menggunakan nilai collinearity statistics (Tolerance dan

VIF), dan uji masalah otokorelasi (autocorrelation) dengan menggunakan uji d-statistik (uji D-W).

4. Hasil dan Pembahasan

(6)

Tabel 1. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik

PCDt -0,009 -1,488 0,171 0,138 7,266 -0,376

PTDt 0,019 1,093 0,303 0,180 5,553 0,446

PGDt -0,007 -0,695 0,504 0,162 6,160 -0,191

PPKt 0,045* 3,288 0,009 0,186 5,378 1,406

XCIt -0,537** -2,705 0,024 0,546 1,832 -0,799

F-statistik

= 6,656 0,007

DCDt= 134,052 – 0,009 PCDt+ 0,019 PTDt– 0,007 PGDt+ 0,045 PPKt– 0,537 XCIt

(R2= 0,787; d-statistik (DW) = 1,967; N = 15; *koefisien signifikan pada taraf α = 1%,

**koefisien signifikan pada taraf α = 5%)

Sumber:diolah dari data penelitian, data deret waktu 1998-2012

Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik berhubungan positif dengan harga teh di pasar domestik (PTDt) dan PDB riil perkapita Indonesia (PPKt). Sebaliknya permintaan kopi

Indonesia di pasar domestik berhubungan negatif dengan harga kopi biji (robusta) di pasar domestik (PCDt), harga gula di pasar domestik (PGDt) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar

internasional (XCIt). Semua tanda (sign) koefisien dari variabel-variabel bebas tersebut adalah

memuaskan karena sesuai dengan kriteria ekonomi atau sesuai dengan hubungan antara variabel yang berlaku umum dalam teori ekonomi. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan tanda negatif dari variabel harga gula pasir, menjelaskan bahwa pada sisi permintaan kopi di pasar domestik terdapat hubungan substitusi antara kopi dan teh serta hubungan komplemen antara kopi dengan gula pasir.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,787, dapat dikatakan semua variabel bebas

dalam model dapat dengan baik menjelaskan keragaman permintaan kopi Indonesia di pasar domestik. Hal ini berarti bahwa 78,7 persen keragaman variabel tidak bebas (permintaan kopi Indonesia) dapat dijelaskan oleh semua variabel bebas (yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik, PDB riil perkapita Indonesia, dan volume ekspor kopi Indonesia), sedangkan sisanya sebesar 21,3 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model persamaan regresi.

Nilai F-statistik sebesar 6,656 dengan nilai signifikansi 0,007, menunjukkan bahwa pada taraf α = 1%, semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas. Namun demikian, berdasarkan uji t hanya dua variabel bebas yang secara individual berpengaruh sangat signifikan terhadap variabel permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, yaitu PDB riil perkapita Indonesia dengan tingkat signifikansi 0,009 (signifikan pada taraf α = 1%) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar internasional dengan tingkat signifikansi 0,024 (signifikan pada taraf α = 5%). Tiga variabel bebas lainnya yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik secara individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel permintaan kopi Indonesia di pasar domestik.

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa semua variabel bebas dalam model ternyata mempunyai nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bebas dari masalah multikolinearitas sehingga dapat digunakan sebagai model empirik yang baik dan mempunyai daya prediksi yang memuaskan. Dalam penelitian ini jumlah pengamatan N = 15 dan banyaknya variabel bebas termasuk konstanta k = 6, maka pada taraf α = 5% diperoleh nilai dL= 0,56 dan dU= 2,21, jadi 4

(7)

Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 26

Berdasarkan kriteria uji D-W, maka masalah otokorelasi pada model persamaan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik sebenarnya tidak dapat disimpulkan (inconclusive). Namun karena nilai d-statistik dari model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sekitar 2, maka sebagai aturan ibu jari (rule of thumb) dapat dianggap bahwa model tersebut tidak mengalami masalah otokorelasi baik positif maupun negatif.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2013) yang menemukan bahwa pendapatan penduduk di Indonesia berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan kopi di Indonesia dengan tingkat signifikansi 0,01 atau signifikan pada taraf α = 1%. Santoso juga menemukan bahwa harga kopi dan harga teh di pasar domestik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kopi di Indonesia, dan tanda positif dari koefisien harga kopi di pasar domestik tidak sesuai dengan harapan teoretis.

Kemungkinan alasan mengapa harga kopi di pasar domestik tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan kopi Indonesia di pasar domestik adalah karena konsumsi masyarakat terhadap kopi sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan. Bagi hampir semua peminum kopi, merubah kebiasaan minum kopi adalah sukar untuk dilakukan sehingga bagi mereka dapat dikatakan bahwa kopi adalah merupakan barang esensial yang selalu dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan. Dengan sifat konsumsi kopi yang demikian maka perubahan harga kopi tidak akan banyak memengaruhi perilaku konsumen untuk mengonsumsi minuman kopi.

Dengan alasan yang sama, konsumsi masyarakat terhadap teh berkaitan erat dengan kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan. Bagi sebagian golongan masyarakat yang kurang fanatik, minuman kopi dan teh mungkin dapat saling menggantikan, namun bagi sebagian konsumen lainnya yang lebih fanatik sebagi peminum kopi atau peminum teh, maka kedua jenis minuman ini tidak dapat saling menggantikan. Respon permintaan kopi terhadap harga teh yang demikian dapat mengindikasikan bahwa pada golongan masyarakat tertentu, kopi dan teh adalah dua komoditas yang independen. Dengan demikian perubahan harga teh tidak akan memengaruhi permintaan kopi, dan sebaliknya perubahan harga kopi tidak akan memengaruhi permintaan akan teh di pasar domestik.

Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga gula pasir diduga adalah karena sebagai komoditas yang berkomplemen, konsumsi kopi dan gula pasir biasanya adalah dalam jumlah yang sedikit dan dalam jumlah yang proporsional, sehingga perubahan harga gula pasir juga tidak banyak memengaruhi permintaan akan kopi di pasar domestik. Selain itu, pembelian gula pasir oleh rumah tangga pada umumnya bukan hanya untuk campuran minuman kopi, tetapi juga untuk campuran jenis minuman lainnya dan untuk campuran berbagai jenis bahan makanan.

(8)

5. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 5.1 Kesimpulan

1. Sesuai dengan harapan teoretis, ternyata permintaan kopi Indonesia di pasar domestik berhubungan positif dengan harga teh di pasar domestik dan PDB riil perkapita Indonesia, dan berhubungan negatif dengan harga kopi di pasar domestik, harga gula di pasar domestik dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar internasional.

2. Meskipun variabel harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik, PDB riil perkapita Indonesia, dan volume ekspor kopi Indonesia dapat dengan baik dan secara simultan signifikan dalam menjelaskan keragaman permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, namun secara individual hanya PDB riil perkapita Indonesia dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar internasional yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kopi Indonesia di pasar domestik.

3. Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bersifat elastis terhadap PDB riil perkapita Indonesia, namun bersifat inelastis terhadap harga kopi Indonesia, harga teh, dan harga gula pasir di pasar domestik, dan ekspor kopi Indonesia.

5.2 Implikasi Kebijakan

(9)

Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 28 DAFTAR PUSTAKA

AEKI, BPS, Ditjenbun, (1988), Statistik Kopi 1977-1987, AEKI, Jakarta

AEKI, Luas Areal dan Produksi http://www.aeki-aice.org/page/areal-dan-produksi/id. Diakses tanggal 19 Pebruari 2014

Anonymous, Makalah Permintaan dan Penawaran Kopi, http://resalxperak.blogspot.com/. Diakses tanggal 17 Pebruari 2014

__________, 2012, Perdagangan Kopi di Dunia, http://www.rumahkopi.com. Diakses tanggal 19 Pebruari 2014

__________, Konsumsi Kopi Domestik, http://www.aeki-aice.org. Diakses tanggal 19 Pebruari 2014

Case, Karl E. dan Ray C. Fair, (2007). Prinsip-Prinsip Ekonomi, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa: Y. Andri Zaimur, S.E., Penerbit Erlangga, Jakarta.

Koutsoyiannis, A, (1994). Modern Microeconomics, 2nd edition, Macmillan Press Ltd, London. Kustiarti, R., (2007), Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia, Jurnal

Agro Ekonomi,Volume 25, No. 1, Tahun 2007,Bogor.

Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus, (2004), Ilmu Makroekonomi, Edisi 17, P.T. Media Global Edukasi, Jakarta.

Santoso, H, Fitria Dina Riana, Lutfia Febri K, (2013), Analisis Permintaan dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Indonesia, AGRISE, Volume XIII No. 1 Bulan Januari 2013, Universitas Brawijaya, Malang.

Sihotang, J., (1996), Analisis Penawaran dan Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional, Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihotang, J., Santi R. Siahaan, Juliana L. Tobing, (2013), Pengantar Mikroekonomi, Edisi Pertama, Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Spillane, James, J., (1990), Komoditi Kopi: Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Kopi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa harga kopi arabika dan harga kopi robusta tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga teh (

Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik,

Data harga gula domestik merupakan harga gabungan dari beberapa kota besar di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Gula Indonesia (DGI), sementara harga gula dunia merupakan

satuan akan meningkatkan penawaran kopi Indonesia sebesar 0.039603%. Harga internasional gula berpengaruh secara signifikan pada tingkat 5%. d) Harga internasional teh berpengaruh

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah produksi kopi Indonesia berpengaruh positif, harga ekspor kopi Indonesia berpengaruh positif, harga kopi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita, jumlah populasi penduduk, nilai tukar mata uang negara tujuan eskpor terhadap

Dengan metode pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria volume ekspor kopi Jawa Timur, nilai tukar rupiah, harga domestik kopi,

Hal ini berarti sebesar 87,2 persen keragaman variabel tidak bebas (ekspor kopi Indonesia) dapat dijelaskan oleh semua variabel bebas (yaitu produksi kopi