• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Penjatuhan Sanksi Pidana atas Kasus Pelanggaran Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Kegiatan Produksi Barang Elektronik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Penjatuhan Sanksi Pidana atas Kasus Pelanggaran Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Kegiatan Produksi Barang Elektronik."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA ATAS KASUS PELANGGARAN STANDAR NASIONAL

INDONESIA (SNI) DALAM KEGIATAN PRODUKSI BARANG ELEKTRONIK

Nodika Permata Shabyra 1387058

Undang-undang Nomor No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian diterbitkan sebagai representasi konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menjamin kegiatan di bidang perindustrian terkait Standarisasi barang dan jasa. Pengaturan mengenai Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI) secara khusus diatur juga di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun 2002 tentang Standarisasi Nasional. Penerapan sanksi pidana tanpa didahului sanksi-sanksi sebelumnya tanpa menerapkan fungsi dari hukum pidana sebagai Ultimum

Remedium dianggap telah terjadi inkonsistensi antara undang-undang yang

pengaturan dan derajatnya sama maupun terhadap peraturan di bawah undang-undang, sehingga perlu dikaji mengenai penerapan prinsip ultimatum remedium dalam penjatuhan sanksi pidana atas kasus pelanggaran Standar Nasional Indonesia dalam produksi barang elektronik.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji dan menganalisis bahan-bahan hukum dan isu-isu hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode Yuridis Normatif ini dimulai dengan analisa terhadap konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk mengatur pelaksanaan SNI, khususnya terkait penerapan sanksi yang berbeda terhadap pelaku usaha yang tidak memberikan label terhadap objek dagangnya.

Pelanggaran atas kewajiban SNI tidak harus dikenakan sanksi pidana, karena pada dasarnya sanksi yang harus ditegakkan terlebih dahulu adalah sanksi perdata dan sanksi administratif, jika kedua sanksi tersebut tidak dapat ditegakkan, maka disitulah fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dalam hukum bisnis juga dikenal adanya administrative penal law. Jika penjatuhan sanksi pidana terlebih dahulu tanpa didahului sanksi-sanksi lain, maka dianggap telah terjadi inkonsistensi terhadap peraturan perundang-undangan.

(2)

ABSTRACT

THE APPLICATION OF THE PRINCIPLE OF ULTIMATUM REMEDIUM IN THE IMPOSITION OF PENAL SANCTIONS FOR CASES OF VIOLATION OF THE INDONESIAN NATIONAL STANDARD IN THE

PRODUCTION OF ELECTRONIC GOODS Nodika Permata Shabyra

1387058

The Law No. 20 Year 2014 on the Standardization and Properness Assessment was promulgated as a representation of the constitution of the Republic of Indonesia, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, in order to guarantee the activities in the fields of industry related to the standardization of goods and services. The regulation on the Indonesian National Standard (Standar

Nasional Indonesia, SNI) was also specifically contained within the provisions of

the Law No. 3 Year 2014 on Industries and the Government Regulation No. 102 Year 2002 on National Standardization. The imposement of penal sanctions without being preceded by other sanctions and implementing the functions of the criminal law as the ultimum remedium is considered to be both an inconsistency between the Laws and Regulations of the same level and between the Laws and other regulations below them, so it is necessary to study the application of the principle of ultimatum remedium in the imposition of penal sanctions for cases of violation of the Indonesian National Standard in the production of electronic goods.

This research utilizes the juridical-normative research method by exposing and analyzing the legal sources and issues related to the research questions. The normative research method utilizes secondary data which are composed of primary and secondary legal sources. This juridical-normative research is initialized by analyzing the legal concepts and principles which are used to regulate the implementation of SNI, particularly in relations to the implementation of different sanctions to the business actors who neglect to label their products.

The violation to the SNI requirement does not always constitute a penal sanction, because in principle the administrative and civil sanctions are to be imposed beforehand. In cases where both kind of sanctions cannot be imposed, the function of criminal law as the ultimum remedium can be observed. In the business law, there is also the administrative penal law. If the penal sanctions are imposed without being preceded by other sanctions, it can be considered as an inconsistency within the legal stipulations.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA SIDANG ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

KATA PENGANTAR ...vi

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ...xi

DAFTAR ISI ...xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

1. Secara Teoritis ... 7

2. Secara Praktis ... 8

(4)

F. Metode Penelitian ... 15

1. Jenis Penelitian ... 15

2. Sifat Penelitian ... 16

3. Jenis Data ... 17

4. Teknik Pengumpulan Data ... 18

5. Teknik Analisis Data ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG HUKUM, HUKUM BISNIS DAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Hukum ... 22

1. Negara Hukum ... 22

2. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan ... 26

3. Arti dan Pembagian Hukum ... 28

a. Beberapa Batasan Hukum ... 28

b. Pembagian Hukum dari Berbagai segi ... 30

c. Sanksi Hukum ... 33

B. Hukum Bisnis dan Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Aturan Kegiatan Bisnis ... 35

1. Definisi Bisnis ... 35

2. Definisi Hukum Bisnis ... 37

3. Administrative Penal Law ... 38

(5)

1. Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli ... 40

2. Sifat Hukum Pidana ... 43

3. Tujuan Hukum Pidana ... 46

4. Fungsi Hukum Pidana ... 49

BAB III : PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan SNI ... 57

B. Pengaturan SNI Pada Umumnya ... 61

1. Tujuan Penerapan SNI ... 64

2. Ruang Lingkup SNI ... 66

3. Sistem Penerapan SNI ... 67

4. Sanksi ... 68

C. Pengaturan SNI Di Bidang Industri ... 69

D. Parameter Pengujian SNI Produk Elektronik ... 71

E. Kronologi Kasus Pelanggaran SNI Di Bidang Industri ... 72

(6)

A. Penjatuhan Sanksi Pidana Sebagai Ultimum Remedium Dalam

Pelanggaran Atas Kewajiban SNI ... 74

B. Konsistensi Penjatuhan Sanksi Atas Tindakan Pelanggaran SNI

Berdasarkan Undang-Undang Dan Peraturan

Perundang-Undangan Terkait Lainnya ... 87

1. Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelanggaran SNI Menurut

Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi

Dan Penilaian Kesesuaian ... 87

2. Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelanggaran SNI Menurut

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang

Perindustrian ... 88

3. Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelanggaran SNI Menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun

2002 tentang Standarisasi Nasional ... 90

4. Konsistensi Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelanggaran SNI

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan ... 92

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).1 Pernyataan tersebut

secara tegas tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang

berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum“. Hal ini menunjukkan bahwa

Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta

kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa

hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia

Oleh karena itu, hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang

tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa

norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri

pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.

Terdapat beberapa hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan pada

beberapa aspek. Salah satu jenis pembagian hukum di Indonesia adalah

berdasarkan isinya yaitu :

1. Hukum privat, yaitu peraturan hukum yng mengatur hubungan antara

orang yang satu dengan orang yang lain yang menitikberatkan kepada

kepentingan pribadi.

1

(9)

2. Hukum publik, yaitu yang mengatur hubungan antara Negara dengan

alat kelengkapannya dan warga negaranya.2

Istilah hukum pidana atau hukum publik merupakan terjemahan dari istilah

bahasan Belanda strafrecht. Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum.

Menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. bahwa istilah hukum pidana itu

digunakan sejak kependudukan Jepang di Indonesia untuk pengertian Strafrecht

dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah hukum perdata untuk

pengertian burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.3

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:

1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan

(yang dilarang) dengan disertai ancaman/sanksi berupa pidana tertentu

bagi yang melanggar larangan tersebut.

2. menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi

pidana sebagaimana yang telah diancamkan

3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu

dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melanggar

larangan tersebut.4

Pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh Moeljatno dalam konteks

yang lebih luas, tidak hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil (poin 1 dan

2http://www.informasi-pendidikan.com/2015/03/pengertian-hukum-dan-jenis-jenis-hukum.html

diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 17.20 WIB.

3 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana, Bandung: Armico, 1995, hlm. 11.

(10)

2), tetapi juga hukum pidana formil (poin 3). Hukum pidana tidak hanya berkaitan

dengan penentuan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana

serta kapan orang yang melakukan perbuatan pidana itu dijatuhi pidana, tetapi

juga proses peradilan yang harus dijalankan oleh orang tersebut.5

Sudah menjadi pendapat umum bahwa hukum pidana merupakan bagian dari

hukum publik. Dengan kedudukan demikian kepentingan yang hendak dilindungi

oleh hukum pidana adalah kepentingan umum, sehingga kedudukan negara

dengan alat penegak hukumnya menjadi dominan. Tidak sedikit para ahli yang

dengan tegas menyatakan bahwa hukum pidana memang merupakan hukum

publik. Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana digolongkan dalam golongan

hukum publik, yaitu mengatur hubungan antara Negara dan perseorangan atau

mengatur kepentingan umum.6

Ketika terjadi pelanggaran yang bersifat publik, maka Negara sudah

menyediakan cara bagaimana menyelesaikan pelanggaran tersebut, pelanggaran

dijatuhi hukuman ketika terbukti bersalah dan hukuman yang dijatuhi sesuai

dengan ketentuan yang diatur oleh hukum Negara. Singkatnya, penjatuhan

hukuman oleh hukum Negara bertujuan sebagai pembalasan, pencegahan, dan

membuat jera, sehingga pelanggar tidak mengulangi perbuatan itu.7

Sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras

dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi di berbagai bidang hukum yang lain,

idealnya fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya

terakhir (ultimum remedium). Karakteristik Hukum Pidana dalam

5 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 4. 6 Moeljatno, Op.cit, hlm. 2

7

(11)

konteks ultimum remedium ini dapat diartikan bahwa keberadaan pengaturan

sanksi pidana diletakkan atau diposisikan sebagai sanksi terakhir, artinya dalam

suatu Undang-undang yang pertama kali diatur adalah sanksi administratif atau

sanksi perdata, kemudian baru diatur tentang sanksi pidana. Jadi apabila sanksi

administrasi dan sanksi perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan

memulihkan kembali keseimbangan di dalam masyarakat, maka baru diadakan

juga sanksi pidana sebagai senjata terakhir. Penerapan ultimum remedium ini

dapat mengakomodasi kepentingan pelaku tindak pidana, mengingat sanksi

pidana itu keras dan tajam jadi selalu diusahakan menjadi pilihan terakhir setelah

sanksi lain dirasakan kurang. Namun memang dalam perkembangannya

penerapan ultimum remedium ini mengalami kendala – kendala karena apabila suatu perbuatan sudah dianggap benar – benar merugikan kepentingan negara maupun rakyat baik menurut Undang-undang yang berlaku maupun menurut

perasaan sosiologis masyarakat, maka justru sanksi pidanalah yang menjadi

pilihan utama (premium remedium).8

Sesuai Pasal 21 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan

Penilaian Kesesuaian (selanjutnya disebut UUSPK) disebutkan bahwa Standar

Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI) dapat diterapkan secara sukarela

oleh Pelaku Usaha, Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Nonkementerian,

8

Dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia, sanksi pidana dalam beberapa kasus tertentu bergeser kedudukannya. Tidak lagi sebagai ultimum remedium melainkan sebagai premium

remedium (obat yang utama). Posisi premium remedium dalam konteks hukuman bukan lagi

menjadi obat terkahir melainkan menjadi obat pertama untuk membuat jera orang yang melakukan pelanggaran yang bersiafat pidana. Hukuman pidana dijadikan hal yang paling penting untuk menghukum pelaku yang dapat merugikan atau pun mengganggu ketentraman umum.

(12)

dan/atau Pemerintah Daerah. Namun dalam hal berkaitan dengan kepentingan

keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup,

Kementerian/Lembaga Pemerintah menetapkan pemberlakuan SNI wajib.

Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh

instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan

peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak

memenuhi ketentuan SNI atau habis masa berlakunya SNI maka dapat dibekukan

sementara, atau dicabut dilarang mengedarkan barang, memberikan jasa dan

menjalankan proses atau sistem serta mencakup pula larangan edar bagi barang

impor yang tidak sesuai dengan SNI.9

Dengan UUSPK yang disahkan pada September 2014 lalu, Pemerintah

Indonesia tidak hanya akan memberikan sanksi administratif tapi akan

menerapkan sanksi tegas bagi setiap penyalahgunaan aturan SNI wajib dengan

ancaman pidana penjara atau denda. Dalam UUSPK BAB X tentang Ketentuan

Pidana Pasal 62 hingga Pasal 73 tertuang tentang adanya sanksi pidana bagi pihak

yang melakukan pelanggaran SNI. Dalam Pasal 113 Undang-undang No. 7 Tahun

2014 tentang Perdagangan juga diatur mengenai sanksi pidana bagi pelanggaran

SNI sesuai dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-undang Perdagangan yang mengatur

mengenai larangan pelaku usaha untuk tidak memperdagangkan barang yang

tidak berlabel SNI sesuai yang telah diberlakukan.

Pasal 113

Pelaku usaha yang memperdagangkan barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah di berlakukan secara wajib atau

9http://www.batik.go.id/index.php/post/read/sanksi_tegas_atas_pelanggaran_regulasi_sni_secara_

(13)

persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Di antara kedua poros, yaitu hukum administratif dan hukum pidana,

terdapat sebuah area dimana berlaku sebuah hukum yang khusus, sebut saja

administrative penal law. Dalam bidang ini beberapa tipe hukum campuran dapat

ditemui. Ciri khas dari tipe hukum ini adalah administratif, sedangkan hukum itu

tersebut mengandung elemen-elemen hukum pidana. Tujuan dari jenis hukum

seperti ini adalah untuk men-„dekriminalisasi‟ pelanggaran-pelanggaran ringan

dengan mengalihkannya ke jenis hukum lain.10 Mengingat bahwa prinsip hukum

pidana yaitu Ultimum Remedium, maka penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran

kewajiban SNI yang tidak didahului sanksi perdata maupun administrasi, yang

mana seharusnya hukum pidana adalah upaya terakhir setelah tidak dapat

diselesaikan dengan hukum yang lain. Penjatuhan sanksi pidana tanpa didahului

sanksi perdata maupun administrasi terhadap kasus pelanggaran SNI dalam

kegiatan produksi barang elektronik. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti

permasalahan tersebut diatas dengan judul penelitian “PENERAPAN PRINSIP

ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA ATAS KASUS PELANGGARAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DALAM KEGIATAN PRODUKSI BARANG ELEKTRONIK”.

10

(14)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan identifikasi

masalah antara lain :

Apakah setiap pelanggaran atas kewajiban SNI harus dijatuhi sanksi pidana,

mengingat fungsi hukum pidana sebagai Ultimum Remedium?

Bagaimana konsistensi penjatuhan sanksi atas tindakan pelanggaran SNI

berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian antara lain:

Untuk mengkaji secara komprehensif mengenai pelanggaran kewajiban SNI yang

dijatuhi sanksi pidana mengingat bahwa fungsi hukum pidana sebagai Ultimum

Remedium.

Untuk mengkaji dan membahas penjatuhan sanksi atas tindakan pelanggaran SNI

dalam kegiatan produksi barang elektronik berdasarakan Undang-Undang dan

Peraturan Perundang-undangan terkait.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Memberikan informasi dan pemahaman dalam setiap

(15)

pada khusunya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam

penelitian ini.

b. Memberikan wawasan dan pengetahuan khususnya kepada penulis

dan umumnya bagi para mahasiswa hukum mengenai penerapan

prinsip ultimum remedium terhadap pelanggaran kewajiban SNI

dalam kegiatan produksi barang elektronik.

c. Dapat digunakan sebagai literatur tambahan bagi yang berminat

untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah yang dibahas dalam

penelitian ini.

2. Secara Praktis

a. Untuk memberikan masukan pada masyarakat agar terus berkarya

menciptakan sesuatu yang berguna bagi masyarakat sekitar guna

untuk mempertahankan hidupnya dan memperoleh manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

b. Untuk masukan bagi pemerintah agar memperhatikan tahapan

penjatuhan sanksi pidana atas tindakan pelanggaran SNI

berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan

(16)

E. Kerangka Pemikiran

Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang

mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan

kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur

yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum. Di dalam

sistem hukum terdapat bagian-bagian yang masing-masing terdiri dari unsur-unsur

yang mempunyai hubungan khusus atau tatanan. Antara unsur-unsur di dalam

suatu sistem dengan unsur-unsur dari lingkungan di luar sistem terdapat hubungan

khusus atau tatanan. Tatanan ini disebut struktur.11

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 7

1. Jenis hierarki peraturan perundang-undangan

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan dibawah

Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar 1945, termasuk mengenai pengaturan hukum pidana yang tidak boleh

bertentangan dengan Konstitusi. Dalam pengertian diatas, berlaku asas Lex

11http://www.npslawoffice.com/pengertian-sistem-hukum/ diakses pada tanggal 20 Maret 2016

(17)

Superior Derogat Legi Inferiori yang artinya peraturan yang lebih tinggi

mengesampingkan peraturan yang rendah.

Hukum pidana sebagai salah satu bagian dari hukum pada umumnya memang

tidak menunjukan adanya suatu perbedaan dengan hukum-hukum lain, yaitu

bahwa semua hukum tersebut mematuhi sejumlah ketentuan-ketentuan untuk

menjamin agar norma-norma yang diakui dalam hukum itu benar-benar akan

ditaati oleh setiap orang. Hal ini karena pada dasarnya semua hukum bertujuan

untuk menciptakan suatu keadaan dalam pergaulan hidup masyarakat, baik dalam

lingkungan yang kecil maupun yang lebih besar, agar di dalamnya terdapat suatu

keserasian, ketertiban, kepastian hukum, dan lain sebagainya.

Di antara para sarjana hukum mengutarakan bahwa tujuan hukum pidana

adalah sebagai berikut :

1. Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik

secara menakut-nakuti orang banyak (generale preventie) maupun

secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan

kejahatan lagi (special preventive).

2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah

menandakan sering melakukan kejahatan agar menjadi orang yang

baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.12

Teori pemidanaan yang lazim dikenal di dalam sistem hukum Eropa

Kontinental, yaitu teori absolut, teori relatif, dan teori gabungan. Pembagian teori

pemidanaan yang demikian berbeda dengan teori pemidanaan yang dikenal di

12

(18)

dalam sitem hukum Anglo Saxon, yaitu teori retribusi, teori inkapasitasi, teori

penangkalan, dan teori rehabilitas.13

Teori absolut bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik

masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Menurut

Andi Hamzah teori ini sangat primitif, namun masih digunakan di zaman modern.

Dalam perkembangannya, teori absolut mengalami modifikasi dengan muculnya

teori absolut modern yang menggunakan konsep “ganjaran yang adil” (just

desert) yang didasarkan atas filsafat Kant. Konsep ganjaran yang adil dari absolut

modern menekankan bahwa orang harus dihukum hanya karena telah melakukan

suatu tindak pidana yang hukumannya telah disediakan oleh Negara. Mereka patut

menerima hukuman. Pendekatan ini didasarkan atas dua teori, pencegahan dan

retribusi.14

Secara prinsip teori relatif mempunyai karakteristik yaitu :

1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention);

2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat;

3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan

kepada si pelaku saja (misalnya karena sengaja atau culpa) yang

memenuhi syarat untuk adanya pidana;

4. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk

pencegahan kejahatan;

5. Pidana melihat kedepan (bersifat prospektif).

(19)

Selain kedua teori diatas, secara teoritis teori gabungan berusaha untuk

menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relatif.

Di samping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas

perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa

kembali ke masyarakat.15

Pengenaan penderitaan terhadap orang-orang yang secara nyata melangar

norma-norma yang terdapat dalam hukum pidana hendaknya dilakukan sebagai

upaya terakhir (ultimum remedium), Ultimum mengandung makna paling akhir

atau terakhir, sedangkan kata remedium ditemukan berasal dari kata remedy yang

mengandung makna obat atau memperbaiki. Karena penderitaan tersebut

mengarah pada stigmatisasi terhadap orang yang bersangkutan. Ketika

penderitaan tersebut dilekatkan pada seseorang, selamanya orang tersebut dicap

sebagai orang yang pernah mendapatkan hukuman penderitaan oleh hukum

pidana.

Penggunaan hukum pidana dalam praktik penegakan hukum seharunya

dilakukan setelah berbagai ilmu hukum yang lain itu untuk mengkondisikan

masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai

tidak efektif lagi. Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali pula

disebut sebagai fungsir subsidiaritas, artinya, penggunaan hukum pidana itu

haruslah dilakukan secara hati-hati dan penuh dengan berbagai pertimbangan

secara komprehensif, sebab selain sanksi hukum pidana yang bersifat keras, juga

15

(20)

karena dampak penggunan hukum pidana yang dapat melahirkan penalisasi

maupun stigmatisasi yang cenderung negatif dan berkepanjangan.

Dalam hukum pidana bisnis dikenal adanya administrative penal law. Ciri

khas dari tipe hukum ini adalah administratif, sedangkan hukum itu tersebut

mengandung elemen-elemen hukum pidana. Tujuan dari jenis hukum seperti ini

adalah untuk men-„dekriminalisasi‟ pelanggaran-pelanggaran ringan dengan

mengalihkannya ke jenis hukum lain. Hal seperti ini telah dilakukan untuk

mendapatkan sebuah cara yang lebih efisien untuk menangani

pelanggaran-pelanggaran ringan tersebut.16

Secara komprehensif Muladi dan Barda Nawawi mengurai makna

penggunaan hukum pidana sebagai senjata pamungkas, yaitu sebagai berikut :

1. Jangan menggunaan hukum pidana dengan secara emosional untuk

melakukan pembalasan semata;

2. Hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana

perbuatan yang tidak jelas korban dan kerugiannya;

3. Hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk suatu tujuan yang

pada dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya

dengan penggunaan hukum pidana tersebut;

4. Jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan (by

product) yang ditimbulkan lebih merugikan dibanding dengan

perbuatan yang akan dikriminalisasi;

16

(21)

5. Jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh

masyarakat secara kuat, dan kemudian janganlah menggunakan hukum

pidana apabila penggunannya diperkirakan tidak akan efektif

(unforceable);

6. Penggunaan hukum pidana juga hendaknya harus menjaga keserasian

antara moralitas komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta

memperhatikan pula korban kejahatan;

7. Dalam hal-hal tertentu, hukum pidana harus mempertimbangkan secara

khusus skala prioritas kepentingan pengaturan;

8. Penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus

didayagunakan secara serentak dengan sarana pencegahan yang bersifat

non penal (prevention without punishment).17

Berdasarkan penjelasan tersebut, sesungguhnya penggunaan hukum

pidana bukan merupakan satu-satunya cara untuk menanggulangi kejahatan yang

terjadi dalam masyarakat, lebih-lebih penggunaan hukum pidana sebagai senjata

pamungkas atau ultimum remedium di dalam menanggulangi kejahatan. Namun

apabila hukum pidana dipilih sebagai sarana penanggulangan kejahatan harus

memperhitungkan faktor yang dapat mendukung berfungsi dan bekerjanya hukum

pidana dalam kenyataannya. 18

Sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap industri dalam negeri

sekaligus perlindungan terhadap konsumen pengguna produk, pemerintah

Indonesia mengeluarkan regulasi teknis berupa pemberlakuan penerapan SNI

17

Ibid, hlm. 11.

18

(22)

secara wajib. Standardisasi adalah kegiatan penetapan, yang terkait dengan

masalah umum atau potensial, ketentuan untuk penggunaan umum dan berulang,

yang ditujukan untuk mencapai tingkat keseragaman optimum dalam konteks

tertentu. 19

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu

mengkaji dan menganalisis bahan-bahan hukum dan isu-isu hukum yang

terkait dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk

memecahkan persoalan yang timbul, sedangkan hasil yang dicapai adalah

berupa preskripsi mengenai apa yang seyogiyanya dilakukan untuk mengatasi

persoalan tersebut. Dalam suatu karya akademik, preskripsi tersebut diberikan

dalam bentuk saran dan rekomendasi.20

Jenis pendekatan dalam skripsi ini adalah pendekatan undang-undang

(statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan

konseptual (conseptual approach). Pendekatan undang-undang (statute

approach) dilakukan dengan menalaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan

undang-undang membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari

adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan

19

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:eK296CHjkhQJ:www.kemendag.go.id/f iles/pdf/2015/02/27/laporan-akhir-analisis-1425035988.pdf+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id

diakses pada tanggal 10 Maret 2016 pukul 23.00 WIB. 20

(23)

undang-undang lainnya atau dengan antara undang-undang dengan

Undang-Undang Dasar atau dengan regulasi dengan undang-undang.21 Dalam

penulisan skripsi ini peneliti akan menelaah konsistensi Undang-Undang

Standarisasi, Undang-Undang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah

dikaitkan dengan Undang-Undang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara

melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkuatan hukum

tetap.22 Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan menelaah kasus Kusrin

yang melakukan pelanggaran terhadap SNI. Pendekatan konseptual beranjak

dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam

ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin-doktrin di dalam

ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan

pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan

dengan isu yang dihadapi.23 Konsep dan prinsip hukum yang akan penulis

terapkan dalam skripsi ini adalah konsep perlindungan hak konstitusi dan

prinsip Ultimum Remedium hukum pidana.

2. Sifat Penelitian

Penelitian skripsi ini bersifat Preskriptif. Menurut Prasetyo Hadi

Purwandaka penelitian preskriptif merupakan penelitian untuk mendapatkan

(24)

dengan penulis buku Pengantar Penelitian Hukum yakni Soerjono Soekanto

yang mengatakan bahwa penelitian preskriptif adalah suatu penelitian yang

ditujukan untuk mendapatkan saran-saran untuk memecahkan

masalah-masalah tertentu.24

3. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang

meliputi :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim.25 Bahan hukum primer yang penulis gunakan di

dalam penulisan ini yakni :

1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan;

2) Undang-Unfdang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;

3) Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 tentang

Standardisasi Nasional.

b. Bahan Hukum Sekunder

24

https://idtesis.com/metodologi-penelitian-hukum/ diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 08.19 WIB.

(25)

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus

hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan.26

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

a. Melakukan pengkajian dan penelusuran terhadap peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan penulisan peneltian.

b. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data ini yang diambil

oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan

atau studi dokumen (Library Research). Teknik pengumpulan data

ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari

buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta

tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah ysng menjadi objek

penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penulisan ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Setelah rangkaian data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis

26

(26)

data dengan prosedur dan teknis pengolahan data sesuai dengan konstruksi

pembahasan hasil penelitian.

Selain menggunakan pendekatan kualitatif peneliti menggunakan

pendekatan deduktif yang berarti suatu metode berpikir yang menerapkan

hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam

bagian-bagian yang khusus. Hal ini adalah suatu sistem penyusunan fakta yang telah

diketahui sebelumnya guna mencapai suatu kesimpulan yang logis.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini sistematika penyajian yang disusun oleh peneliti

diuraikan sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang,

identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan, kerangka

pemikiran, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG HUKUM, HUKUM

BISNIS, DAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai teori-teori

mengenai hukum, hukum bisnis, dan hukum pidana, serta

salah satu fungsi dalam hukum pidana yaitu ultimum

remedium.

BAB III : PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA

(27)

Kasus Pelanggaran SNI yang diberikan sanksi pidana tanpa

didahului oleh sanksi-sanksi sebelumnya yang akan dikaji

dalam bab ini adalah :

1. Teori mengenai SNI;

2. Tujuan diberlakukan SNI sesuai Peraturan Pemerintah

RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional;

3. Sanksi-sanksi yang diberlakukan terhadap

pelanggaran SNI;

4. Pembahasan Kasus.

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PRINSIP

ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENJATUHAN

SANKSI PIDANA ATAS KASUS PELANGGARAN

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DALAM

KEGIATAN PRODUKSI BARANG ELEKTRONIK

Pada bab ini penulis melakukan analisis terhadap kasus

berdasarkan teori-teori dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku untuk menjawab identifikasi maalah.

BAB V : PENUTUP

Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran, kesimpulan

merupakan jawaban atas identifikasi masalah, sedangkan

(28)

praktis serta merupakan kesinambungan atas identifikasi

(29)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelanggaran atas kewajiban SNI tidak harus dikenakan sanksi pidana,

karena pada dasarnya sanksi yang harus ditegakkan terlebih dahulu adalah

sanksi perdata dan sanksi administratif, jika kedua sanksi tersebut tidak

dapat ditegakkan, maka disitulah fungsi hukum pidana sebagai ultimum

remedium. Terdapat sebuah area antara hukum administratif dengan

hukum pidana dimana berlaku sebuah hukum yang khusus, sebut saja

administrative penal law. Penerapan administrative penal law biasanya diterapkan dalam hukum pidana bisnis. Ciri khas dari tipe hukum ini

adalah administratif, sedangkan hukum itu tersebut mengandung

elemen-elemen hukum pidana. Tujuan dari jenis hukum seperti ini adalah untuk

men-‘dekriminalisasi’ pelanggaran-pelanggaran ringan dengan

mengalihkannya ke jenis hukum lain. Hal seperti ini telah dilakukan untuk

mendapatkan sebuah cara yang lebih efisien untuk menangani

pelanggaran-pelanggaran ringan. Kasus Pak Kusrin tersebut seharusnya

dikenakan terlebih dahulu sanksi administratif dengan pengesampingkan

terlebih dahulu dari sanksi hukum pidana tersebut, karena pada dasarnya

sifat dari hukum pidana adalah ultimum remedium. Setiap penjatuhan

(30)

actus reus. Kasus produsen TV Pak Kusrin ini sama sekali tidak adanya

sikap batin untuk merugikan masyarakat.

2. Sanksi pidana denda terhadap pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 20

Tahun 2014 tentang Standarisasi Dan Penilaian Kesesuaian nilainya lebih

tinggi dari sanksi pidana denda yang diatur dalam Undang-Undang No. 3

Tahun 2014 tentang Perindustrian, hal ini mencerminkan adanya

inkonsistensi terhadap penjatuhan sanksi dalam undang-undang yang sama

derajatnya. Proses penyelesaian sengketa yang berbeda, sanksi yang

dikenakan juga berbeda. Jika melalui litigasi, penyidik cenderung lebih

menggunakan aturan undang-undang yang mana penjatuhan sanksinya

adalah pidana, namun jika melalui instansi teknis yang berwenang, sanksi

yang dijatuhkan cenderung sanksi administratif yang di atur di dalam

Peraturan Pemerintah ataupun dalam Peraturan Menteri. Maka dari itu,

terjadi inkonsistensi penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran SNI

B. Saran

1. Seharusnya dalam penjatuhan sanksi atas pelanggaran kewajiban SNI

mendahulukan sanksi perdata atau sanksi admnistratif, karena sebelum

adanya ultimum remedium (upaya terakhir) terdapat sanksi awal yaitu

sanksi administratif dan perdata. Penggunaan hukum pidana sebagai

Ultimum Remedium, tidak boleh digunakan untuk suatu tujuan yang pada

dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya dengan

(31)

kewajiban SNI khusunya kasus Pak Kusrin ini tidak tepat jika dijatuhi

sanksi pidana, mengingat bahwa pada pelanggaran kewajiban SNI tersebut

Pak Kusrin tidak terlebih dahulu mendapatkan sanksi administratif. Para

penegak hukum harus lebih paham terhadap peraturan

perundang-undangan yang harus diterapkan pada pelanggaran SNI tesebut. Jangan

sampai pelanggaran yang sama dibidang SNI namun peyelesaian sengketa

oleh instansi yang berbeda, dapat berbeda sanksi dan dasar hukum.

Penegak hukum juga dalam menjatuhkan sanksi pidana harus dilihat

terlebih dahulu adanya dua unsur dari tindak pidana yaitu adanya mens rea

dan actus reus. Jika penegak hukum dapat membuktikan dari kedua unsur

tersebut dan pasal yang dikenakan sesuai dengan pelanggaran, maka

penegak hukum dapat mengimplementasikan tiga unsur fundamental

hukum yakni; kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan

(zweckmassigkeit),dan keadilan (gerechtighkeit).

2. Para pembuat peraturan perundang-undangan seharusnya dalam membuat

suatu produk hukum dengan pengaturan yang sama misalnya dibidang

SNI, memperhatikan konsistensi baik antara undang-undang ataupun

peraturan perundang-undangan yang lainnya dibawah undang-undang.

Seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan lain sebagainya.

Pemerintah juga harus lebih mensosialisasikan terhadap peraturan

perundang-undangan yang telah dibuat, karena pada pertimbangan hakim

dalam putusan NO.169/Pid.Sus/2015/Pn.Krg menyatakan bahwa salah

(32)

UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian adalah memberikan fasilitas

bagi industrinkecil dan menengah. Dalam hal ini pemerintah sama sekali

belum pernah melakukan sosialisasi dan pembinaan terhdap Pak Kusrin

yang termasuk usaha kecil dan menengah, sehingga terjadi tindak pidana

ini bukan semata-mata atas kesalahan Pak Kusrin, melainkan terdapat pula

(33)

PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM

DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA ATAS

KASUS PELANGGARAN STANDAR NASIONAL

INDONESIA (SNI) DALAM KEGIATAN PRODUKSI

BARANG ELEKTRONIK

Skripsi

Dibuat Dan Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Nodika Permata Shabyra 1387058

Pembimbing:

Arman Tjoneng, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(34)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa, yang telah melimpahkan segala kasih karunia dan penyertaannya bagi penulis

berupa kesehatan, kesempatan, kekuatan, keinginan serta kesabaran, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA ATAS KASUS PELANGGARAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DALAM KEGIATAN PRODUKSI BARANG ELEKTRONIK

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk penulisan

tugas akhir dalam memenuhi persyaratan program Sarjana Hukum Jurusan Hukum

Bisnis dan Investasi Universitas Kristen Maranatha. Penulisan tugas akhir ini

membahas mengenai sanksi pidana yang diberikan tanpa didahului sanksi-sanksi

sebelumnya atas pelanggaran ketentuan SNI dan penerapan prinsip Ultimum

Remedium dalam penjatuhan sanksi pidana bagi pelanggaran atas kewajiban SNI

dalam kegiatan produksi barang elektronik.

Dalam menyusun tugas akhir ini tentunya tidak lepas dari keterlibatan para

pihak yang membantu dan mendorong penulis dalam menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Ibu Dr. P. Lindawaty S. Sewu, S.H., M.Hum., M.Kn selaku Dekan

Fakultas Hukum Jurusan Bisnis dan Investasi Universitas Kristen

(35)

2. Bapak Christian Andersen, S.H., M.Kn selaku Wakil Dekan bidang

Akademik di Fakultas Hukum Jurusan Bisnis dan Investasi Universitas

Kristen Maranatha Bandung.

3. Bapak Dr. Hassanain Haykal, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan bidang

SDM, Pengembangan, dan Keuangan di Fakultas Hukum Jurusan Bisnis

dan Investasi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

4. Bapak Arman Tjoneng, S.H., M.H selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberikan arahan,

memberi motivasi, serta memberikan banyak bantuan pemikiran dalam

pembuatan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Rahel Octora, S.H., M.Hum selaku dosen wali yang telah memberikan

arahan, dan motivasi kepada penulis dalam menempuh kuliah selama di

Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha.

6. Bapak Hendro, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Pengawasan Barang

Beredar dan Perlindungan Konsumen di Kementrian Perdagangan

Republik Indonesia yang telah memberikan data-data yang dibutuhkan oleh

penulis untuk menunjang penulisan skripsi ini.

7. Ibu Reni, S.E., M.Si selaku staff Analisis Perdagangan di Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan data-data yang

dibutuhkan oleh penulis untuk menunjang penulisan skripsi ini.

8. Ibu Nurul, S.H., M.H. selaku Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar Jawa

Tengah yang telah memberikan data-data yang dibutuhkan oleh penulis

(36)

9. Bapak Agus Dwiyanto, S.H. selaku Kasubag Kepegawaian Organisasi dan

Tata Laksana Pengadilan Negeri Karanganyar Jawa Tengah yang telah

memberikan data-data yang dibutuhkan oleh penulis untuk menunjang

penulisan skripsi ini

10.Seluruh pimpinan dan staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen

Maranatha Bandung serta staff Tata Usaha Fakultas Hukum yang turut

membantu dalam pengurusan bentuk administrasipenulisan seminar usulan

penelitian ini.

11.Teristimewa untuk kedua orang tua tersayang, Ibu Dra. Hj. Niknok Enok

Nuraeni, M.Pd, Bapak H. Dikdik Jafar Sidik, S.E, serta adik penulis

Muhammad Nodia Arza Fahiran yang telah memberikan semangat,

dukungan, doa, kepercayaan serta limpahan kasih sayangnya kepada

penulis.

12.Ibu Yuan Andrayani, dr., M.H selaku bibi penulis dan Bapak Teguh

Santoso Effendi, dr., Sp.An., K.I.C., M.Kes selaku paman penulis yang

telah memberikan semangat, dukungan, doa, kepercayaan serta limpahan

kasih sayangnya kepada penulis.

13.Winda Septina Dewi dan Tia Aprilliani sebagai sahabat penulis yang telah

banyak membantu serta memberikan arahan dan motivasi dalam

menyelesaikan pembuatan penulisan skripsi ini.

14.Muhammad Noor Friyatna Esa, S.H. sebagai teman penulis yang telah

banyak membantu serta memberikan arahan dan motivasi dalam

(37)

15.Rizky Gelar Pangestu, S.H. sebagai teman penulis yang telah banyak

membantu serta memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan

pembuatan penulisan skripsi ini.

16.Dzikry Hilman Nugraha, S.Pd. sebagai teman penulis yang telah banyak

membantu serta memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan

pembuatan penulisan skripsi ini.

17.Sophia Marwah, S.Pd. sebagai teman penulis yang telah banyak membantu

serta memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan pembuatan

penulisan skripsi ini.

18.Livanny Adeline sebagai teman penulis yang telah banyak membantu serta

memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan pembuatan

penulisan skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan dalam proses penyusunan

penulisan skripsi ini dapat berguna, meskipun penulisan skripsi ini masih memiliki

banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran akan

penulis terima dengan terbuka. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi

banyak orang.

Bandung, 10 November 2016

(38)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

C.S.T Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Cetakan ke-8. Jakarta: Balai Pustaka.1989.

Cyrille Fijnaut dan Martius Nijhoff,. Changes in Society, Crime and Criminal

Justice in Europe. Netherlands: Kluwer Law International. Vol II.

1995.

E.Y. Kanter dan SR. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia

dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika.2002.

Hans dan Goran. New Perspectives on Economic Crime. United State of

America: Edward Elgar Publishing Limited. 2004

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu. Hukum Bisnis Dalam Persepsi

Manusia Modern. Bandung : Refika Aditama.2007.

Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.2012.

Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.2008.

Mirian Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.1998.

Mochtar Kusumaatadja dan B. Arief Sidharta. Pengantar Ilmu Hukum

(39)

Mochtar Kusumaatmadja. Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan

Nasional. Bandung: Binacipta.1986.

O. Notohamidjojo. Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan

Wibawa Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia.Jakarta:

Badan Penerbit Kristen.1970.

P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra

Aditya Bakti.2011.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media.2005.

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. Analisis Pengembangan SNI

Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar. Badan Pengkajian

Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian

Perdagangan. 2013.

Sofjan Sastrawidjaja. Hukum Pidana Asas Hukum Pidana Sampai Dengan

Alasan Peniadaan Pidana. Bandung: Armico.1951.

Suharizal dan Firdaus. Refleksi Reformasi Konstitusi 1998-2002. Bandung:

Citra Aditya Bakti.2007.

Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia.Bandung:

(40)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang No. 12 Tahunn 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian

Kesesuaian

Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional

INTERNET :

http://www.informasi-pendidikan.com/2015/03/pengertian-hukum-dan-jenis-jenis-hukum.html

https://restatika.wordpress.com/2010/03/08/karakteristik-hukum-pidana-dalam-konteks-ultimum-remedium/

 http://www.batik.go.id/index.php/post/read/sanksi_tegas_atas_pelanggara

n_regulasi_sni_secara_wajib_yang_tertuang_dalam_undang_undang_no_

20_tahun_2014_0

https://www.brilio.net/news/kusrin-jenius-ciptakan-tv-rakitan-tapi-116-tv-nya-dimusnahkan-kejari-1601129.html

(41)

 http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:eK296CHjkhQJ:

www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/27/laporan-akhiranalisis1425035988.pdf+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id

 https://idtesis.com/metodologi-penelitian-hukum/

 http://www.npslawoffice.com/pengertian-sistem-hukum/

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4be012381c490/sanksi-hukum-(pidana,-perdata,-dan-administratif)

http://www.akari-corp.com/artikel/sejarah-kegiatan-standardisasi-di-indonesia/

 https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional

http://bp3ed.disperindag.ntbprov.go.id/index.php/profil/9-pdn/101-standar-nasional-indonesia

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-standar-nasional-indonesia.html

Referensi

Dokumen terkait

Untuk keperluan klinik, pengetahuan mengenai letak arteri ini penting guna mengetahui keadaan pembuluh darah yang mengurus kaki. Selain itu, patut diingat pula bahwa pada kaki

Dalam kontek pembangunan masyarakat multikultural selain meningkatkan mutu bangsa agar sejajar dengan bangsa lain pendidikan juga berperan sebagai perekat diantar perbedaan

Terjadi pengecilan diameter penampang seal (8,9 %) yang secara volumetrik mengurangi kemampuan seal sebagai perapat, dan berlanjut pada peningkatan massa jenis bahan sebesar 11,6

Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada stroke iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis 160-325 mg per hari (Lip, G.Y.H

pemain yang terlibat yaitu minimal dua pemain, dan memuat prosedur.. dan aturan permainan Mul-mulan hingga hasil kalah dan menang dalam permainan. b) Keahlian

Berdasarkan gambar 9 di atas, dapat dilihat jika bidak dalam kondisi berhenti di kotak A dan Kotak B, maka, sedangkan bidak lawan (yang berada di kotak C) telah berada

Dalam formula itu dituturkan tentang sejarah asal-usul diciptakan dan diturunkannya beras oleh Tuhan untuk kelangsungan hidup umat manusia di dunia ini. Lebih dari itu, di

Namun tidak seperti ambang biasa yang bisa mengalami tekanan akibat gaya lendutan, struktur ini memiliki elemen elemen berbentuk baji yang sangat efisen menahan gaya desak