• Tidak ada hasil yang ditemukan

Self-Compassion pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD "X" di Kota "Y".

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Self-Compassion pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD "X" di Kota "Y"."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

viii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research was conducted to determine the degree of self-compassion in nursing inpatient at Regional General Hospital "X" in the City "Y". The method which was used in this research is descriptive method. The sampling process using “purposive sampling technique” with a total sample of 81 people.

The instruments which is used to measure the results were made by Kristin Neff, K. D (2003) which has been translated into Indonesian by Missiliana R., M. Si., Psik and Drs. Paulus Hidayat P. M. Si., Psik which then the measuring instrument that consisting of 26 items was re-translated into English by Eveline Sarintohe, M. Si. which has been approved by Kristin Neff K. D. . The validity test has been carried out using the formula by Missiliana R. Pearson, M. Si., Psik and obtained 26 items which were valid with the validity of the items ranged between 0.323-0.606 and reliability of measuring instruments using Alpha-Cronbach of 0.818.

(2)

ix

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah “X” di Kota “Y”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif. Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang.

Alat ukur yang digunakan dibuat berdasarkan teori Self-Compassion dari Kristin Neff, K. D (2003) yang kemudian telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Missiliana R., M. Si., Psik dan Drs. Paulus Hidayat P. M. Si., Psik yang kemudian alat ukur yang terdiri dari 26 item diterjemahkan kembali dalam bahasa Inggris oleh Eveline Sarintohe, M. Si yang telah disetujui oleh Kristin Neff K. D. Telah dilakukan uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson oleh Missiliana R., M. Si., Psik dan diperoleh sebanyak 26 item yang valid dengan validitas item berkisar antara 0.323 – 0.606 dan reliabilitas alat ukur dengan menggunakan Alpha Cronbach sebesar 0.818.

(3)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRACT ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

(4)

xi

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka Pemikiran ... 9

1.6 Asumsi ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18

2.1 Self-Compassion ... 18

2.1.1 Pengertian Compassion ... 18

2.1.2 Pengertian Self-compassion ... 18

2.2 Komponen Self-compassion ... 20

2.2.1 Self-Kindness Vs Self-Judgement ... 20

2.2.2 Common Humanity Vs isolation ... 21

2.2.3 Mindfulness Vs Over-Identity ... 21

2.2.4 Korelasi Antar Komponen ... 22

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi ... 24

2.3.1 Personality ... 24

2.3.2 Jenis Kelamin ... 26

2.3.3 Budaya ... 27

2.3.4 The Role of Parents ... 28

2.4 Dampak Self-Compassion ... 32

2.5 Keperawatan ... 34

2.5.1 Pengertian Perawat dan Keperawatan ... 34

2.6 Peran Perawat ... 35

2.7 Fungsi Perawat ... 37

(5)

xii

Universitas Kristen Maranatha

2.9 Prinsip-prinsip Etika Perawat ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 44

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 44

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.3.1 Variabel Penelitian ... 45

3.3.2 Definisi Konseptual ... 45

3.3.3 Definisi Operasional ... 45

3.4 Alat Ukur ... 46

3.4.1 Kuesioner Self-Compassion ... 46

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur Self- Compassion ... 47

3.4.3 Cara Skoring ... 47

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 48

3.4.4.1 Data Pribadi ... 48

3.4.4.2 Data Penunjang ... 49

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.4.5.1 Validitas Alat Ukur ... 49

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.5 Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.5.1 Karakteristik Sampel ... 50

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 50

(6)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Gambaran Sampel Penelitian ... 51

4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.1.2 Berdasarkan Usia... 51

4.2 Hasil Penelitian ... 52

4.2.1 Gambaran Komponen dan Self-Compassion ... 52

4.3 Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 69

5.2.1 Saran Teoritis ... 70

5.2.2 Saran Praktis ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(7)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

(8)

xv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tabel 3. 1 Kisi-kisi Alat Ukur Self-Compassion ... 47

Tabel 3.2 Sistem Penilaian Setiap Komponen Self-compassion ... 48

Tabel 3.3 Validitas Alat Ukur ... 49

Tabel 4.1 Gambaran Subyek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin i ... 51

Tabel 4.2 Gambaran Subyek ... 52

Tabel 4.3 Gambaran Komponen Self-Compassion ... 52

Tabel 4.4 Gambaran Self-Compassion ... 52

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Maternal Criticism ... 53

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Attachment ... 54

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Modeling Of Parents ... 54

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Openess To Experience ... 55

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Consciousness ... 55

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Extraversion ... 56

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Self-Compassion Dengan Agreeableness ... 56

(9)

xvi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Komponen-komponen Self-Compassion Lampiran B Kuesioner Self-Compassion

Lampiran C Kuesioner Data Penunjang

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi sekarang ini kesehatan menjadi satu hal yang penting dalam menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dilengkapi berbagai divisi di dalamnya, salah satu divisi yang cukup penting dalam berjalannya sebuah rumah sakit adalah divisi keperawatan. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat. (Kusnanto, 2004).

Menurut UU RI NO 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, perawat adalah mereka

yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan

berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan

keperawatan (www.pustaka-indonesia.or.id/2001). Menurut The International

Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang memberikan perawatan

secara individu atau kelompok kepada orang lain dari segala usia, keluarga,

kelompok, dan komunitas, sakit atau sehat.

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha perawat secara pribadi, perawat memperlakukan pasien dengan baik dan dapat memberikan belas asih kepada pasien atau dapat disebut dengan compassion for

other. Perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena perawat memiliki kontribusi dengan kuantitas terbanyak dalam pelayanan kesehatan (Sumijatun, 2010).

Tugas dari perawat rawat inap adalah menentukan kebutuhan kesehatan pasien dan mendorong pasien untuk berperan serta di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya, memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi perawatan darurat, serta bekerjasama dengan dokter dalam program pengobatan, melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi dan menerima rujukan dari organisasi kesehatan lainnya, melaksanakan pencatatan pelaporan asuhan keperawatan. Dalam tugasnya perawat harus mengecek, memasang infus, memberikan obat, mengambil darah, dan melaksanakan kegiatan keperawatan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) Keperawatan. Dari hal tersebut tampak bahwa profesi perawat merupakan profesi penting di samping dokter dan tenaga para medis lainnya.

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha daya manusia yang profesional, sarana dan prasarana rumah sakit, memberikan pelayanan sesuai standar yang aman, efektif, efisien dan transparan, meningkatkan keterjangkauan pelayanan dan mempermudah birokrasi, menyediakan wahana pendidikan dan pelatihan serta penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang bersinergi dengan mutu layanan. (Profil RSUD “X” di kota “Y”)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada lima orang staf keperawatan, mereka mengatakan bahwa jumlah perawat yang dibutuhkan oleh rumah sakit cukup banyak karena banyaknya pasien yang membutuhkan perawatan baik pasien rawat jalan ataupun rawat inap. Mereka juga mengatakan umumnya pasien yang datang ke RSUD “X” di kota “Y” ini berasal dari golongan sosial ekonomi menengah ke bawah, mereka juga mengatakan mengenai obat-obatan di RSUD “X” di kota “Y” kurang lengkap. Lebih lanjut mereka mengungkapkan, umumnya masyarakat yang menggunakan jasa RSUD “X” di kota “Y” lebih memilih ruangan kelas III dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya, karena harga perawatan di kelas III lebih terjangkau.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha 41.300 orang. Rata-rata jumlah lebih dari 3000 pasien setiap bulan (berkisar antara 3175 sampai 3759) dengan jumlah 400 tempat tidur .

Perawat rawat inap secara penuh memberikan pertolongan kepada pasien

ketika mereka berada di rumah sakit, perawat dituntut untuk mendahulukan

kepentingan pasien dibandingkan dengan kepentingan dirinya secara pribadi serta

memperlakukan mereka dengan baik agar mendapatkan kembali kesehatannya

melalui proses penyembuhan. Sehingga lebih lanjut ia dapat memahami bahwa

orang lain memiliki kelemahan, dan membutuhkan penerimaan sebagai manusia apa adanya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan apabila perawat tidak dapat berbelas asih terhadap dirinya sendiri (self-compassion).

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha pelayanannya.

Self-Compassion memiliki tiga komponen yaitu Self-Kindness, Common

Humanity, dan Mindfulness (Neff, 2003b). Self-Kindness adalah kemampuan seseorang untuk dapat menerima penderitaan, masalah, dan kegagalan yang dialami secara terbuka. Common humanity adalah suatu kemampuan diri untuk dapat menyadari bahwa suatu penderitaan, masalah, dan kegagalan yang sama juga dapat dialami oleh orang lain. Mindfullness adalah suatu penerimaan diri dan melihat secara jelas perasaan dan pikiran diri sendiri apa adanya, tanpa disangkal atau ditekan tanpa melebih-lebihkan kesalahannya tersebut.

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa orang yang memiliki Self-Compassion yang lebih tinggi mempunyai kepuasan hidup yang lebih tinggi, lebih percaya diri, lebih bahagia, optimis, dan memiliki tingkat kecemasan yang relatif rendah dibandingkan dengan orang yang memiliki Self-Compassion yang rendah. Di dalam pekerjaan perawat, seorang perawat membutuhkan Self-Compassion yang tinggi ketika menghadapi permasalahan dalam tugasnya sebagai perawat seperti saat merawat pasien, perawat melakukan kesalahan kepada pasien yang membuat pasien terluka atau kesakitan pada saat menyuntik atau ketika melakukan kesalahan dan mendapat teguran dari kepala ruangan.

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha pasien, terlalu lama meninggalkan pasien, dan kurang bersikap ramah terhadap keluarga pasien. Hal tersebut memunculkan perasaan “tidak enak” kadang-kadang muncul perasaan bersalah. Lebih lanjut para perawat mengakui telah berusaha menampilkan kinerja yang optimal dalam menjalankan tugasnya, namun jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah perawat mengakibatkan perawat tidak dapat memenuhi permintaan pasien dengan segera. Dengan demikian terkadang pula perawat merasa dirinya tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai perawat dengan baik. Kurangnya fasilitas seperti alat-alat kesehatan di RSUD “X” di Kota “Y” juga menjadi salah satu faktor kesulitan perawat dan ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap RSUD “X” di Kota “Y”, fasilitas yang dikeluhkan antara lain kurangnya kursi roda, tabung oksigen untuk setiap ruangan, selimut, dan ruangan yang dianggap kurang luas sehingga kadang pasien dirawat di luar ruangan. Lima orang perawat (33,33%) lainnya mengatakan bahwa kinerja yang mereka tampilkan memang kurang optimal karena terlalu banyak pasien yang mereka tangani sehingga tidak dapat merawat satu persatu dengan teliti. Dengan demikian mereka merasa dirinya tidak dapat menjadi perawat yang baik. Perawat mendapat sanksi berupa teguran baik lisan ataupun tertulis dari kepala ruangan apabila lalai dalam mengerjakan tugas.

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha (33,33%) mengatakan dirinya merasa tidak mampu menjalankan tugas dengan baik dan membenci dirinya karena berbuat kesalahan. Akibatnya perawat menjaga jarak terhadap pasien, karena takut akan mengulangi kesalahan yang sama. Mereka mengaku telah bekerja sesuai dengan aturan, walaupun tetap saja kesalahan seringkali terjadi dan merasa dirinya memang lalai.

Berdasarkan wawancara itu juga didapatkan data enam orang perawat (40%) mengaku ketika mendapat teguran baik lisan ataupun tertulis menganggapnya sebagai nasihat dari kepala ruangan mengenai kinerja mereka sebagai perawat. Mereka mengatakan bahwa setiap perawat dalam bekerja pasti pernah melakukan kesalahan dalam pekerjaannya dan wajar jika hal tersebut terjadi pada diri mereka (Common Humanity). Sedangkan sembilan orang perawat (60%) lainnya mengatakan bahwa ketika mengalami kesalahan seperti salah memberikan obat mereka merasa kegagalan itu suatu kecerobohan yang hanya dialami oleh dirinya dan perawat lainnya belum tentu melakukan kesalahan dalam hal yang sangat sederhana seperti itu.

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha obat lagi, mereka merasa takut dan sedih selama beberapa waktu mereka merasa takut akan melakukan hal yang sama.

Berdasarkan fenomena yang digambarkan di atas, diketahui perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” memiliki derajat Self-Compassion yang bervariasi. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai derajat Self-Compassion yang dialami oleh perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” dengan faktor-faktor yang memengaruhinya.

1.2Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat Self-Compassion perawat ruang rawat inap di RSUD “X” di Kota “Y”.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran derajat Self-Compassion perawat ruang rawat inap RSUD “X” di Kota “Y”.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari derajat Self-Compassion melalui komponen-komponen Self-Self-Compassion perawat rawat inap

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan khususnya mengenai Self-Compassion dalam bidang ilmu psikologi positif dan keperawatan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai Self-Compassion.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada para perawat RSUD “X” di kota “Y” mengenai derajat Self-Compassion yang dimiliki mereka. Informasi ini dapat digunakan untuk membantu perawat agar lebih dapat mengenali diri sendiri dengan lebih baik.

2. Memberikan informasi kepada kepala perawat ruang rawat inap RSUD “X” di Kota “Y” mengenai derajat Self-Compassion untuk memberikan training kepada perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang memiliki derajat Self-compassion yang rendah.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai perawat, seorang perawat harus melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) Keperawatan, perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha manusia serta menerapkan kode etik profesi. Salah satu kode etik keperawatan yaitu mengenai hubungan perawat dengan pasien, perawat wajib menghargai hak, martabat pasien dan privacy pasien.perawat harus memahami keadaan pasien

yang sedang sakit, misalnya ketika pasien menjadi lebih sensitif dan mudah marah

namun perawat harus tetap bersikap ramah. Perawat juga dituntut untuk

mendahulukan kepentingan pasien dibandingkan dengan kepentingan dirinya

secara pribadi. Neff mengungkapkan kemampuan individu untuk dapat melihat,

menyadari dan merasakan kebaikan, kepedulian dan pemahaman terhadap

penderitaan yang dialami oleh individu lain disebut sebagai Compassion for Other

(2003). Lebih lanjut Neff (2011) mengungkapkan seseorang tidak akan secara

penuh memberikan compassion for other sebelum mereka memiliki

Self-Compassion. Self-Compassion merupakan keterbukaan dan kesadaran terhadap

penderitaan diri sendiri, tanpa menghindari penderitaan itu, memberikan pemahaman dan kebaikan terhadap diri sendiri ketika menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (Neff, 2003).

Self-Compassion dibentuk oleh tiga komponen yaitu Self-Kindness, Common

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha disangkal atau ditekan tanpa melebih-lebihkan kesalahannya tersebut. Derajat

Self-compassion dikatakan tinggi apabila memiliki derajat yang tinggi pada ketiga

komponen yaitu self-kindness, common humanity dan mindfullness. Jika individu memiliki derajat yang rendah pada salah satu atau lebih komponen maka dikatakan memiliki self-compassion yang rendah (Neff, 2011).

Demikian pula pada perawat ruang rawat inap RSUD “X” di Kota “Y”. perawat yang memiliki Self-compassion yang tinggi pada saat mengalami kegagalan ketika melaksanakan tugasnya mereka dapat menerima dan menyadari kegagalan serta tidak menghakimi dan memberikan kritik yang berlebihan terhadap dirinya, ia dapat menyadari bahwa kegagalan tersebut dapat terjadi pada perawat lainnya. Ia juga dapat melihat kegagalan tersebut secara objektif terjadi saat ini tidak memiliki ketakutan yang berlebihan bahwa kegagalan tersebut akan terjadi di kemudian hari. Sebaliknya perawat yang memiliki self-compassion rendah ketika mengalami kegagalan mereka menyalahkan dan mengkritik dirinya secara berlebihan, ia merasa hanya dirinya yang dapat mengalami kegagalan tersebut dan tidak mungkin dialami oleh perawat lainnya. Ia merasa takut secara berlebihan bahwa kegagalan tersebut akan dialaminya di masa yang akan datang, dia tidak mampu berpikir secara objektif.

Self-compassion dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu jenis kelamin dan personality sedangkan faktor eksternal yaitu role of culture dan role of parent yaitu Attachment, maternal criticism dan modeling of parents. Penelitian menunjukan bahwa wanita lebih

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha Sehingga wanita dapat memiliki self-compassion yang lebih rendah dibandingkan pria (Neff, 2011). Perawat wanita diasumsikan memiliki self-compassion yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat pria.

Personality berpengaruh terhadap Self-compassion. Self-compassion

berhubungan positif dengan aggreableness, extroversion, dan conscientiousness. Individu dengan extroversion cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan (Robbins, 2001 dalam Mastuti, 2005) dan aggreableness merujuk pada kecenderungan individu untuk tunduk kepada orang lain (Robbins, 2001 dalam Mastuti, 2005). Perawat ruang rawat inap RSUD“X” di kota “Y” yang memiliki derajat tinggi dalam agreeableness dan extroversion berorientasi pada sifat sosial dan tidak terlalu khawatir dengan pandangan orang lain tentang mereka. Hal itu dapat membantu mereka untuk bersikap baik kepada diri sendiri (self-kindness) dan melihat pengalaman yang negatif sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (common humanity)

Begitu pula, dengan conscientiousness, menurut Costa & McCrae (1997), conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha Self-compassion juga dipengaruhi oleh budaya (role of culture). Dikatakan bahwa budaya Asia merupakan budaya collectivist (kekeluargaan) dan bergantung kepada orang lain. Masyarakat dengan budaya Asia lebih mengkritik diri sendiri dibandingkan masyarakat budaya barat (Kitayama & Markus, 2000; Kitayama, Markus, Mitsumoto, & Norasakkunit, 1997) ketika dirinya mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan dan berada di bawah rata-rata, sehingga masyarakat dengan budaya Asia dapat memiliki self-compassion yang lebih rendah. Kebanyakan orang Asia merasa dirinya lebih menonjol dibandingkan orang lain, disebabkan orang Asia lebih dependen dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi dibandingkan dengan orang Amerika yang lebih independen, original dan lebih mandiri. Sehingga menuntut orang asia untuk berada diatas rata-rata dibandingkan teman seusianya.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha penelitian menyebutkan bahwa individu yang mendapatkan insecure attachment memiliki self-compassion yang lebih rendah daripada individu yang mendapatkan secure attachment (Neff, 2011). Jika individu merasa tidak layak mendapatkan kasih sayang, ia juga merasa tidak layak jika mendapatkan kasih sayang dari dirinya sendiri. Berdasarkan hal itu, perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang mendapatkan secure attachment dapat memiliki self-compassion yang lebih tinggi dibandingkan perawat ruang rawat inap yang mendapatkan insecure attachment.

Maternal criticism dapat mempengaruhi self-compassion yang dimiliki oleh

perawat ruang rawat inap RSUD “X”. Schafer (1964, 1968) menyatakan bahwa empati dikembangkan melalui proses internalisasi saat masih anak-anak. Begitu juga Strolow, Brandchaft, dan Atwood (1987) menyatakan bahwa kemampuan untuk menyadari dan melakukan empati berkaitan dengan empati yang ditunjukan oleh pengasuh saat masih anak-anak. Artinya, perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang mendapatkan kehangatan dan hubungan yang saling mendukung dengan orang tua mereka, serta menerima dan compassion kepada orang tua mereka, cenderung akan memiliki self-compassion yang lebih tinggi. Sedangkan perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang tinggal dengan orang tua yang “dingin” dan sering mengkritik, cenderung akan memiliki self-compassion yang lebih rendah (Brown, 1999). Selain itu lingkungan keluarga yang dapat memengaruhi self-compassion perawat ruang rawat inap adalah modeling of parents, yaitu model orang tua yang mengkritik diri dan orang tua

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha tua yang sering mengkritik diri, akan menjadi model bagi perawat ruang rawat inap RSUD “X” untuk melakukan hal yang sama saat ia mengalami kegagalan.

Perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang lebih extroverted memiliki self-compassion tinggi, karena mereka tidak terlalu khawatir dengan pandangan orang lain tentang mereka, karena hal itu dapat mengarah pada rasa malu dan perilaku menyendiri. Perawat ruang rawat inap RSUD “X” yang memiliki self-compassion tinggi juga akan memahami kekurangannya, berempati terhadap hal itu, dan menggantikan kritikan terhadap dirinya dengan memberikan respon yang lebih baik. Ia dapat memberikan rasa aman dan perlindungan kepada dirinya dan menyadari bahwa kekurangan dan ketidaksempurnaan merupakan bagian dari kehidupan. Ia lebih terhubung dengan orang lain yang juga memiliki kekurangan dan kerentanan. Pada waktu yang bersamaan, ia bisa melepaskan keinginannya untuk menjadi lebih baik daripada orang lain, sehingga ia bisa melihat kekurangan atau kegagalan yang dihadapi secara objektif, tanpa menghindari atau melebih-lebihkan hal tersebut ( Neff, 2011).

Perawat ruang rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang memiliki self-compassion rendah, akan terus menerus mengkritik diri secara berlebihan saat

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha dihadapi dengan fokus pada kegagalan yang akan ia hadapi di masa lalu, tanpa memperhatikan kegagalan yang ia hadapi saat ini (Neff, 2011).

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disusun dalam bagan sebagai berikut :

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Komponen Self-Compassion:

Self-Kindness

Common Humanity

Mindfulness

Tinggi Perawat rawat inap

Rumah Sakit “X” kota “Y” Self-Compassion

Rendah Faktor-faktor yang memengaruhi :

1. Faktor Internal • Jenis kelamin

Personality

2. Faktor Eksternal

Role of Culture

Role of Parent

- Attachment

- Maternal Criticism

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir diatas, peneliti memiliki asumsi penelitian sebagai berikut :

Self-Compassion pada perawat rawat inap di RSUD “X” di kota “Y”

terdiri dari tiga komponen yaitu Self-Kindness, Common Humanity, dan Mindfulness.

• Ketiga komponen tersebut saling memengaruhi satu sama lain. Jika

perawat rawat inap di RSUD “X” di kota “Y” memiliki derajat yang tinggi di dalam Self-Kindness, Common Humanity dan Mindfulness berarti perawat ruang rawat inap di rumah sakit “X” di kota “Y” memiliki Self-Compassion yang tinggi. Jika salah satu atau lebih dari ketiga komponen rendah maka dihasilkan self-compassion yang rendah.

Self-Compassion perawat rawat inap di RSUD “X” di kota “Y”

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu jenis kelamin dan personality. Faktor eksternal yaitu role of culture, role of parent dalam attachment, maternal critism, dan modeling of

(27)

69

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta dengan saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat self-compassion pada perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y”, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Self-compassion pada perawat rawat inap RSUD “X” sebagian besar

menunjukan derajat yang rendah.

2. Perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” memiliki derajat yang tinggi pada komponen common-humanity.

3. Perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang memiliki derajat yang rendah pada komponen self-kindness menunjukan derajat self-compassion yang rendah.

4. Faktor internal dan faktor eksternal yang memengaruhi derajat self-compassion yaitu role of culture.

5. Perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” yang menunjukan derajat self-compassion yang rendah lebih banyak dimiliki oleh perawat dengan jenis

(28)

70

Universitas Kristen Maranatha 6. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh trait personality

dengan derajat self-compassion. Ditemukan adanya faktor-faktor lain yang memengaruhi derajat self-compassion.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara komponen self-compassion dengan faktor-faktor yang memengaruhi.

2. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai pelatihan atau teknik intervensi untuk meningkatkan self-compassion pada perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y”

5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada Rumah Sakit Umum Daerah “X” di Kota “Y” mengenai self-compassion yang dimiliki perawat rawat inap RSUD “X” di Kota “Y”. Informasi ini dapat digunakan untuk mengadakan pelatihan dengan bekerja sama dengan Fakultas Psikologi dalam meningkatkan self-compassion perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” 2. Perawat rawat inap RSUD “X” di kota “Y” dengan derajat

self-compassion yang rendah perlu melakukan usaha untuk dapat

(29)

71

(30)

72

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Masruroh & Joko Prasetyo. 2012. Etika Keperawatan. Yogyakarta : Bangkit.

Neff, Kristin. 2011. Self Compassion : Stop Beating Yourself Up and Leave Insecurity Behind. New York : Harper Collins Publisher.

Neff, Kristin. 2009. Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp.561-573) Self Compassion in. M.R Leary 7 R.H. Hoyle (Eds.), New York : Guilford Press.

Neff, K. D.(2012). The science of self-compassion. In C. Germer 7 R. Siegel (Eds), Compassion and Wisdom in Psychotherapy (pp. 79-92). New York : Guilford Press.

Neff, K. D., L. M. (2009). Self Compassion. In S. Lopez (ed). The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). Blackwell Publishing.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

(31)

73

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana edisi revisi III. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

http :// pekommainiaroza. Wordpress.com/2013 / 01/12 tantangan- dalam-keperawatan/)

http://perawat77. blogspot.com/2010/05/definisi-peran-fungsi-dan-tugas-perawat.html, diakses pada tanggal 05 Febuari 2013

http://www.inna-ppni.or.id/index.php/kode-etik, diakses 18 januari 2014)

http: // gracefracilia. blogspot.com/ 2013/10/ prinsip-prinsip-etika-keperawatan.html)

Referensi

Dokumen terkait

perlindungan hukum terhadap pasien rawat inap sebagai konsumen. Pendekatan secara sosiologis merupakan pendekatan yang bertujuan. untuk melihat bagaimana proses

Setelah menggunakan salah satu penyelesaian dinding di atas, ruang pertunjukan tidak hanya selesai pada dinding tersebut, namun setelah keluar dari ruang pertunjukan, masih

pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan

Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian obat terhadap pendokumentasian keperawatan, diketahui bahwa paling

Alat ini dapat mengubah obat cair menjadi uap ( aerosol ) untuk dihirup menggunakan masker sehingga obat langsung masuk ke paru - paru. Tujuan dari pembuatan alat ini

Form ekstraksi pesan Bit Change hampir sama dengan form penyisipan pesan yang memiliki beberapa tombol yaitu, get image digunakan untuk mengambil image pembawa pesan,

Gambar 1: Perbelanjaan Takashiyama Amerika Mura di Osaka.. Gambar 2: Perbelanjaan Tenjinbashi Amerika Mura

penelitian yang dibandingkan dengan data kontrol kelompok yang tepat, (7) revisi produk operasional, revisi produk yang telah disarankan oleh hasil tes lapangan