• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN IN HOUSE TRAINING JURNALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KARYAWAN HUMAS : Studi tentang Kompetensi Jurnalistik Kerjasama PT. Pertamina EP Asset 5 dengan TEMPO Insitute.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN IN HOUSE TRAINING JURNALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KARYAWAN HUMAS : Studi tentang Kompetensi Jurnalistik Kerjasama PT. Pertamina EP Asset 5 dengan TEMPO Insitute."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman tentang humas sangat beragam. Hal ini tercermin pada bidang kerja yang berbeda di masing-masing organisasi/institusi. Pada organisasi/perusahaan swasta humas telah masuk pada bagian dari fungsi manajemen strategis dengan melibatkan humas sejak awal dalam proses pengambilan keputusan strategis. Sebaliknya sebagian besar organisasi korporasi khususnya pada bidang pemerintahan, humas hanya diberi peran dan fungsi teknis.

Fungsi teknis tersebut lebih dominan difungsikan sebagai pelaksana teknis event organizer, serta aktivitas keprotokoler. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni Pudjiastuti dan Henny Widyaningsih mengenai Pemetaan Humas Pemerintah di Indonesia tahun 2007.

Melalui perspektif di atas, praktisi humas Indonesia hendaknya mengaktualisasikan diri dalam memantapkan profesionalitasnya, tanpa melupakan tugas-tugas keteknikannya. Di sinilah letak relevansi dan benang merah kehadiran standar kompetensi humas Indonesia yang diharapkan mampu menjawab tuntutan jaman dalam persaingan super kompetisi dengan meningkatkan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan instutusi/perusahaan seiring berkembangnya teknologi.

Untuk mewujudkan hal itu, humas harus berkontribusi dalam strategi manajemen dengan mengembangkan lima aspek kegiatan yaitu environmental scanning, scenario building, issue management, crisis management, dan

reputation management.

Kelima aspek dimaksud diterapkan dalam area pekerjaan sebagai kompetensi yang dipelukan sesuai dengan kebutuhan tugas-tugas tertentu dalam hubungan kelembagaan, hubungan dengan media, hubungan dengan pressure group, customers relations, crisis management, manajemen reputasi,

(2)

Perkembangan informasi dan teknologi saat ini mempermudah layanan akses untuk mencari informasi, hal ini menjadi salah saru aspek tugas dari humas untuk meningkatkan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kelembagaan dan media serta manajemen reputasi dengan masyarakat sekitar.

Melalui pemanfaatan media informasi baik berupa media cetak, elektronik, maupun berbasis jaringan internet dalam pengelolaannya harus menggunakan kaidah-kaidah jurnalistik agar hasil informasi yang ada dan diolah oleh humas menjadi suatu sajian yang bisa menjawab informasi yang dibutuhkan public serta memiliki daya saing dengan instansi atau perusahaan lain.

Area pekerjaan humas tersebut didukung oleh unit kompetensi yang dibutuhkan, yakni komunikasi lisan, komunikasi tertulis, teknik-teknik kehumasan, manajemen isu, penelitian humas, manajerial, kepemimpinan/ leadership, serta bahasa dan teknologi. (Buku Panduan SKKNI Bidang

Kehumasan, 2007, hlm.3-4).

Humas sudah tidak bisa dilihat lagi hanya sebagai humas in practice, tetapi juga masuk dalam tataran humas is profession sehingga persoalan standarisasi profesi menjadi kebutuhan yang mendesak. Standarisasi ini akan berjalan dengan baik mana kala dunia kerja dan para pelaku humas itu sendiri mau dan merasa membutuhkan adanya standarisasi tersebut demi terwujudnya profesi humas yang lebih kompeten.

Kompetensi humas inilah yang menjadi dasar bagi terwujudnya praktik humas yang lebih profesional. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja pada sertai individu humas yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan atau keahlian serta sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Kompetensi tersebut menjadi tantangan terhadap tuntutan profesional praktik humas yang akan datang. Perkembangan humas kedepan makin mengedepankan cita rasa tinggi (high touch, high truth dan high tech) (Muktiyo, 2009, hlm. 204-205).

(3)

menulis serta mengelola informasi lain dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di instansi atau perusahaan.

Kompetensi menurut Spencer & Spencer dalam Palan (2007, hlm.23) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.

Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas).

Permasalahan kompetensi merupakan hal yang penting, karena dengan kompetensi diharapkan dapat mendorong profesionalitas. Humas bukan hanya bekerja pada tataran teknis saja, humas seharusnya bekerja pada tingkatan manajemen strategis. Fungsi dan peran para praktisi pejabat humas perlu direposisi, serta di reorientasi dari sekadar corong informasi institusi atau perusahaan ke fungsi dan tugas lebih strategis sesuai dengan tuntutan situasi yang telah banyak berubah.

Permasalahan lain timbul karena profesi humas adalah profesi yang sedang berkembang. Untuk memasuki profesi ini, pada kenyataannya tidak memerlukan persyaratan pendidikan baku (misalnya pendidikan ilmu komunikasi maupun mendidikan humas), bahkan tidak ada lembaga untuk menjamin kompetensi dan praktik etis. Karena itu, profesi ini terbuka bagi siapa pun dan dengan latar belakang apa pun.

Untuk mencapai kondisi profesi apapun dan khususnya humas harus memiliki kemampuan yang kompeten dalam usaha menjunjung profesionalitas. Dilain pihak, peran para praktisi humas dalam institusi/organisasi di Indonesia pada umumnya belum berada pada posisi dominan dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan yang berhubungan dengan peran strategis humas.

(4)

keputusan, tetapi berperan penting dalam mengelola dan mengemas informasi tentang institusi atau perusahaan yang akan disajikan kepublik.

Temuan Ananto yang mengungkapkan bahwa profesi humas belum mendapatkan tempat yang layak atau sejajar dengan profesi lain. Hal ini disebabkan oleh kurangnya apresiasi pimpinan lembaga (39%), telah terjadi kesalahan persepsi mengenai profesi. Hubungan Masyarakat (31%), keterbatasan kemampuan praktisi (22%) dan tidak adanya persyaratan khusus untuk melaksanakan profesi humas (8%). (Ananto, 2004, hlm.6).

Dalam institusi pemerintahan, Kinerja lembaga pemerintahan khususnya humas masih terpengaruh stigma yang negatif . Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto yang memaparkan 12 kesalahan besar humas yang harus segera dihilangkan, yakni :

a. Lambat dalam merespons keluhan atau informasi dari masyarakat; b. Cenderung birokratis dalam pengambilan keputusan;

c. Cenderung terpaku pada jam kerja;

d. Cenderung mengelak kebenaran dari suatu isu yang diberitakan;

e. Mudah melempar tanggung jawab untuk merespons sehingga pers sering merasa diping-pong;

f. Merasa aman untuk bersikap "no comments" dan/atau "off the records"; g. Kurang sigap dalam menghadapi acara "talk show" atau dialog interaktif; h. Cukup puas dengan acara "blocking time" dan advertorial;

i. Bertugas sebagai fungsi-fungsi protokoler dan administratif kehumasan; j. Malas mendapatkan pengetahuan dan informasi aktual;

k. Kurang ada upaya memperluas jaringan internal dan eksternal; dan l. Sering berdalih kurang intensif karena terkait keterbatasan anggaran.

(5)

Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, baik yang di tingkat pusat maupun daerah, masuk dalam kategori badan publik. Sebagai badan publik, pemerintah harus terbuka kepada masyarakat (publik) berkaitan dengan penyelengaaraan pemerintahan.

Humas merupakan salah satu sumber daya manusia yang penting bagi suatu organisasi. Menurut Simamora (1995, hlm.10) bahwa sumber daya manusia dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi, tanpa adanya sumber daya manusia yang efektif mustahil bagi suatu organisasi mencapai tujuannya dengan baik.

Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan salah satu langkah kebijakan atau program dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut. Salah satu program pemberdayaan SDM tersebut adalah pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Hal ini untuk membina dan mengembangkan kemampuan manusia jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidupdan sebagai proses belajar memperoleh dan meningkatkanketrampilan dalam waktu jangka pendek.

Dalam UU NO.20 Tahun 2003, Pasal 26 disebutkan bahwa Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dalam pelaksanaannya kursus dan pelatihan dilaksanakan oleh pemerintah melalui lembaga pemerintah dan swasta. Pada lembaga pemerintah terutama diselenggarakan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan lembaga swasta diselenggarakan oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP).

Pendidikan dan latihan bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia dan di dunia kerja untuk mengembangkan tenaga kerja yang ada. Pengembangan tenaga kerja adalah program yang khusus dirancang oleh suatu organisasi dengan tujuan membantu karyawan dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan memperbaiki sikapnya.

(6)

tersebut. Pelatihan dewasa ini dianggap merupakan investasi yang produktif. Manajemen yang efektif melihat latihan/pendidikan sebagai investasi jangka panjang pada sumber daya manusia.

Salah satu fungsi manajemen surmber daya manusia adalah training and development artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kerja pendidikan

yang bersumberdaya manusia yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagal upaya untuk mempersiapkan para tenaga kerja pendidikan untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya.

Taylor (1992, hlm.8) mengungkapkan bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam kemampuan dan tanggungjawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Sebagaimana pendapat diatas bahawa tenaga kerja atau karyawan membutuhkan latihan kerja yang tepat sesuai dengan kebutuhan spesifik sesuai standar penugasan yang diperoleh, sehingg dalam melaksanakan pelatihan tidak hanya dilihat dari aspek kebutuhan dari perusahaan tetapi juga dari kompetensi yang diperlukan oleh tenaga kerja itu sendiri.

Pelatihan yang diselenggakan oleh instansi baik pemerintahan maupaun swasta atau perusahaan masih bersifat proyek, karena dilakukan berdasarkan jadwal kegiatan pelatihan sesuai dengan anggaran yang ada, bukan berdasarkan kabutuhan dari tenaga kerja itu sendiri.

Instansi atau perusahaan para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung dengan pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya,a ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan, meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya.

(7)

between the current situation and a preferred state off affairs. The trainer’s

role is to facilitate trainee’s movement from the status quo toward the ideal.

Pengertian tersebut menunjukan bahwa pelatihan adalah upaya pembelajaran, yang diselenggarakan oleh organisasi untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Suatu organisasi dianggap berhasil apabila sumber daya manusia yang ada didalamnya terlibat dalam organisasi tersebut sesuai dengan kompetensi yang tetapkan oleh instansi atau perusahaan.

Perusahaan biasanya melakukan pelatihan dengan menggunakan metode on the job training dimana pelatihan yang dilaksanakan oleh bagian HRD (human resources development) sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan melakukan analisis kebutuhan karyawan secara global.

PT Pertamina EP merupakan perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha utama.

Wilayah kerja Pertamina EP terbagi ke dalam lima asset. Operasi kelima asset terbagi ke dalam 19 Field, yakni Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, dan Ramba di Asset 1, Prabumulih, Pendopo, Limau dan Adera di Asset2 , Subang, Jatibarang dan Tambun di Asset 3, Cepu dan Poleng di Asset 4 serta Sangatta, Bunyu, Tanjung, Sangasanga, Tarakan dan Papua di Asset 5.

Asset 5 mendapat perhatian khusus karena mencakup wilayah Kalimantan dan papua, yang jarang mendapatkan pelatihan dari pertamina kantor asalnya, sehingga untuk meningkatkan kompetensi jurnalistik dalam pembuatan majalah internal Pertamina EP di daerahnya dan dapat membuat laporan efektif pada setiap kegiatan yang dilakukan Pertamina EP serta membangun pola komunikasi yang baik dengan jurnalis daerah maka pelatihan jurnalistik dianggap menjadi kebutuhan penting bagi karyawan humas Pertamina EP Asset 5.

(8)

pertanyaan yang muncul dari publik baik itu masyarakat umum, pemerintahan maupun media massa baik cetak maupun elektronik. Karena setiap ada kegiatan dan informasi biasanya selalu ada publikasi lewat media cetak, elektronik maupun internet.

Tugas humas sebagai divisi informasi tidak hanya bagaimana berkomunikasi menggunakan lisan dengan baik, tetapi juga bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih. Sehingga kompetensi yang ditetapkan perusahaan menjadi bertambah, hal ini menjadi salah satu alasan penyusunan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh humas.

Asset 5 melaksankan pelatihan yang dilakukan bersama jurnalis daerah atas inisiatif dari humas Pertamina EP Jakarta untuk meningkatkan kompetesi karyawannya yang dilaksanakan di Asset 5 guna melatih kemampuan komunikasi dan jurnalistik para karyawannya agar dapat mengelola dan menginformasikan laporan, berita, aktivitas, pendidikan, pelaksanaan CSR serta kegiatan Asset 5 lainnya.

Kebutuhan lembaga tentang komunikasi dan informasi tidak hanya dibutuhkan oleh Pertamina EP Asset 5 yang merupakan perwakilan dari Pertamina EP tetapi juga dibutuhkan oleh jurnalis daerah yang membutuhkan informasi dan pendidikan tentang jurnalistik sehingga Grup TEMPO membuat organisasi nirlaba TEMPO Insitute yang didirikan sejak tahun 2003 dengan bidang kegiatannya pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang penulisan dan jurnalis.

(9)

Seiring berkembangnya permintaan dari lembaga/perusahaan maka TEMPO Insitute tidak hanya melaksankan pelatihan jurnalistik regular di kantor TEMPO Insitute yang membahas tentang menulis opini, menulis fiksi bersama Leila Chudori, pelatihan jurnalistik dasar, kursus fotografi jurnalistik dasar, menulis laporan efektif, klinik menulis feature, working with the media, dan pelatihan media internal, tetapi juga melaksankannya di tempat lembaga atau perusahaan yang ingin melaksankan pelatihan jurnalistik sesuai kebutuhan perusahaan tersebut. TEMPO Insitute akan memberikan pelatihan sesuai dengan permintaan lembaga atau perusahaan yang membutukan pendidikan jurnalistik, sehingga menggunakan metode pelatihan in house jurnalistik.

Pelatihan in house training menjadi pilihan beberapa perusahan dengan alasan menyesuaikan kondisi dengan berkembangnya IPTEK serta keterbukaan dan kebebasan seseorang mendapatkan informasi melalui dunia maya, membuat instansi atau untuk dapat mengikuti alur perkembangan kemajuan IPTEK khususnya media informasi baik untuk mengurus informasi tentang perusahaan seperti mengelola website perusahaan, media sosial, layanan publik, memberikan komentar pada media sosial, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul dari publik baik yang bersumber dari masyarakat ataupun waratawan yang membutuhkan informasi tertentu. Semuanya membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat mengelola dan memberikan informasi dengan tepat serta membuat media internal di perusahaan.

(10)

B. Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Uraian pada latar belakang merupakan dasar dalam mengidentifikasi permasalah dalam penelitian ini. Secara lebih khusus permasalahan-permasalahan di atas diidentifikasi sebagai berikut:

a. Karyawan humas belum dapat melaksankan tugasnya dalam melaksanan tugas di bidang jurnalistik

b. Pelatihan yang dilakukan masih bersifat proyek bukan berdasarkan kebutuhan tenaga kerja.

c. Pelatihan yang dilakukan sifatnya menyeluruh untuk semua karyawan, sehingga tidak ada spefikasi khusus untuk bidang tertentu.

d. pengelolaan pelatihan yang dilakukan oleh internal perusahaan belum spesifik pada tugas tenaga kerja

e. Pembinaan dan pendampingan bagi peserta pelatihan dari penyelenggara belum dilakukan secara optimal dan berkesinambungan karena terbatasnya jumlah penyelenggara pelatihan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah penelitian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengelolaan In House Training Jurnalistik untuk Meningkatkan Kompetensi Karyawan Humas?”

3. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana perencanaan in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas ?

b. Bagaimana pelaksanaan in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas?

c. Bagaimana evaluasi in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas?

(11)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengamati, mengkaji, menganalisis serta mendeskripsikan pengelolaan in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas studi

tentang kompetensi jurnalistik kerjasama PT. Pertamina EP Asset 5 dengan TEMPO Insitute.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendukung, mengembangkan dan memperbaharui:

a. Perencanaan in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas.

b. Pelaksanaan in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas.

c. Evaluasi in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas.

d. Hasil in house training jurnalistik untuk meningkatkan kompetensi karyawan humas.

D. Manfaat Penelitian

Temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik itu secara teoritis maupun praktis bagi berbagai pihak:

1. Manfaat Teoritis

a. Menghasilkan pengembangan konsep in house training jurnalistik dalam pendidikan nonformal

b. Menghasilkan prinsip-prinsip pengembangan konsep in house training jurnalistik pada perusahaan untuk meningkatkan kompetensi jurnalistik karyawannya

(12)

2. Manfaat Praktis

a. Ditinjau dari aspek kebijakan, memberikan masukan kepada pengambil kebijakan yaitu PT. Pertamina EP dalam perbaikan sistem in house training jurnalistik, sebagai upaya peningkatan kualitas

kompetensi jurnalistik karyawan humas.

b. Untuk Pengelola TEMPO Insitute, memberikan masukan dalam upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran dan hasil pelatihan dan sebagai pertimbangan untuk menyusun program pelatihan selanjutnya.

c. Bagi yang berminat dalam melaksanakan penelitian lanjut yang terkait dengan in house training jurnalistik.

E. Struktur Organisasi

Sebagai upaya untuk memudahkan dalam pemahaman penelitian ini maka penulisan tesis ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi: latar belakang penelitian, rumusan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis

BAB II : Kajian Pustaka yang terdiri dari kerangka pikir penelitian, penelitian terdahulu dan posisi teoritis peneliti yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dalam kajian pustaka diuraikan mengenai konsep pengelolaan in house training dalam pendidikan non formal serta kompetensi jurnalistik

BAB III : Metode Penelitian, diuraikan desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data

BAB IV : Temuan dan pembahasan hasil penelitian, yaitu deskripsi hasil dalam penelitian, pembahasan hasil penelitian menggunakan konsep dan teori yang relevan.

(13)

Daftar Pustaka

Aguinis, H. (2009). Benefits of Training and Development for Individuals and Teams, Organization, and Societyte. Annu. Rev. Psychol, 60:451-74

Amirin, M. T. (1996). Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Amirin, M.T. (2000). Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Ananto,dkk. (2004) Public Relations Sebagai Koalisi Dominan,Mungkinkan?,Jurnal Public Relations Indonesia, Jakarta, BPP PERHUMAS

Arikunto, S. (2010). Prodesur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmodiwirio, S. (2002). Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT. Ardadizya. Budiman, Kris. (2005). Dasar-dasar jurnalistik. Jakarta: Indeks.

Carrillo, P., Robinson, H.A.C. (2004). Knowledge management in UK construction: Strategies, resources and barriers. Project Management Journal.

Creswell, John, W.(2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dahlen, M,K. (1981). Reviewed work in house training and development programs. RQ,Vol. 21, No. 1 pp. 96-97.

Dharma, S. (2004). Manajemen Kinerja: Falsafah, Teori, dan Penerapannya. Jakarta: Program Pascasarjana FISIP USU.

Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Francis, T. (1973). In house training for business faculty. Improving College and University Teaching. Vol. 21, No. 3 pp. 215-219.

Fogg, M. (2004). The Greatest Networker in the Workd. New York: the Three Rivers Press.

Gibson. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Keempat, Jakarta: Erlangga.

(14)

Handoko, T.H. (1995). Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta :BPFE.

Hikmat, Kusumaningrat. (2005). Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Jackson, dkk. (2009). Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Kamil, M. (2009). Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui PKBM Di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Kamil, M. (2012). Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Alfabeta.

Kamil, M. (2007). Pendidikan Non Formal (Pengembangan melalui Pusat kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia sebagai Sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang. Bandung: Alfabeta.

Kindervatter, S. (1979). Nonformal Education as an Empowering Process with Case Studies From Indonesia and Thailand. United States of America. Center for International Education University of Massachusetts.

Mangkunegara, P.A. (2009). Manajeman Sumber Daya Manusia Perusahaan Bandung: Rosda.

Manullang M. (2006). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta:UGM. Miller. I. (1993). Book In House Training Centre. Paris: UNESCO.

Mondry. (2008). Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moore, F. (2005). Humas. Bandung: Rosdakarya.

Muhtadi, Asep. 1999. Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik. Jakarta: Logos. Mujiman, H. (2011). Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muktiyo, Widodo. (2009). Praktik Public Relations (PR) di Indonesia (Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Datang, Jurnal Komunikasi, Yogyakarta, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Nasution. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Penerbit Tarsito

(15)

Olson and Bolton (2001). Characterize collective action at the organizational level. According to a report of U.S. Department of Education.

Powell, WW and Paul J. DiMaggio. (1997). The New Institutionalism in Organizational Analysis, The University of Chicago Press, London.

Pribadi, A.B. (2014). Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Grup.

Palan, R. (2007). Competency management. Jakarta: PPM Indonesia.

Prihadi, S. (2004). Kinerja, Aspek Pengukuran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Robert L. M & Jackson.H.J. (2006). Human Resources Management, Edisi

sepuluh, Penerbit Salemba Empat.

Roe, Robert A. (2001). Pengertian Kompetensi. [Online]. Tersedia:http://www.docstoc.com/docs/2656466/PengertiaKompetensi [20maret 2015)

Romli. M. 2001. Jurnalistik Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Siagian, S,P. (1996). Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara. Siagian, S, P. (1998). Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Aksara.

Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan pertama. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Sonenshein, A,D. (1992). On Site, on target-in-hotuse training may answer some of your firm’s education needs. Business LawVolToday,1, No. 2 .

Sondang, S,P. (1995). Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Spencer, dkk. (1993). Competency work, Model for Superior Perform. Jhon Wiley

and Son.Inc

Stephen P. Robbins. (2007). Perilaku Organisasi, Alih Bahasa Drs. Benyamin Molan Jakarta : Salemba Empat.

Sudjana, D. (1996). Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

Sudjana, D. (1991). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafat dan Teori Pendukung Asas. Bandung: Nusantara Press.

Sudjana, D. (2000). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production.

(16)

Sudjana, D. (2010). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Sudjana, D. (2010). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuanitaif, kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2003). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suparno. (2005). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Sutisna, O.(1989). Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Suwarno, W. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Taylor. (1992). Industrial Organizational Psychology. New Yorlc: McGraw Hill. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan (2008). Pengelolaan Pendidikan.

Bandung: FIP UPI.

Terry, G.R & Rue, L.W. (1997). Dasar-dasar Manajemen. (alih bahasa oleh Ticoale). Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif –Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya PadaKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Wibowo, P. (2007). Manajemen Kinerja, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Widyartono, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Pendekatan

Komunikatif. Malang: Indus Nesus Pv

Zahra, J.I. (2004). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo. Buku Panduan SKKNI Bidang Kehumasan, 2007

Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/II/2010 Tentang Standar Kompetensi Wartawan

UU NO.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A tahun 2003.

Forum Kehumasan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis 25 April 2013

tentang Strategi Kehumasan yang Efektif

Referensi

Dokumen terkait

Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim

[r]

Abu Hamid al-Ghazali. Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi, terj.. berbudi pekerti luhur, mampu melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan, memiliki kepribadian utuh baik

Dari pada itu, kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sampah plastik yang terdapat di dua pantai Kota Semarang yakni Pantai Marina

Diagram ini merupakan penjabaran yang lebih kompleks beserta jenis data apa saja yang dijadikan input dari proses alur sistem pada diagram alir data level 1.. Diagram ini memiliki

Andaian ini menyatakan bahawa pengurangan bilangan populasi pemangsa berkurang adalah disebabkan oleh ketiadaan mangsa iaitu. arnab...

Suatu uji dimana antara dimana antara antigen antigen dan dan antibodi antibodi yang spesifik yang spesifik terhadap terhadap saluran monolle saluran monolle typhi

Penyimpulan yang dilakukan harus dapat menjawab semua masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut, sehingga hasil akhirnya nanti akan diperoleh informasi