TESIS
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR- LESTE
ERNESTO MATOS SOARES
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR- LESTE
ERNESTO MATOS SOARES NIM 1491261015
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Megister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana
ERNESTO MATOS SOARES NIM 1491261015
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 27 JUNI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS. Dr. Ir. I Made Adhika. MSP. NIP. 195412251981021001 NIP. 195912311986011003
Mengetahui
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ilmu Lingkungan Program Program Pascasarjana Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana,
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal, 27 Juni 2016
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 2814 / UN.14.4 / HK / 2016 Tanggal : 17 Juni 2016
Panitia Penguji Tesis Adalah:
Ketua : Prof.Dr.Ir. I Made Antara, MS. Anggota :
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ernesto Matos Soares Nim : 1491261015
Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan
Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco Berbasis Masyarakat di Kota Administratif Atauro, Dili Timor-Leste
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 27 Juni 2016 Hormat saya,
Ernesto Matos Soares NIM. 1491261015
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco Berbasis Masyarakat Di Kota Administratif Atauro, Dili Timor-Leste.
Proses penulisan tesis ini penulis mendapatkan banyak bantuan, baik berupa tenaga, materi maupun pikiran dan arahan serta dorongan moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1) Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD) dan Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas semua fasilitas yang diberikan kepada penulis selama mengikuti proses belajar di Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana.
2) Bapak Prof. Dr. I Wayan Nuarsa selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan dan Mantan Ketua Program Magister Ilmu Lingkungan Prof. Dr. I Wayan Budiarsa, MS serta seluruh staf sekretariat PSMIL yang telah mengfasilitasi penulis selama menempuh pendidikan di program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana
3) Bapak Prof. Dr. Ir. I Made Antara, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. I Made Adhika,MSP selaku Pembimbing Kedua yang banyak memberikan motivasi, arahan dan saran dalam penyusunan tesis ini.
5) Kepada Pemerintah Timor-Leste melalui Institut Nasional Administrasi Publik dan Komisi Kepegawaian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan Magister di Universitas Udayana
6) Rekan-rekan seangkatan 2014/2015 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
7) Kepada Ibundaku tercinta Etelvina da Costa Soares dan Ayahanda Ernesto Soares (Almarhum) yang dengan kemurahan hati membesarkan penulis baik dalam suka maupun duka sampai menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana
8) Kepada istriku tercinta Julieta da Costa Gomes dan kedua putraku J.L Kevin Soares dan Milagriano R.G.M Soares atas semua dukungan dan doa yang selalu mengiringi penulis selama menempuh studi di Program Pascasarjana Universitas Udayana
9) Kepada semua keluarga yang tidak sempat penulis sebutkan namanya, yang telah memberikan motivasi dan dorongan moral baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis
Disadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari sempurna, mengingat segala keterbatasan pada kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu segala kritik dan saran yang positif senantiasa diharapkan demi perbaikan ke depan.
Denpasar, 27 Juni 2016
ABSTRACT
MANAGEMENT STRATEGY OF COMMUNITY-BASED MANUCOCO PROTECTED AREAS IN THE ATAURO ADMINISTRATIVE CITY, DILI
TIMOR-LESTE
Manucoco Protected Area is a mountainous conservation area which is very important for Atauro community because it functions as water catchment areas, especially water sources, an important habitat for birds and other biodiversity, but there are still problems that occur such as deforestation, shifting cultivation, system of slash-and-burn cultivation, area zoning is not clear, the expansion of settlements and forest fires, all of these problems can give a less impact on ecological functions of the forest. The aims of this study are 1) to describe the perception of the public about the conservation of natural resources Manucoco Protected Area as a conservation area 2) to formulate management strategies for community-based Manucoco Protected Area. The data collection techniques used questionnaires, interviews, documentation, and focus group discussions, whereas the determination of the respondents used a purposive sampling method. To formulate a management strategy, internal and external factors were identified by using SWOT analysis. The results showed that the public perception of the function of the forest was that the forests had multiple functions, the public perception related to management policies showed that people did not know the forestry legislations. Public perception regarding the rights and obligations in the management strategy namely the public has the perception that forests are common property. Based on the SWOT analysis produced several community-based management strategies that can be used in the management of Manucoco protected areas as follow 1) Maximizing the primary function of forests, (2) Increasing public knowledge through an intensive socialization (3) Increasing the involvement or participation of the community 4) Encouraging the community-based forests protection through HKM 5) Acceleration of area zoning 6) Increasing related department supervision 7) Performing the empowerment of communities around the protected areas 8) Preparing management plans which needs to involve all stakeholders 9) Establishing the management unit in the village/sub-district levels.
ABSTRAK
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan kawasan konservasi pegunungan yang sangat penting bagi masyarakat Atauro karena mempunyai fungsi sebagai daerah resapan air terutama sumber mata air, habitat penting bagi burung dan keanekaragaman hayati lainnya, namun masih ada permasalahan yang terjadi seperti penebangan hutan, ladang berpindah, sistem bercocok tanam tebas dan bakar, penataan kawasan belum jelas, meluasnya pemukiman penduduk dan kebakaran hutan, semua permasalahan tersebut dapat mempengaruh kurang baik terhadap fungsi ekologis hutan. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam KL Manucoco sebagai kawasan konservasi 2) merumuskan strategi pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco berbasis masyarakat, teknik pengumpulan data mengunakan kuesioner,wawancara,dokumentasi dan fokus diskusi group sedangkan penentuan responden mengunakan metode purposive sampling, untuk merumuskan strategi pengelolaan dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan mengunakan matriks analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat mengenai fungsi hutan diketahui bahwa hutan memiliki fungsi majemuk, persepsi masyarakat terkait dengan kebijakan pengelolaan diketahui bahwa masyarakat tidak mengetahui peraturan perundangan kehutanan, persepsi masyarakat mengenai hak dan kewajiban dalam pengelolaan yaitu masyarakat memiliki persepsi bahwa hutan merupakan barang publik (common property). Berdasarkan analisis matriks SWOT dihasil beberapa strategi pengelolaan berbasis masyarakat yang dapat dipakai dalam pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco 1) Memaksimalkan fungsi utama hutan, (2) Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui sosialisasi secara intensif (3) Meningkatkan keterlibatan atau peran serta masyarakat 4) Menerapkan pola perlindungan hutan berbasis masyarakat melalui HKM 5) Percepatan penataan kawasan 6) Meningkatkan pengawasan dinas terkait 7) Melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar kawasan lindung 8) Penyusunan rencana pengelolaan perlu melibatkan semua pemangku kepentingan 9) Pembentukan unit pengelola tingkat desa/kecamatan.
Kata Kunci : KL Manucoco, Persepsi Masyarakat, Konservasi, Strategi Pengelolaan
RINGKASAN
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE
Kawasan Lindung (KL) Manucoco adalah salah satu kawasan hutan konservasi pegunungan yang penting karena mempunyai berbagai fungsi sebagai daerah resapan air, pencegah erosi, sebagai daerah penting bagi burung (fungsi ekologis), sebagai tempat untuk wisata alam trekking (fungsi sosial) dan sebagai tempat untuk aktivitas berladang masyarakat serta mencari keperluan lainnya (fungsi ekonomi). Kawasan ini ditetapkan mengacu pada peraturan UNTAET No.19 tahun 2000, luas area KL Manucoco ± 4000 ha, KL Manucoco secara administratif terletak di Kota Administatif Atauro Kota Madya Dili.
Belum adanya upaya pengelolaan terhadap kawasan lindung ini sehingga terjadi berbagai permasalahan seperti meningkatnya kegiatan berladang masyarakat (menanam tanaman jagung, ubi kayu, dan tanaman hortikultura lainya), penebangan pohon untuk kepentingan membuat rumah dan kebutuhan lainya, ladang berpindah, sistem bercocok tanam tebas dan bakar, penataan kawasan belum jelas, meluasnya pemukiman penduduk dan kebakaran hutan, semua permasalahan tersebut dapat memberikan pengaruh kurang baik terhadap fungsi ekologis hutan. Fenomena tersebut erat hubungannya dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan lindung. Terobosan yang telah ditempuh Dirgen Kehutanan melalui program sosialisai dan menempatkan satu staf polisi kehutanan untuk melakukan pengawasan terhadap kawasan lindung, hal ini kurang maksimal karena tingkat ketergantungan terhadap kawasan masih tinggi karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial serta pengetahuan masyarakat yang minim mengenai fungsi hutan.
Tujuan penelitian ialah untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai konservasi sumberdaya alam di KL Manucoco sebagai kawasan konservasi dan merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat di KL Manucoco, adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka mengimplementasikan kebijakan pengelolaan KL Manucoco sebagai kawasan konservasi ke depan.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi KL Manucoco, kuisioner/angket, wawancara, diskusi dan dokumentasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan instansi pemerintah terkait dengan masalah penelitian. Untuk merumuskan strategi pengelolaan diperoleh dari observasi lapangan untuk identifikasi faktor internal dan eksternal, kemudian merumuskan strategi pengelolaan dengan matriks Analisis SWOT.
mengenai fungsi hutan menunjukan 60% menyatakan hutan mempunyai fungsi majemuk dan 40% menyatakan hutan memiliki fungsi tunggal, persepsi masyarakat mengenai fungsi SDA KL Manucoco yaitu 66,67% menyatakan fungsinya masih baik, sedangkan 53,33% menyatakan KL Manucoco berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Persepsi masyarakat mengenai kebijakan pengelolaan terbagi dalam enam bagian yaitu pengetahuan mengenai Undang-Undang Kehutanan yaitu 68,89% menyatakan tidak mengetahui tentang peraturan perundangan,71,11% menyatakan bahwa tidak ada lembaga pengelola KL Manucoco, 55,56% menyatakan bahwa pengelolaan hutan memerlukan rencana, 64,44% menyatakan bahwa masyarakat perlu dilibatkan dalam upaya melestarikan kawasan hutan, bentuk peran serta masyarakat dalam melestarikan KL Manucoco, yaitu berpartisipasi secara langsung untuk mendapatkan manfaat ekonomi yaitu 57,78%, penyuluhan oleh instansi terkait yaitu 48,89% menyatakan pernah dilakukan. Persepsi masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan terbagi dalam empat bagian diantaranya apakah masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam pengelolaan hutan, yaitu 62,22% menyatakan tidak tahu, 88,89% menyatakan bahwa tindakan konservasi menguntungkan, 46,67% menyatakan ada aktivitas masyarakat mengubah fungsi kawasan, kearifan lokal yang dipakai untuk menjaga dan melestarikan hutan, yaitu 86,67% menyatakan ada kearifan lokal yang dipakai untuk menjaga kelestarian hutan KL Manucoco. Berdasarkan hasil analisis SWOT dirumuskan beberapa strategi yang dapat dipakai dalam pengelolaan KL Manucoco 1) Memaksimalkan fungsi utama hutan, (2) Meningkatkan program sosialisai secara intensif (3) Menerapkan pola perlindungan dan pengamanan hutan berbasis masyarakat, (4) Meningkatkan keterlibatan/peran serta masyarakat dan instansi terkait dalam upaya konservasi terhadap KL Manucoco 5) Percepatan penataan kawasan 6) Meningkatkan pengawasan terhadap pelestarian hutan, 7) Meningkatkan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar kawasan lindung melalui HKM 8) Penyusunan rencana/kebijakan pengelolaan bersama perlu melibatkan semua komponen masyarakat (stakeholder) 9) pembentukan unit pengelola tingkat desa/kecamatan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat simpulkan bahwa persepsi masyarakat tentang fungsi hutan yaitu hutan memiliki fungsi majemuk antara lain sebagai tempat menyimpan cadangan air, mencegah erosi, sebagai tempat hidup fauna dan keanekaragaman hayati lainya (fungsi ekologis), sebagai tempat rekreasi (fungsi sosial), dan sebagai tempat mencari penghasilan (fungsi ekonomi). Masyarakat beranggapan bahwa fungsi hutan KL Manucoco masih baik ditandai dengan tidak adanya pengurangan hutan secara signifikan.
hutan merupakan barang publik13(common property) sehingga masyarakat merasa punya hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan serta memiliki kewajiban untuk menjaga dan memelihara kelestarian sumberdaya alam yang ada, selain itu masyarakat punya persepsi bahwa kearifan lokal/aturan adat yang ada sangat bermanfaat sehingga perlu dipadukan dalam pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
RINGKASAN ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Konsep ... 9
2.2.1 Strategi ... 9
2.2.3 Kawasan Lindung ... 20
2.2.4 Pengelolaan Lingkungan ... 22
2.2.5 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan ... 24
2.2.6 Pembangunan Berkelanjutan ... 26
2.3 Landasan Teori ... 28
2.3.1 Teori Persepsi ... 28
2.3.2 Teori Konservasi ... 29
2.3.3 Teori Perencanaan ... 31
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Hutan Tidak Lestari ... 32
2.4 Model Peneletian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 37
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37
3.2.2 Waktu Penelitian... 39
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 39
3.3.1 Jenis Data ... 39
3.3.2 Sumber Data... 40
3.4 Instrumen Penelitian ... 40
3.5 Teknik Pengumpulan Data... 40
3.5.1 Observasi Lapangan ... 40
3.5.2 Penyebaran Kuisioner ... 41
3.5.3 Wawancara Mendalam ... 41
3.6 Analisis Data ... 42
3.6.1 Analisis Deskriptif... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 44
4.1.1 Geografis... 44
4.1.2 Demografis ... 45
4.1.3 Sosial Budaya Masyarakat ... 46
4.1.4 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 47
4.1.5 Kondisi Umum Kawasan Lindung Manucoco ... 47
4.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Pelestarian KL Manucoco Sebagai Kawasan Konservasi ... 54
4.2.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Hutan ... 55
4.2.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Kebijakan Pengelolaan ... 58
4.2.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Hak dan Kewajiban dalam Pengelolaa Hutan ... 68
4.3 Strategi Pengelolaan KL Manucoco Sebagai Kawasan Konservasi Berbasis Masyarakat ... 75
4.3.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 75
4.3.2 Strategi Pengelolaan ... 87
4.3.3 Program Pengelolaan ... 94
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 103
5.2 Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 105
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Matriks Analisis SWOT ... 43
4.1 Demografi Penduduk ... 45
4.2 Tingkat Pendidikan ... 45
4.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Hutan ... 55
4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Eksisting KL Manucoco ... 56
4.5 Persepsi Mengenai Pengaruh KL Manucoco Dalam Kehidupan Masyarakat... 57
4.6 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Peraturan-perundangan Kehutanan ... 58
4.7 Sumber Pengetahuan Masyarakat Mengenai Undang-Undang ... 60
4.8 Persepsi Masyarakat Mengenai Kelembagaan Pengelolaan Hutan ... 61
4.9 Pengelolaan Hutan Membutuhkan Rencana ... 63
4.10 Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Serta Dalam Pengelolaan Hutan... 64
4.11 Persepsi Masyarakat Mengenai Keinginan dan Keterlibatan Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco... 66
4.12 Penyuluhan Atau Sosialisasi Instansi Terkait ... 67
4.13 Persepsi Masyarakat Mengenai Hak dan Kewajiban Dalam Pengelolaan Hutan ... 68
4.14 Persepsi Masyarakat Mengenai Tindakan Konservasi ... 70
4.15 Persepsi Mengenai Aktivitas Mengubah Fungsi Pokok KL Manucoco ... 72
4.16 Persepsi Masyarakat Mengenai Kearifan Lokal ... 74
4.17 Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal ... 76
4.18 Matriks Formulasi SWOT Strategi Pengelolaan ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.2 Model Skema Kerangka Berfikir ... 36 3.3 Peta Lokasi Penelitian ... 39 5.4 Pemanfaatan Sumber Mata Air di KL Manucoco oleh Masyarakat ... 51 5.5 Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Di KL Manucoco Untuk Aktivitas
DAFTAR SINGKATAN
CBNRM : Community Base Natural Resources Management DAS : Daerah Aliran Sungai
KL : Kawasan Lindung
MAFP : Ministerio Agricultura Floresta e Pescas NBSAP : National Biodiversity Strategy Action Plan RDTL : Republica Democratica de Timor-Leste SWOT : Strength Weaknesses Opportunities Treats
SDA : Sumberdaya Alam
SDM : Sumberdaya Manusia HKM : Hutan Kemasyarakatan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Pertanyaan Persepsi Masyarakat Mengenai Pelestarian SDA Kawasan
Lindung Manucoco ... 107
2. Daftar Identitas Responden ... 109
3. Tabulasi Hasil Persepsi Masyarakat ... 110
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk
mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber
plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan
demikian pengelolaan kawasan lindung harus betul-betul sesuai tingkat
kepentinganya bagi suatu wilayah, sumberdaya hutan merupakan kekayaan alam
yang mempunyai nilai dan manfaat yang sangat tinggi, sehingga hutan sebagai
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable), dengan demikian
pemanfaatan atau pengelolaan kekayaan alam ini harus betul-betul dikelola sesuai
dengan tujuan pemanfaatannya. Hutan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi
produksi, fungsi lindung dan fungsi konservasi dimana fungsi produksi yaitu
memproduksi hasil hutan, fungsi lindung sebagai pelindung sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendali erosi, dan
memelihara kesuburan tanah sedangkan fungsi konservasi yaitu sebagai
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, secara
umum pengelolaan hutan perlu memperhatikan tiga prinsip kelestarian yaitu
kelestarian ekologi, kelestarian ekonomi dan kelestarian sosial.
Wilayah hutan Timor-Leste ± 869.130.41 ha, mewakili 59% dari keseluruhan
luas wilayah daratan 1.493.130.41 ha (MAFP, 2004), kawasan hutan Timor-Leste
312,930.67 ha dan tutupan hutannya kurang 556.199.74 ha. Bagian utara kering curah
hujan 500-1000mm, terdiri dari kayu putih (Eucalyptus alba) dan pohon asam
(Tamarindus indicus). Bagian timur dan selatan curah hujan sekitar 1500-2000mm,
terdiri dari pohon kenari (Canarium reidentalia), kayu merah (Ptedocarpus indicus,
Rosewood), Ai Saria (Toona sureni, "Red Cedar") dan jati (Tectonia grandis). Di
daerah pegunungan curah hujan mencapai 3000 mm, didominasi oleh kayu putih
(urophyla Eucalyptus dan Eucalyptus alba) ( MAFP, 2004). Menurut "Departemen
Kehutanan dan Sumberdaya Air" dalam laporannya bahwa, Timor kehilangan masa
hutan sebesar 1,1% tahunan empat kali lebih besar dari rata-rata global. Data ini
mengacu pada periode antara 1972-1999, di mana kehilangan 114000 hektar hutan
lebat dan hutan menengah 78000 hektar. Deforestasi di Timor, disebabkan oleh
sistem curah hujan dan topografi di mana 41% dari total wilayah memiliki lereng
lebih dari 40% (Mota, 2002).Tutupan hutan di Timor-Leste telah berkurang hampir
30 persen sejak 1972-1999 hanya sekitar 35 persen (453.850 ha) dari luas lahan yang
memiliki beberapa jenis tutupan hutan dan sisanya vegetasi hutan primer 1-6 persen
(NBSAP, 2012-2020.)
Meningkatnya skala deforestasi di Timor Leste disebabkan oleh permintaan kayu
bakar meningkat sebagai sumber energi, kebutuhan membuat rumah, meluasnya
praktik tebas bakar karena perladangan berpindah masih merupakan sistem pertanian
di Timor-Leste terutama di pedesaan, cara pertanian ini melibatkan pengubahan lahan
primer menjadi ladang-ladang penghasil biji-bijian dan sayur-sayuran.
Berdasarkan PP. No.9 tahun 2007 tentang kebijakan nasional dan strategi
disektor kehutanan menyoroti pentingnya pendekatan berkelanjutan untuk
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya hutan nasional yang mengakui
pentingnya hutan bagi keanekaragaman hayati dimana konservasi merupakan
prioritas dalam perencanaan pembangunan kehutanan, konstitusi RDTL pasal 61
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang manusiawi sehat
dan berimbang secara ekologis serta berkewajiban untuk melindungi dan
memperbaikinya untuk dimanfaatkan oleh generasi-generasi mendatang.
Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan salah satu kawasan konservasi
yang ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan UNTAET No. 19 tahun 2000
dengan luas 4000 hektar (40 km2) yang terletak di Kota Administratif Atauro Kota
Madya Dili, dasar penunjukan kawasan ini sebagai Kawasan lindung karena
mempunyai keanekaragaman hayati keindahan alam dan kondisi ekologisnya yang
bermanfaat sebagai perlindungan terhadap sumber mata air dan ekosistem yang ada di
dalamnya.
Keberadaan KL Manucoco sangat penting bagi Pulau Atauro yang kondisi
geografisnya kebanyakan berlereng terdapat sedikit dataran rendah di sekitar daerah
pesisir, kondisi topografinya didominasi oleh bebatuan karang, curah hujan pendek
sehingga daerah ini adalah daerah kering, sehingga kawasan ini menjadi sangat
penting untuk dikonservasi dan dilestarikan sebagai sumber penyedia air bagi pulau
Kawasan Lindung Manucoco selain itu kawasan lindung ini oleh the bird life
International ditetapkan sebagai habitat penting bagi burung
dan keunikan alamnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan wisata alam, menyadari
betapa penting kawasan lindung ini maka sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan lindung secara sukarela/inisiatif sendiri telah melakukan reboisasi di sekitar
sumber mata air sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian KL Manucoco.
KL Manucoco sama dengan kawasan lindung lainnya dimana upaya
pengelolaan belum berjalan, kondisi tersebut terlihat dari belum adanya tata batas
kawasan yang jelas (belum ada penataan terhadapa kawasan), akses masuk ke dalam
kawasan masih bebas untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada tanpa
dikontrol, aktivitas berladang di sekitar kawasan, pengambilan kayu baik untuk
membuat rumah, kapal tradisional maupun dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta
pemukiman penduduk masuk ke dalam kawasan realitas tersebut memperlihatkan
bahwa fungsi ekonomi hutan sebagai sumber mata pencaharian bagi sekelompok
masyarakat seringkali mengalahkan fungsi hutan dalam memelihara keseimbangan
ekologis untuk memberikan perlindungan terhadap sumber mata air, tempat
perlindungan bagi keanekaragaman hayati flora dan fauna.
Upaya yang telah ditempuh oleh Dirgen Kehutanan melalui program sosialisai
serta menempatkan staf polisi kehutanan untuk memonitoring dan mengevaluasi
kondisi kawasan namun upaya tersebut tidak maksimal karena tingkat ketergantungan
terhadap kawasan masih tinggi sebab masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
mencari hidup dengan beraktivitas di sekitar kawasan hutan kondisi tersebut akan
berdampak kurang baik terhadap kawasan lindung, melihat fenomena tersebut maka
perlu adanya strategi pengelolaan terhadap KL Manucoco sebagai upaya untuk
mencegah terjadi kerusakan sumberdaya alam yang lebih luas dan tetap
mempertahankan eksistensi KL Manucoco sebagai kawasan konservasi untuk
melindungi tata air terutama sumber mata air dan keanekaragaman hayati lainnya.
Penelitian ini lebih fokus pada persepsi masyarakat mengenai pelestarian hutan dan
kondisi eksternal dan internal yang ada didasari pada teori persepsi, karena persepsi
sangat mempengaruhi perilaku yaitu persepsi mengenai fungsi hutan, pengetahuan
masyarakat mengenai kebijakan pelestarian hutan, pengetahuan masyarakat tentang
hak dan kewajiban dalam pengelolaan hutan.
Merujuk pada kondisi permasalahan tersebut, maka telah di lakukan penelitian
dengan judul Strategi Pengelolaan KL Manucoco Berbasis Masyarakat di Kota
Administratif Atauro" sebagai alternatif untuk merumuskan strategi pengelolaan
terhadap kawasan lindung ke depan.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang maka rumusan permasalahan pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam
Kawasan Lindung Manucoco sebagai kawasan konservasi
2. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang
tepat di Kawasan Lindung Manucoco
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam
Kawasan Lindung (KL) Manucoco sebagai kawasan konservasi
2. Merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang
tepat di Kawasan Lindung Manucoco.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat akademik yaitu untuk memperkaya penerapan metode kualitatif dalam
studi yang berhubungan dengan lingkungan yang mana subyek penelitianya adalah
persepsi dan perilaku masyarakat. Manfaat praktis adalah sebagai suatu studi yang
bermanfaat untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka
mengimplementasi kebijakan pengelolaan kawasan lindung yang berbasis
masyarakat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada sub-bahasan ini diuraikan penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan mengenai strategi pengelolaan kawasan lindung
berbasis masyarakat sebagai sumber referensi, penelitian ini merupakan penelitian
pertama yang dilakukan di Kawasan Lindung (KL) Manucoco karena belum
ditemukan penelitian lain yang berkaitan dengan kawasan lindung sebagai sumber
referensia oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan sebagai langkah
awal untuk memberikan arahan dalam pengelolaan kawasan lindung Manucoco ke
depan.
Emilia (2013), dalam penelitianya dengan judul pengelolaan sumberdaya
alam berbasis masyarakat dalam upaya konservasi daerah aliran sungai dalam
kesimpulanya bahwa CBNRM di Desa Keseneng mampu menyeimbangkan
tujuan pemberdayaan masyarakat dan konservasi sumberdaya alam pada lima dari
enam aspek CBNRM, yaitu keadilan (equity), pemberdayaan (empowerment),
resolusi konflik (conflict resolution), pengetahuan dan kesadaran (knowledge and
awareness), serta perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection).
Pada aspek pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan (sustainable utilization)
belum berhasil karena keberlanjutan sumberdaya alam tidak dibatasi oleh
8
dipengaruhi oleh faktor ekternalitas, terutama pengelolaan daerah aliran sungai
hulu, pada dasarnya penelitian ini sama karena melihat persepsi masyarakat
terhadap fungsi kawasan lindung namun penelitian tersebut lebih kearah DAS,
terdapat perbedaan pada lokasi penelitian dan metode pembahasan yang akan
digunakan.
Umar (2009), dalam tesisnya yang berjudul Persepsi dan Perilaku
Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan Sebagai Daerah Resapan Air (Studi
Kasus Hutan Penggaron Kabupaten Semarang) materi penelitiannya mengkaji
persepsi dan perilaku masyarakat dalam pelestarian fungsi hutan Penggaron,
metode yang digunakan observasi, analisis frekuensi dengan penyebaran
kuisioner. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
adalah bahwa melihat persepsi masyarakat dengan metode yang hampir sama,
perbedaannya karena pada penelitian tersebut lebih fokus kepada fungsi hutan
sebagai daerah resapan air, sedangkan pada penelitian ini lebih lebih fokus pada
persepsi masyarakat tehadap kawasan lindung, kebijakan pengelolaan, melihat
faktor internal dan eksternal kawasan dan juga lokasi yang berbeda.
Kellert et al. (2000) mengevaluasi program community base natural
resource management (CBNRM) pada lima lokasi di tiga negara, yaitu Nepal,
Kenya, dan Amerika Utara, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
CBNRM umumnya berhasil dalam pengembangan sosial ekonomi, namun
seringkali gagal dalam konservasi pada kasus di Amerika Utara CBNRM berhasil
pada ketiga aspek tersebut karena didukung legalitas yang kuat, organisasi yang
9
Isyaku et al. (2011) mengevaluasi model CBNRM yang dilakukan di Danau
Naivasha Kenya dalam penelitian menyimpulkan bahwa konsep dan teori
CBNRM di Danau Naivasha mengalami kegagalan dan akibatnya kerusakan
lingkungan meluas, Isyaku mendukung pendapat para pengkritik bahwa teori
CBNRM bahwa keberhasilan CBNRM hanya retorika belaka.
Pada penelitian ini lebih difokuskan pada persepsi masyarakat terhadap
fungsi kawasan lindung, kebijakan pengelolaan, hak dan kewajiban masyarakat
dalam pengelolaan, metode yang digunakan adalah observasi dengan penyebaran
kuisioner dan interview mendalam, perbedaan adalah bahwa pada penelitian ini
lokasinya berbeda
2.2 Konsep
2.2.1. Strategi
Strategi merupakan salah satu bagian dari perencanaan suatu kegiatan atau
program yang akan dilakukan sehingga strategi dapat dipandang sebagai pola
tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, strategi biasanya dikembangkan
untuk mengatasi isu strategis dan menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan
kebijakan pokok (Bryson, 2001:189).
Menurut David, P.H. (2004), strategi adalah rencana yang disatukan dan
berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi suatu kawasan dengan
tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama
dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi atau instansi.
Salusu, J. (2003:100-101) mencoba menawarkan rumusan yang komprehensif
tentang strategi sebagai berikut : a) suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu,
10
sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya; c)
menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi; d) mencoba
mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan
respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal
organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya; e) melibatkan semua tingkat
hierarki dari organisasi.
Widada et al. (2006), strategi konservasi merupakan seringkaian upaya yang
bertujuan untuk mengintegrasikan upaya konservasi dengan upaya pembangunan
agar perubahan di bumi tetap menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia. Upaya konservasi memerlukan jangka waktu karena dalam
pelaksanaannya upaya tersebut meliputi upaya perencanaan, pendidikan,
pelatihan, penelitian dan penyusunan organisasi dan kemampuan secara nasional
dan internasional dibidang konservasi umumnya masih lemah sehingga usaha
konservasi tindak berpengaruh besar dalam proses pembangunan di banyak
negara, seringkali proses pembangunan membuat kondisi sumberdaya alam
semakin rusak
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan
suatu cara dalam bertindak dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang ada
untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi dengan memperhatikan faktor
lingkungan internal maupun eksternal organisasi sehingga bisa mencapai tujuan
11
2.2.2 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat
Menurut Tulungen et al. (2002), bahwa pengelolaan berbasis masyarakat
merupakan suatu upaya pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat
bersama-sama dengan pemerintah setempat, pengelolaan berbasis masyarakat bertujuan
untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan
pelaksanaan suatu pengelolaan. Masyarakat mempunyai kemampuan untuk
memperbaiki kualitas hidupnya sendiri sehingga yang diperlukan hanyalah
dukungan untuk mengelola dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan
sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannnya, setiap pelaksanaan suatu
kegiatan dukungan pemerintah memegang peranan penting dalam memberikan
pengarahan, bantuan teknis serta pengambilan keputusan sehingga sangat penting
untuk melibatkan masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama dalam
pengeloaan suatu kawasan hutan.
Child & Lyman (2005), mendefinisikan community base natural resources
management (CBNRM) sebagai sebuah proses dimana para landholder (pemilik
lahan) memperoleh akses dan menggunakan haknya atas sumberdaya alam;
perencanaan yang kolaboratif dan transparan dan berpartisipasi dalam pengelolaan
sumberdaya alam; serta memperoleh keuntungan finansial maupun keuntungan
lainya dari keterlibatannya. Wahyudin (2004) menerangkan bahwa CBNRM
merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat, dimana
masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan
sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya, pengelolaan bersifat
hasil-12
hasilnya, Sumberdaya alam adalah seluruh bentang lahan (resources stock)
termasuk ruang publik dalam skala luas maupun semua sumberdaya alam di
dalamnya, beserta seluruh komoditi yang dihasilkan (resources flow)
(Kartodiharjo,2008). Undang-Undang RI. No. 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa sumberdaya
alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan
nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
2.2.2.1 Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Pengelolaan hutan merupakan semua upaya untuk memanfaatkan dan
memantapkan fungsi sumberdaya alam hutan dan ekosistemnya, baik sebagai
pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keragaman hayati maupun
sebagai sumberdaya ekonomi pembangunan, pengelolaan hutan mempunyai peran
penting dalam menunjang kelangsungan hidup dan kehidupan mahluk hidup,
khususnya manusia. Hutan tidak hanya memberikan manfaat langsung (tangible
use) sebagai sumber penghasil hasil hutan berupa kayu dan non kayu, tetapi hutan
juga memberikan manfaat tidak langsung (intangible use) sebagai pengatur tata
air, kesuburan tanah, iklim mikro, pencegah erosi dan longsor, sehingga
eksistensinya harus tetap dipertahankan melalui pengaturan fungsi hutan. Hutan
dapat diartikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat
membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu (Suparmoko,1997). Menurut
Undang-Undang Kehutanan RI. No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang
13
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Suhendang
(2002) menjelaskan gambaran umum hutan sebagai berikut:
“a) Berdasarkan wujud biofisik; hutan merupakan hamparan lahan yang
ditumbuhi pohon-pohon dengan kerapatan dan luasan yang cukup atau ditumbuhi
pohon-pohon dengan luasan dan kepadatan yang cukup. b) Berdasarkan prespektif
ekologis; hutan sebagai masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon
atau tumbuhan berkayu, merupakan satu kesatuan ekosistem dan mampu
menciptakan iklim mikro didalam hutan yang berbeda dengan keadaan diluar
kawasan hutan”.
Helm (1998), (dalam Budiana 2011) dikatakan bahwa hutan adalah
ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat dan luas,
seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beraneka ragam sifat seperti
komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang berhubungan,
termasuk padang rumput, sungai, ikan, dan satwa liar, hutan mencakup beberapa
bentuk khusus, seperti hutan industri, hutan milik, hutan tanaman, hutan publik,
hutan lindung dan hutan kota.
Hutan memiliki sifat di antaranya: tipe tumbuhan yang terluas distribusinya
dan mempunyai produktifitas biologis tinggi, hutan mencakup kehidupan seperti
tumbuhan dan hewan serta bukan kehidupan seperti (sinar,air,panas,tanah) yang
bersama-sama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan, regenerasinya
sangat cepat dan kuat dibandingkan dengan sumberdaya alam lainnya. Permudaan
14
menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan dapat melindungi dan
memperbaiki kondisi lingkungan ekologi. (Suparmoko, 1997)
Menurut Widada et al. (2006), bahwa hutan mempunyai beberapa fungsi
diantaranya mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta
memelihara kesuburan tanah selain itu juga menyediakan hasil hutan untuk
keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan
pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi,
melindungi suasana iklim dan memberi daya pengaruh yang baik, memberikan
keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka
margasatwa, taman buruan, taman wisata, sebagai laboratorium untuk ilmu
pengetahuan, pendidikan dan pariwisata fungsi lain juga sebagai salah satu unsur
strategi pembangunan nasional
Mubyarto (1985), menjabarkan beberapa fungsi hutan dan manfaat bagi
manusia dan kehidupan lain diantaranya:
“a) Sumber penghasil kayu bangunan, di kawasan hutan ada tumbuhan
beranekaragaman spesies pohon yang menghasilkan kayu berbagai ukuran dan
kualitas yang dapat digunakan untuk bahan bangunan dan mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi b) Sumber penghasil hutan non kayu, tingkat biodiversitas
hutan alami sangat tinggi dan memberikan banyak manfaat bagi manusia yang
tinggal di sekeliling hutan selain kayu bangunan hutan juga menghasilkan
anekaragam hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan
keperluan rumah tangga lainya c) Sumber cadangan karbon, salah satu fungsi
15
disimpan dalam bentuk biomassa vegetasinya, alih fungsi lahan mengakibatkan
peningkatan emisi karbon di oksidasi di atmosfer yang berasal dari pembakaran
dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan lahan serta
berkurangnya vegetasi sebagai sumber karbon d) Habitat bagi fauna, hutan
merupakan aneka penting bagi flora dan fauna. Konservasi hutan menjadi bentuk
pengunaan lahan akan menurunkan populasi flora dan fauna yang sensitif
sehingga tingkat keanekaragaman hayati berkurang e) Sumber tambang dan
mineral berharga lainya, di dalam hutan/dibawah hutan sering terdapat barang
mineral berharga yang merupakan bahan tambang yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia f) Lahan, hutan merupakan ruang dalam bumi yang terdiri dari
komponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer, iklim yang dinamakan lahan,
lahan sangat bermanfaat untuk kepentingan dan keperluan manusia dan bernilai
ekonomi tinggi g) Hiburan, hutan digunakan sebagai tempat perburuan dan tempat
wisata yang merupakan sumber pendapatan suatu daerah”.
Pengolongan hutan menurut Undang-Undang RI no 41 tahun 1999 tentang
kehutanan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan
memilihara kesuburan tanah
b. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
16
Suparmoko (1997), menyatakan bahwa kawasan pelestarian alam terdiri dari
taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, yang dimaksud dengan
kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatannya secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Beberapa klasifikasi hutan sesuai dengan tujuan pengunaannya antara lain;
Hutan lindung, merupakan salah satu kawasan yang karena sifat-sifat
alaminya diperuntukan guna pengaturan tata air dan pencegahan banjir dan erosi,
serta untuk pemeliharaan kesuburan tanah, Hutan produksi, merupakan suatu
kawasan hutan yang diperuntukan guna memproduksi hasil hutan untuk keperluan
masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri, dan
ekspor, hutan produksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu hutan produksi dengan
penebangan terbatas lewat cara tebang pilih dan hutan produksi penebangan bebas
baik lewat tebang pilih maupun tebang bebas disertai dengan pembibitan terbatas
lewat pembibitan buatan, hutan suaka alam adalah kawasan yang sifatnya khas
diperuntukan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya, Hutan
konservasi (taman wisata alam) adalah kawasan hutan yang diperuntukan secara
khusus untuk pelestarian flora dan fauna, disamping juga ada fungsi edukasi,
wisata alam juga sebagai daerah resapan air. Djaenudin (1994) menyatakan
kawasan hutan perlu dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan
17
yang dipertahankan meliputi hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan
konservasi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi.
Pengelolaan hutan sangat penting untuk diperhatikan beberapa fungsi yang
sangat erat kaitan dengan kehidupan masyarakat seperti fungsi ekonomi, fungsi
sosial dan fungsi ekologi, untuk memahami fungsi dari hutan tersebut dapat
diuraikan berikut ini fungsi ekonomi, bahwa pengelolaan hutan perlu
memperhitungkan masyarakat di sekitar hutan, agar menikmati hasil dari hutan
yang kelola dengan harapan ada peningkatan ekonomi dan menciptakan lapangan
kerja bagi generasi mendatang dengan pola peningkatan pengelolaan hutan yang
berteknologi ramah lingkungan dan fungsi sosial bahwa pengelolaan hutan perlu
terciptanya solidaritas masyarakat sekitar hutan dan menghindari kesenjangan
sosial diantara kelompok masyarakat, maka pengelolaan hutan dilakukan secara
kolektif sedangkan fungsi ekologi bahwa pengelolaan hutan harus melihat fungsi
sebagai konservasi untuk mencegah terjadinya bencana banjir, longsor,
kekeringan dan kebakaran serta memberikan perlindungan terhadap masyarakat
sekitarnaya (segi keamanan dan kesehatan).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak
sekali manfaat hutan yang dapat dinikmati oleh manusia tergantung dari kegunaan
yang diinginkan apakah untuk perlindungan air dan tanah, pencegahan banjir dan
erosi, produksi kayu, cagar alam, margasatwa serta tujuan wisata dan lain-lain.
2.2.2.3 Pengelolaan Hutan Sistem Masyarakat
Indriyanto (2006), bahwa pengelolaan hutan yang dikelola oleh masyarakat
18
mengalami perubahan yang cukup berarti dan juga dapat mengurangi kesenjangan
sosial serta mengurangi tindak kriminal karena tuntutan ekonomi, pengelolaan
hutan secara berkelanjutan harus didasari pada dua hal utama yaitu:
a) Prinsip-prinsip ramah lingkungan; yaitu pengelolaan lahan atau hutan yang
berbasis masyarakat adalah metode mengunakan bahan-bahan alami yang
berfungsi untuk pupuk organik dan peptisida organik, dari unsur-unsur
tersebut tidak mengadung bahan kimia yang dapat merusak kesuburan tanah.
b)Partisipasi seluruh masyarakat; yaitu masyarakat bekerjasama dengan
masyarakat sekitar hutan yang berada didaerah lain untuk saling tukar pikiran
dan pengalaman tentang pengolahan hutan, pengawasan pelestarian fungsi
hutan agar generasi yang akan datang dapat menikmati keanekaragaman
kehidupan didalam hutan dan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam bisa
diselamatkan dengan cara pengolahan hutan secara berkelanjutan oleh
masyarakat setempat dan keamanan yang terjamin demi kelangsungan hidup
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan maupun sekitarnya. Pada
dasarnya masyarakat di sekitar hutan mampu mengelola kekayaan alam yang
ada didalam hutan yang dapat digunakan untuk kepentigannya, sehingga
pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya
berdasarkan warisan dari nenek moyang secara turun-temurun berdasarkan
beberapa hal berikut :
1)Budaya adat.
Pengelolaan biasanya menganut aturan adat yang dimiliki misalnya
19
yang usianya sudah tua dan telah siap pohon pengantinya untuk pembuatan
rumah, memilih jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim yang
mendukung
2)Kearifan lokal
Masyarakat pada umumnya percaya pada penghuni makluk gaib di
sekitarnya yang dipercaya bisa mendatangkan sebuah bencana jika tidak
melakukan ritual, misalnya dengan memberikan sesaji sebagai suatu kebiasaan
yang dilakukan adalah sebelum maupun sesudah pengolahan lahan dan pasca
panen harus melakukan selamatan dengan mengundang orang-orang yang ada di
sekitarnya dan tetap menjaga serta melestarikan suatu tempat yang dianggap
keramat
3)Mempelajari keanekaragaman tanaman hutan
Hutan merupakan komponen yang kompleks yang terdapat berbagai jenis
kayu yang ada didalamnya, berbagai jenis-jenis tanaman yang hidup, maka
masyarakat bisa pelajari semua tanaman yang berfungsi sebagai sumber
kehidupan alternatif, jenis tanaman yang dipelajari biasanya yang berfungsi untuk
pengobatan tradisional, tanaman yang bisa dimakan, tanaman yang berfungsi
untuk ritual dan juga pohon yang bisa dibuat untuk rumah dalam jangka waktu
puluhan tahun.
Hutan yang dikelola oleh masyarakat biasanya mengunakan cara-cara
tradisional yang tidak merusak kesuburan tanah dan habitat di sekitarnya, alat-alat
yang digunakannya juga sangat sederhana, dalam mengelola lahan hutan
20
kemiringan lahan dijadikan sebagai hutan resapan, daerah sekitar sumber air tetap
dilestarikan dengan menanam pohon yang banyak mengandung air dan membuat
terasering untuk mencegah terjadinya erosi, secara tidak langsung masyarakat di
sekitar hutan telah banyak melakukan langkah-langkah penyelamatan hutan dari
kerusakan yang disebabkan oleh manusia, pemanfaatan fungsi hutan menurut
budaya adat masyarakat adalah pengelolaan yang secara berkelanjutan dan tetap
terjaganya nilai-nilai budaya lokal dan kearifan lokal.
Hairiah (2003), mendefinisikan hutan kemasyarakatan adalah perencanaan
pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan serta pemasaran dilakukan sendiri
oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan defenisi tersebut memberikan
pandangan tentang pengakuan dan pemberian hak kelola lahan hutan atau lahan
adat oleh pemerintah kepada masyarakat lokal atau masyarakat adat serta
pentingnya meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
2.2.3 Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
yaitu melindungi kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan guna kepentingan pembangunan
berlanjutan, (Adisasmita, 2010:72). Semakin terbatasnya ruang, maka untuk
menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan dan
terpeliharanya fungsi pelestarian lingkungan, maka upaya pengaturan dan
perlindungan terhadap kawasan lindung perlu dituangkan dalam kebijakan
21
untuk meningkatkan diintegrasikan dengan tata ruang wilayah secara keseluruhan
(limitasi) dalam pengembangan wilayah. Menurut Undang-undang RI No. 26
tahun 2007 bahwa kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan, fungsi utama kawasan lindung adalah sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan
tanah, fungsi kawasan lindung selain melindungi kawasan setempat juga
memberikan perlindungan kawasan dibawahnya, berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan lindung tersebut hanya diperbolehkan
pengunaan atau pengolahan lahan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan
dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan.
Di Timor-Leste kawasan lindung dilihat sebagai bagian yang tidak
terpisahkan untuk menjawab prioritas mendasar bagi pengelolaan lingkungan
sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati seperti tercantum dalam Konstitusi
RDTL, Pemerintah Timor-Leste memiliki komitmen kuat untuk membuat dan
mengelola jaringan kawasan lindung daratan dan lautan, saat ini tengah dalam
proses untuk mengidentifikasi daerah dan sistem pengelolaan yang cocok.
Pengelolaan kawasan lindung akan dikelola bersama-sama dengan masyarakat
atau pengelolaan berbasis masyarakat, pembentukan jaringan kawasan lindung
memberikan peluang-peluang bagi aplikasi praktek-praktek terbaik bagi
keuntungan lokal dan nasional bersama-sama demi terwujudnya kelestarian
22
Beberapa kajian sumberdaya alam telah dilakukan berkaitan dengan
pengembangan jaringan kawasan lindung di Timor-Leste, dokumen Regulation
No. 2000/19 On Protected Places yang dikeluarkan oleh UNTAET pada tahun
2000 menetapkan 15 „kawasan lindung‟ sebagai salah satu langkah penting dalam
upaya pelestarian hutan, kemudian diadopsi pemerintah dalam Konstitusi
Timor-Leste saat pemindahan kekuasaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika
merestorasi kemerdekaan pada tahun 2002.
2.2.4 Pengelolaan Lingkungan
Kartodiharjo (2008) menyatakan pengelolaan lingkungan merupakan suatu
tindakan yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam
dimana seluruh bentang lahan (resources stock) termasuk ruang publik dalam
skala luas maupun seluruh komoditi yang dihasilkan (resources flow),
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, dijelaskan bahwa sumberdaya alam adalah unsur lingkungan hidup yang
terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem, maka dari itu baik pemerintah maupun masyarakat harus
bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan semua komponen sumberdaya
lingkungan hidup yang ada sehingga dapat dipergunakan secara berkelanjutan
baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
2.2.4.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan
Hadi 2000 dalam Budiana (2011), menyatakan bahwa ada satu tahapan
(evaluasi) interaksi antara manusia dan lingkungan dimana pada tahap tersebut
23
cosmism) sampai pada tahapan yang multi kompleks dimana manusia menguasai
dan mengeksploitasi alam (anthropocentris) sekarang tahapan evaluasi tersebut
telah menginjak kepada paradigma yang dicita-citakan, yakni kehidupan manusia
yang selaras dengan alam (holism) manusia sebagai makluk sosial memiliki
berbagai kelompok kehidupan yang membentuk tingkah laku karena
masing-masing satuan kehidupan manusia memiliki sistem nilai, berdasarkan uraian
tersebut menunjukan bahwa manusia sebagai individu menjadi bagian dari
beberapa satuan sosial, kehidupan seorang manusia tidak dapat dipisahkan dari
pada lingkungannya seperti contohnya saat manusia bernapas yang berasal dari
udara di lingkungan sekitarnya.
Interaksi manusia dengan lingkungan sudah berlangsung melewati dua cara
yaitu pertama manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan kedua manusia
mempunyai kemampuan untuk mengubah suatu lingkungan, sifat interaksi
mempunyai perbedaan antara wilayah dan masyarakat yang satu dengan lainya
rumah tidak hanya menjadi sekedar tempat tinggal atau berlindung dari cuaca
panas maupun hujan serta dari binatang buas tetapi juga menunjukan pada status
kekayaan seseorang.
2.2.4.2 Lingkungan Hidup dan Lingkungan Binaan
Lingkungan hidup alam adalah lingkungan hidup yang tidak didominasi oleh
manusia sebaliknya lingkungan binaan merupakan lingkungan yang didominasi
oleh manusia, berdasarkan perkembangan manusia berangsur-angsur menjadi
makluk hidup yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan sehingga lingkungan
seolah-24
olah dikuasai manusia karena manusia menempatkan diri sebagai bagian dominan
dalam ekosistem. Perkembangan lingkungan buatan telah menghasilkan kadar
produk sampingan yang meningkat dalam jumlah yang tidak terkendali, produk
sampingan tersebut berupa perencanaan dan kerusakan lingkungan (Budiana,
2011).
2.2.5 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Menurut Keraf (2002), bahwa prinsip etika lingkungan bertumpu pada dua
unsur pokok dari teori biosentrisme dan ekosentrisme, pertama komunitas moral
tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas
ekologis seluruhnya kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makluk sosial
melainkan makluk ekologis. Manusia sebagai makluk sosial juga sebagai makluk
ekologis yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sehingga manusia dalam
kehidupan selalu membutuhkan kondisi linkungan yang harmonis dan saling
tergantung satu sama lain kondisi tersebut merupakan bagian dari sebuah prinsip
etika linkungan. Prinsip etika lingkungan yang menjadi panduan manusia dalam
berinteraksi dengan alam yang dapat membutuh yang satu dengan lainya berikut
ini merupakan prinsip etika lingkungan yang perlu dipahami sesuai dengan prinsip
dan kegunaanya masing-masing:
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam.
Prinsip ini menaru Hormat terhadap alam sebagai suatu prinsip dasar bagi
manusia sebagai bagian dari alam semesta seperti halnya setiap anggota
komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama
25
dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis, serta
mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas
ekologis, alam tempat hidup manusia.
2. Prinsip tanggung jawab dan prinsip soliditas kosmis.
Prinsip tanggung jawab menitik beratkan pada pada tanggung jawab secara
kolektif bukan secara individual Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil
prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan segala isinya sedangkan prinsip solidaritas kosmis
memandang manusia memiliki kedudukan setara dengan alam dan semua makluk
hidup di alam ini. Prinsip ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider,
perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makluk hidup lain.
3. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam.
Prinsip moral satu arah yang tidak mengharapkan balasan selain itu prinsip
ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata
demi kepentingan alam
4. Prinsip "No Harm" dan prinsip hidup sederhana selaras dengan alam
Prinsip ini melihat bahwa manusia memiliki kewajiban moral dan
tanggungjawab terhadap alam, maka paling tidak manusia tidak akan mau
merugikan alam secara tidak perlu, sedangkan prinsip hidup sederhana selaras
dengan alam melihat gaya bersama, budaya moderen yang sangat materialistis,
konsumtif, dan eksploratif sehingga dibutuhkan sebuah gerakan bersama untuk
26
5. Prinsip keadilan, prinsip demokrasi dan prinsip integiritas moral.
Prinsip keadilan berbicara mengenai bagaimana manusia harus berprilaku
baik antara satu sama lain dalam hubungannya dengan alam semesta, bagaimana
sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan
hidup sedangkan prinsip demokrasi beranggapan bahwa alam semesta itu
beranekaragam sebab keanekaragaman dan pluralitas merupakan hakikat alam
yaitu kehidupan, pada prinsip integritas moral menekan pada moral pejabat yang
memegang kendali untuk memberikan perhatian pada aspek lingkungan, Selama
pejabat publik tidak mempunyai integritas moral, bisa menyalagunakan kekuasaan
untuk kepentingannya dan kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan
masyarakat, lingkungan hidup bisa ditebak dengan sendirinya akan mudah
dirugikan.
2.2.6 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan
generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, definisi
tersebut mengandung dua konsep kunci yaitu prioritas pemenuhan kebutuhan
esensial penduduk miskin dan adanya keterbatasan kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang (Hadi, 2005).
Emil Salim dalam Hadi (2005), Pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk
mengurangi kemiskinan dan mengeliminasi kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan, sehingga pengelolaan sumberdaya alam dilakukan seoptimal mungkin
27
ekosistem, untuk memastikan kelestarian sumberdaya alam harus memelihara
fungsi lingkungan; dengan kata lain bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan mempunyai arah dan tujuan
sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat baik di masa
sekarang maupun di masa mendatang.
Munasinghe (1993), menjelaskan bahwa dalam pembangunan berkelanjutan
terdapat tiga pilar utama yang menjadi fokus pembangunan yaitu sosial, ekonomi,
dan lingkungan. Soemarwoto (2009), menjelaskan bahwa pembangunan
berwawasan lingkungan merupakan syarat untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan yang dipahami sebagai pembangunan yang tidak menyakiti
lingkungan hidup dan bersifat pro-lingkungan, pro-sosial serta melayani
kepentingan semua anggota masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan atau disebut MDGs sudah berakhir pada tahun
2015, saat ini telah diganti dengan percepatan pembangunan ramah lingkungan
yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Agenda SDGs
atau disebut dengan agenda 2030 menjadi kerangka kerja pembangunan global
baru dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Konsep ini hanya
melanjutkan konsep terdahulu (MDGs) yaitu pembangunan manusia (human
development) meliputi pendidikan dan kesehatan, lingkungan dalam skala kecil
(social economic development) dan lingkungan yang besar (environmental
development) berupa ketersediaan kualitas lingkungan dan sumberdaya alam yang
28
2.3 Landasan Teori
Teori atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian sebagai
definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Koentjaraningrat, 1983:21),
teori dalam penelitian ini adalah beberapa pengertian dasar yang secara langsung
terkait dengan topik penelitian, beberapa teori yang perlu dijelaskan untuk
mendapat gambaran ruang lingkup penelitian.
2.3.1 Teori Persepsi Masyarakat
Persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap obyek tertentu
yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasi pengamatan; persepsi
ditentukan oleh dua faktor dalam diri individu (faktor internal) meliputi
kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis
kelamin dan faktor luar individu (faktor eksternal) meliputi pengaruh kelompok,
pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosial budaya.
Menurut Rangkuti (2002), bahwa Persepsi merupakan sutau proses dimana
individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima
melalui inderanya menjadi suatu makna. Dua faktor yang mempengaruhi persepsi
yaitu faktor personal (proses belajar, motif, dan kebutuhan) dan faktor struktural
(lingkungan,dan nilai sosial dalam masyarakat).
Walgito (2002), mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga
merupakan proses yang berarti dan merupakan proses integral dalam diri individu.
Persepsi merupakan proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek
29
mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan
keadaan dirinya dan lingkungan dimana berada, sehingga dapat menentukan
tindakannya. Langevelt (1996) dalam Harihanto (2001) mengatakan bahwa
persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu
yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan, dan perasaan terhadap stimulus
tersebut sedangkan stimulus dapat berupa benda, isyarat, informasi, maupun
situasi dan kondisi tertentu. Pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu
obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran unik terhadap obyek pada situasi
tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut
(Sugiyanto,1996), alasan lain perlunya penelitian persepsi terhadap lingkungan
adalah untuk mencapai suatu kualitas lingkungan yang optimal yakni kualitas
lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakanya,
kualitas lingkungan dari suatu kawasan tertentu harus didefinisikan secara umum
sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau
sekelompok orang (komunitas) Pandangan ini menyempurnakan pandangan
sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, biologis
dan kimia saja (Haryadi dan Setyawan, 1995 dalam Harihanto, 2001).
2.3.2 Teori Konservasi
Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai dan
servare (keep/save) upaya memelihara apa yang kita punya, namun secara
bijaksana. Pemikiran ini dikembangkan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang