INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan Umum dan Nilai
oleh
Nunung Yuliantini
NIM 1201242
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN UMUM DAN NILAI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)
Nunung Yuliantini,
NIM 1201242
Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
gelar magister Pendidikan Umum dan Nilai di Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
© Nunung Yuliantini 2015
NUNUNG YULIANTINI
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr. Edi Suresman, M.Pd NIP 196011241988031001
Pembimbing II
Dr. Kokom Komalasari, M.Pd NIP 197210012001122001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Umum dan Nilai
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
Internalisasi Sikap Positif melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Studi Kasus di MTs.N Subang)
Oleh: Nunung Yuliantini (1201242).
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa pada umumnya para siswa masih belum fokus dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Selain itu, masih terdapat guru yang menggunakan sistem pembelajaran konvensional. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk menginternalisasikan sikap positif kepada siswa, dengan melibatkan guru melalui pendekatan kontekstual dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris, pada kelas VII siswa MTs.N Subang. Adapun masalah pokok yang menjadi kajian penelitian ini adalah“Bagaimanakah cara menginternalisasikan sikap positif kepada siswa melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa inggris”? Rincian masalah tersebut dirumuskan dalam susunan pertanyaan penelitian secara khusus sebagai berikut: (1). Bagaimanakah Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? (2). Bagaimanakah gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang? (3). Bagaimana kendala dan upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dan menggunakan metode studi kasus yaitu untuk mengetahui dan memecahkan suatu masalah yang sedang terjadi di tempat penelitian. Selanjutnya tehnik untuk menganalisa data, mereduksi data dan mendisplay data menggunakan teori model Miles dan Huberman. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1). Sikap positif merupakan sikap yang harus dimiliki siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris agar lebih fokus dengan aktif, kreatif, mandiri, sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. (2). Melalui pendekatan kontekstual yang dilakukan guru, diharapkan siswa mampu menemukan materi dan mengonstruksi pengetahuannya, berpikir kritis dan bekerjasama dalam memecahkan masalah pembelajaran sehingga mampu menerapkannya dalam kehidupan. (3). Kendala yang dihadapi siswa diantaranya masih terdapat siswa yang malas, kurang disiplin, tidak mengerjakan tugas, keterbatasan sarana dan prasarana. Upaya yang dilakukan guru, yaitu menyiapkan perangkat pembelajaran, penerapan tujuh komponen kontekstual, memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar serta praktek ke lapangan. Simpulan: Proses internalisasi sikap positif dapat diterapkan melalui tujuh komponen pendekatan kontekstual. Gambaran sikap positif siswa perlahan-lahan berubah menjadi aktif, kreatif, mandiri sesuai kompetensi yang diharapkan sehingga prestasi siswa terdapat peningkatan. Adapun Kendala dalam menginternalisasikan sikap positif, yaitu masih kurangnya kesesuaian dengan tujuh komponen kontekstual. Upaya yang dilakukan guru, yaitu dengan menerapkan tujuh kumponen kontekstual, tersedianya sarana dan prasarana belajar serta praktek dalam lingkungan.
by Nunung Yuliantini (1201242).
ABSTRACT
The background of the research is on the fact that show the generally the students lack of focus on classroom teaching and learning. Therefor, a lot of teacher are still using conventional teaching method. Thus, the researcher try to internalizing positive attitude through contextual approach, in VII grade students MTs.N Subang. The main problem of this research is “how to internalize positive attitude through contextual approach to students in English classroom?” So, to make it into detail the specific research questions are formulated as the followings: (1) How are the internalization of positive attitudes through contextual approach in English classroom?; (2). How are students’ positive attitudes in English classroom in MTs.N Subang?; (3) What are the challenges and efforts to internalize positive attitude through contextual approach in English classroom? The method that use on this research is qualitative method, employed case study to find out and solve the problem occurred in the research site. Next data analysis technic, data reduction, data display using Miles and Huberman theory model. The result of this research are as follows: (1) Positive attitudes are essential for students to engage in English classroom so they will be more focus on learning and they become more active, creative, independent and become the best students; (2) through contextual learning teacher done, hope the students are able to find learning materials and constructing their knowledge, have critical thinking, and cooperative in solving the learning problems so they are able to applied it in the real life; (3). The constraint in learning english classroom that the student still lazies, not discipline, not doing tasks and less facility. The teacher effort, consist of preparing learning equipment, applied seventh component contextual, using in environment facility and student apprentice. Conclusion: positive attitudes process can be internalized through seventh component contextual. The illustration of the student positive attitudes slowly turn to be more active, creative, independent hope be uniformity competent to students improve. The constraint in internalizing positive attitudes, is lack of uniformity with seventh component contextual. So teacher effort, is applied seventh component contextual, given school facility and practice in the environment.
Nunung Yuliantini, 2015
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang Penelitian ... 1B.
Identifikasi Masalah penelitian ... 11C.
Rumusan Masalah Penelitian ... 12D.
Tujuan penelitian ... 12E.
Manfaat Penelitian ... 13F.
Struktur Organisasi Tesis ... 14BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internalisasi dan sikap positif ... 15
B. Pembelajaran Bahasa Inggris ... 23
C. Pendekatan Kontekstual ... 24
D. Hakikat pendidikan umum ... 40
E. Internalisasi sikap positif dalam pembelajaran Bahasa Inggris Melalui pendekatan kontekstual ... 45
F. Studi Penelitian yang Relevan ... 49
G. Kerangka berfikir ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 52
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
G. Langkah-langkah penelitian ... 60
H. Analisis data ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63
1. Sejarah Singkat dan Profil MTs.N Subang ... 63
2. Visi dan Misi ... 64
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65
1. Proses Internalisasi sikap positif dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui pendekatan kontekstual ... 66
2. Gambaran kondisi Nyata sikap positif yang dimiliki siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Inggris di MTs.N Subang ... 76
3. Kendala yang ditemukan untuk menginternalisasikan Sikap Positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa Inggris ... 81
4. Upaya Untuk menginternalisasikan sikap Positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris ... 84
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86
1. Sikap positif yang dimiliki siswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris ... 87
2. Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual ... 89
3. Kendala dan Upaya dalam internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual ... 96
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 103
B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 114
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Emosi yang dimunculkan oleh property Atribusi ... 22
2.2 Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional ... 32
2.3 Perbedaan Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual Dan Pembelajaran Dengan Pendekatan Tradisional ... 34
2.4 Perbedaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tradisonal ... 36
2.5 Indikator sikap positif dan pendekatan contekstual ... 48
3.1 Indikator dan Teknik Pengumpulan data Penelitian ... 59
3.2 Ringkasan Analisis Data ... 62
4.1 Pendapat tentang sikap positif dan pembelajaran kontekstual ... 66
4.2 Situasi Pembelajaran Bahasa Inggris ... 78
4.3 Kegiatan Sikap positif yang dimiliki siswa dan guru ... 80
4.4 Kendala Menginternalisasikan Sikap Positif ... 81
4.5 Kendala internalisasi tujuh Komponen Kontekstual ... 82
Bagan Halaman
2.1. Kerangka berpikir penelitian ... 51
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Wawancara, observasi dengan Peserta Didik dan
Pendidik. ... 115
2. Kisi-Kisi Instrumen ... 120
3. Perangkat Kegiatan Belajar Mengajar ... 123
4. Tabel Studi Dokumentasi ... 168
5. SK Pengangkatan Pembimbing ... 174
6. Surat Izin melakukan Studi Lapangan/Observasi ... 176
7. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian ... 177
8. Daftar Nilai Siswa Kelas VII.B MTs.N Subang ... 178
9. Dokumentasi Penelitian ... 181
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan memegang peranan yang sangat vital dan esensial dalam merubah
dan mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Undang-Undang tentang Sisdiknas no. 20 tahun 2003 pasal 3). Tujuan yang
diisyaratkan dalam Sisdiknas tersebut dapat terwujud dengan melakukan proses
pembelajaran secara efektif dan efisien. Melalui belajar, potensi siswa akan
berkembang secara utuh, yang ditandai dengan dimilikinya berbagai kecerdasan secara
komprehensif, baik kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun
kecerdasan kinestetika (Madjid, 2012:67). Melalui belajar pula manusia bisa
berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya, sehinggga Ia dapat
terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Sebagai
khalifah Tuhan di bumi, manusia mengemban amanah, atau tanggung jawab
(responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan
tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera, dan berupaya mencegah
(preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan
hidup (regional-global) (Yusuf dan Nurihsan, 2011:210).
Pendidikan dalam tataran praktis yang diwujudkan dalam bentuk
pembelajaran di sekolah harus dapat menyentuh aspek-aspek riil kehidupan siswa.
Selama ini sebagian besar lulusan pendidikan di Indonesia masih belum mampu
bersaing dalam menjawab tantangan hidup. Terbukti tamatan SLTP dan SLTA
banyak yang merasa tidak siap terjun di lingkungannya, lulusan tersebut rata-rata
menjadi karyawan pabrik dan buruh kerja serabutan. Salah satu faktor penyebabnya
adalah karena kegiatan belajar mengajar (KBM) masih menggunakan pendekatan
2
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
nilai kognitif (hafalan) dan terkadang melupakan aspek afektif (sikap) dan
psikomotorik (keterampilan). Fakta yang terjadi pada lingkungan pendidikan dalam
kegiatan belajar mengajar diantaranya adalah bahwa sebagian siswa belum
berperilaku baik dan berkarakter dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas,
sehingga masih jauh dari harapan guru bahwa siswa harus dapat memahami,
menyimak dan menerima pelajaran, ternyata sebagian siswa masih belum memiliki
dan membudayakan sikap positif sewaktu belajar. Maka melalui internalisasi sikap
positif kepada siswa dan berpedoman pada kurikulum 2013 dapat membentuk
kepribadian siswa yang baik dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris.
Faktor lain diantaranya adalah terkadang guru masih kurang menguasai
model dan strategi pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas.
Sehingga menimbulkan terjadinya kejenuhan dan kemalasan pada siswa yang
menjadikan mereka tidak semangat belajar, akibatnya kurang menguasai kosa kata
Bahasa Inggris dan yang lainnya, faktor lain diantaranya masih kurang lengkapnya
sarana dan prasarana belajar untuk praktek, terkadang guru masih kurang mengaitkan
materi dengan kehidupan nyata, komunikasi yang monoton disebabkan latar belakang
pendidikan guru yang tidak linear sehingga missmatch, belum terkordinirnya
pembagian tugas belajar pada siswa sehingga belum terciptanya suasana tenang pada
waktu belajar dan lain-lain. Sikap positif dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Inggris yaitu dengan mengaktualisasikan dirinya secara utuh baik jasmani maupun
ruhani selama pembelajaran di kelas diantaranya dengan berperilaku sopan kepada
guru dengan menyimak, memahami, memperhatikan materi pelajaran yang
disampaikan guru secara santun, patuh, disiplin serta melaksanakan tugas yang
diberikan guru dan bekerjasama dengan teman secara aktif, kreatif dan tertib dalam
belajar sehingga menjadi siswa yang berprestasi dibawah bimbingan guru yang
profesional.
Dalam proses pembelajaran yang berlangsung masih adanya pandangan yang
keliru (tetapi selalu dipraktikkan) yang mengatakan bahwa belajar adalah mengisi
berhasil apabila siswa sudah mampu menghapal seperangkat konsep, kaidah, atau
menguasai materi pelajaran dengan baik dan dapat menjawab dengan benar soal-soal
yang diberikan dalam ujian, pembelajaran hanya mengedepankan aspek pemikiran
(kognisi) daripada rasa (afeksi) dan tingkah laku (psikomotorik). Pembelajaran yang
terjadi selama ini belum berusaha mengontekstualisasikan dan mengaitkan materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan
dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak di ikuti dengan pemahaman
atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan
situasi baru dalam kehidupannya (Muslich, 2011:40).
Untuk mengantisipasi kelemahan ini, guru dan insan pendidikan diharapkan
dapat memaknai pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL)
untuk menjawab tantangan sekaligus kelemahan yang terjadi dalam proses
pembelajaran yang selama ini terjadi. Pendekatan pembelajaran kontekstual
merupakan suatu pendekatan pendidikan yang melakukan lebih dari sekedar
menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks keadaan mereka sendiri dengan melibatkan para siswa dalam mencari
makna “konteks” itu sendiri (Johnson, 2011:65-66). Lebih dari itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menyajikan sebuah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas,
2002:34). Senada dengan itu Komalasari menyebutkan bahwa pembelajaran
kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan
4
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
mengisyaratkan guru untuk bisa memotivasi dan memfasilitasi siswa dalam upayanya
untuk mengaplikasikan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari
secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kecerdasan kognitif semata, tetapi
meliputi kecerdasan afektif dan psikomotor siswa, kecerdasan tidak lagi menunjuk pada
satu ranah saja, karena pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan kecerdasan
yang menyeluruh (multiple quotient), manusia bukan lagi dipandang sebagai unsur yang
terpisah-pisah (unsuriah) tetapi merupakan sosok pribadi yang integrated, utuh dan
kaffah (Sauri, 2006:44). Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mendorong
siswa memahami dan menggali makna serta manfaat dari setiap kali proses
pembelajaran dilakukan, sehingga akan memberikan motivasi kepada siswa untuk
belajar lebih kreatif, inovatif, dan bermakna.
Untuk merubah paradigma ini, guru dan insan pendidikan diharapkan dapat
memaknai pendekatan kontekstual (CTL) untuk menjawab tantangan dan hambatan
sekaligus kelemahan yang terjadi, maka guru harus bisa mengarahkan dan
memotivasi siswa agar bisa mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
kenyataan dan kebutuhan siswa, serta guru harus mampu memotivasi siswa agar
bisa mendorongnya untuk mengonstruksi pengetahuan yang dimilikinya dengan
praktik pada kehidupan mereka, baik dilingkungan sekolah, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara, guru dalam proses pembelajaran bertindak sebagai motivator,
evaluator, fasilitator dan sebagai sutradara dalam proses pembelajaran tersebut.
Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan dari dua model
pembelajaran yaitu antara model pembelajaran konvensional dan Model
pembelajaran kontekstual dapat dilihat dari konteks tertentu:
1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif
dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri
materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan
sebagai objek yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja
pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan
menerima mencatat dan menghapal materi pelajaran.
3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil,
sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan
abstrak.
4. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan.
5. Tujuan Akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri,
sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir nilai atau angka.
6. Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya
individu-individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa
perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar
dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman
atau sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
7. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi
perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam
pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki
bersifat absolute dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan
mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
9. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks
dan settings yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya di ukur dari
6
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
Pembelajaran kontekstual mengharapkan disaat seorang siswa menerima
permasalahan yang belum diketahui cara penyelesaiannya, ia akan berusaha mencari
hal-hal yang mirip dengan apa yang ia ketahui sebelumnya, atau ia akan
memodifikasi fakta yang ada dalam permasalahan tersebut agar sesuai dengan
pengetahuan yang ia miliki. Sampai akhirnya ia bisa menemukan sendiri solusi dari
permasalahan yang disajikan. Sesuatu yang ditemukan sendiri dengan coba-coba,
hasilnya akan berakar lama pada diri anak, kalaupun suatu saat lupa, ia bisa berusaha
mengingatkannya dengan cara mengingat kembali langkah-langkah yang pernah
dilakukan untuk menemukan hal tersebut.
Perlu di ketahui bahwa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang beragam.
Guru harus bisa memikirkan kemampuan siswa secara klasikal dalam menyelesaikan
permasalahan yang disajikan. Bila permasalahan dianggap mudah cara
penyelesaiannya, guru bisa menugaskan siswa bekerja secara kelompok.
Siswa yang terbagi dalam beberapa kelompok bisa melakukan diskusi
kelompok kecil atau kelompok besar. Kelompok inilah yang menentukan sendiri cara
bekerja, mendiskusikan tugasnya dan menyimpulkan hasil pekerjaannya, guru tidak
harus diam, tapi harus membimbing, dan apabila perlu harus membantu merumuskan
kesimpulan. Dengan bekerja perorangan maupun kelompok diharapkan siswa
mencari alternatif jawaban. Keaktifan siswa dalam memecahkan masalah dengan
strategi sendiri akan menimbulkan proses kreatifitas yang akan berlangsung terus
menerus dan merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari yang berlangsung seumur
hidup. Proses kemampuan berpikir berguna untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) dan mengembangkan ekspresi kreatif
(creative expression).
CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang menanamkan kemandirian.
Proses pembelajaran CTL sangat dikenal sebagai pembelajaran mandiri.
Pembelajaran mandiri memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan
bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Proses
dalam proses menemukan.
Pemahaman tentang Pembelajaran kontekstual sangat terkait dengan
pengertian “mandiri” itu sendiri (Johnson, 2002:152) “guru yang memiliki tipe mandiri, mampu diri sendiri, memerintah diri sendiri, mengambil putusan sendiri dan
bertanggung jawab”. Brooks & Brooks (1993:103) juga mengatakan bahwa
pembelajaran mandiri membangkitkan antusiasme yang sama pada anak-anak dari
Taman kanak-kanak hingga Universitas, bebas menggambarkan gagasan, minat, dan
bakat mereka. Siswa yang mendapatkan pembelajaran mandiri dari segala usia
semangat mengajukan pertanyaan, penyelidikan, dan melakukan berbagai percobaan.
Menurut Johnson (2002:43-165) kemandirian belajar merupakan salah satu
komponen pembelajaran kontekstual. Adapun karakteristik siswa yang menunjukan
kemandirian dalam pembelajaran kontekstual, adalah sebagai berikut:
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaning full connection), adalah
membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna
ini akan memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara
pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna
(berarti). Ini akan membuat siswa merasakan bahwa belajar penting untuk masa
depannya (Johnson, 43:44).
b. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant
work), adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai.
c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat
individual siswa untuk bekerja ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan
yang bermakna dengan mengaitkan antara materi bahan ajar dan konteks
kehidupan sehari-hari (Johnson, 2002;82-84).
d. Bekerjasama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau
berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk
8
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
sintesis data, memahami suatu isu atau fakta, dan pemecahan masalah. (Johnson,
2002:100-101).
f. Memelihara atau meminta pribadi (nurturing the individual), adalah menjaga atau
mempertahankan kemajuan individu. Hal ini menyangkut pembelajaran yang
dapat memotivasi, mendukung, menyemangati, dan memunculkan gairah belajar
siswa (Johnson, 2002:127-128).
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan
siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan
teknologi dan jaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung
jawab, pengambil keputusan yang bijaksana dan karyawan yang memuaskan
(Johnson, 2002:149-150).
h. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assessment), ditujukan pada motivasi
siswa untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat
pada tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta
pemikiran tingkat tinggi yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para
siswa dapat menunjukan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan
kedalaman berpikir dari pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan, dan
kesepakatan (Johnson, 2002:165).
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas tentang pembelajaran
mandiri, maka penerapan CTL perlu dilaksanakan oleh setiap guru agar terhindar dari
kegiatan pembelajaran yang menjenuhkan dan tentunya dapat meningkatkan
pemahaman dan kesadaran serta akan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Upaya
sekelompok guru dan calon guru di Indonesia, untuk terus menerus mengupayakan
pendidikan yang paling baik untuk para siswa terutama untuk anak yang kreatif dan
berbakat diarahkan pada pelayanan pendidikan melalui kesempatan belajar pada
lembaga pendidikan pengembangan yang disediakan pemerintah. Strategi pelayanan
pendidikan memiliki konsekuensi sumber daya pendidikan (dana, tenaga dan sarana),
Model Strategi pelayanan pendidikan alternatif dalam manajemen pendidikan
perlu dikembangkan untuk menghasilkan siswa yang unggul, melalui pemberian
perhatian perlakuan dan pelayanan guru dan berdasarkan minat, bakat dan kreativitas
kemampuan siswa. Mereka berbeda tingkat kecakapan, kecerdasan, minat, bakat dan
kreativitasnya, tetapi masih kurangnya mengoptimalisasikan pengembangan potensi
siswa secara tepat. (Hamzah, 2009:30).
pendidikan merupakan upaya pembinaan karakter seseorang, pendidikan
merupakan usaha untuk membangun pribadi–pribadi yang bernilai dan berkarakter.
pendidikan pada hakikatnya berupaya membebaskan dan menyiapkan generasi masa
depan untuk mampu bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi
tantangan-tantangan zaman (Triatna, 2011:6).
Dalam pendidikan umum atau guruan nilai termasuk dalam hal ini pendidikan
karakter di sekolah yang bertujuan untuk melatih siswa dalam hal perbuatan, ucapan,
pikiran, agar selalu melakukan kebaikan dan mencegah kesalahan yang dapat
menghasilkan penderitaan bagi diri sendiri. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya merupakan upaya untuk membentuk nilai-nilai sosial budaya bangsa
Indonesia pada guru yang bersumber dari nilai-nilai luhur kearifan lokal yang masih
dijunjung tinggi oleh masyarakat, nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai masyarakat
global yang dinamis yang bersesuaian dengan nilai-nilai lokal dan nilai-nilai
Pancasila (Sukadi dalam Budimansyah, 2012:92).
Rentang berfikir kreatif membantu para guru mendeteksi keterampilan,
kekuatan, dan kelemahan siswa. Evaluasi terhadap alat ukur atau menilai kreativitas
pertama–tama harus beranjak dari reliabilitas test. Seseorang dinilai kreatif atau tidak
kreatif tergantung dari siapa yang menskornya. Siswa berbakat memiliki kelebihan
ciri–ciri sebagai berikut: 1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar. 2) Sering
mengajukan pertanyaan yang berbobot. 3) Memberikan banyak gagasan dan usul
terhadap suatu masalah. 4) Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak
malu–malu. 5) Mempunyai/menghargai rasa keindahan. 6) Mempunyai pendapat
10
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
Memiliki rasa humor tinggi. 8) Mempunyai daya imajinasi yang kuat. 9) Mampu
mengajukan pemikiran, gagasan, pemecahan masalah yang berbeda dari orang lain.
10) Dapat bekerja sendiri dan 11) Senang mencoba hal–hal baru.
Sejumlah siswa yang tergolong baik terlihat mengalami kemajuan kreativitas.
Mereka mau mengemukakan pendapat atau ide. Mereka mampu mewujudkan ide
tersebut didepan teman–temannya. Sejumlah siswa yang tergolong cukup aktif
mengemukakan pendapat ide cenderung butuh stimulus guru yang
berkesinambungan. Guru harus benar–benar aksis dalam membina siswanya agar
pembelajaran berhasil.
Menurut Saodih (Mulyasa, 2008:13) guru dalam pembelajaran memerlukan
teknik pembelajaran yang tepat dalam memberikan setiap materi yang hendak
diberikannya. Khususnya mengenai teks yang di dalamnya mengandung nilai-nilai
dan pengembangan sikap positif untuk perlu dipahami dan memiliki karakteristik
yang luas yang perlu dicermati secara seksama sesuai dengan kompetensi luaran yang
diharapkan pada teks tersebut yang perlu digali oleh guru dalam memberikan
pengembangan diri sikap positif kepada siswa.
Perlu adanya pelatihan untuk mendesain kurikulum dalam mengembangkan
Model-model strategi pembelajaran pada siswa. Peran guru yang profesional sangat
membantu siswa dalam upaya mengoptimalkan kegiatan berpikir kreatif siswasampai
mencapai hasil yang maksimal. Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikan Nasional pasal 39 Ayat (2) menyebutkan guru merupakan Tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses belajar, menilai
hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Peneliti bermaksud mengadakan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Subang dalam upaya untuk menginternalisasikan sikap positif kepada siswa dengan
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Hal ini sangatlah
penting karena demi suksesnya pembelajaran di kelas agar tujuan pendidikan nasional
pelajarannya secara efektif dan efisien waktu karena keterbatasan wawasan guru
dalam bidang pengetahuan serta kurangnya pengetahuan tentang model-model dan
strategi dalam mengajar kepada siswa, juga masih kurangnya perhatian siswa
terhadap guru yang menyampaikan materi, dikarenakan siswa tersebut tidak
mempunyai sikap positif dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan guru.
Penelitian ini diharapkan supaya antara siswa dan guru dapat
menginternalisasikan sikap positif dalam mata pelajaran Bahasa Inggris melalui
pendekatan kontekstual sehingga antara siswa dengan siswa lainnya akan lebih
semangat dan fokus mengerjakan tugas bersama guru yang membimbing dan
mengarahkan, kemudian siswa pun berhubungan langsung dengan objek yang hendak
dipelajari tanpa menggunakan perantara alhasil terjadinya keterlibatan pembelajaran
yang aktif yang menjadi kesatuan antara materi, media pembelajaran, siswa yang
aktif berkreatifitas sehingga mencapai prestasi dengan bimbingan guru yang
profesional.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Penelitian ini diadakan dengan latar belakang bahwa pada dasarnya masih
terdapat kesulitan dalam belajar Bahasa Inggris siswa pada Madrasah Tsanawiyah
Negeri Subang sebab pembelajaran yang dilaksanakan terkadang masih
menggunakan pendekatan konvensional, sedangkan pendekatan kontekstual
merupakan metode pembelajaran baru yang menuntut keaktifan siswa dan guru untuk
menemukan sendiri kandungan materi pelajaran dan pengalaman yang juga
dihubungkan langsung dengan kejadian sehari-hari pada lingkungan nya, sehingga
dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan proses efektifitas internalisasi sikap positif
dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui pendekatan kontekstual tersebut. Maka
dapat dipahami bahwa: Pertama, dalam proses kegiatan pembelajaran siswa dituntut
memiliki sikap positif agar siswa tersebut dapat fokus yaitu mengaktualisasikan
dirinya secara utuh baik fisik maupun mentalnya sehingga dapat berperan aktif dan
12
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
siswa yang berprestasi dengan bimbingan guru yang profesional. Kedua,
pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
bertujuan membekali siswa keterampilan belajar mandiri dan bermakna sehingga
siswa dapat menemukan sendiri materi serta menghubungkannya langsung dengan
kehidupan sehari-hari
C. Rumusan Masalah Penelitian
Adapun Masalah penelitian secara umum ini dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah cara menginternalisasikan sikap positif kepada siswa melalui
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris ?
Susunan masalah penelitian secara khusus sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual
dalam Pembelajaran Bahasa Inggris ?
2. Bagaimanakah gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran BahasaInggris
di MTs.N Subang ?
3. Bagaimana kendala dan upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui
pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proses internalisasi
sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris
pada MTs.N Subang. Secara khusus tujuannya adalah untuk mengetahui:
1. Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris.
2. Gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N
Subang.
3. Kendala dan upaya menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi
berbagai pihak diantaranya:
Manfaat secara Teoretis
1. Memberikan Informasi dan kontribusi terhadap guru dan siswa dalam hal
menginternalisasikan sikap positif yaitu dengan pendekatan kontekstual pada
mata pelajaran Bahasa Inggris.
2. Memberikan sumbangan pemikiran dengan pendekatan CTL pada
keberlangsungan pembelajaran Bahasa Inggris, karena berdasarkan data observasi
yang terjadi di tempat penelitian bahwa guru masih menggunakan pembelajaran
yang bersifat konvensional sehingga menimbulkan efek jenuh dan monoton
kepada siswa.
3. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan pelaksanaan
pembelajaran pada pendidikan umum.
Manfaat secara Praktis
1. Memberikan wawasan kepada praktisi pendidikan dalam mengamplikasikan
pendekatan kontekstual yang menyajikan konsep belajar dengan cara
mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong mereka membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:34).
2. Membantu praktisi guruan dengan penemuan hal baru dalam hal model dan strategi
pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa dalam upayanya untuk
mengaplikasikan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari
secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kecerdasan kognitif saja akan tetapi
meliputi kecerdasan afektif dan psikomotor.
3. Membudayakan sikap positif, disiplin, mandiri dan tanggung jawab dalam
mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris secara aktif dan kreatif dengan bimbingan
14
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
F. Struktur Organisasi Tesis
Dalam bagian ini akan diungkapkan secara berurutan keseluruhan isi tesis,
sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang mencakup: Latar Belakang Penelitian.
Identifikasi Masalah Penelitian. Rumusan Masalah Penelitian. Tujuan Penelitan.
Manfaat Penelitian. Dan Sturktur Organisasi Tesis. Bab II Kajian Pustaka meliputi:
Pengertian Internalisasi dan Sikap Positif. Pembelajaran Bahasa Inggris. Pendekatan
Kontekstual. Hakikat Pendidikan Umum. Internalisasi Sikap Positif dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Pendekatan Kontekstual. Penelitian terdahulu
yang Relevan, dan Kerangka Berfikir. Bab III Metodologi Penelitian meliputi:
Pendekatan Penelitian. Desain Penelitian. Metode penelitian. Definisi Operasional.
Instrumen penelitian. Teknik Penelitian. Langkah-langkah penelitian. Dan Analisis
data. Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian, mencakup: Deskripsi Lokasi
Penelitian. Deskripsi Hasil Penelitian. Pembahasan Hasil Penelitian. Bab V Simpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang Jawa
Barat. Adapun peneliti memilih tempat penelitian di MTs.N Subang ini karena
sekolah ini merupakan sekolah strategis yang menjadi pusat dari semua Madrasah
Tsanawiyah yang ada di kota Subang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VII.B dengan mengambil tiga orang siswa dan tiga orang guru sebagai
xample, kemudian sebagai perwakilan akhirnya diambil seorang siswa dan
seorang guru Bahasa Inggris dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM).
B. Desain Penelitian
Problematika di MTs.N Subang dalam kegiatan belajar mengajar
diantaranya adalah bahwa sebagian siswa belum berperilaku baik dan berkarakter
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagian guru masih kurang
menguasai berbagai model dan metode pembelajaran sehingga motivasi siswa
dalam mengikuti belajar kurang maksimal.
Penelitian tentang Internalisasi sikap positif melalui pendekatan
kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang, menggunakan
pendekatan kualitatif. Adapun definisi dari pendekatan penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah
experiment) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan
xample sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.
Adapun alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif ini adalah
bermaksud mendapatkan pemahaman secara lebih mendalam tentang proses dan
hasil dari internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran Bahasa Inggris, yakni suatu proses yang mencoba untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam
53
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
mendalam tentang interaksi sosial. Hal ini berarti peneliti mengamati interaksi
manusia yang secara khusus diamati dalam pembelajaran Bahasa Inggris barulah
peneliti memperoleh jawaban atau informasi dari kompleksitas yang telah diamati.
B
Bagan 3.1 Desain Penelitian
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
Studi Kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu
sosial.Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa yang
bersangkutan tak dapat dimanipulasi. Dua sumber bukti yang biasanya digunakan
adalah Observasi dan Wawancara.
Robert K.Yin (Soendari, 2007) mengatakan bahwa dalam penelitian studi
kasus, bukti atau data dalam penelitian bisa berasal dari enam sumber yaitu
dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan Studi pustaka program test
-Teori
survei Desain Sasaran
dan perangkat fisik. Kemudian untuk pengambilan informan menggunakan teknik
purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti membatasi sumber bukti
menjadi empat sumber bukti yaitu; dokumen, rekaman arsip, wawancara dan
pengamatan langsung. Sementara untuk instrumen yang digunakan dalam
pengamatan komponen karena masalah yang dikaji dan apa yang diteliti berkaitan
dengan kegiatan dan perilaku manusia tersebut adalah dengan membuat check list
atau daftar cek.
Adapun peneliti menggunakan Metode studi kasus ini adalah dengan
alasan bahwa untuk mengetahui dan memecahkan suatu masalah bahwa siswa
masih kurang memiliki sikap positif, yang terjadi di MTs.N Subang melalui
instrument-instrument yang akan diberikan kepada semua subjek yang diteliti,
sehingga mendapatkan solusi sesuai harapan peneliti dan berguna untuk
kepentingan pendidikan.
D. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep dan istilah yang harus
diperjelas dan dipertegas mengenai makna yang digunakan, sehingga tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda dan memiliki interpretasi yang beragam.
Maka, dirumuskan definisi operasional dari tiap istilah yang digunakan, definisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Internalisasi
Internalisasi adalah proses pemasukan nilai pada seseorang dalam
menanamkan perilaku yang baik yang akan membentuk pola pikirannya dalam
kehidupan (Soekamto, 1981:25). Proses utama untuk menguatkan dan
menanamkan perilaku adalah keterampilan individual, sejarah penguatan masa
lalu dan karakteristik warisan yang dioptimalkan dengan variasi (perilaku) dan
seleksi berdasarkan konsekuensi (Gredler, 2011:122).
Internalisasi merupakan proses panjang individu sejak dilahirkan sampai
Ia hampir meninggal, dimana dia belajar menanamkan dalam kepribadiannya
55
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
Proses internalisasi melakukan interpretasi (pemahaman) dari pesan yang
diterima terutama menyangkut makna yang dilihat dan didengarnya (Setiadi dan
Kolip, 2011:165). Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang
objektif di mana ia menjumpai orang-orang yang berpengaruh dan yang bertugas
mensosialisasikannya (Berger dan Luckmann, 2013, 179). Secara epistimologi
internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam
atau di dalam. Sedangkan internalisasi berarti penghayatan (Peter dalam Tongo,
2011:1). Dalam kaidah bahasa Indonesia akhiran “isasi” mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses, lebih
lanjut internalisasi dapat didefinisikan sebagai penghayatan, pendalaman,
penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan
sebagainya (KBBI, 1989:336). Dalam hal ini internalisasi dapat diartikan sebagai
suatu proses usaha untuk menjadikan sesuatu berada di dalam (Setiawan,
2011:151).
Proses yang dimana individu memperoleh suatu sikap, keyakinan atau
tingkah laku dari sumber-sumber di luar dirinya yang menyebabkan adanya
transformasi yang terus menerus pada sebuah organisasi, tujuan dan nilai pribadi.
Internalisasi tersebut merupakan suatu proses menanamkan nilai-nilai normatif
melalui pembelajaran untuk terinternalisasi ke dalam pikiran atau kepribadian,
perbuatan nilai-nilai, patokan-patokan ide atau praktek-praktek dari orang-orang
lain sehingga menjadi bagian dari diri sendiri.
Adapun langkah-langkah/indikator dari Internalisasi diantaranya: proses
pembelajaran, proses pembudayaan, proses pembiasaan dan proses peneladanan
sehingga membentuk suatu kepribadian seseorang dalam kehidupannya.
2. Sikap Positif
Menurut Chapman (2007) Sikap positif adalah perwujudan nyata dari
suasana jiwa, yang terutama memperhatikan hal-hal yang positif yakni suasana jiwa yang
lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjerumuskan
kegembiraan daripada kesedihan, harapan dari pada keadaan jiwa melalui usaha-usaha
kearah sikap yang negatif jika pun membelok kearah itu maka kembali lagi kearah
sikap yang positif.
Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suatu pikiran terutama
memperhatikan hal-hal yang baik. Sikap positif adalah suasana jiwa yang
mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan,
kegembiraan dari pada kesedihan, Optimisme dari pada pesimisme. Sikap positif
adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang
sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan fokus mental
seseorang pada negatif. Dengan kata lain bahwa berperilaku baik adalah sikap
tingkah laku seseorang yang tidak melanggar atas norma dan agama yang berlaku.
Jadi yang dimaksud dengan internalisasi sikap positif adalah penghayatan melalui proses
penanaman perilaku yang baik sehingga akan membentuk nila-nilai sikap positif yang
akan membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan.
Sikap positif merupakan kecenderungan tindakan untuk mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Secara ringkas, sikap positif dapat
diartikan dengan perilaku baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun langkah-langkah/Indikator dari sikap positif diantaranya:
membiasakan untuk selalu berpikiran positif, berkepribadian baik tidak
menyimpang dari aturan agama maupun norma masyarakat, aktif dan kreatif,
peduli terhadap lingkungan sekitar dll.
3. Pendekatan Kontekstual
CTL (Contekstual teaching and learning) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
pada materi yang dipelajari dan dihubungkan dengan kehidupan nyata sehingga
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006:256). Pendekatan
kontekstual adalah pendekatan kontrukstivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi
mengonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
57
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
2007:41). Menurut Tim Penulis Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut:
Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
Pendekatan kontekstual merupakan sebuah proses pendidikan yang
bertujuan untuk menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks dalam kehidupan nyata mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
sosial dan budaya mereka. pendekatan pembelajaran kontekstual menekankan
pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan mereka,
sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata yang
diarahkan untuk dapat menyentuh secara menyeluruh kecerdasan siswa, baik itu
kecerdasan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dalam keseluruhan
tahapan proses pembelajaran.
Adapun langkah-langkah/karakteristik dari pendekatan kontekstual
diantaranya: siswa menemukan materi sendiri, siswa belajar aktif, kreatif dan
mandiri, siswa dapat mnghubungkannya langsung antara materi pembelajaran
dengan kehidupan mereka.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dilakukan untuk mendapatkan hasil yang ingin digali
oleh peneliti dengan hasil yang lebih baik dalam artian hasilnya lebih cermat,
lengkap, dan sistematis, sehingga memudahkan peneliti dalam mengolah dan
mereduksi temuan-temuan di lapangan. Dalam penelitian ini peneliti sendiri yang
peneliti sendiri yang dapat berhubungan langsung dengan responden atau objek
lainnya, dan penelitilah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di
lapangan.
Peneliti sebagai instrumen penelitian atau human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya. Oleh karena itu, peneliti sendiri yang
berperan serta secara aktif dalam kegiatan yang akan dilakukan dalam usahanya
untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan beberapa
instrumen. Untuk sampai kepada masalah yang ingin digali lebih jauh, maka
peneliti menggunakan instrumen dengan observasi partisipatif, wawancara
mendalam, studi dokumentasi dan angket.
F. Teknik Pengumpulan data
Untuk menunjang metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini, maka
diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang diharapkan dapat mengungkap
beberapa masalah dari data dan fakta yang terkumpul. Adapun Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis adalah :
a. Observasi
Menurut Supardi dalam Arikunto (2008:127) observasi adalah kegiatan
pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran. Observasi sebagai salah satu teknik untuk mengamati secara
langsung dengan teliti, cermat dan hati-hati terhadap fenomena dalam
pembelajaran di kelas. Data yang dikumpulkan melalui tehnik ini adalah data
pengamatan tentang sikap belajar anak yang selama ini terjadi di kelas dan cara
guru menyampaikan materi pelajarannya.
b. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna
dalam suatu topik tertentu. Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau
59
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
juga merupakan teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel. Data
yang dikumpulkan melalui wawancara ini adalah seputar pertanyaan tentang
hambatan dan kendala Materi bahan pelajaran diantaranya tentang minat/tidak
minatnya terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris, model dan strategi apa yang
disampaikan guru dalam menyampaikan pembelajaran, perolehan hasil evaluasi
belajar siswa, bahan pelajaran dll.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, agenda, dan sebagainya
(Arikunto 2002:206). Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah
dan nama siswa, photo rekaman proses tindakan penelitian berupa RPP, silabus,
daftar hadir siswa, daftar nilai siswa,bahasa kamus-kamus Bahasa Inggris dan
hasil kreativitas siswa. Data yang dikumpulkan melalui dokumentasi ini adalah
pengumpulan data-data penting yang berhubungan dengan subjek yang diteliti.
Tabel 3.1
Indikator dan Teknik Pengumpulan data penelitian
No Variabel Indikator Alat pengumpul data
1 Sikap positif 1. Positive thinking 2. Kreatif
3. Berperilaku baik
4. Peduli terhadap lingkungan
G. Langkah – langkah penelitian
Penelitian ini diharapkan supaya antara siswa dan guru dapat
menginternalisasikan sikap positif dalam proses KBM mata pelajaran Bahasa
Inggris melalui strategi pembelajaran kontekstual sehingga antara siswa dengan
siswa lainnya akan lebih semangat dan fokus mengerjakan tugas bersama guru
dibimbing dan diarahkan, kemudian siswa pun berhubungan langsung dengan
objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara alhasil terjadinya
keterlibatan pembelajaran yang aktif yang menjadi kesatuan antara materi, media
pembelajaran, siswa yang aktif berkreatifitas mencapai prestasi dengan bimbingan
guru yang lebih profesional.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan
(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti
dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat
atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk
akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang
tersedia;
2. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi
yang lebih dipakai dalam penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan
analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrumen penelitian, dapat
menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan
penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
3. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,
mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat
dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi
hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi
secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data
dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah
semua data terkumpul atau setelah selesai di lapangan;
4. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam
61
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
(reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan.
Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan
barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan
ke dalam kategori yang sudah ada;
5. Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan
mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga
rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan
diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan
seseorang atau kelompok.
H. Analisis Data
Analisis data merupakan satu langkah penting untuk memperoleh
temuan-temuan hasil riset. Dalam kegiatan riset, data mentah akan memberi arti bila
dianalisis, ditafsirkan dan dibahas sehingga pelaku riset dapat memperoleh makna
dari setiap temuan yang diperoleh berdasarkan data yang dapat dikumpulkan itu.
(Ali 2011: 415). Peneliti menggunakan teori Miles dan Huberman bahwa analisis
data kualitatif dilakukan dalam 3 (tiga) aktifitas (komponen) yaitu:
1. Reduksi Data.
Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan,
mengabstraksi dan mengubah data dasar ke dalam catatan lapangan.
2. Penyajian Data.
Penyajian data merupakan suatu cara merangkai data suatu organisasi yang
memudahkan untuk pembuatan kesimpulan/tindakan yang diusulkan.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi.
Verifikasi data adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu
konfigurasi yang secara jelas menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan
proporsisi–proporsisi yang terkait dengannya. (Hamzah, 2009:242). analisis data
bersifat induktif, realitatif, dan hasil penelitian yang kualitatif lebih menekankan
63
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil Penelitian dengan Tema Internalisasi Sikap positif
melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris (Studi kasus
pada siswa kelas VII.B di MTs.N Subang), maka dapat diambil Simpulan dan
Saran sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Simpulan Umum
Realita di MTs.N Subang pada umumnya menunjukkan siswa belum
berperilaku baik dan berkarakter dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di
kelas, sebagian guru masih kurang menguasai berbagai model dan metode
pembelajaran, sehingga motivasi belajar siswa masih belum maksimal.
Pembelajaran yang dilaksanakan terkadang masih menggunakan pendekatan
konvensional, sedangkan pendekatan kontekstual merupakan metode
pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa dan guru yang dapat menemukan
sendiri kandungan materi pelajaran dan pengalaman yang juga dihubungkan
langsung dengan kejadian sehari-hari pada lingkungan kehidupannya, oleh karena
itu perlu pengetahuan sikap positif.
Internalisasi sikap positif adalah penghayatan melalui proses penanaman
perilaku yang baik sehingga akan membentuk nilai-nilai sikap positif yang akan
membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan. Sikap
positif dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris yaitu dengan
mengaktualisasikan dirinya secara utuh baik jasmani maupun ruhani selama
pembelajaran di kelas diantaranya dengan berperilaku sopan kepada guru melalui
menyimak, memahami, memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan guru
secara santun, patuh, disiplin serta melaksanakan tugas yang diberikan guru dan
bekerjasama dengan teman secara aktif, kreatif dan tertib dalam belajar sehingga
104
Nunung Yuliantini, 2015
INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|
Internalisasi sikap positif melalui konsep dasar pembelajaran kontekstual
(CTL) dalam pembelajaran Bahasa Inggris merupakan penghayatan melalui poses
penanaman perilaku yang baik sehingga akan membentuk nilai-nilai sikap positif yang
akan membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan, akan
tetapi CTL bukan suatu perubah melainkan siswa itu sendiri yang harus merubah
cara belajarnya. Maka dengan demikian dapat ditarik kesimpulan secara umum
bahwa sikap positif dapat diinternalisasikan melalui tujuh komponen pendekatan
kontekstual oleh guru dengan tujuan dapat meningkatkan semangat belajar siswa,
sehingga dapat merubah cara belajarnya supaya berhasil ilmu dan berprestasi.
2. Simpulan Khusus
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian ini, maka peneliti dapat
menarik kesimpulan kedalam 3 (tiga) hasil penelitian utama, sebagai berikut:
a. Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran Bahasa Inggris.
Dalam menginternalisasikan Sikap positif melalui Tujuh komponen
pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah:
1). Membangun (contructivism)
Siswa dalam mengikuti pembelajaran akan terdorong untuk mengkonstruksi
atau membangun pengetahuannya. Guru memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk membangun pengetahuan yang sesuai dengan materi yang
disampaikannya.
2). Menemukan (inquiry)
Siswa harus didorong untuk menemukan masalah dalam materi pembelajaran
sehingga dapat menemukan proses pemecahan atau solusi dari masalah pembelajaran
tersebut. Guru memotivasi siswa saat melaksanakan diskusi kelompok maupun
diskusi terbuka antar kelompok, membimbing dan mengarahkannya, memberikan
gambaran terdahulu tentang berpikir analisis dan kritis.
3). Bertanya (Questioning)
apa yang menjadi penasaran sebagai bahan perbandingan pengetahuannya. Guru
memberikan pertanyaan secara terbuka dan menyeluruh kepada siswa lalu
memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari
temannya.
4). Kelompok Belajar (Learning Community)
Siswa harus memiliki komitment dalam berbagi ide/gagasan, mendengarkan
ide/gagasan dari yang lain, mendengarkan dengan seksama dan bekerjasama dengan
kelompok lainnya. Peran guru membentuk kelompok kecil ataupun besar disesuaikan
dengan kemampuan siswanya.
5). Pemodelan (modelling)
Siswa diharapkan bisa melakukan dengan baik hal-hal yang dicontohkan guru
atau pun si pemodel dalam memperagakan dan mendemonstrasikan sesuatu model.
Guru memberikan contoh yang baik kepada siswa supaya ditiru.
6). Mengingat kembali (Reflection)
Siswa berpikir ulang tentang apa yang telah dipelajari dan disampaikan guru.
Guru mendorong siswa untuk melakukan refleksi secara mandiri mengenai
pembelajarannya.
7). Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)
Siswa memperoleh penilaian sebenarnya yang di peroleh pada akhir suatu
kegiatan. dalam pembelajaran, guru memberikan penilaian harus mengukur
kemampuan dan keterampilan siswa.
b. Gambaran sikap positif siswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
1). Sikap positif yang dimiliki siswa
Siswa memiliki budi pekerti yang baik, mempunyai semangat belajar yang
tinggi dengan fokus pada pelajaran, tertib dan serius dalam belajar, menyiapkan
alat belajar, menghormati guru, mematuhi, dan melaksanakan perintah guru,
mandiri, percaya diri dan rajin dalam mengerjakan tugas dalam belajar, bersikap
aktif, kreatif, bertanggung jawab dalam belajar, bekerjasama dengan teman,