• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pajak Terhutang Antara Sewa Guna Usaha Dengan Membeli Langsung Aktiva Tetap.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Pajak Terhutang Antara Sewa Guna Usaha Dengan Membeli Langsung Aktiva Tetap."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pemakai barang modal). Lessee dapat diberikan hak opsi (option right) untuk membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak.

Pajak merupakan beban bagi perusahaan. Oleh karena itu pajak yang dibayar oleh perusahaan harus dapat seminimal mungkin. Salah satu strategi meminimalkan pajak perusahaan adalah dalam pemilihan sumber pendanaan dalam pengadaan aktiva tetap. Dalam pengadaan aktiva tetap, perusahaan bisa memperolehnya melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (leasing), atau dengan membeli secara langsung. Dari kedua alternatif di atas, timbul biaya yang berbeda. Biaya tersebut akan menghasilkan pendapatan kena pajak yang berbeda, yang membuat pajak perusahaan menjadi berbeda. Hal inilah yang membuat penulis melakukan penelitian mengenai pemilihan sumber pendanaan aktiva tetap untuk meminimalkan pajak perusahaan.

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan objek penelitian yang sesungguhnya melalui pengumpulan dan penyusunan data, yang selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data tingkat suku bunga leasing, tingkat suku bunga pinjaman, serta tingkat suku bunga deposito, laporan rugi laba PT. X.

(2)

ii DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ……….

DAFTAR LAMPIRAN ……….

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ……… 1.2. Identifikasi Masalah ………. 1.3. Tujuan Penelitian ………. 1.4. Kegunaan Penelitian ………. 1.5. Kerangka Pemikiran ……….

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pajak ……….. 2.1.1. Pengertian Pajak ………. 2.1.2. Dasar Pemungutan Pajak ……… 2.1.3. Pelaksanaan Pungutan Pajak ………...

2.1.3.1. Azas yang Digunakan ………... 2.1.3.2. Sistem yang Digunakan ……… 2.1.3.2.1. Siapa yang Menentukan Pajak yang Terhutang ………... 2.1.3.2.2. Cara Menentukan Besarnya Pajak ………... 2.1.3.3. Sistem Tarif ……….. 2.1.4. Fungsi Pajak ……… 2.2. Pajak Penghasilan ……….. 2.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan ………. 2.2.2. Pengertian Subjek Pajak ……….

(3)

iii 2.2.3. Pengecualian Subjek Pajak ……….

2.2.4. Objek Pajak ………. 2.2.5. Pengecualian Objek Pajak ……….. 2.2.6. Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto ……… 2.2.7. Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto ………... 2.3. Manajemen Pajak ……….. 2.3.1. Pengertian Manajemen Pajak ………..

2.3.1.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning) ………... 2.3.1.2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan

(Tax Implementation) ………... 2.3.1.3. Pengendalian Pajak (Tax Control) ……… 2.3.2. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak ………

2.3.2.1. Analisis Informasi yang Ada (Analysis of

the Existing Data Base) ………...

2.3.2.2. Buat Satu Model atau Lebih Rencana Besarnya Pajak (Design of One or More Possible Tax Plans) ………...

2.3.2.3. Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pajak

(Evaluating a Tax Plan) ………...

2.3.2.4. Mencari Kelemahan dan Kemudian Memperbaiki Kembali Rencana Pajak (Debugging The Tax Plan) ………... 2.3.2.5. Mutakhirkan Rencana Pajak (Updating The Tax Plan) …… 2.3.3. Perencanaan Pajak Untuk Pajak Penghasilan ………. 2.3.3.1. Pemilihan Alternatif Dasar Pembukuan ……… 2.3.3.2. Pengelolaan Transaksi yang Berkaitan dengan Pemberian

Kesejahteraan pada Karyawan ……….. 2.3.3.3. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan ………... 2.3.3.4. Pemilihan Sumber Dana dalam Pengadaan

Aktiva Tetap ………. 2.3.3.5. Pemilihan Metode Penyusutan Aktiva Tetap dan

(4)

iv 2.3.3.6. Transaksi yang Berkaitan dengan Withholding Tax ……….

2.3.3.7. Optimalisasi Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar …….. 2.3.3.8. Permohonan Penurunan Pembayaran Lump-sum …………. 2.4. Aktiva Tetap dan Penyusutan ……… 2.4.1. Aktiva Tetap ……… 2.4.2. Karakteristik Dari Aktiva yang Dapat Disusutkan ………. 2.4.3. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan ……….. 2.4.4. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan No. 17 ... 2.4.4.1. Biaya Perolehan ……… 2.4.4.2. Kriteria Aktiva yang Dapat Disusutkan ……… 2.4.4.3. Masa Manfaat ……… 2.4.4.4. Metode Penyusutan ……….. 2.4.4.5. Saat Dimulainya Penyusutan ……… 2.5. Sewa Guna Usaha (Leasing) ………..

2.5.1. Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing) ………. 2.5.2. Keuntungan dan Kelemahan Sewa Guna Usaha (Leasing) …... 2.5.2.1. Keuntungan Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing) ……. 2.5.2.2. Kelemahan Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing) …….. 2.5.3. Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha …… 2.5.4. Perlakuan Standar Akuntansi terhadap Transaksi

Sewa Guna Usaha (Leasing) ………... 2.6. Nilai Waktu Dari Uang ………..

BAB III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian ………. 3.1.1. Struktur Organisasi ………. 3.1.2. Proses Produksi ………... 3.1.3. Fasilitas Kerja ………. 3.2. Metode Penelitian ………...

(5)

v BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Faktor-faktor yang Mendukung Dalam Perhitungan

Biaya Leasing dan Biaya Membeli Langsung ……… 4.2. Perhitungan Alternatif Leasing ……….. 4.3. Perhitungan Alternatif Membeli Langsung ………... 4.4. Perbandingan Biaya Leasing dengan Biaya

Membeli LangsungSecara Nilai Nominal dan

Present Value ……….

4.5. Uji Hipotesis ……….. 4.6. Perhitungan Total Keuntungan Dari Alternatif Leasing ……… 4.7. Perkiraan Pajak Perusahaan Untuk Tahun 2006 Baik Dengan

Menggunakan Leasing Maupun Membeli Langsung ……... 4.7.1. Proyeksi Laporan Rugi Laba PT. X Untuk Tahun 2006

Dengan Alternatif Leasing ………... 4.7.2. Proyeksi Laporan Rugi Laba PT. X Untuk Tahun 2006

Dengan Alternatif Membeli Langsung ……….. 4.7.3. Proyeksi Penghematan Pajak yang Diperoleh PT. X

Untuk Tahun 2007 ………..

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 5.1.1 Kelemahan ………... 5.2. Saran ………..

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

(7)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Leasing ……….. Tabel 4.2. Perhitungan Angsuran Leasing Selama 3 Tahun

(Nilai Nominal dan Present Value) ……… Tabel 4.3. Penyusutan Setelah Masa Leasing

(Nilai Nominal dan Present Value) ………. Tabel 4.4. Biaya Penyusutan Membeli Langsung ………... Tabel 4.5 Perbandingan Alternatif Leasing

dengan Membeli Langsung ………... Tabel 4.6. Data Uji Hipotesis (Nilai Nominal) ……… Tabel 4.7. Data Uji Hipotesis (Present Value) ……… Tabel 4.8. Perhitungan Penghasilan Bunga Deposito ………. Tabel 4.9. Total Keuntungan Dari Alternatif Leasing ………. Tabel 4.10. Laporan Rugi Laba PT. X

Periode 1 Januari 2005 s/d 31 Desember 2005 ………. Tabel 4.11. Proyeksi Laporan Rugi Laba PT. X

Periode 1 Januari 2006 s/d 31 Desember 2006

(Alternatif Leasing) ……….. Tabel 4.12. Proyeksi Laporan Rugi Laba PT. X

Periode 1 Januari 2004 s/d 31 Desember 2004

(Alternatif Membeli Langsung) ……….. 89

91

93 95

97 100 104 108 110

112

113

(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)

(9)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991

TENTANG

KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kepastian hukum terutama mengenai perlakuan perpajakan kegiatan sewa-guna-usaha, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang kegiatan sewa guna usaha dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264);

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan;

(10)

6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 tanggal 18 Nopember 1989;

7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990 tanggal 5 Juni 1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA (LEASING).

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :

a. Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala;

(11)

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;

c. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;

d. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha;

e. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Lessor;Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha; f. Piutang sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh

pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;

g. Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang dilease ditambah dengan biaya langsung;

h. Nilai pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal yang secara riil dikeluarkan oleh Lessor;

i. Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;

j. Imbalan Jasa Sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-sewa-guna-usaha bagi Lessor; k. Nilai Sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa

(12)

l. Simpanan Jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima Lessor dari Lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lease;

m. Masa Sewa-guna-usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh Lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-usaha berakhir;

n. Masa Sewa-guna-usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;

o. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-disewa-guna-usaha.

BAB II

KEGIATAN USAHA Pasal 2

Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara : (1)

a. sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease); b. sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

(2) Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a Pasal ini ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya.

Pasal 3

Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

(13)

b. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;

c. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Pasal 4

Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor; b. perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi

lessee.

Pasal 5

Penggolongan jenis barang modal yang disewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Keputusan ini, ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Pasal 6

(1) Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.

(2) Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain.

Pasal 7

(14)

disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha.

(2) Plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pasal ini harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha.

(3) Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha.

Pasal 8

(1) Perusahaan sewa-guna-usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa-guna-usaha, dapat membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan dan rekomendasi dari Menteri Keuangan.

(2) Tata cara pemberian izin/persetujuan, dan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal Moneter.

BAB III

PERJANJIAN SEWA-GUNA-USAHA Pasal 9

(1) Setiap transaksi guna-usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa-guna-usaha (lease agreement).

Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

(2)

a. jenis transaksi sewa-guna-usaha;

b. nama dan alamat masing-masing pihak;

(15)

d. harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa-guna-usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa-guna-usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa-guna-usahakan;

e. masa sewa-guna-usaha;

f. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa-guna-usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;

g. opsi bagi penyewa-guna-usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi;

h. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa-guna-usaha.

(3) Perjanjian sewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan kedalam bahasa asing.

BAB IV

PELAKSANAAN HAK OPSI Pasal 10

Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha.

Pasal 11

(1) Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.

(16)

sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.

Pasal 12

Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal.

BAB V

PERLAKUAN AKUNTANSI Pasal 13

Akuntansi transaksi sewa-guna-usaha dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa-guna-usaha di Indonesia.

BAB VI

PERLAKUAN PERPAJAKAN Bagian Pertama

Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi Pasal 14

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :

a. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;

(17)
(18)

d. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.

e. kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan; f. dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau

tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pasal 15

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 16

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut : (1)

a. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;

b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan; c. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee

(19)

sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini;

d. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

(2) Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.

Bagian Kedua

Sewa-guna-usaha Tanpa Hak Opsi Pasal 17

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut : (1)

a. seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.

b. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan pelaksanaannya.

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut : (2)

a. pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

(20)
(21)

Pasal 18

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

Bagian Ketiga

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Pasal 19

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984 terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 Keputusan ini disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

BAB IX PELAPORAN

Pasal 20

(1) Lessor wajib menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Moneter.

(2) Laporan keuangan triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

Pasal 21

(1) Lessor wajib menyampaikan laporan operasional secara semesteran berdasarkan tahun takwim kepada Direktorat Jenderal Moneter.

(22)

Pasal 22

Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dilaksanakan.

Pasal 23

Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, Menteri Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya dapat melakukan pemeriksaan.

BAB X S A N K S I

Pasal 24

Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 jo. Nomor 1256/KMK.00/1989.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25

(1) Perlakuan akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Keputusan ini mulai berlaku untuk tahun pajak 1991.

(23)

dengan hak opsi yang kontraknya telah ditandatangani sebelum berlakunya Keputusan ini, tetap berlaku.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 26

Pelaksanaan teknis Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Moneter dan Direktur Jenderal Pajak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Pasal 27

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 27 November 1991 MENTERI KEUANGAN, ttd

(24)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 520/KMK.04/2000

TENTANG

JENIS-JENIS HARTA YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK KEPERLUAN PENYUSUTAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (11) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Jenis-jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan; Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

2. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000; MEMUTUSKAN : Menetapkan :

(25)

Pasal 1

(1) Jenis-jenis harta yang termasuk dalam masing-masing kelompok harta berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2) Direktur Jenderal Pajak menetapkan kelompok harta-harta untuk jenis-jenis harta lainnya yang tidak tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan ini sesuai dengan masa manfaatnya.

Pasal 2

Ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 961/KMK.04/1983 tentang Jenis-jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan sebagaimana telah diubah terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 450/KMK.04/1999, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4

(26)

Pasal 5

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 14 Desember 2000 Menteri Keuangan Republik Indonesia ttd,

(27)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pemakai barang modal). Lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu tertentu, dengan

suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari perjanjian antara lessor dengan lessee. Lessee dapat diberikan hak opsi (option right) untuk

membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak.

Pajak adalah aliran uang dari sektor privat ke sektor publik. Dimana sektor privat adalah pihak swasta (orang pribadi, perusahaan perorangan, dan perusahaan badan), sedangkan sektor publik adalah negara. Ada dua kepentingan atas pajak. Pajak merupakan biaya bagi sektor privat , sedangkan bagi sektor publik, pajak adalah sumber pendapatan. Bagi perusahaan (sektor privat) karena pajak merupakan biaya, maka pengeluaran pajak harus serendah-rendahnya. Sedangkan bagi negara (sektor publik), pajak adalah pendapatan, karena itu pendapatan atas pajak harus sebesar-besarnya.

(28)

2 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

Pengusaha akan meneruskan kegiatan operasi perusahaan, apabila pendapatan yang diterima sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu pajak tidak boleh menjadi batu sandungan atas kegiatan investasi. Tingkat investasi naik akan mengakibatkan kenaikan pertumbuhan ekonomi negara. Perekonomian negara naik akan mengakibatkan kenaikan pendapatan pajak bagi negara. Oleh karena itu pemerintah harus memperhatikan kepentingan sektor privat.

Pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi negara. Dan untuk menjaga stabilitas ekonomi diperlukan dana yang berasal dari pajak. Hal-hal diatas menunjukkan hubungan timbal-balik antara sektor privat dengan sektor publik. Karena adanya hubungan timbal balik tersebut, dibuat Peraturan Perpajakan. Penegakan undang-undang pajak bertujuan memelihara kejujuran wajib pajak dan petugas pajak..

Dengan adanya peraturan, pengusaha harus mentaati peraturan tersebut. Mentaati peraturan bukan berarti tidak bisa meminimalkan biaya pajak. Dari peraturan yang ada, pengusaha mencari celah agar biaya pajak dapat dibuat serendah-rendahnya. Upaya melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin. Tujuan dari manajemen pajak bukan untuk menghindari kewajiban membayar pajak.

(29)

3 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

penyetoran dan pelaporan pajak dapat terarah secara efisien dan tidak melanggar hukum pajak yang berlaku.

Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meminimalkan beban pajak penghasilan perusahaan adalah pemilihan sumber pendanaan dalam pengadaan aktiva tetap. Untuk menjalankan kegiatan operasi, perusahaan memerlukan berbagai aktiva tetap seperti gedung, mesin dan kendaraan. Sumber dana untuk membiayai pengadaan aktiva tetap bisa berasal dari pihak dalam dan pihak luar. Sumber dana dari pihak dalam adalah modal dari pemilik berupa saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Pihak luar adalah lembaga keuangan seperti bank dan perusahaan sewa guna usaha.

Untuk memperoleh aktiva tetap, ada perusahaan yang lebih baik membeli saja mesin secara langsung, ada yang lebih baik membeli secara sewa beli. Banyak cara yang dapat dipilih kalau perusahaan berencana untuk menambah kapasitas produksi.

Sebelum tahun 1974, perusahaan hanya bisa membeli secara langsung untuk memiliki aktiva tetap. Sejak tahun 1974, pembiayaan dalam pengadaan aktiva tetap dapat melalui sewa guna usaha. Ada dua jenis sewa guna usaha, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease atau sewa menyewa biasa).

(30)

4 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

sama dalam peraturan perpajakan, yang akan membuat jumlah pendapatan kena pajak berbeda. Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam manakah diantara alternatif leasing dengan alternatif membeli langsung dalam pengadaan aktiva tetap yang berdampak lebih meminimalkan biaya pajak. Hal itulah yang melatarbelakangi penulis sehingga memutuskan untuk memilih pokok pembahasan dengan judul: PERBANDINGAN PAJAK TERHUTANG ANTARA SEWA GUNA USAHA DENGAN MEMBELI

LANGSUNG AKTIVA TETAP

1.2. Identifikasi Masalah

Penulis secara khusus membahas pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap sebagai salah satu strategi untuk meminimalkan pajak perusahaan. Masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perusahaan menghitung pajak dengan hak opsi atau sewa guna usaha.

2. Bagaimana perusahaan menghitung pajak dengan membeli langsung aktiva tetap.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis mengadakan penelitian untuk :

(31)

5 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

2. Mengetahui biaya yang muncul dari pengadaan aktiva tetap melalui pembelian langsung dan perlakuan pajak terhadap biaya tersebut.

3. Mengetahui dampak biaya yang muncul baik dari alternatif leasing maupun dari alternatif membeli langsung terhadap pajak perusahaan. 4. Mengetahui signifikan tidaknya perbedaan pengurangan pajak akibat

leasing dan membeli langsung.

5. Mengetahui manakah diantara kedua alternatif yang lebih meminimalkan pajak perusahaan, serta keuntungan dan kerugian yang diperoleh oleh PT. “X” dengan memilih alternatif sumber dana tersebut.

1.4. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dalam masalah manajemen pajak, khususnya mengenai pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap untuk meminimalkan pajak perusahaan. 2. Perusahaan.

(32)

6 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 3. Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan pembaca dalam masalah manajemen pajak, khususnya mengenai pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap untuk meminimalkan pajak perusahaan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Setiap manusia didunia ini tidak dapat lepas dari pajak. Demikian juga perusahaan, perusahaan mempunyai kewajiban membayar pajak. Dengan membayar pajak, berarti mengurangi laba perusahaan. Karena itu pajak yang dibayar oleh perusahaan harus seminimal mungkin agar laba perusahaan setelah pajak dapat semaksimal mungkin.

Karena perusahaan ingin membayar pajak seminimal mungkin, maka perusahaan harus melakukan manajemen pajak. Manajemen pajak harus menghasilkan pajak yang dibayar oleh perusahaan tidak melebihi yang seharusnya dibayar, dan sesuai dengan peraturan perpajakan. Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan secara menyeluruh.

(33)

7 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

keuangan. Dengan demikian tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan.

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Di dalam penulisan ini, penulis akan membahas secara khusus mengenai pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap sebagai salah satu strategi untuk menghemat pajak perusahaan. Manakah diantara keputusan sewa guna usaha dan keputusan membeli langsung untuk memperoleh aktiva tetap yang dapat lebih meminimalkan pajak penghasilan perusahaan?

Untuk memilih sumber dana dalam pengadaan aktiva yang dapat meminimalkankan pajak penghasilan perusahaan, terlebih dahulu perusahaan harus mengetahui ketentuan pajak atas keputusan sewa guna usaha dengan hak opsi dan keputusan membeli langsung. Dengan mengetahui ketentuan perpajakan atas sewa guna usaha dengan hak opsi dan membeli langsung, kita dapat mengetahui biaya apa saja dari kedua alternatif tersebut yang dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (deductible expense).

(34)

8 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

20 tahun untuk bangunan permanen, dan 10 tahun untuk bangunan tidak permanent.

Dalam sewa guna usaha dengan hak opsi, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 perusahaan yang melakukan sewa aktiva tetap dapat mengurangkan penghasilan bruto perusahaan dengan total biaya sewa guna usaha yang dibayar oleh perusahaan. Setelah masa sewa guna usaha dengan hak opsi berakhir, perusahaan dapat melakukan penyusutan aktiva tetap dengan nilai opsi sebagai dasar penyusutannya. Biaya penyusutan tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan. Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-kurangnya dua (2) tahun untuk barang modal golongan I dan tiga (3) tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan tujuh (7) tahun untuk golongan bangunan.

Setelah mengetahui biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible expense), diperbandingkan biaya yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto antara sewa guna usaha hak opsi dengan membeli langsung.

Baik secara nominal maupun present value (dengan menggunakan diskon faktor). Lalu akan dihitung jumlah penghematan pajak serta penghematan tunai antara sewa guna usaha hak opsi dengan pembelian langsung.

(35)

9 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha

pengadaan aktiva tetap, alternatif sewa guna usaha dengan hak opsi (leasing) lebih meminimalkan pajak perusahaan dan besarnya penghematan pajak yang didapat adalah signifikan.

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah deskriptif analitis. Deskriptif yaitu, suatu metode penelitian yang berusaha mengumpulkan, menyusun serta menajikan hasil-hasil penelitian sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas atas obyek yang diteliti. Sedangkan analitis adalah pengujian terhadap bagian bagian dan hubungan hubungannya untuk mendapatkan hasil yang menyebabkannya.

Untuk pengumpulkan data yang diperlukan adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen yang telah ada sebelumnya, atau berdasarkan hasil penelitian terdahulu (library reseach). Pada dasarnya data sekunder diperoleh dari:

1. Buku-buku wajib dan buku-buku referensi yang berhubungan secara langsung dengan masalah yang dibahas maupun diteliti.

2. Bacaan-bacaan lainnya yang berhubugan dengan masalah yang dianalisis. Seperti majalah, Surat Kabar dan lain-lain.

(36)

10 Bab I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

(37)

116 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penulis telah melakukan perhitungan atas alternatif leasing dan alternatif membeli langsung dalam pengadaan aktiva tetap. Kesimpulan yang diperoleh oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Dalam alternatif leasing, biaya yang muncul adalah biaya angsuran dan biaya penyusutan. Biaya angsuran yang dibayarkan oleh perusahaan sebagai penyewa guna usaha (lessee) dapat dibebankan sebagai pengurang pendapatan bruto perusahaan. Setelah masa sewa guna usaha berakhir, perusahaan (PT. X) baru dapat menyusutkan aktiva tersebut sesuai dengan golongan aktiva tetap. Jadi dalam alternatif sewa guna usaha dengan hak opsi, total biaya yang dapat menjadi pengurang pendapatan bruto perusahaan adalah total biaya sewa guna usaha dan total biaya penyusutan. Total biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sebesar Rp. 910.714.638,18 (nilai nominal) dan sebesar Rp. 619.888.440,53 (present value). Total pajak yang berkurang sebesar Rp. 273.214.391,45 (nilai

(38)

117 Bab V Kesimpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha

Penghematan pajak ini diperoleh dari perhitungan selisih pengurangan pajak alternatif leasing dengan pengurangan pajak alternatif membeli langsung.

2. Dalam alternatif membeli langsung, biaya yang muncul adalah biaya penyusutan. Biaya penyusutannya dapat dijadikan pengurang pendapatan bruto perusahaan. Total biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sebesar Rp. 700.000.000,00 (nilai nominal) dan sebesar Rp. 98.747.906,23 (present value). Total pajak yang berkurang sebesar Rp. 210.000.000,00 (nilai nominal), dan sebesar Rp. 98.747.906,23 (present value).

5.1.1. Kelemahan

1. Adanya beban yang harus dibayar oleh perusahaan tiap bulannya.

2. Tingkat suku bunga pinjaman yang tidak tetap, dan aturan perpajakan yang terus berubah.

5.2. Saran

1. Perusahaan harus memperhatikan secara cermat aliran kas perusahaan setiap bulannya. Jangan sampai biaya leasing tersebut tidak terbayar. 2. Apabila ada perubahan dalam tingkat suku bunga dan aturan pajak, maka

(39)

118 Bab V Kesimpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Meliala. Tulis, Edisi 4. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Bandung: Grahatipa. 2007

Mardiasmo, Edisi Revisi 2006. Perpajakan. Yogyakarta : Andi. 2006 SAK No. 16, Standar Akuntansi Keuangan. 2000

SAK No. 17, Standar Akuntansi Keuangan. 2000 SAK No. 30, Standar Akuntansi Keuangan. 2000

Suandy. Erly, Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat. 2001

Suharyadi, Statistika Untuk Ekonomi Dan Keuangan Moderen. Jakarta: Salemba Empat. 2004

Sundjaja. Ridwan S, dan Barlian. Inge, Edisi 3. Manajemen Keuangan Dua. Jakarta: Prehallindo. 2002

Lumbantoruan. Sophar, Edisi Revisi. Akuntansi Pajak. Jakarta: Grasindo. 1996 Darmadji, Tjiptono, “Lebih Baik Leasing.” http://www.bellevuesquare.com. 2004 Theresa. Melia, Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Penghasilan Kena Pajak

Perusahaan. Bandung. 2003

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan soal matematika open-ended dalam konteks Bumi Rafflesia yang valid, praktis, dan memiliki efek potensial

Pengukuran kinerja tradisional menjadikan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan kinerja keuangan saja memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu untuk mempresentasikan kinerja aktiva

Untuk menguji performa metode baru pada Persamaan (11) yang disingkat GMID, diberikan simulasi numerik menggunakan perangkat lunak Maple 13 dengan 850 digit

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini

Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan dengan menberikan cairan hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) yang dilengkapi LKS dapat memberikan prestasi

Didukung pula oleh penelitian Andi Nabila M, Evi Kurniawaty mengenai pengaruh kopi terhadap hipertensi, mengemukakan bahwa subjek yang memiliki kebiasaan minum

Variabel pada penelitian ini yaitu SIMDA berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman (Ha),